Anda di halaman 1dari 15

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penelitian Kesehatan
2.1.1 Definisi Penelitian Kesehatan
Penelitian kesehatan berorientasikan atau memfokuskan kegiatan pada
masalah-masalah yang timbul di bidang kesehatan/ kedokteran dan sistem
kesehatan. Kesehatan itu sendiri terdiri dari dua sub bidang pokok, yakni yang
pertama, kesehatan individu yang sedang mengalami masalah kesehatan atau
sakit, serta berorientasikan klinis/ pengobatan dan rehabilitasi, yang biasanya
disebut kedokteran. Sub bidang yang kedua berorientasi pada kesehatan kelompok
atau masyarakat yang sehat agar tetap sehat, dan bersifat pencegahan dan
peningkatan, yang disebut kesehatan masyarakat (public health). Sub bidang
kesehatan

masyarakat

epidemiologi,

inipun

pendidikan

terdiri

kesehatan,

dari

berbagai

kesehatan

komponen,

lingkungan,

seperti

administrasi

kesehatan masyarakat, gizi masyarakat, dan lain sebagainya. Kedua sub bidang
kesehatan ini pun masing-masing mempunyai gejala dan masalah yang berbeda,
yang memerlukan penelitian (Notoatmodjo, 2010).
2.1.2 Tujuan Penelitian Kesehatan
1. Menemukan atau menguji fakta baru maupun fakta lama sehubungan dengan
bidang kesehatan atau kedokteran.
2. Mengadakan analisis terhadap hubungan atau interaksi antara fakta-fakta yang
ditemukan dalam bidang kesehatan atau kedokteran.
3. Menjelaskan tentang fakta yang ditemukan serta hubungannya dengan teoriteori yang ada.
4. Mengembangkan alat, teori, atau konsep baru dalam bidang kesehatan/ atau
kedokteran yang memberi kemungkinan bagi peningkatan kesehatan
masyarakat khususnya, dan peningkatan kesejahteraan umat manusia pada
umumnya (Notoatmodjo, 2010).
Pendapat lain mengelompokkan tujuan penelitian kesehatan/ kedokteran
itu menjadi tiga, yaitu (Notoatmodjo, 2010):
1. Untuk menemukan teori, konsep, atau generalisasi baru tentang kesehatan atau
kedokteran.
3

2. Untuk memperbaiki atau modifikasi teori, sistem, atau program pelayanan


kesehatan/ kedokteran.
3. Untuk memperkokoh teori, konsep, sistem, atau generalisasi yang sudah ada.
2.1.3 Manfaat Penelitian Kesehatan
1. Hasil penelitian dapat digunakan untuk menggambarkan tentang keadaan atau
status kesehatan individu, kelompok, maupun masyarakat.
2. Hasil penelitian kesehatan dapat digunakan untuk

menggambarkan

kemampuan sumber daya dan kemungkinan sumbernya tersebut guna


mendukung pengembangan pelayanan kesehatan yang direncanakan.
3. Hasil penelitian kesehatan dapat dijadikan sarana diagnosis dalam mencari
sebab masalah kesehatan, atau kegagalan-kegagalan yang terjadi di dalam
sistem pelayanan kesehatan. Dengan demikian akan memudahkan pencarian
alternatif pemecahan masalah-masalah tersebut.
4. Hasil penelitian kesehatan dapat dijadikan sarana untuk menyususn
kebijaksanaan dalam menyusun strategi pengembangan sistem pelayanan
kesehatan.
5. Hasil penelitian kesehatan dapat melukiskan kemampuan dalam pembiayaan,
peralatan, dan ketenagakerjaan baik secara kuantitas maupun secara kualitas
guna mendukung sistem kesehatan (Notoatmodjo, 2010).
2.1.4 Klasifikasi Penelitian Kesehatan
1. Dilihat dari Tujuan Penelitian
a) Penelitian dasar atau murni
Ada beberapa pengertian tentang penelitian dasar atau murni yaitu
(Siswanto, dkk., 2013):

Jujun S. Suriasumantri menyatakan bahwa penelitian dasar atau murni adalah


penelitian yang bertujuan menemukan pengetahuan baru yang sebelumnya

belum pernah diketahui.


Penelitian dasar (Basic, Pure, Fundamental Research), bertujuan: (1)
pengembangan dan evaluasi terhadap konsep-konsep teoritis, (2) temuan
penelitian diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap pengembangan
teori. Peneitian dasar atau kepentingan murni berkepentingan dengan

penemuan generalisasi-generalisasi atau prinsip-prinsip di dalam rangka


pengembangan teori-teori ilmu pengetahuan.
b) Penelitian terapan (applied research)
Ada beberapa pengertian tentang penelitian terapan, yaitu (Siswanto, dkk.,
2013):

Uma manyatakan penelitian terapan, yaitu penelitian diarahkan untuk

mendapatkan informasi yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah.


Jujun S. Suriasumantri menyatakan bahwa penelitian terapan adalah bertujuan
untuk memecahkan masalah-masalah kehidupan praktis.

2. Dilihat dari Ruang Lingkup


a) Penelitian klinis atau klinik
Penelitian ini merupakan penelitian bidang kesehatan perorangan/
kedokteran. Perhatian penelitian aspek kedokteran dasar, didorong dalam rangka
perkembangan dan kemajuan ilmu kedokteran. Penelitian kedokteran aspek sosial,
ditujukan pada perkembangan dan permasalahan kesehatan secara mikro yang
dihadapi oleh sutu negara. Hal ini akan mendorong dikembangkannya metode
kedokteran pada bidang-bidang tertentu, misalnya kesehatan kerja, kesehatan
industri, kedokteran olahraga dan sebagainya (Siswanto, dkk., 2013).
b) Penelitian lapangan
Penelitian lapangan merupakan penelitian bidang kesehatan dan
kedokteran pada komunitas. Penelitian ini terbagi menjadi dua, yaitu (Siswanto,
dkk., 2013):

Penelitian bidang kesehatan masyarakat


Penelitian ini dapat disebut juga dengan penelitian epidemiologik atau

penelitian observasional atau penelitian survei. Kajian dari penelitian ini tertuju
pada pendekatan secara komonitas atau kelompok masyarakat. Dengan penelitian
epidemiologik akan dapat diungkapkan tentang suatu kejadian, distribusi serta
determinan dari suatu penyakit yang terjadi di masyarakat. Selain itu dapat
diketahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pada status kesehatan
masyarakat tertentu.

Penelitian bidang pelayanan kesehatan


Penelitian dimaksudkan untuk lebih meningkatkan pelayanan kesehatan

kepada masyarakat agar lebih efektif dan efisien. Penelitian ini dilakukan karena
adanya suatu keluhan dari salah satu anggota masyarakat yang merasa tidak puas/
dirugikan terhadap pelayanan kesehatan yang ia dapatkan.
c) Penelitian laboratorium (farmakologi)
Penelitian laboratorium banyak dilakukan dalam bidang farmakologi
(obat-obatan). Kegiatan ini sering disebut sebagai Quality Control. Kegunaan dari
kegiatan ini adalah untuk tetap memelihara kualitas dari obat yang diproduksi,
baik dari segi komposisi maupun khasiatnya (Siswanto, dkk., 2013).
3. Dilihat dari Kedalaman Analisis/ Hubungan antar Variabel
a) Penelitian deskriptif
Penelitian deskriptif adalah penelitian yang dilakukan untuk mengetahui
nilai variabel mandiri, baik satu variabel atau lebih (independen) tanpa membuat
perbandingan atau menghubungkan dengan variabel yang lain (Siswanto, dkk.,
2013).
b) Penelitian inferensial/ analitik
Penelitian inferensial adalah melakukan analisis hubungan antarvariabel
dengan pengujian hipotesis (Siswanto, dkk., 2013).

Penelitian komparatif
McMilan dan Schumacher menjelaskan bahwa dalam penelitian

komparatif, peneliti melakukan penyelidikan apakah terdapat perbedaan antara


dua atau lebih kelompok terhadap fenomena yang sedang dipelajari (Siswanto,
dkk., 2013).

Penelitian asosiatif/ hubungan


McMilan dan schumacher, penelitian korelasional berhubungan dengan

hubungan antara dua atau lebih fenomena. Jenis penelitian ini biasanya

melibatkan ukuran statistik, tingkat/ derajat hubungan, disebut korelasi (Siswanto,


dkk., 2013).
4. Dilihat dari Ada tidaknya Intervensi/ Manipulasi
a) Penelitian survei
Penelitian survei adalah penelitian yang dilakukan pada populasi besar
maupun kecil, tetapi data yang dipelajari adalah data dari sampel yang diambil
dari populasi tersebut, sehingga ditemukan kejadian-kejadian relatif, distribusi,
dan hubungan-hubungan antar variabel sosiologis maupun psikologis (Siswanto,
dkk., 2013).
b) Penelitian eksperimen
Penelitian eksperimen adalah suatu penelitian yang berusaha mencari
pengaruh variabel tertentu terhadap variabel yang lain dalam kondisi yang
mengontrol secara ketat (Siswanto, dkk., 2013).
5. Pendekatan Waktu Pengumpulan Data
a) Penelitian potong-melintang (cross sectional)
Cross section adalah rancangan penelitian epidemiologi yang mempelajari
hubungan penyakit (D+) dengan paparan (E+) dengan cara mengamati status
paparan dan penyakit serentak pada individu-individu dari populasi tunggal, pada
satu saat atau periode. Misalnya 1 tahun, ketika masuk PT, pemeriksaan pegawai
baru, dan lain-lain (Timmreck, 2005).
b) Penelitian longitudinal

Penelitian kasus-kelola (case control)


Case control adalah rancangan penilitian epidemiologi yang mempelajari

hubungan paparan (E+) dengan penyakit (D-) dengan cara melihat penyakit
dahulu baru cari paparannya (Timmreck, 2005).

Penelitian kohort (cohort study)

Cohort study melihat hubungan antara paparan dan penyakit dengan cara
membandingakan sekelompok paparan (E+) dan tidak terpapar (E-) berdasarkan
suatu penyakit (Timmreck, 2005).
6. Kekhususan
a) Uji klinis
Uji klinis (clinical trials) merupakan penelitian eksperimen terencana yang
dilakukan pada manusia. Uji klinis mempunyai kapasitas yang lebih tinggi dalam
memperlihatkan hubungan sebab akibat, karena desain penelitian ini berbagai
jenis bia dapat ditiadakan atau dikurangi termasuk bias akibat variabel perancu
(Siswanto, dkk., 2013).
b) Uji diagnosis
Uji diagnosis ini digunakan untuk menegakkan diagnosis atau memantau
perjalanan penyakit pada sebagian kasus (Siswanto, dkk., 2013).
c) Analisis kesintasan
Analisis kesintasan atau analisis tabel kehidupan (survival analisys/ life
table

analisys)

digunakan

untuk

manganalisis

data

follow

up

untuk

memperhitungkan waktu terjadinya efek, sedangkan periode pengamatan tiap


subjek tidak seragam (Siswanto, dkk., 2013).
d) Meta analisis
Meta analisis atau tinjauan pustaka adalah penelitian yang mengandalkan
data sekunder seperti hasil penelitian orang lain atau data yang telah ada untuk
dianalisis dengan statistik formal untuk mengkaji suatu variabel penelitian
(Siswanto, dkk., 2013).
2.2 Validitas
2.2.1 Pengertian Validitas
Nilai yang diperoleh dalam bentuk data melalui suatu pengukuran
karakteristik terhadap subjek dari suatu populasi membutuhkan tingkat ketepatan

yang tinggi karena dengan data atau nialai tersebut akan ditarik suatu kesimpulan.
Kesimpulan tersebut diharapkan dapat berlaku umum untuk populasi asal data.
Adapun kualitas suatu pengukuran ditentukan oleh tiga faktor utama, yakni (a)
karakteristik subjek yang diukur, (b) orang yang melakukan pengukuran, dan (c)
alat ukur yang digunakan untuk mengukur karakteristik objek yang diukur. Bila
ketiga unsur tersebut memenuhi ketentuan dalam mendapatkan suatu nilai hasil
pengukuran tersebut memiliki validitas yang tinggi (valid), sedangkan bila terjadi
kesalahan pada salah satu atau keseluruhan dari ketiga komponen tersebut akan
mengakibatkan data yang diperoleh tidak sesuai dengan karakteristik populasi
yang diamati. Hal ini akan menimbulakan bias (Noor, 2008).
Yang dimaksud dengan validitas adalah derajat ketepatan dari suatu
pengukuran dalam mengukur apa yang seharusnya diukur, sedangkan bias adalah
penyimpangan hasil atau inferens dari kenyataan yang sebenarnya, atau prosesproses yang mengarah ke penyimpangan tersebut (Noor, 2008). Vliditas adalah
suatu indeks yang menunjukkan alat ukur itu benar-benar mengukur apa yang
diukur (Notoatmodjo, 2010).
Validitas didefinisikan sebagai ukuran seberapa cermat suatu test
melakukan fungsi ukurnya. Test hanya dapat melakukan fungsinya dengan cermat
kalau ada sesuatu yang diukurnya. Jadi, untuk dikatakan valid, test harus
mengukur sesuatu dan melakukannya dengan cermat. Validitas adalah ukuran
yang menunjukkan sejauh mana instrumen pengukur mampu mengukur apa yang
ingin diukur. Jika misalkan kita punya alat ukur meteran, maka validitas alat ini
adalah sejauh mana alat ini mampu mengukur jarak suatu titik. Begitu juga
misalkan kita menyusun kuesioner kepuasan pasien, maka validitas kuesioner
adalah sejauh mana kuesioner ini mampu mengukur kepuasan pasien (Riwidikdo,
2008).
Dalam penelitian epidemiologis dikenal ada dua macam kesalahan (error)
yang dapat berpengaruh terhadap validitas penelitian, yakni random error dan
systematic error (yang lebih dikenal dengan istilah bias) (Noor, 2008).
Validitas adalah kemampuan daripada tes penyaringan untuk memisahkan
mereka yang betul-betul menderita terhadap mereka yang betul-betul sehat atau
dengan kata lain besarnya kemungkinan untuk menempatkan setiap individu pada

10

keadaan yang sebenarnya. Validitas ditentukan dengan melakukan pemeriksaan di


luar tes penyaringan untuk diagnosis pasti, dengan ketentuan bahwa biaya dan
waktu yang digunakan pada setiap pemeriksaan diagnostik lebih besar daripada
yang dibutuhkan pada penyaringan. Ada dua komponen yang menentukan
validitas, yakni (1) nilai sensitivitas yaitu kemampuan dari suatu tes penyaringan
yang secara benar menempatkan mereka yang betul-betul menderita pada
kelompok penderita, dan (2) nilai spesifisitas yaitu kemampuan daripada tes
tersebut yang secara benar menempatkan mereka yang betul-betul tidak menderita
pada kelompok sehat (Noor, 2008).
Untuk kepentingan validitas diperlukan beberapa perhitungan tertentu,
yaitu (Noor, 2008):
1. Positif sebenarnya, yaitu mereka yang oleh tes penyaringan dinyatakan
menderita dan yang kemudian didukung oleh diagnosis klinis yang positif.
2. Positif palsu, yaitu mereka yang oleh tes penyaringan dinyatakan menderita,
tetapi pada diagnosis klinis dinyatakan sehat/ negatif.
3. Negatif sebenarnya, yaitu mereka yang pada penyaringan dinyatakan sehat dan
pada diagnosis klinis ternyata betul sehat.
4. Negatif palsu, yaitu mereka yang pada tes penyaringan dinyatakan sehat, tetapi
oleh diagnosis klinis ternyata menderita.
Untuk melakukan uji validitas, metode yang kita lakukan adalah dengan
mengukur korelasi antara butir-butir pertanyaan dengan skors pertanyaan secara
keseluruhan. Tahap-tahap yang harus dilakukan untuk melakukan pengujian
validitas adalah (Riwidikdo, 2008):
1. Mendefinisikan secara operasional suatu konsep yang akan diukur. Jadi untuk
menguji validitas suatu konsep, tahap awal yang harus dilakukan adalah
menjabarkan konsep dalam suatu definisi operasional.
2. Melakukan uji coba pada beberapa responden. Uji coba minimal dilakukan
terhadap 30 orang.
3. Mempersiapkan tabel tabulasi jawaban.
4. Menghitung nilai korelasi antara masing-masing skors butir jawaban dengan
skor total dan butir jawaban. Penghitungan ini dapat dilakukan dengan rumus
korelasi pearson product moment.

11

2.2.1 Macam-Macam Validitas


1. Validitas Pengukuran
Validitas

pengukuran

adalah

derajat

ketepatan

pengukuran

yang

berhubungan dengan proses pengukuran variabel, dan dapat dibedakan atas empat
macam, yaitu (Noor, 2008):
a) Logical validity
Logical validity atau biasa disebut face validity, yaitu pengukuran yang
secara jelas berhubungan dengan apa yang diukur.
b) Contenta validity
Contenta validity adalah sejauh mana pengukuran tersebut melibatkan
seluruh aspek dari suatu fenomena. Misalnya pengukuran terhadap status fungsi
kesehatan harus melibatkan aktivitas sehari-hari, pekerjaan, keluarga, fungsi sosial
dan sebagainya.
c) Criterion validity
Criterion validity adalah sejauh mana pengukuran tersebut berkorelasi
dengan suatu kriteria eksternal dari fenomena yang diteliti. Bentuk ini ada dua
macam, yaitu:

Concurrent validity yaitu suatu pengukuran dan kriteria yang memberikan hasil
yang sesuai pada suatu waktu tertentu. Misalnya, observasi luka untuk tanda

infeksi dibuktikan dengan pemeriksaan bakteriologis pada waktu yang sama.


Predictive validity adalah kemampuan pengukuran dalam meramalkan (predict)
suatu kriteria tertentu. Misalnya, hasil tes potensi akademik yang dibuktikan
dengan menilai kemampuan akademik pada waktu selanjutnya.

d) Construct validity
Construct validity adalah sejauh mana pengukuran tersebut sesuai dengan
konsep teoritis dari fenomena yang sedang diteliti. Misalnya, berdasarkan teori
fenomena tersebut dipengaruhi oleh umur maka suatu pengukuran yang
mempunyai construct validity bisa memperlihatkan pengaruh tersebut.
2. Validitas Penelitian

12

a) Validitas internal
Validitas internal adalah keadaan yang menunjukkan sampai sejauh mana
perubahan yang diamati dalam suatu penelitian eksperimental, atau kejadian yang
diamati pada penelitian observasi, benar-benar terjadi karena perlakuan (pada
eksperimen) atau karena pengaruh faktor yang dicurugai (pada observasi) dan
bukan pengaruh faktor lain yang tidak diamati. Validitas internal merupakan
validitas estimasi (inferens) yang dibuat terhadap sampel, dengan kata lain bahwa
validitas internal merupakan pengukuran yang akurat (Noor, 2008).
b) Validitas eksternal (generalisasi)
Validitas eksternal dapat diartikan sampai sejauh mana proses untuk
melakukan generalisasi diluar dari hasil pengamatan memerlukan pemikiran/
penilaian tentang karakteristik pengamatan yang layak untuk maksud tersebut.
Penelitian untuk menghasilkan generalisasi memerlukan pengetahuan tentang
mana yang relevan dan mana yang tidak relevan untuk digeneralisasi (Noor,
2008).
Menurut Arikunto (2006) ada dua jenis validitas untuk instrumen
penelitian, yaitu (Siswanto, dkk., 2013):
1. Validitas logis (logical validity), diperoleh dengan suatu usaha hati-hati melalui
cara-cara yang benar sehingga menurut logika akan dicapai suatu tingkat
validitas yang dikehendaki.
2. Validitas empirik (empirical validity), yaitu peneliti menguji instrumen yang
telah disusun melalui pengalaman atau melakukan uji coba (try out) instrumen.
Untuk mengetahui ketepatan data dalam uji validitas ini diperlukan teknik uji
validitas.
Menurut Anastasi dan Nunnally, validitas dapat digolongkan ke dalam
beberapa jenis, yakni (Siswanto, dkk., 2013):
1. Validitas konstruk/ internal (construct/ internal validity)
Validitas konstruk/ internal adalah mengukur atau menarik kesimpulan
mengenai adanya ciri-cri yang abstrak untuk mana nampaknya tidak mengkin ada
validasi.
2. Validitas isi (content validity)

13

Validitas isi suatu instrumen pengukur adalah sejauh mana instrumen ini
mencakup topik penelitian.
3. Validitas eksternal (external validity)
Validitas eksternal yaitu instrumen yang digunakan bila data yang
diperoleh sesuai dengan data atau informasi yang lain mengenai variabel riset
yang dimaksud.
4. Validitas prediktif (predictive validity)
Memprediksi berarti meramal, dengan meramal selalu mengenai hal yang
akan datang. Sebuah tes dikatakan memiliki validitas prediksi atau validitas
ramalan apabila mempunyai kemampuan untuk meramalkan apa yang akan terjadi
pada masa yang akan datang.
5. Validitas budaya (cross cultural validity)
Validitas ini penting bagi peneliti di negara yang suku bangsanya sangat
bervariasi (seperti Indonesia). Selain itu, penelitian yang dialkukan sekaligus
dibeberapa negara dengan alat ukur yang sama, juga akan menghadapi problem
validitas budaya. Suatu alat pengukur yang sudah valid untuk penelitian disuatu
negara, belum tentu akan valid jika digenakan dinegara lain yang budayanya
berbeda.

6. Validitas rupa (face validity)


Validitas rupa tidak menunjukkan apakah alat pengukur mengukur apa
yang ingin diukur, validitas rupa hanya menunjukkan bahwa dari segi rupanya
suatu alat pengukur tampaknya mengukur apa yang ingin diukur.
2.3 Reliabilitas
2.3.1 Pengertian Reliabilitas
Reliabilitas ialah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat
pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Hal ini berarti menunjukkan
sejauh mana hasil pengukuran itu tetap konsisten atau tetap asas (ajeg) bila

14

dilakukan pengukuran duakali atau lebih terhadap gejala yang sama, dengan
menggunakan alat ukur yang sama (Notoatmodjo, 2010).
Reliabilitas adalah kemampuan tes memberikan hasil yang sama/
konsisten bila tes diterapkan lebih dari satu kali pada sasaran (objek) yang sama
dan pada kondisi yang sama pula. Dalam hal tingkat reliabilitas maka ada dua
faktor utama yang perlu mendapatkan perhatian khusus, yaitu (Noor, 2008):
1. Variasi dari cara penyaringan yang sangat dipengaruhi oleh stabilitas alat tes
atau regensia yang digunakan, serta fluktuasi keadaan dari nilai yang akan
diukur (umpamanya tekanan darah yang sangat dipengaruhi olah berbagai
faktor dan alat yang digunakan).
2. Kesalahan pengamatan atau perbedaan pengamat yang meliputi adanya nilai
yang berbeda karena dilakukan oleh pengamat yang berbeda, atau adanya nilai
yang berbeda walaupun dilakukan oleh pengamat yang sama.
Untuk meningkatkan nilai reliabilitas tersebut diatas maka dapat dilakukan
beberapa usaha tertentu, yaitu (Noor, 2008):
1.
2.
3.
4.
5.

Pembakuan/ standarisasi cara penyaringan.


Peningkatan dan pemantapan keterampilan pengamat melalui training.
Pengamatan yang cermat pada setiap nilai hasil pengamatan.
Menggunakan dua atau lebih pengamat untuk setiap pengamatan.
Memperbesar klasifikasi (kelompok) kategori yang ada, terutama bila kondisi
penyakit juga bervariasi/ bertingkat.
Ada beberapa cara pengukuran yang dapat dipakai untuk melihat

reliabilitas, yaitu (Siswanto, dkk., 2013):


1. Dalam menanyakan suatu fakta/ kenyataan hidup pada sasaran penelitian harus
memperhatikan relevansi pertanyaan bagi responden, artinya menanyakan
sesuatu yang dikenal responden.
2. Selain itu, pertanyaan yang diajukan harus cukup jelas bagi responden.
3. Kadang-kadang peneliti/ petugas dapat menanyakan suatu pertanyaan dengan
lebih dari satu waktu yang berbeda.
4. Perlu bagi peneliti mengukur fakta/ kenyataan hidup berkali-kali dalam waktu
yang berbeda.
5. Peneliti memakai ukuran atau pengamatan yang sudah distandarisasi
reliabilitasnya.

15

2.3.2 Aspek Reliabilitas


Menurut Bungin (2007), secara ringkas standar reliabilitas mencakup tiga
aspek, yaitu (Siswanto, dkk., 2013):
1. Kemantapan atau Keajegan
Suatu alat ukur memiliki tingkat kemantapan yang tinggi bilamana
digunakan mengukur berulang kali, akan memberikan hasil yang sama, dengan
syarat kondisi pada saat pengukuran relatif tidak berbeda.
2. Ketepatan atau Akurasi
Suatu alat ukur memiliki tingkat ketepatan yang tinggi bilamana
menunjukkan ukuran yang benar terhadap sesuatu (objek) yang diukur.
3. Homogenitas
Suatu alat ukur memiliki tingkat homogenitas yang tinggi bilamana unsurunsur pokoknya mempunyai kaitan erat satu sama lain dan memberikan kontribusi
pemahaman yang utuh terhadap pokok persoalan yang diteliti (objek yang
diukur).

2.3.3 Jenis Reliabilitas


Menurut Suliyanto (2006), berdasarkan metode pendekatannya, secara
garis besar ada dua cara untuk meningkatkan reliabilitas, yaitu (Siswanto, dkk.,
2013):
1. Reliabilitas Eksternal
a) Teknik pararel (parallel form), yaitu membagi kuesioner kepada responden
yang intinya sama, tetapi menggunakan kalimat yang berbeda.
b) Teknik ulang (double test/ test pretest), yaitu membagi kuesioner yang sama
pada waktu yang berbeda.
2. Reliabilitas Internal
Digunakan
reliabilitas eksternal.

untuk

menghilangkan

kelemahan-kelemahan

pada

uji

16

2.3.4 Metode Reliabilitas


Cara penghitungan realibilitas suatu alat ukur dapat dilakukan dengan
berbagai teknik, yaitu (Notoatmodjo, 2010):
1. Teknik Tes-tes Ulang
Dengan teknik ini kuisioner yang sama diteskan (diujikan) kepada
sekelompok responden yang sama sebanyak dua kali. Selang waktu antara tes
yang pertama dengan yang kedua, sebaiknya tidak terlalu jauh, tetapi juga tidak
terlalu dekat. Selang waktu antara 15-30 hari adalah cukup memenuhi
persyaratan. Apabila selang waktu terlalu pendek, kemungkinan responden masih
ingat pertanyaan-pertanyaan pada tes yang pertama. Sedaangkan kalau selang
waktu itu terlalu lama, kemungkinan pada responden sudah terjadi perubahan
dalam variabel yang akan diukur.
2. Teknik Belah Dua
Dengan menggunakan teknik ini berarti alat pengukur (kuisioner) yang
telah disusun dibelah atau dibagi manjadi dua. Oleh sebab itu, pertanyaan dalam
kuisioner ini harus cukup banyak (memadai), sekitar 40-60 pertanyaan. Langkahlangkah yang dilakukan antara lain (Notoatmodjo, 2010):
a) Mengajukan kuisioner tersebut kepada sejumlah responden, kemudian dihitung
validitas masing-masing pertanyaannya. Pertanyaan-pertanyaan yang valid
dihitung sedangkan yang tidak valid dibuang.
b) Membagi pertanyaan-pertanyaan yang valid tersebut menjadi dua kelompok
secara acak (random). Separuh masuk ke dalam belahan pertama, separuhnya
lagi masuk dalam belahan kedua.
c) Skors untuk masing-masing item pada tiap belahan dijumlahkan sehingga akan
menghasilkan 2 kelompok skors total, yakni untuk belahan pertama dan
belahan kedua.
d) Melakukan uji korelasi dengan rumus korelasi product moment tersebut, antara
belahan pertama dengan belahan kedua.
e) Selanjutnya dengan daftar seperti uji korelasi sebelumnya, dapat diketahui
reliabilitas kuisioner tersebut.
3. Teknik Pararel

17

Dengan menggunakan teknik ini kita membuat dua alat pengukur


(kuisioner) untuk mengukur aspek yang sama. Kedua kuisioner tersebut diteskan
(dicobakan) terhadap sekelompok responden yang sama. Kemudian masingmasing pertanyaan pada kedua kuisioner tersebut dicari (dihitung) validitasnya.
Pertanyaan-pertanyaan dari kedua alat ukur (kuisioner) tersebut, yang tidak valid
dibuang dan yang valid dihitung total skorsnya, lalu skors total dari masingmasing responden dari kedua kuisioner tersebut dihitung korelasinya dengan
menggunakan teknik korelasi product moment.

Anda mungkin juga menyukai