Refrat Multipel Sklerosis
Refrat Multipel Sklerosis
MULTIPEL SKLEROSIS
Oleh :
Tiara Bunga Indiarsih, S.Ked
04108705008
Pembimbing :
Dr. Nova Kurniati, SpPD-KAI, FINASIM
HALAMAN PENGESAHAN
Referat dengan judul:
Multipel Sklerosis
oleh:
Tiara Bunga Indiarsih, S. Ked (NIM: 04108705008)
Pembimbing :
Dr. Nova Kurniati, SpPD-KAI, FINASIM
Pembimbing
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah
memberikan karunia dan rahmat-Nya serta kesehatan dan kesempatan sehingga
penulis dapat menyelesaikan referat sebagai salah satu syarat dalam mengikuti
Ujian Kepaniteraan Klinik Senior di Departemen Ilmu Penyakit Dalam RSMH,
Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.
Seiring dengan selesainya penulisan referat yang berjudul Multipel
Sklerosis ini, penulis mengucapkan terima kasih dan rasa hormat kepada Dr.
Nova Kurniati, SpPD-KAI, FINASIM selaku pembimbing referat atas waktu,
bimbingan, dan pengarahan dalam pembuatan referat ini.
Kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan demi tercapainya
hasil yang lebih baik dan membawa manfaat bagi semua.
Akhir kata semoga referat ini dapat bermanfaat serta dapat dijadikan
pertimbangan dan sumber informasi bagi pihak yang membutuhkan
Palembang, Juni 2012
Penulis
DAFTAR ISI
BAB I.......................................................................................................................1
BAB II......................................................................................................................3
I.
Sejarah......................................................................................................
II.
....3
Etiologi.....................................................................................................
III.
....4
Patogenesis...............................................................................................
IV.
....5
Manifestasi
V.
Klinis........................................................................................6
Gambaran
Patologi.......................................................................................9
BAB III...................................................................................................................11
1. Kriteria Diagnostik.....................................................................................11
2. Diagnosis....................................................................................................13
3. Penatalaksanaan.........................................................................................16
BAB IV..................................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................21
BAB I
4
PENDAHULUAN
Multipel Sklerosis (MS) adalah penyakit peradangan kronis pada sistem
saraf pusat (SSP) yang terkait dengan imun. Hal ini ditandai secara patologi
dengan adanya infiltrat perivaskular sel radang mononuklear, demielinasi dan
hilangnya aksonal, dengan pembentukan plak pada otak dan sumsum tulang
belakang, dan secara klinis oleh berbagai tanda dan gejala neurologis didiseminasi
sesuai ruang dan waktu.
Multiple sklerosis termasuk penyakit-penyakit demielinisasi. Di dalam
susunan saraf sentral terjadi daerah-daerah yang mengalami demielinisasi. Gejalagejalanya hilang timbul dalam serangan-serangan dan tiap serangan meninggalkan
cacat. Gejala-gejala neurologis tergantung dari bagian yang mengalami kerusakan.
Karena keadaan alergi juga dapat menimbulkan demielinisasi dalam susunan saraf
sentral, (vaksinasi terhadap cacar, pengobatan anti-rabies), orang menduga bahwa
multipel sklerosis merupakan penyakit auto-immun.1
Epidemiologi
Selain karena gambaran klinisnya yang khas, saat ini di Eropa Utara
multiple sklerosis merupakan penyakit neurologik yang paling sering ditemukan.
Prevalensinya yaitu jumlah kasus yang serentak ditemukan dalam populasi, paling
tinggi di Eropa Utara dan Tengah, termasuk Swiss, Rusia Soviet, Kanada, dan
Amerika Serikat bagian utara, Selandia Baru, dan bagian barat daya Australia. Di
antara populasi multirasial, orang kulit putih memiliki resiko yang paling tinggi.
Kasus ini sedikit lebih banyak menyerang wanita dibandingkan dengan
pria, usia rata-rata penderita penyakit ini adalah 30 tahun, dengan batas anatara 18
40 tahun. Lebih sering dijumpai pada daerah yang beriklim sedang (Eropa Utara
dan Amerika Utara), dengan insiden kurang lebih 10 per 10.000 penduduk.
Penyakit ini jarang ditemukan di daerah tropis.2
Multiple sklerosis secara dominan menyerang orang kulit putih, informasi
terakhir cenderung menunjukkan bahwa multiple sklerosis adalah suatu penyakit
5
bawaan dan mungkin dapat ditularkan. Adanya bukti bahwa hubungan antara
HLA system (Human Leukocyte Antigen) dan multiple sklerosis menunjukkan
suatu kerentanan genetis terhadap penyakit itu.3
BAB II
II.1 Sejarah
Jean Martin Charcot dari Rumah Sakit la Salpe'triere Paris dikreditkan
sebagai yang pertama memberikan deskripsi jelas dan rinci dari penyakit sebagai
yang definisi terpisah dan kesatuan. Dalam serangkaian artikel asli diterbitkan
pada tahun 1868 pada ''La sclerose en plaques,'' dan kemudian pada kuliah dan
presentasi klinis4, ia membuat hubungan yang pasti antara gejala penyakit
terhadap perubahan patologi, sel inflamasi, hilangnya mielin, proliferasi glial dan
serat inti, dan kerusakan aksonal, di samping fitur klinis, termasuk fungsi kognitif.
Pengamatannya juga mengawali untuk pengembangan kriteria diagnostik pertama
untuk Multipel Sklerosis, yaitu Trias Charcot (nistagmus, ataksia dan disarthria).
Meskipun bukanlah orang pertama yang mengenali penyakit ini, kontribusi
Charcot yang besar adalah dalam mendefinisikan dan membingkai Multipel
Sklerosis dengan cara yang jelas dan terorganisir, dengan menggunakan
pendekatan medis modern. Pada tahun 1884, Pierre Marie, murid Charcot, dan
penggantinya sebagai Ketua Neurologi di Rumah Sakit Salpetriere, memikirkan
etiologi infeksi untuk Multipel Sklerosis, yang masih dianggap paling mungkin.
Kemampuan untuk menginduksi penyakit autoimun seperti Multipel
Sklerosis pada mamalia dengan imunisasi menggunakan antigen mielin atau
mielin dari Sistem Saraf Pusat [experimental autoimmune encephalomyelitis
(EAE)] (acute disseminated encephalomyelitis, EAE), pertama kali dijelaskan
pada 1933, mendeteksi proporsi peningkatan gamma globulin dalam cairan
serebrospinal pasien Multipel Sklerosis menggunakan elektroforesis pada tahun
1940, dan beberapa studi epidemiologi besar dan studi kembar, menyebabkan
hipotesis bahwa Multipel Sklerosis melibatkan respon autoimun terhadap selfantigen pada individu yang rentan secara genetik, yang disebabkan oleh
lingkungan-agen infeksius yang belum diketahui. Pengenalan keberhasilan
kortikosteroid ACTH untuk pengobatan kekambuhan Multipel Sklerosis pada
tahun 1960, dan awal pengobatan jangka panjang dengan obat imunosupresif pada
tahun 1970 menambah dukungan teori mediasi imun pada Multipel Sklerosis.
II.2 Etiologi
Penyebab Multipel Sklerosis adalah suatu proses autoimmun yang
menyerang myelin dan pembentukan sel myelin pada otak dan medula spinalis,
akan tetapi pada Multipel Sklerosis sebenarnya bukan suatu proses autoimmun
murni oleh karena tidak adanya antigen respon immun yang abnormal. Kausa MS
terdiri dari:
a. Virus : infeksi retrovirus akanmenyebabkan kerusakan oligodendroglia
b. Bakteri : reaksi silang sebagai respon perangsangan heat shock protein sehingga
menyebabkan pelepasan sitokin
c. Defek pada oligodendroglia
d. Diet : berhubungan dengan komposisi membran, fungsi makrofag, sintesa
prostaglandin
e. Genetika : penurunan kontrol respon immun
f. Mekanisme lain : toksin, endokrin, stress
II.3 Patogenesis
Multipel Sklerosis diyakini terutama dimediasi (namun tidak eksklusif)
oleh autoreaktif sel Th1 secara auto-antigen yang diaktifkan di perifer oleh
mekanisme yang belum dikenalkan (pilihan termasuk mimikri molekuler dengan
faktor peptida lingkungan menular; super-antigens; kerusakan toleransi imunologi
oleh mekanisme lain, dll). Sel-sel T aktif berploriferasi, mengekspresikan berbagai
reseptor
dan
molekul
adhesi,
mensekresi
mediator
proinflamasi
dan
trofik dari glia ke akson dapat berkontribusi pada degenerasi aksonal kronis dan
peningkatan defisit klinis yang merupakan karakteristik dari fase progresif dari
penyakit5.
II.4 Manifestasi Klinis
Multipel Sklerosis terutama mempengaruhi kaum muda dengan onset
biasanya pada usia 20-40 tahun dan dua sampai tiga kali lebih umum pada wanita.
Onset penyakit ini dapat berupa relapsing-remiting (RR-MS, 85%) atau primary
progressive (PP-MS, 15%) (Gambar 73.1). Gejala kambuh (serangan) biasanya
berkembang dalam waktu jam untuk sampai hari, menetap selama beberapa hari
sampai minggu dan kemudian secara bertahap mereda. Presentasi klinis tipikal
PP-MS biasanya dari myelopathy progresif lambat, terlihat lebih banyak pada pria
berusia> 40 tahun. Gejala umum onset penyakit dirangkum dalam Tabel 73.2 6.
Seiring waktu, semakin banyak pasien RR-MS (sekitar 50% setelah 10 tahun)
berkonversi ke fase secondary progressive penyakit (SP-MS), di mana
kekambuhan baik berhenti ataupun berkurang jumlahnya, dan kecacatan secara
bertahap terakumulasi bahkan di antara kekambuhan. Sebuah sub-kelompok
pasien (5-7%) mengalami fase kekambuhan progresif, yang ditandai dengan fase
kronis progresif sejak awal, dengan kekambuhan superimposed7. Tingkat
keparahan gejala, kekambuhan dan progresifitas disabilitas sangat bervariasi di
antara pasien, dan 15-20% dari pasien mengalami ''Multipel Sklerosis jinak''
[ditentukan secara retrospektif sebagai tidak memiliki disabilitas atau memiliki
tingkat disabilitas rendah dan mempertahankan fungsi penuh dalam semua sistem
15 tahun setelah onset penyakit].
10
Prevalence (%)
Sensory symptoms
35-40
25-40
Visual loss
17-29
Diplopia
12
18
Vertigo
1.Gangguan sensorik
Parestesia (baal, perasaan geli, perasaan mati, tertusuk-tusuk jarum dan
peniti) mungkin berbeda-beda tingkatannya dari hari ke hari. Jika lesi
11
menghilang.
Karena
gangguan
sensorik
tak
dapat
12
4. Tanda-tanda serebelum
Gejala-gejala lain yang juga sering ditemukan adalah nistagmus
(gerakan osilasi bola mata yang cepat dalam arah horisontal atau
vertikal) dan ataksia serebelar dimanifestasikan oleh gerakan-gerakan
volunter, intention tremor, gangguan keseimbangan dan disartria
(bicara dengan kata terputus-putus menjadi suku-suku kata dan
tersendat-sendat).2,8
5. Disfungsi kandung kemih
Lesi pada traktus kortikospinalis seringkali menimbulkan gangguan
pengaturan sfingter sehingga timbul keraguan, frekuensi dan urgensi
yang menunjukkan berkurangnya kapasitas kandung kemih yang
spastis. Kecuali itu juga timbul retensi akut dan inkontinensia.2
6. Gangguan afek
Banyak pasien menderita euforia, suatu perasaan senang yang tidak
realistik. Ini di duga disebabkan terserangnya substansia alba lobus
frontalis. Tanda lain gangguan serebral dapat berupa hilangnya daya
ingat dan demensia.2,8
Possible
Mediators
Pattern I
(12%)
Pattern II (53%)
Pattern IV
(4%)
CTL +
macrophagemediated
demyelination
Antibodymediated
demyelination
Distal
oligodendrogliopath
y and apoptosis
Primary
oligodendroglia
degeneration
Anti-MOG;
anti-Glc (antiGlycan); antiaquaporin;
others?
Ischemia/ toxic
virus-induced
Metabolic
defect
TNF-, ROI,
proteinase
BAB III
III.1 Kriteria Diagnostik
14
15
(a spinal cord lesion is equivalent to a brain infratentorial lesion; an enhancing spinal cord
lesion is equivalent to an enhancing brain lesion, and individual spinal cord lesion can
contribute together with individual brain lesions to reach the required number of T2
lesions).
pemeriksaan
paraclinical
pendukung
dan
konfirmasi
untuk
positif palsu, fokus pada spesifisitas daripada sensitivitas dan kebutuhan untuk
menghilangkan penjelasan yang lebih baik untuk diagnosis.
III.2 Diagnosis
Karena tidak ada yang spesifik untuk Multipel Sklerosis, maka diagnosa terutama
berdasarkan adanya remisi dan relaps pada orang muda, dengan lesi multifokal
dan asimetrik pada traktus subtansia alba.
1. Clinically definite MS
Terbukti dari riwayat penyakit dan pemeriksaan neurologi terdapat lebih dari satu
lesi atau dua episode gejala dari satu lesi dan bukti lesi pada MRI atau evoked
2. Laboratory supported definite MS
Terbuktinya ada dua lesi adri riwayat penyakit dan pemeriksaan jika hanya satu
lesi yang terbukti maka lesi lain terbukti dari MRI atau evoked potensial dan
kadar Ig G abnormal
3. Clinically probable MS
Jika hanya dari pemeriksaan atau anamnesa dan bukan dari keduanya, terbukti ada
lebih dari satu lesi. Jika hanya satu lesi terbukti dari anamnesa dan hanya satu dari
pemeriksaan neurologik, evoked potensial atau adanya bukti pada MRI lebih lesi
dan pemeriksaan IgG CSF normal.
4. Laboratory supported probable
Kriteria yang dipakai pada MS ada dua yaitu kriteria Schumacher dan Poser,
tetapi yang banyak adalah kriteria poser.
Kriteria Poser
17
Jumlah
serangan
A. Clinically
definite
A1
A2
B. Laboratory
supported
definite
B1
B2
B3
C. Clinically
probable
C1
C2
C3
D. Laboratorysuported
probable
2
2
2
1
2
1
1
1
2
1
2
1
1
1
2
1
IgG CSF
Lab
dan
atau
dan
dan
+
+
+
a. Laboratorium
Tidak ada tes laboratorium tunggal untuk menegakkan diagnosis Multipel
Sklerosis, namun, beberapa tes dapat mendukung diagnosis klinis penyakit.
Analisis cairan serebrospinal menunjukkan ikatan oligoclonal IgG, yang
mengindikasikan sintesis imunoglobulin intratekal dan inflamasi patologi di lebih
dari 90% pasien. Latensi tertunda pada peningkatan potensi visual, auditori dan
somatosensori pada studi elektrofisiologi dari jalur sensorik pusat, sebagaimana
waktu konduksi memanjang pada motor sentral, merupakan ciri khas dari
demielinasi, dan dapat menunjukkan lesi tersembunyi secara klinis. Tes darah
biasanya digunakan untuk menyingkirkan penyakit lain yang dapat menyerupai
Multipel Sklerosis.
b. Pencitraan
Magnetic Resonance Imaging (MRI) adalah tes yang paling sensitif untuk
mendeteksi dan menunjukkan lesi Multipel Sklerosis. MRI digunakan untuk
mendukung diagnosis, memperkirakan beban lesi dan aktivitas penyakit,
18
19
Pathology
Application
T1W (unenhanced)
Correlation with
disability
T1W (enhanced)
BBB disruption
Disease activity
T2W
Nonspesific:
inflammation,
demyelination,
edema, gliosis
Burden of disease
FLAIR
Comparable to T2W
Increased resolution
MR Spectroscopy
Axonal loss
Research;
biochemical
imaging
Magnetization transfer
Demyelinated areas
Research; structural
integrity; normalappearing white
matter
Demyelination;
axonal loss
Abnormalities in the
normal appearing
grey and white
matter
Functional MRI
Research; cerebral
function and
reorganization;
prognosis
III.3 Penatalaksanaan
Dalam 15 tahun terakhir telah terlihat kemajuan besar dalam pengelolaan
Multipel Sklerosis. Kemajuan dalam pemahaman tentang imunologi dan patologi
Multipel Sklerosis berakibat pada pengembangan terapi baru. Beberapa agen
modifikasi-penyakit yang mempengaruhi aktivitas dan perkembangan penyakit
telah disetujui untuk digunakan, dan banyak agen imunomodulator lainnya yang
menjanjikan dan metode lainnya, dalam berbagai tahap evaluasi klinis13,14.
20
agen
imunosupresif
dan
neuroprotective,
transplantasi
sel
induk
21
Trade name
Dose, route of
administration
Indications
Interferon -1 b
Betaferon/
Betaseron
SC 250 g every
other day
RR-MS, SP-MS
Interferon -1a
Avonex
IM 30 g x 1/w
RR-MS
Interferon -1a
Rebif
SC 22/44 g x 3/w
RR-MS
Glatiramer acetate
Copaxone
SC 20 mg/day
RR-MS
Mitoxantrone
Novantrone
IV 12 mg/m2 every
3 months (max 140
mg/m2 )
Aggressive
relapsing MS
Natalizumab
Tysabri
IV 300 mg every 4
weeks
RR-MS
Generasi saat ini dan yang akan datang dari obat Multipel Sklerosis
tampaknya hanya efektif sebagian dan tidak sama untuk tiap pasien yang berbeda.
Dua strategi dapat mendekati keterbatasan ini: terapi kombinasi18 dan
pharmacogenetics, yang mempelajari variasi genetik antara individu yang dapat
menjelaskan respon diferensial untuk terapi yang diberikan19,20. Hal ini dapat
mengalihkan fokus dari mengobati penyakit ke mengobati pasien (Personalized
Medicine),
dimana
pengobatan
disesuaikan
dengan
individu
pasien,
mengkombinasikan immunomudulator, strategi neuroprotective dan repairpromoting, secara individu dipilih sesuai genetik pasien, subtipe penyakit dan
aktivitas.
BAB IV
22
RINGKASAN
Multiple sclerosis (MS) pertama kali ditemukan pada tahun 1882 oleh Sir
Agustus Deste dari Inggris, akan tetapi
terperinci tentang adanya plak dan sclerosis pada susunan saraf pusat.
Insiden penyakit ini di AS 250.000-350.000/tahun (Anderson, 1991) walau
dalam beberapa penelitian menunjukkan kecendrungan meningkat (Kurtze, 1991)
pada daerah Skotlandia, Finlandia, Norwegia, Itali, Irlandia Utara.
Terdapat hubungan erat antara prevalensi dengan variasi geografik,
negara-negara ekuator menunjukkan insiden yang rendah, prevalensi meningkat
pada daerah yang jauh dari ekuator dan hemisfer misal negara Eropa Utara
terutama Scandinavia yang dianggap sebagai nenek moyang penyakit MS ini.
Prevalensi di Amerika Utara sekitar 100/100.000 sedangkan di Amerika Selatan
20/100.000 (Kurtze, 1993).
Prevalensi menurut umur rata-rata onset MS baik wanita maupun pria
sekitar 31-33 tahun dengan usia rata-rata lebih rendah dari wanita, tetapi dapat
pada usia lebih tua, lebih dari 60 tahun. Studi tentang migrasi, etnik, anak kembar
membuktikan bahwa faktor genetik dan lingkungan berpengaruh pada
perkembangan MS. Studi tentang migrasi menunjukkan bahwa faktor lingkungan
akan menentukan resiko terjadi MS, misalnya pasien yang melakukan migrasi dari
suatu daerah insidensi ke daerah insidensi tinggi sebelum umur 15 tahun
mempunyai resiko tinggi untuk terjadi MS (Eber & Sadovnick, 1993). Studi
tentang anak kembar ternyata monozigot 30%, dizigot 5% menunjukkan faktor
genetika memegang peranan, tidak adanya lokus mendelian tunggal yang
menyebabkan MS,akan tetapi berupa interaksi antar gen-gen (Sadovnicks, 1993),
gen-gen pada pasien MS di Eropa Utara akan mengontrol fungsi immun (HLAA3,B7,DR2,T-Cell reseptor alpha, immunoglobulin subtype (Gm allotype, VH2B5), antigen pitative target (proteolipid protein, myelin basic protein, dan lainlain)
Diet akan mempengaruhi MS, diet lemak tak jenuh akan mempengaruhi
pembentukan myelin otak, disamping adanya kelainan pada pertumbuhan
23
oligodendrolial yang berhubungan dengan diet. Diet lemak tak jenuh berupa asam
linoleat akan menurunkan eksaserbasi penyakit ini (Dwarkin, 1984). Etiologi
penykit ini diantaranya infeksi virus, bakteri, kelainan oligodendroglia, diet,
genetika, dan lain-lain. Untuk mendiognosa penyakit ini masih sulit, diperlukan
pengalaman-pengalaman fase awal penyakit. Pemeriksaan laboratorium akan
membantu menunjang diagnosa.
DAFTAR PUSTAKA
24
25
16. Polman CH, OConnor PW, Havrdova E, et al. A randomized, placebocontrolled trial of natalizumab for relapsing multiple sclerosis. N Engl J
Med 2006: 354: 899-910.
17. Kesselring J, Beer S. Symptomatic therapy and neurorehabilitation in
multiple sclerosis. Lancet Neurol 2005; 4: 643-52.
18. Costello F, Stuve O, Weber MS, Zamvil SS, Frohman E. Combination
therapies for multiple sclerosis: Scvientific rationale, clinical trials, and
clinical practice. Curr Opin Neurol 2007 June: 20(3): 281-5.
19. Kirstein-Grossman I, Beckmann JS, Lancet D,MillerA. Pharmacogenetic
development of personalized medicine: Multiple sclerosis treatment as a
model. Drugs Bews Perspectives 2002; 15: 558-67.
20. Grossman I,Avidan N, Singer C, Goldstaub D, Hayardeny L, et al.
Pharmacogenetics of Glatiramer Acetate therapy for Multiple Sclerosis
reveals drug-response markers. Pharmacogenet Genomics 2007; 17: 65766.
26