STUDI PUSTAKA
2.1. TINJAUAN UMUM
Studi pustaka adalah suatu pembahasan yang berdasarkan pada bahan-bahan, buku
referensi yang bertujuan untuk memperkuat materi pembahasan maupun sebagai dasar untuk
menggunakan rumus-rumus tertentu dalam mendesain sesuatu. Mayoritas sifat tanah pada
subgrade ruas jalur lingkar utara Kota Semarang, provinsi Jawa Tengah adalah tanah lunak.
Dengan kondisi tanah lunak tersebut maka dapat menyebabkan terjadinya kerusakan-kerusakan
jalan.
2.2 TANAH
Tanah merupakan suatu material yang mencakup semua bahan dari tanah lempung sampai
berangkal, dimana tanah mempunyai sifat elastis, homogen, isotropis.
2.2.1 Komposisi Tanah
Tanah menurut Braja M. Das (1998) didefinisikan sebagai material yang terdiri dari
agregat (butiran) mineral-mineral padat yang tidak tersementasi (terikat secara kimia) satu
sama lain dan dari bahan-bahan organik yang telah melapuk (yang berpartikel padat) disertai
dengan zat cair dan gas yang mengisi ruang-ruang kosong di antara partikel-partikel padat
tersebut. Tanah berfungsi juga sebagai pendukung pondasi dari bangunan. Maka diperlukan
tanah dengan kondisi kuat menahan beban di atasnya dan menyebarkannya merata.
Tanah terdiri dari tiga fase elemen yaitu: butiran padat (solid), air dan udara. Seperti
ditunjukkan dalam Gambar 2.1
II - 1
Udara
Va
Vv
Vw
Ww
Air
Ws
Butiran padat
W
Vs
Vv
= volume pori
Vw
Va
Apabila udara dianggap tidak mempunyai berat, maka berat total dari contoh tanah dapat
dinyatakan dengan :
W = Ws + Ww
Dimana : Ws
Ww
Hubungan volume yang umum dipakai untuk suatu elemen tanah adalah angka pori
(void ratio), porositas (porosity), dan derajat kejenuhan (degree of saturation).
II - 2
1.
Angka Pori
Angka pori atau void ratio (e) didefinisikan sebagai perbandingan antara volume pori
dan volume butiran padat, atau :
Vv
Vs
e=
2.
Porositas
Porositas atau porosity (n) didefinisikan sebagai perbandingan antara volume pori dan
volume tanah total, atau :
Vv
V
n=
3.
Derajat Kejenuhan
Derajat kejenuhan atau degree of saturation (S) didefinisikan sebagai perbandingan
antara volume air dengan volume pori, atau :
Vw
Vv
S=
Hubungan antara angka pori dan porositas dapat diturunkan dari persamaan, dengan
hasil sebagai berikut :
4.
e=
Vv
n
=
Vs 1 n
n=
e
1+ e
Kadar Air
Kadar air atau water content (w) didefinisikan sebagai perbandingan antara berat air
dan berat butiran padat dari volume tanah yang diselidiki, yaitu :
w=
Ww
Ws
II - 3
5.
Berat Volume
Berat volume () didefinisikan sebagai berat tanah per satuan volume.
=
6.
W
V
Berat spesifik
Berat spesifik atau Specific gravity (Gs) didefinisikan sebagai perbandingan antara
berat satuan butir dengan berat satuan volume.
Gs =
s
w
Kering
Cair
Plastis
Batas Cair
(Liquid Limit)
Semi Padat
Batas Plastis
(Plastic Limit)
Padat
Batas Susut
(Shrinkage Limit)
II - 4
1.
Batas cair (LL) adalah kadar air tanah antara keadaan cair dan keadaan plastis.
2.
Batas plastis ( PL) adalah kadar air pada batas bawah daerah plastis.
3.
Indeks plastisitas (PI) adalah selisih antara batas cair dan batas plastis, dimana tanah
tersebut dalam keadaan plastis, atau :
PI = LL-PL
Indeks Plastisitas (IP) menunjukkan tingkat keplastisan tanah. Apabila nilai Indeks
Plastisitas tinggi, maka tanah banyak mengandung butiran lempung. Klasifikasi jenis tanah
menurut Atterberg berdasarkan nilai Indeks Plastisitas dapat dilihat pada Tabel 2.1 dibawah
ini.
Tabel 2.1 Hubungan Nilai Indeks Plastisitas dengan Jenis Tanah Menurut Atterberg
IP
Jenis Tanah
Plastisitas
Kohesi
Pasir
Non Plastis
Non Kohesif
<7
Lanau
Rendah
Agak Kohesif
7- 17
Lempung berlanau
Sedang
Kohesif
> 17
Lempung murni
Tinggi
Kohesif
Es ( kg/cm2 )
Lempung
Sangat lunak
3 30
Lunak
20 40
Sedang
45 90
Keras
70 200
Berpasir
300 425
II - 5
Jenis Tanah
Es (kg/cm2)
Pasir
Berlanau
50 200
Tidak padat
100 250
Padat
500 1000
800 2000
Tidak padat
500 1400
Lanau
20 200
Loses
150 600
Cadas
1400 14000
Poissons Ratio ( )
Lempung jenuh
0,4 0,5
0,1- 0,3
Lempung berpasir
0,2 0,3
Lanau
0,3 0,35
Pasir padat
0,2 0,4
0,15
0,25
Batu
0,1 0,4
Loses
0,1 0,3
II - 6
merupakan pembentuk tekstur tanah. Tanah tersebut dibagi dalam beberapa kelompok
berdasar ukuran butir: pasir (sand), lanau (silt), lempung (clay). Departernen Pertanian AS
telah mengembangkan suatu sistem klasifikasi ukuran butir melalui prosentase pasir, lanau
dan lempung yang digambar pada grafik segitiga Gambar 2.3.
Cara ini tidak memperhitungkan sifat plastisitas tanah yang disebabkan adanya
kandungan (baik dalam segi jumlah dan jenis) mineral lempung yang terdapat pada tanah.
Untuk dapat menafsirkan ciri-ciri suatu tanah perlu memperhatikan jumlah dan jenis
mineral lempung yang dikandungnya.
II - 7
sebagai
Public
Road
Administration
Classification
System.
Sistem
ini
mengklasifikasikan tanah kedalam delapan kelompok, A-1 sampai A-7. Setelah diadakan
beberapa kali perbaikan, sistem ini dipakai oleh The American Association of State Highway
Officials (AASHTO) dalam tahun 1945. Bagan pengklasifikasian sistem ini dapat dilihat
seperti pada Tabel 2.4. dan Tabel 2.5 di bawah ini.
II - 8
Pengklasifikasian tanah dilakukan dengan cara memproses dari kiri ke kanan pada
bagan tersebut sampai menemukan kelompok pertama yang data pengujian bagi tanah
tersebut memenuhinya. Khusus untuk tanah-tanah yang mengandung bahan butir halus
diidentifikasikan lebih lanjut dengan indeks kelompoknya. Indeks kelompok didefinisikan
dengan Tabel 2.4 tentang klasifikasi tanah sistem AASHTO dibawah ini.
Tabel 2.4 Klasifikasi tanah sistem AASHTO
Tanah Berbutir
Klasifikasi Umum
(35% atau kurang dari seluruh contoh tanah lolos ayakan No.200)
A-1
Klasifikasi ayakan
A-1-a
A-2
A-1-b
A-3
A-2-4
A-2-5
A-2-6
A-2-7
Maks
Maks35
Maks35
Maks35
Maks
Min 41
Maks 40
Min 41
40
Maks 10
Min 11
Min 11
Analisis Ayakan
(% Lolos)
No. 10
Maks 50
No. 40
Maks 30
Maks 50
Min 51
No.200
Maks 15
Maks 25
Maks 10
35
Sifat fraksi yang lolos
ayakan No.40
NP
Maks 6
Maks
10
Batu
Tipe
material
yang
paling dominan
pecah
Pasir
kerikil
halus
pasir
Penilaian sebagai bahan
tanah dasar
II - 9
(lebih dari 35% atau kurang dari seluruh contoh tanah lolos
ayakan No.200)
A-7
Klasifikasi kelompok
A-4
A-5
A-6
A-7-5
A-7-6
Analisis Ayakan
(% Lolos)
No. 10
No. 40
No.200
Min 36
Min 36
Min 36
Min 36
Maks 40
Maks 41
Maks 40
Min 41
Maks 10
Maks 10
Min 11
Min 11
Tanah Berlanau
Tanah Berlempung
C.
II - 10
b. Tanah butir halus adalah tanah yang lebih dan 50% bahannya lewat pada saringan
No. 200. Tanah butir halus terbagi atas lanau dengan simbol M (silt), lempung dengan
simbol C (clay), serta lanau dan lempung organik dengan simbol O, bergantung pada
tanah itu terletak pada grafik plastisitas. Tanda L untuk plastisitas rendah dan tanda H
untuk plastisitas tinggi.
Adapun simbol-simbol lain yang digunakan dalam klasifikasi tanah ini adalah :
W = well graded (tanah dengan gradasi baik)
P = poorly graded (tanah dengan gradasi buruk)
L = low plasticity (plastisitas rendah) (LL < 50)
H = high plasticity (plastisitas tinggi) ( LL > 50)
Untuk lebih jelasnya klasifikasi system USC dapat dilihat pada Gambar 2.4 dan Tabel 2.6
di bawah ini:
CH
MH dan OH
CL
CL-ML
S
RI
GA
ML
dan
OL
II - 11
(butir halus
GP
atau sedikit)
atau sedikit)
GW
GM
SW
(butir halus
(butir halus
BERSIH
BERBUTIR
HALUS
(jumlah butir
halus
yang cukup
banyak)
BERSIH
BERBITUR
(jumlah
(butir halus
butir halus
yang cukup
yang tidak ada
banyak)
KERIKIL
KERIKIL
PASIR
PASIR
Simbol
GC
SP
SM
SC
ML
dari 50
KERIKIL
PASIR
CL
dari 50
lebih besar
MH
batas cair
LANAU DAN
OL
LEMPUNG
Major Division
CH
OH
PT
Nama
kerikil bergradasi baik, campuran kerikilpasir
sedikit atau tidak ada butir halus
kerikil bergradasi buruk, campuran kerikilpasir
sedikit atau tidak ada butir halus
kerikil lanau, campuran kerikil-pasir-lanau
bergradasi buruk
kerikil berlempung, campuran kerikil-pasirlempung
bergradasi buruk
pasir bergradasi baik, pasir berkerikil,
sedikit atau
tanpa butir halus
pasir bergradasi buruk pasir berkerikil,
sedikit atau
tanpa butir halus
pasir berlanau, campuran pasir-lanau
bergradasi buruk
pasir berlempung, cmpuran pasir-lempung
bergradasi buruk
lanau inorganis dan pasir sangat halus,
tepung
batuan, pasir halus berlanau atau
berlempung
dengan sedikit plastisitas
lempung inorganis dengan plastisitas
rendah
sampai sedang, lempung berkerikil,
lempung berpasir,
lempung berlanau, lempung kurus
lanau organis dan lanau-lempung organis
dengan plastisitas rendah
lanau inorganis, tanah berpasir atau
berlanau halus
mengandung mika atau diatoma, lanau
elastis
lempung inorganis dengan plastisitas
tinggi,
lempung gemuk
lempung organis dengan plastisitas sedang
sampai tinggi
gambut (peat), rawang (muck),
gambut rawa (peat-bog), dan sebagainya
II - 12
2.2.6
II - 13
permeabilitas, angka pori, bentuk geometri tanah termasuk tebal lapisan mampat,
pengembangan arah horizontal dari zona mampat dan batas lapisan lolos air, dimana
air keluar menuju lapisan lolos air.
Fase konsolidasi sekunder, yaitu merupakan lanjutan dari proses konsolidasi
primer, dimana proses berjalan sangat lambat. Penurunan jarang diperhitungkan
karena biasanya sangat kecil. Kecuali pada jenis tanah organik tinggi dan beberapa
lempung tak organik yang sangat mudah mampat.
Penurunan total adalah jumlah dari penurunan segera dan penurunan konsolidasi.
Bila dinyatakan dalam bentuk persamaan, penurunan total adalah :
S = Si + Sc + Ss dimana :
S = penurunan total
Si = penurunan segera
Sp = penurunan akibat konsolidasi primer
Ss = penurunan akibat konsolidasi sekunder
a. Penurunan Segera (immediately settlement)
Penurunan segera atau penurunan elastic dari suatu pondasi terjadi segera
setelah pemberian beban tanpa mengakibatkan terjadinya perubahan kadar air.
Besarnya penurunan ini tergantung pada ketentuan dari pondasi dan tipe material
dimana pondasi itu berada.
Suatu pondasi lentur yang memikul beban merata dan terletak di atas
material yang elastis ( seperti lempung jenuh ) akan mengalami penurunan elastis
berbentuk cekung. Tetapi bila pondasi tersebut kaku dan berada di atas material
yang elastic seperti lempung, maka tanah di bawah pondasi itu akan mengalami
penurunan yang merata dan tekanan pada bidang sentuh akan mengalami
pendistribusian ulang.
Bentuk penurunan dan distribusi tekanan pada bidang sentuh antara pondasi
dan permukaan tanah seperti yang dijelaskan diatas adalah benar apabila modulus
elastisitas dan tanah tersebut adalah konstan untuk seluruh kedalaman lapisan
tanah.
II - 14
Hasil pengujian SPT ( stadart penetration Test ) yang dilakukan oleh Bowles
pada tahun 1968 dan menghasilkan persamaan guna menghitung penurunan
segera. Persamaan tersebut adalah :
4
1,2
Si
( 1 - u ) Ip
II - 15
Sc =
Keterangan :
Sc = besar penurunan lapisan tanah akibat konsolidasi
Cc = indeks pemampatan ( compression index )
H = tebal lapisan tanah
e0 = angka pori awal
Po = tekanan efektif rata-rata
p = besar penambahan tekanan
Untuk menghitung indeks pemampatan lempung yang struktur tanahnya
belum terganggu / belum rusak, menurut Terzaghi dan Peck (1967) seperti yang
dikutip oleh Braja M. (1998) menyatakan penggunaan rumus empiris sebagai
berikut :
Cc = 0.009 ( LL-10 ), dengan LL adalah Liquid Limit dalam persen
Salah satu pendekatan yang sangat sederhana untuk menghitung tambahan
tegangan beban di permukaan Boussinesq. Caranya adalah dengan membuat garis
penyebaran beban 2V : 1H ( 2 vertikal berbanding 1 horizontal ). Gambar 2.5.
menunjukkan garis penyebaran beban. Dalam cara ini dianggap beban pondasi Q
didukung oleh pyramid yang mempunyai kemiringan sisi 2V : 1H
II - 16
p =
. .
Keterangan :
p = tambahan tegangan vertical
q = beban terbagi rata pada dasar pondasi
L = panjang pondasi
B = lebar pondasi
Z = kedalaman yang ditinjau
c. Kecepatan Waktu Penurunan
Lamanya waktu penurunan yang diperhitungkan adalah waktu yang
dibutuhkan oleh tanah untuk melakukan proses konsolidasi. Hal ini dikarenakan
proses penurunan segera ( immediate settlement ) berlangsung sesaat setelah
beban bekerja pada tanah ( t = 0 ).
Waktu penurunan akibat proses konsolidasi primer tergantung pada
besarnya kecepatan konsolidasinya tanah lempung yang dihitung dengan
memakai koefisien konsolidasi ( Cv ), panjang aliran rata-rata yang harus
ditempuh air pori selama proses konsolidasi ( Hdr ) serta faktor waktu ( Tv ).
Faktor waktu ( Tv ) ditentukan berdasarkan derajat konsolidasi ( u ) yang
merupakan perbandingan penurunan yang telah terjadi akibat konsolidasi ( Sct )
II - 17
U =
T=
Untuk tanah dimana air porinya dapat mengalir kearah atas dan bawah maka
H1 sama dengan setengah tebal lapisan tanah yang mengalami konsolidasi.
Untuk tanah dimana air porinya hanya dapat mengalir keluar kedalam satu
arah saja, maka H1 sama dengan tebal lapisan tanah yang mengalami
konsolidasi.
II - 18
Gambar kurva penurunan yang terjadi terhadap besarnya beban yang diterapkan
diperlihatkan oleh Gambar 2.6 mula-mula pada beban yang diterapkan penurunan
yang terjadi kira-kira sebanding dengan bebannya. Hal ini digambarkan sebagai kurva
yang mendekati kondisi garis lurus yang menggambarkan hasil distorsi elastic dan
pemampatan tanah. Bila beban bertambah terus, pada kurva terjadi suatu lengkungan
tajam yang dilanjutkan dengan garis lurus kedua dengan kemiringan yang lebih
curam. Bagian ini menggambarkan keruntuhan geser telah terjadi pada tanahnya.
Analisis Terzaghi
Daya dukung ultimate ( ultimate bearing capacity ) didefinisikan sebagai beban
maksimum persatuan luas dimana tanah masih dapat mendukung beban dengan tanpa
mengalami keruntuhan. Bila dinyatakan dalam persamaan. Maka :
qu =
keterangan : qu = daya dukung ultimate atau daya dukung batas
pu = beban ultimate atau beban batas
A = luas area beban
Jika tanah padat, sebelum terjadi keruntuhan didalam tanahnya, penurunan kecil
dan bentuk kurva penurunan beban akan seperti yang ditunjukkan kurva 1 dalam
Gambar 2.6. kurva 1 menunjukkan kondisi keruntuhan geser umum ( general shear
failure ). Saat beban ultimate tercapai, tanah melewati fase kedudukan keseimbangan
plastis. Jika tanah sangat tidak padat atau lunak, penurunan yang terjadi sebelum
keruntuhan sangat besar. Keruntuhannya terjadi sebelum keseimbangan plastis
sepenuhnya dapat dikerahkan seperti yang ditunjukkan kurva 2. Kurva 2
menunjukkan keruntuhan geser local ( local shear failure )
II - 19
N =
-1)
Fcs = 1 + (B/L)*(Nq/Nc)
II - 20
Fqs = 1 + (B/L)*tan
F s = 1-0,4*(B/L)
Fcd = 1+0,4*(Df/B)
Fqd = 1+2tan (1-sin )*(Df/B)
Fd = 1
Dimana pada tanah dasar mendapat tekanan desak, nilai tekanan desak pada
tanah ini dapat dihitung dengan menggunakan analisa yang direkomendasikan oleh
Giroud dan Noiray ( 1981 ), seperti pada rumus dibawah ini :
P=
P
H.
dapat diambil sebesar 0,6 ( John, 1987 ). Bidang kontak ekuivalen roda diatas
permukaan jalan diambil sebagai B x L, dimana B dan L adalah lebar dan panjang
kontak dari roda.
Untuk kendaraan jalan raya termasuk lori :
B=
Pa/Pt
1,414 Pa/Pt
II - 21
Nc
5,71
7,30
9,60
12,90
17,70
25,10
37,20
52,60
57,80
95,70
172.30
258,30
347,50
Nq
1,0
1,6
2,7
4,4
7,4
12,7
22,5
36,5
41,4
81,3
173,2
287,9
415,1
N
0,0
0,5
1,2
2,5
5,0
9,7
19,7
36,0
42,4
100,4
297,5
780,1
1153,2
Kp
10,8
12,2
14,7
18,6
25,0
35,0
52,0
82,0
141,0
298,0
800,0
Pada Tabel 2.7 menggambarkan nilai Nc, Nq, N, Kp dari setiap sudut geser
tanah. Semakin besar sudut geser tanah maka nilai-nilai koefisien daya dukung
Terzaghi juga akan semakin besar. Untuk angka dengan sudut geser yang tidak ada
pada tabel di atas, nilai koefisien daya dukung Terzaghi dapat diperoleh dengan
metode interpolasi.
Analisis Mayerhof
Analisis kapasitas daya dukung Mayerhof (1955) menganggap sudut baji tidak
sama dengan ,tapi > .Akibatnya , bentuk baji lebih memanjang kebawah bila
dibandingkan dengan analisis Terzaghi.Zona keruntuhan berkembang dari dasar
pondasi , ke atas sampai mencapai permukaan tanah Jadi, tahanan geser tanah diatas
dasar tanah diperhitungkan .
Mayerhof
(1963)
menyarankan
persamaan
kapasitas
dukung
dengan
mempertimbangkan bentuk pondasi, kemiringan beban dan kuat geser tanah diatas
pondasinya, sebagai berikut:
qu : scdciccNc +sqdqiqpoNq + sdi0,5BN
dengan :
qu
Nc,Nq,N
sc,sq,s
II - 22
dc,dq,d
ic,iq,i
po
Df
: kedalaman pondasi
untuk pondasi lingkaran, B/L = 1. Bila beban eksentris, maka digunakan cara dimensi
pondasi efektif yang disarankan Mayerhof, dengan B = B -2x dan L = L 2ey. Untuk
beban eksentris dua arah, digunakan B/L sebagai ganti B/L untuk persamaan pada
Tabel 2.8 dan Tabel 2.9. Bila beban eksentris satu arah digunakan B/L atau B/L
tergantung pada letak relatif eksentrisitas beban. Untuk D/B pada faktor kedalaman, B
tetap diambil nilai sebenarnya.
II - 23
Nilai
Keterangan
sc
Untuk sembarang
sq = s
Untuk 100
Untuk = 0
1
Tabel 2.9 Faktor kedalaman pondasi (Mayerhof, 1963)
Faktor kedalaman
Nilai
dc
Untuk sembarang
dq = d
Untuk 100
Keterangan
Untuk = 0
Nilai
ic =iq
(1-o/90o)2
Untuk sembarang
(1-o/o)2
Untuk 100
Keterangan
Untuk = 0
Catatan :
= sudut kemiringan beban terhadap garis vertikal.
II - 24
Nc
5,14
5,38
5,63
5,90
6,19
6,49
6,81
7,16
7,53
7,92
8,34
8,80
9,28
9,81
10,37
10,98
11,63
12,34
13,10
13,93
14,83
15,81
16,88
18,05
19,32
20,72
22,25
23,94
25,80
27,86
30,14
32,67
35,49
38,64
42,16
46,12
50,59
55,63
61,35
67,87
75,31
83,86
Nq
1
1,09
1,20
1,31
1,43
1,57
1,72
1,88
2,06
2,25
2,47
2,71
2,97
3,26
3,59
3,94
4,34
4,77
5,26
5,80
6,40
7,07
7,82
8,66
9,60
10,66
11,85
13,20
14,72
16,44
18,40
20,63
23,18
26,09
29,44
33,30
37,75
42,75
48,93
55,96
64,20
73,90
N
0
0,00
0,01
0,02
0,04
0,07
0,11
0,15
0,21
0,28
0,37
0,47
0,60
0,74
0,92
1,13
1,37
1,66
2,00
2,40
2,87
3,42
4,07
4,82
5,72
6,77
8,00
9,46
11,19
13,24
15,67
18,56
22,02
26,17
31,15
37,15
44,43
53,27
64,07
77,33
93,69
113,99
II - 25
(sudut geser)
Nc
Nq
42
43
44
45
46
47
48
49
50
93,71
105,11
118,37
133,87
152,10
173,64
199,26
229,92
226,88
85,37
99,01
115,31
134,87
158,50
187,21
222,30
265,50
319,06
139,32
171,14
211,41
262,74
328,73
414,33
526,45
674,92
873,86
Analisis Vesic
Persamaan kapasitas dukung yang disarankan Vesic sama dengan persamaan
Terzaghi,hanya beberapa faktor faktor kapasitas dukung yang berbeda yang
dipengaruhi kedalaman , bentuk kemiringan dan eksentrisitas beban ,kemiringan dasar
dan lemiringan permukaan ,yaitu :
qu = Qu/ BL = scdcicbcgccNc + sqdqiqbqgqpoNq +sdibg0,5BN
dengan :
qu = komponen vertikal ultimit (kN)
Qu = komponen vertical ultimate (kN)
B = lebar pondasi (m)
L,B=panjang dan lebar efektif pondasi (m)
=berat volume tanah (kN/m3)
c=kohesi tanah (kN/m2)
po=Df=tekanan overburden di dasar pondasi(kN/m2)
sc,sq,s=faktor- faktor bentuk pondasi
dc,dq,s=faktor faktor kedalaman pondasi
ic,iq,i= factor-faktor kemiringan beban
bc,bq,b= factor-faktor kemiringan dasar
gc,gq,g=factor faktor kemiringan permukaan
Nc,Nq,N=factor- factor kapasitas dukung vesic
II - 26
Pembebanan
diinginkan.
pf + ps
pf
t (waktu)
Penurunan
t (waktu)
Sc(f)
Sc(f+s)
Beban Permanen
Beban Permanen + beban tambahan
II - 27
U ( f +s) =
S c( f +s) =
log[1 + ( Pf / P0 ' )]
log({1 + Pf / P0 '}{1 + Ps / Pf })
P0 '+ Pf + Ps
H Cc
log
1 + e0
P0 '
dengan,
P0
Ps
Pf
H=
Dengan :
e
e0
e1
Jika penurunan konsolidasi dihitung berdasarkan indeks pemampatan kembali ( Cr) maka :
II - 28
Cr=
T H
Dengan :
Tv = Faktor waktu
Ht = panjang lintasan drainasi
H
II - 29
Ss =
H log
Atau
Ss = C H log
Dengan :
Ss
Ep
t2
= t1+t
B 2
) x Sb
Dengan:
S = penurunan pondasi
Sb = penurunan pada uji beban plat
B = lebar pelat uji
b) Penurunan segera dari hasil uji SPT
Si =
Si =
B
B
Dengan:
q = intensitas beban dalam k/ft2
B = lebar pondasi dalam ft
Si = penurunan dalam inci
N = jumlah pukulan dalam uji SPT
II - 30
Si = ln
Dengan:
Si = penurunan akhir (m) dari lapisan setebal H (m)
p0 = tekanan overbuden efektif rata rata
p = z = tambahan tegangan vertikal di tengah tengah lapisan yang ditinjau
,
C=
Dengan:
C = angka pemampan ( angka kompresibilitas)
qc = tahanan kerucut statis atau tahanan konus sondir .
p0 = tekanan overbuden efektif rata rata .
penurunan total adalah jumlah dari ketiga komponen penurunan tersebut dan dapat
dinyatakan dalam persamaan :
S = Si + Sp + Ss
Dengan :
S = penurunan total
Si = penurunan segera
Sp = penurunan konsolidasi primer
Ss = penurunan konsolidasi sekunder
2.3.2. PREFABRICATED VERTICAL DRAIN (PVD)
Tanah kompresibel yang cukup tebal jika dibebani akan mengalami penurunan sebagai
akibat dari konsolidasi yang berlangsung sebagai fungsi waktu seperti pada Gambar 2.8. Dengan
menggunakan vertikal drain, akan dihasilkan waktu penurunan yang lebih cepat dibanding tanpa
menggunakan vertikal drain. Tanah yang telah mengalami penurunan akibat pembebanan akan
menjadi lebih mampat sehingga tanah menjadi lebih kokoh dengan demikian daya dukung
tanahnya meningkat.
II - 31
tcp
Consolidation Settlement
w aktu
tcp
U -9 0 %
G rafik Pe n u ru n a n d en ga n tan p a V ertikal D rain
G rafik P en u ru n an de n g an V ertikal D rain
Uv
Uh
Pengaruh drainase vertikal sangat kecil dibandingkan dengan drainase arah horisontal
sebagai akibat dari jalur drainase yang harus ditempuh jauh lebih panjang. Penentuan waktu
konsolidasi, t dihitung dengan persamaan Barron yang kemudian dikembangkan lagi oleh
Hansbo (1979) untuk PVD (Prefabricated Vertical Drain) yaitu dengan memasukkan dimensi
fisik dan karakteristik dari PVD sebagai berikut :
t=
D2
1
.F (n). ln
8.C h
1Uh
Dimana :
F (n) =
n2
3n 2
.
ln(
n
)
n 2 1
4n 2
II - 32
n = D/dw
dimana :
D
dw
= diameterr drain
Di lapanggan ada dua pola pemasaangan vertikkal drain, sepperti terlihat pada Gambaar 2.8.
Vertikal Draain
Gambaar 2.9 Pola Pemasangan
P
2.3.3.WOVE
EN GEOTEX
XTILE
Woven Geotextile
G
ad
dalah lembarran geotextille terbuat darri bahan seraat sintetis tennunan dengaan
tambahann pelindung anti ultra vioolet yang meempunyai keekuatan tarikk yang cukupp tinggi, yanng
dibuat unntuk mengataasi masalah perbaikan taanah khususnnya yang terrkait dibidanng teknik sipiil
secara effisien dan efeektif, antara lain untuk mengatasi
m
ataau menangguulangi masaalah pembuattan
jalan dann timbunan pada
p
dasar taanah lunak, tanah
t
rawa.
II - 333
Bahan baku material ini adalah Polypropylene Polymer ( PP) dan ada juga dari Polyester ( PET)
yang didukung oleh hasil test dan hasil riset di laboratorium, mengikuti standart ASTM, antara
lain : Kekuatan Tarik, Kekuatan Terhadap Tusukan, Sobekan, Kemuluran, dan juga Ketahanan
Terhadap Micro Organisme, dan bahan-bahan kimia.Adapun fungsi dari geotekstil antara lain :
Separasi,Drainasi,filtrasi,perkuatan,proteksi
II - 34
II - 35
2. Interpolasi Displacement
Nilai-nilai nodal displacement pada solusi elemen hingga dianggap sebagai primary
unknown. Nilai ini merupakan nilai displcement pada nodes. Untuk mendapatkan nilainilai tersebut harus menginterpolasi fungsi-fungsi yang biasanya merupakan
polynominal.
a x
a y
a x
a xy
a y
U x, y
b x
b y
b x
b xy
b y
Konstanta a1, a2, , a5 dan b1, b2, , b5 tergantung pada nilai node displacement. Jika
jumlah nodes yang menjabarkan elemen bertambah maka fungsi interpolasi untuk
polymonial juga akan bertambah.
II - 36
3. REGANGAN
Regangan pada elemen dapat diturunkan dengan memakai definisi standart. Sebagai
contoh untuk six-node triangle:
u
x
v
y
u
x
2b x
a
a y
2b y
2b x
2a x
b y
Vektor regangan
Ue :
U
V
U
U
V
4. HUKUM KONSTITUTIF
Constitutive law diformulasikan untuk membuat matriks hubungan antara tegangan
(vektor ) dengan regangan (vektor ):
E
1
v 1
v
v
v
1
v
0
0
0
2v
II - 37
ditulis:
P
P
P
P
P
P
Nodal forces yang bekerja pada titik I di arah x dan y adalah Pix dan Piy, dan
dihubungkan dengan nodal displacement dengan matriks:
K U
Sedangkan
dv
di mana U merupakan vektor yang mempunyai unsur displacement pada semua titik
pada jaringan elemen hingga.
II - 38
II - 39