Anda di halaman 1dari 7

BPS PROVINSI JAWA BARAT

No. 05 /01/32/Th. XVII , 2 Januari 2015

TINGKAT KEMISKINAN
JAWA BARAT SEPTEMBER 2014

Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada dibawah Garis Kemiskinan) di Jawa

Barat pada bulan September 2014 sebesar 4.238.960 orang (9,18 persen). Dibandingkan
dengan bulanMaret 2014 yang berjumlah 4.327.065 orang (9,44 persen), jumlah penduduk
miskin bulan September
2014 mengalami penurunan sebesar 88.105 orang.

Jumlah penduduk
miskin bulan September 2014 untuk daerah perkotaan sebanyak 2.554.060
orang (8,32 persen terhadap jumlah penduduk perkotaan) sedangkan di daerah perdesaan

sebanyak 1.684.900 orang (10,88 persen terhadap total penduduk perdesaan). Dibandingkan
dengan Maret2014 terjadi penurunan persentase penduduk miskin di perkotaan, dari 8,47 persen
menjadi 8,32 persen. Sebaliknya, di pedesaan terjadi penurunan dari 11,35 persen menjadi 10,88

persen.

Garis kemiskinan Jawa Barat bulan September 2014 sebesar Rp. 291.474,- atau

mengalami peningkatan
sebesar 2,27 persen dibandingkan dengan garis kemiskinan bulan
Maret 2014 (Rp.
285.013,-).

Untuk daerahperkotaan garis kemiskinan bulan September 2014 sebesar Rp. 294.700,atau naik 2,06 persen dari kondisi Maret 2014 (Rp. 288.742,-). Garis kemiskinan di daerah

perdesaan mengalami peningkatan yang lebih tinggi yaitu 2,68 persen menjadi sebesar Rp.

285.076,- dibandingkan
dengan kondisi Maret 2014 yaitu sebesar Rp. 277.645,-

Peranan komoditi
makanan terhadap garis kemiskinan masih jauh lebih besar dibandingkan
peranan komoditi
bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan).

Sumbangan Garis Kemiskinan Makanan (GKM) terhadap Garis Kemiskinan (GK) sebesar 70,09

persen untuk daerah perkotaan. Sedangkan di daerah pedesaan sebesar 75,78 persen. Secara
total peranan komoditi

makanan terhadap GK adalah sebesar 71,95 persen.

Pada periode Maret 2014 - September 2014 Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan
Indeks Keparahan
Kemiskinan (P2) sama-sama menunjukkan kecenderungan menurun. Ini

mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung makin mendekati

garis kemiskinan
dan ketimpangan pengeluaran penduduk miskin juga cenderung
menyempit. Indeks
Kedalaman Kemiskinan turun dari 1.523 pada keadaan Maret 2014

menjadi 1.393 pada keadaaan September 2014 sedangkan Indeks Keparahan Kemiskinan

(P2) menunjukkan penurunan dari 0,381 pada keadaan Maret 2014 menjadi 0,332 pada

keadaaan September
2014.

Berita ResmiStatistik BPS Provinsi Jawa Barat No. 05 /01/32/Th. XVII , 2 Januari 2015

1. PERKEMBANGAN TINGKAT KEMISKINAN DI JAWA BARAT MARET 2014 SEPTEMBER 2014


-

Jumlah penduduk miskin di Jawa Barat pada bulan September 2014 sebanyak
4.238.960 orang (9,18 %). Mengalami penurunan sebesar 88.105 orang dibandingkan kondisi
pada bulan Maret 2014 yang berjumlah 4.327.065 orang (9,44 %).
Dalam kurun waktu enam bulan terakhir persentase penduduk miskin yang tinggal di
daerah pedesaan turun sebesar 0,47 persen (dari 11,35 % menjadi 10,88 %) sedangkan di daerah
perkotaan turun 0,15 persen ( dari 8,47 % menjadi 8,32 %). Secara absolut selama periode
Maret 2014 September 2014, penduduk miskin di pedesaan berkurang 63.807 orang (dari
1.748.707 orang menjadi 1.684.900 orang) sementara di perkotaan turun sebanyak 24.298 orang
(dari 2.578.358 orang menjadi 2.554.060 orang).
Persentase penduduk miskin yang tinggal di daerah pedesaan pada bulan
September 2014 terhadap penduduk miskin Jawa Barat adalah sebesar 39,75 persen. Ini
mengalami penurunan jika dibandingkan dengan Maret 2014 (40,41 %).
Persentase penduduk miskin yang tinggal di daerah perkotaan pada bulan
September 2014 terhadap penduduk miskin Jawa Barat adalah sebesar 60,25 persen. Ini
mengalami penurunan jika dibandingkan dengan Maret 2014 (59,59 %).
Tabel 1.
Garis Kemiskinan, Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Di Provinsi Jawa Barat
Menurut Daerah Maret 2014 - September 2014

Garis Kemiskian (Rp/kapita


Daerah/Tahun

[1]

Makanan

Bukan Makanan

Total

[2]

[3]

[4]

Jumlah

Persentase

Penduduk

Penduduk Miskin
(%)

Miskin
[5]

[6]

Perkotaan
Maret 2014

202.435

86.307

288.742

2.578.358

8,47

September 2014

206.551

88.149

294.700

2.554.060

8,32

Maret 2014

210.958

66.688

277.645

1.748.707

11,35

September 2014

216.030

69.046

285.076

1.684.900

10,88

Maret 2014

205.299

79.715

285.013

4.327.065

9,44

September 2014

209.728

81.746

291.474

4.238.960

9,18

Perdesaan

Perkotaan + Desa

Sumber : Susenas Triwulan III 2014

2 Berita Resmi Statistik BPS Provinsi Jawa Barat No. 05 /01/32/Th. XVII , 2 Januari 2015

Grafik 1.
Perkembangan Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin
Maret 2014 September 2014

Sumber : Susenas Triwulan III 2014

2. PERUBAHAN GARIS KEMISKINAN MARET 2014 SEPTEMBER 2014

Dalam proses penghitungan, besar kecilnya jumlah penduduk miskin


sangat dipengaruhi oleh Garis Kemiskinan. Batasan penduduk miskin adalah
penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan dibawah
Garis Kemiskinan.
Selama Maret 2014 September 2014, Garis Kemiskinan naik sebesar
2,27 persen yaitu dari Rp. 285.013,- per kapita per bulan pada bulan Maret 2014
menjadi Rp. 291.474,- pada September 2014. Dengan memperhatikan Garis
Kemiskinan (GK) yang terdiri dari GK Daerah Perkotaan dan Pedesaan, terlihat
bahwa GK perkotaan naik sebesar 2,06 persen yaitu dari Rp. 288.742,- menjadi
Rp. 294.700,- pada September 2014. Sedangkan GK perdesaan mengalami
kenaikan yang lebih tinggi yaitu sebesar 2,68 persen dari Rp 277.645.,menjadi Rp 285.076,-.
Besarnya nilai Garis Kemiskinan Makanan (GKM) pada September
2014 di daerah perkotaan adalah sebesar Rp. 206.551,- dan untuk Garis
Kemiskinan Non Makanan (GKNM) sebesar Rp. 88.149,-. Sedangkan GKM di
pedesaan sebesar Rp. 216.030,- dan GKNM nya sebesar Rp. 69.046,-. GKM
total sebesar Rp. 209.728,- dan GKNM total sebesar Rp. 81.746.
Peranan komoditi makanan terhadap garis kemiskinan sangat dominan
dibandingkan peranan komoditi bukan makanan (perumahan, sandang,
pendidikan, dan kesehatan). Hal ini menunjukkan bahwa pola konsumsi
masyarakat pada tingkat ekonomi rendah lebih dominan untuk pengeluaran
kebutuhan makanan dibandingkan non makanan. Sumbangan Garis Kemiskinan
Makanan (GKM) terhadap Garis Kemiskinan (GK) sebesar 70,09 persen untuk
daerah perkotaan. Sedangkan di daerah pedesaan sebesar 75,78 persen. Secara
total peranan komoditi makanan terhadap GK adalah sebesar 71,95 persen.

Berita Resmi Statistik BPS Provinsi Jawa Barat No. 05 /01/32/Th. XVII , 2 Januari 2015

Grafik 3. Garis Kemiskinan Maret 2014 September 2014

Sumber : Susenas Triwulan III 2014

Grafik 4. Peranan Komoditi Makanan dan Non Makanan


Terhadap Garis Kemiskinan September 2014

Sumber : Susenas Triwulan III 2014

Tabel 2
Persentase Penduduk Miskin (P0), Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1), Indeks
Keparahan Kemiskinan (P2) Dirinci Menurut Daerah Perkotaan dan Pedesaan Di
Provinsi Jawa Barat Bulan Maret 2014 dan September 2014

4 Berita Resmi Statistik BPS Provinsi Jawa Barat No. 05 /01/32/Th. XVII , 2 Januari 2015

Bulan

Kota

Desa

Kota+Desa

P0

P1

P2

P0

P1

P2

P0

P1

P2

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

(8)

(9)

(10)

Maret 2014

8,47

1,395

0,366

11,35

1,776

0,412

9,44

1,523

0,381

September 2014

8,32

1,313

0,325

10,88

1,554

0,345

9,18

1,393

0,332

Sumber : Susenas Triwulan III 2014

Persoalan kemiskinan bukan hanya sekadar berapa jumlah dan persentase penduduk
miskin. Dimensi lain yang perlu diperhatikan adalah tingkat kedalaman dan keparahan dari
kemiskinan. Selain harus mampu memperkecil jumlah penduduk miskin, kebijakan
kemiskinan juga sekaligus harus bisa mengurangi tingkat kedalaman dan keparahan dari
kemiskinan.
Pada periode Maret 2014 - September 2014, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1)
dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) menunjukkan kecenderungan menurun. Indeks
Kedalaman Kemiskinan turun dari 1.523 pada keadaan Maret 2014 menjadi 1.393 pada
keadaaan September 2014 sedangkan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) menunjukkan
penurunan dari 0,381 pada keadaan Maret 2014 menjadi 0,332 pada keadaaan September
2014. Penurunan nilai indeks ini mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk
miskin cenderung makin mendekati garis kemiskinan dan kesenjangan pengeluaran antar
penduduk miskin juga cenderung menyempit.

PENJELASAN TEKNIS DAN SUMBER DATA


KONSEP KEMISKINAN
Konsep yang dipakai BPS adalah basic needs approach adalah pendekatan kebutuhan
dasar: Kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi
kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan (diukur dari sisi pengeluaran)
Kebutuhan dasar makanan adalah pengeluaran untuk memenuhi konsumsi 2100 kkal
perkapita perhari (diwakili paket komoditi kebutuhan dasar makanan sebanyak 52 jenis
komoditi)
Kebutuhan dasar non makanan adalah kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang,
pendidikan, kesehatan, dan lainnya (diwakili 51 jenis komoditi non makanan di perkotaan
dan 47 jenis komoditi non-makanan di pedesaan)

Berita Resmi Statistik BPS Provinsi Jawa Barat No. 05 /01/32/Th. XVII , 2 Januari 2015

KOMPONEN GARIS KEMISKINAN


I. Garis Kemiskinan Makanan (GKM)
GKM adalah nilai rupiah yang harus dikeluarkan untuk memenuhi

kebutuhan enerji minimal 2100 kilo kalori per kapita per hari.
Nilai rupiah dari 2100 kilo kalori makanan diperoleh dari 52 komoditi

makanan yang dihasilkan dari Susenas.


Komoditi untuk penghitungan
Garis Kemiskinan Makanan
BERAS

DAGING BABI

NANGKA MUDA

GULA PASIR

BERAS KETAN

DAGING AYAM RAS

BAWANG MERAH

GULA MERAH

JAGUNG PIPILAN

DAGING AYAM KAMPUNG

CABE MERAH

TEH

TEPUNG TERIGU

TETELAN

CABE RAWIT

KOPI

KETELA POHON

TELUR AYAM RAS

KACANG TANAH

GARAM

KETELA RAMBAT

TELUR ITIK/MANILA

TAHU

KEMIRI

GAPLEK

SUSU KENTAL MANIS

TEMPE

TERASI/PETIS

TONGKOL/TUNA

SUSU BUBUK

MANGGA

KERUPUK

KEMBUNG

BAYAM

SALAK

MIE INSTANT

TERI

BUNCIS

PISANG AMBON

ROTI MANIS

BANDENG

KACANG PANJANG

PEPAYA

KUE KERING

MUJAIR

TOMAT SAYUR

MINYAK KELAPA

KUE BASAH

DAGING SAPI

DAUN KETELA POHON

KELAPA

ROKOK KRETEK FILTER

6 Berita Resmi Statistik BPS Provinsi Jawa Barat No. 05 /01/32/Th. XVII , 2 Januari 2015

II. Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM)


GKNM adalah nilai rata-rata pengeluaran dalam rupiah dari 51 jenis komoditi dasar
non makanan di perkotaan dan 47 jenis komoditi di perdesaan hasil Survei Paket
Komoditi Kebutuhan Dasar (SPKKD).
Nilai rupiah dari kebutuhan dasar bukan makanan dihitung dengan
menggunakan pendekatan Budget Share.
Komoditi untuk penghitungan
Garis Kemiskinan Non Makanan
PERUMAHAN

BENSIN

HANDUK / IKAT PINGGANG

LISTRIK

POS DAN BENDA POS

PERABOT RUMAH TANGGA

AIR

PENGANGKUTAN

PERKAKAS RUMAHTANGGA

MINYAK TANAH

FOTO

ALAT DAPUR/MAKAN

KAYU BAKAR

PAKAIAN JADI LAKI2, DEWASA

ARLOJI/JAM DINDING

OBAT NYAMUK, BATERAI

PAKAIAN JADI PEREMPUAN DEWASA

TAS

BARANG KECANTIKAN

KEPERLUAN MENJAHIT

MAINAN ANAK

PERAWATAN KULIT/MUKA

ALAS KAKI

PBB

KESEHATAN

TUTUP KEPALA

PUNGUTAN LAIN

PEMELIHARAAN KESEHATAN

SABUN CUCI

PERAYAAN HARI AGAMA

PENDIDIKAN

BAHAN PEMELIHARAAN PAKAIAN

UPACARA AGAMA

INDIKATOR KEMISKINAN

Headcount Index (P0)


Persentase penduduk miskin terhadap total penduduk.

Poverty Gap Index (P1) / Indeks Kedalaman Kemiskinan:


Ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap garis
kemiskinan. Semakin tinggi nilai indeks, semakin jauh rata-rata pengeluaran dari garis
kemiskinan

Poverty Severity (P2) / Indeks Keparahan Kemiskinan:


Semakin tinggi nilai indeks, semakin tinggi ketimpangan pengeluaran diantara penduduk
miskin

Berita Resmi Statistik BPS Provinsi Jawa Barat No. 05 /01/32/Th. XVII , 2 Januari 2015

Anda mungkin juga menyukai