Anda di halaman 1dari 5

Kewirausahaan, Indonesia yang Mandiri

Menumbuhkan Semangat Entrepreneurship Sejak Dini, Oh


Betapa Susahnya

Rangkuman
Suatu negara akan kuat perekonomiannya jika paling tidak ada 2% dari jumlah masyarakatnya
yang berwirausaha. Tentu kita semua tentu tahu akan hal itu.Tetapi bagaimana kondisi di
negara kita? Menurut beberapa penelitian, jumlah wirausaha di negara kita baru mencapai
0.24% atau sekitar 570.399 orang dari total 235 juta warga Indonesia. Mengapa bisa
demikian? apa penyebabnya?, kebijakan pemerintah yang belum sepenuhnya condong untuk
melahirkan mayarakat ber-mental pengusaha dan doktrin orang tua kita disinyalir menjadi
penyebab rendahnya mental berwirausaha masyarakat kita.

Menurut data beberapa penelitian, jumlah wirausaha di negeri kita baru 0.24% atau sekitar
570.399 orang, dari total 235 juta warga Indonesia, yang mana idealnya adalah sekitar 2%
dari total penduduknya. Angka ini jauh dibawah negeri-negeri asean lainnya seperti Singapura
dan Malaysia. Apakah data diatas benar-benar valid? Ataukah terjadi unreported data?
Entahlah karena itu adalah tugas pemerintah untuk melakukan pendataan.Yang ingin penulis
tekankan disini adalah mengapa mental masyarakat Indonesia dalam berwirausaha masih
loyo. Mengapa kita (hanya) bangga sebagai bangsa konsumen, sedangkan kita tahu sendiri
Indonesia adalah gudangnya bahan baku.
Bagaimana negeri ini mau mandiri, jika kita terus bergantung pada impor dari luar negeri.
Baiklah, penulis awali esai dengan menceritakan pengalaman penulis pribadi yang (mungkin)
tidak jauh berbeda dengan saudar-saudara kita yang lain. Coba mari kita flashback sejenak,
kapan kita mulai mendapatkan mata pelajaran Kewirausahaan ketika mengenyam bangku
sekolah? Seingat penulis, bangku SMA adalah kali pertama penulis mendapat sesuatu yang
bisa merubah negeri ini menjadi negeri yang maju dan kuat perekonomiannya. Ya,
entrepreneurship !!!. Memang dulu penulis berpikir itu adalah hal yang wajar karena mungkin
sudah menjadi ritual dari kurikulum yang sudah ditetapkan pemerintah, yang mau tidak
mau harus dilaksanakan oleh tiap-tiap penyelenggara pendidikan.
Setelah melihat perkembangan Negeri ini, sekarang penulis sadar, sungguh ironis jika mata
pelajaran Kewirusahaan baru diajarkan di bangku SMA, dan lebih parahnya lagi ada yang
baru mendapatkannya ketika duduk di bangku kuliah, itupun semester akhir. Bagaimana
Negeri ini akan menjadi Negeri mandiri jika pendidikan tentang entrepreneurship belum
diajarkan sejak dini. Padahal jelas sekali sangat penting menanamkam mindset sejak dini
untuk menjadi pengusaha, mengingat semakin sempit-nya lapangan pekerjaan dewasa ini
dikarenakan meledaknya jumlah angkatan kerja yang tidak diimbangi dengan perluasan
lapangan kerja.
Disini penulis ingin mengkritiki kebijakan pemerintah kita yang belum sepenuhnya beritikad
mencetak generasi penerus bangsa untuk menjadi pengusaha. Di dunia pendidikan misalnya,
seperti yang telah dijabarkan di atas, masih dikesampingkannya kurikulum tentang
kewirausahaan, minimnya anggaran untuk kegiatan pelatihan kewirausahaan,dan lain
sebaginya. Kita terus terlena dengan ketergantungan dari barang impor, yang semestinya bisa
diproduksi oleh tangan-tangan terampil anak bangsa.

Berbagai macam peluang di bidang kewirausahaan yang belum terjamah oleh masarakat
Indonesia, menjadi santapan lezat bagi segelintir orang yang paham, tak lain mereka adalah
para keturunan Tionghoa (tidak bermaksud menyindir). Bisa kita lihat di kehidupan seharihari, di pasar-pasar, dan toko-toko besar di tepi jalan misalnya, semua dimiliki oleh kaum
Tionghoa. Penulis tidak bermaksud menyindir, melainkan untuk menjadi contoh untuk kita,
bagaimana keturunan mereka bisa menjadi pengusaha sukses, tidak tergantung pada
pemerintah, mandiri dan membuka lapangan pekerjaan bagi orang lain.
Akhirnya muncul gagasan penulis untuk mencoba menelusuri sejauh mana minat masyarakat
dalam berwirausaha. Setelah melakukan beberapa dialog dengan masyarakat, penulis
menganalogikan bahwa sebetulnya minat masyarakat berwirausaha cukup tinggi, namun ada
beberapa kendala diantaranya modal. Masyarakat meng-klaim bahwa mereka kesulitan dalam
mendapatkan modal, akses permodalan yang tidak merakyat dan kurang lunaknya pihak bank,
disinyalir menjadi penyebab minat masyarakat dalam berwirausaha dikubur dalam-dalam.
Nah dari sinilah sejatinya muncul peluang sekaligus tantangan bagi pemerintah untuk
melakukan suatu tindakan untuk meng-cover kebutuhan masyarakat. Sejatinya sudah banyak
kebijakan yang sudah dilakukan pemerintah, seperti Kredit Usaha Rakyat (KUR), Program
Mahasiswa Wirausaha (PMW), dan lain sebagainya. Itu semua dapat berjalan dengan baik
jika ada sinergi yang baik antara pihak yang terkait. Dengan melakukan pengawasan serta
audit yang tepat, diharapkan program-program diatas dapat berjalan dengan baik dan tepat
sasaran.
Dalam bidang pendidikan, semestinya pemerintah membuat kurikulum tentang kewirausahaan
yang harus diajarkan sedini mungkin, entah itu pada tingkat SMP atau SMA, sehingga
tertanam jiwa wirausaha sedini mungkin pada setiap peserta didik. Tak luput pula bagi
pengajar, mereka haruslah orang-orang yang kompeten dibidangnya, jangan asal-asalan. Ada
baiknya jika pihak institusi pendidikan bekerja sama dengan Dunia Usaha/Industri, baik untuk
kegiatan pelatihan, pemagangan, dan lain-lain.
Juga kita harus bisa merubah paradigma, dimana yang dahulu apabila kita sekolah (baik SMA
maupun Perguruan Tinggi) maka yang kita harapkan adalah lulus dengan tepat waktu dan
segera mendapat pekerjaan. Coba mari kita rubah paradigma tersebut, agar setelah lulus tidak
mencari pekerjaan, tetapi menciptakan lapangan kerja (job creator), walaupun kemungkinan
sulit, tapi coba mari kita lakukan sedikit demi sedikit.

Dibalik semua program-program yang ditawarkan pemerintah yang sudah dirancang


sedemikian rupa untuk menambah angka wirausaha, tentu saja masih terdapat kekurangan
disana-sini. Pada Program Mahasiswa Wirausaha (PMW) khusunya, program yang digulirkan
oleh DIKTI yang bertujuan menelurkan pengusaha-pengusaha muda di kalangan mahasiswa
ini oleh beberapa kalangan dianggap masih belum efektif. Pasalnya masih banyak proposal
ala kadarnya yang lolos pendanaan, serta proposal usaha yang fiktif. Juga menurut beberapa
sumber masih banyak perguruan tinggi yang mengajukan proposal sebanyak mungkin ke
DIKTI demi mendapat akreditasi, padahal kualitas proposal tidak bermutu.
Lemahnya pengawasan serta audit dari pihak kampus juga disinyalir menjadi penyebab
program PMW belum efektif. Sebaiknya proses monitoring dan evaluasi oleh pihak kampus
lebih ditingkatkan lagi, agar program yang telah menelan biaya besar ini tidak sia-sia.

Biodata

Judul Naskah

: Menumbuhkan Semangat Entrepreneurship Sejak Dini, Oh


Betapa Susahnya

Nama Penulis

: Suko Harsono

Tempat & Tanggal Lahir

: Kebumen, 5 Desember 1992

Nama Perguruan Tinggi

: Universitas Brawijaya

Nama Fakultas, Jurusan

: Perikanan dan Ilmu Kelautan, Manajemen Sumberdaya Perairan

Domisili (Alamat Surat)


6514

: Jl.Kertoraharjo No.55,Ketawanggede, Lowokwaru, Malang,

Alamat Email

: suko.harsono@mail.ub.ac.id / harsono_suko@yahoo.co.id

Telepon

: --

Ponsel

: 08979310168

Anda mungkin juga menyukai