Laporan Pendahuluan DHF
Laporan Pendahuluan DHF
DHF (Dengue Haemoragic Fever) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue
sejenis virus yang tergolong arbovirus dan masuk ke dalam tubuh penderita melalui gigitan
nyamuk Aedes Aegypti (betina).(Christantie Effendy, 1995).
Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah penyakit yang terdapat pada anak dan orang
dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan nyeri sendi yang disertai ruam atau tanpa
ruam. DHF sejenis virus yang tergolong arbovirus dan masuk kedalam tubuh penderita melalui
gigitan nyamuk aedes aegepty betina (Seoparman , 1990).
DHF (Dengue Haemoragic Fever) adalah demam khusus yang dibawa oleh aedes aegepty
dan beberapa nyamuk lain yang menyebabkan terjadinya demam. Biasanya dengan cepat
menyebar secara efidemik. (Sir,Patrick manson,2001).
Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah suatu penyakit akut yang disebabkan oleh virus
yang ditularkan oleh nyamuk aedes aegepty (Seoparman, 1996).
DHF (Dengue Haemoragic Fever) berdasarkan derajat beratnya penyakit, secara klinis dibagi
menjadi 4 derajat (Menurut WHO, 1986):
1)
Derajat I
Demam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan spontan, uji tourniquet, trombositopenia dan
hemokonsentrasi.
2)
Derajat II
Derajat I dan disertai pula perdarahan spontan pada kulit atau tempat lain.
3)
Derajat III
Ditemukan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan daerah rendah (hipotensi),
gelisah, cyanosis sekitar mulut, hidung dan jari (tanda-tanda dini renjatan).
4)
Dejara IV
Renjatan berat (DSS) dengan nadi tak teraba dan tekanan darah tak dapat diukur.
2. Anatomi Fisiologi
Struktur nyamuk terdiri atas ; kepala, toraks yang setiap segmenya dilengkapi dengan sepasang
kaki yang beruas-ruas dan abdomen. Daerah kepala terdiri atas mata, antena berbentuk poliform
yang terdiri atas 15 segmen. Antena nyamuk betina disebut pilose dengan bulu-bulu yang lebih
sedikit sedangkan yang jantan memiliki banyak bulu disebut plumose. Seperti halnya dengan
serangga lain nyamuk memiliki sepasang mata majemuk oseli (mata tunggal). Di bagian dorsal
toraks terdapat bentuk bercak yang keras berupa dua garis sejajar pada bagian tengah dan dua
garis lengkung di bagian tepi. Vena sayap meliputi seluruh bagian sayap sampai ke ujung
berukuran 2,5 3,0 mm. Di bagian abdomen nyamuk betina berukuran kecil terdapat dua caudal
cerci yang berukuran kecil, sedangkan pada nyamuk jantan terdapat organ seksual yang
disebuthypopygium.
Nyamuk ini bersifat antropofilik ( senang sekali pada manusia), biasanya nyamuk betina menggit
di dalam rumah, kadang-kadang di luar rumah di tempat yang agak gelap. Pada malam hari
nyamuk beristirahat dalam rumah pada benda-benda yang digantung seperti pakaian, kelambu,
pada dinding dan tempat yang dekat dengan tempat peridukannya. Nyamuk A.aegypti memilliki
kebiasaan menggigit berulang-ulang (multiple biters) yakni menggit beberapa orang secara
bergantian dalam waktu singkat. Keadaan ini sangat berpengaruh terhadap peranannya sebagai
vektor penyebab penyakit DBD ke beberapa orang dalam sekali waktu. Nyamuk jantan juga
tertarik terhadap manusia pada saat melakukan perkawinan, tetapi tidak menggigit.
Dalam perkembangan hidupnya nyamuk ini mengalami metamorfosis sempurna (holometabola)
yaitu dari telur menetas menjadi larva (jentik), kemudian menjadi pupa dan selanjutnya menjadi
nyamuk dewasa. Dalam keadaan optimal, perkembangan telur sampai menjadi nyamuk dewasa
berlangsung sekurang-kurangnya selama 9 hari. Nyamuk dewasa baik jantan maupun betina
membutuhkan glukosa sebagai bahan makanan yang dapat diperoleh dari cairan tumbuhan,
sedangkan nyamuk betina membutuhkan protein-protein dari darah untuk pematangan sel telur
setelah perkawinan. yamuk betina dewasa mulai menghisap darah setelah berumur 3 hari, setelah
itu sanggup bertelur sebanyak 100 butir. Nyamuk betina mampu bertahan hidup 2 minggu lebih
di alam, sedangkan nyamuk jantan setelah proses kawin dalam waktu 1 minggu akan mati.
Nyamuk betina dapat terbang sejauh 20 meter, kemampuan normalnya adalah 40 meter.
3. Etiologi
Penyebab utama : virus dengue tergolong albovirus
Vektor utama :
Aedes aegypti.
Aedes albopictus.
Adanya vektor tesebut berhubungan dengan :
1.
2.
3.
2.
4. Patofisiologi
Virus dengue masuk kedalam tubuh melalui gigitan nyamuk aedes aegypti dan kemudian
bereaksi dengan antibodi dan terbentuklah kompleks virus-antibody, dalam asirkulasi akan
mengaktivasi sistem komplemen (Suriadi & Yuliani, 2001). Virus dengue masuk kedalam tubuh
melalui gigitan nyamuk dan infeksi pertama kali menyebabkandemam dengue. Reaksi tubuh
merupakan reaksi yang biasa terlihat pada infeksi oleh virus. Reaksi yang amat berbeda akan
tampak, bila seseorang mendapat infeksi berulang dengan tipe virus dengue yang berlainan. Dan
DHF dapat terjadi bila seseorang setelah terinfeksi pertama kali, mendapat infeksi berulang virus
dengue lainnya. Re-infeksi ini akan menyebabkan suatu reaksi anamnestik antibodi, sehingga
menimbulkan konsentrasi kompleks antigen-antibodi (kompleks virus-antibodi) yang tinggi
(Noer, dkk, 1999).
Dimana serangan demam lebih mendadak dan lebih pendek tapi suhu di atas 40 0C disertai ruam
dan infeksi konjungtiva ada rasa nyeri sendi dan otot.
2)
Demam tyfoid
Biasanya timbul tanda klinis khas seperti pola demam, bradikardi relatif, adanya leukopenia,
limfositosis relatif.
3)
Anemia aplastik
Penderita tampak anemis, timbul juga perdarahan pada stadium lanjut, demam timbul karena
infeksi sekunder, pemeriksaan darah tepi menunjukkan pansitopenia.
4)
Purpura umumnya terlihat lebih menyeluruh, demam lebih cepat menghilang, tidak terjadi
hemokonsentrasi.
Suara serak
Batuk
Epistaksis
Disuria
Muntah
Ptekie
Ekimosis
Perdarahan gusi
Muntah darah
Hematuria masif
Melena
6. Komplikasi
a. Perdarahan luas.
b. Shock atau renjatan.
c. Effuse pleura
d. Penurunan kesadaran.
6. Klasifikasi
a. Derajat I :
Demam disertai gejala klinis lain atau perdarahan spontan, uji turniket positi, trombositopeni dan
hemokonsentrasi.
b. Derajat II :
Manifestasi klinik pada derajat I dengan manifestasi perdarahan spontan di bawah kulit seperti
peteki, hematoma dan perdarahan dari lain tempat.
c. Derajat III :
Manifestasi klinik pada derajat II ditambah dengan ditemukan manifestasi kegagalan system
sirkulasi berupa nadi yang cepat dan lemah, hipotensi dengan kulit yang lembab, dingin dan
penderita gelisah.
d. Derajat IV :
Manifestasi klinik pada penderita derajat III ditambah dengan ditemukan manifestasi renjatan
yang berat dengan ditandai tensi tak terukur dan nadi tak teraba.
7. Pemeriksaan Diagnostik
Patokan WHO (1986) untuk menegakkan diagnosis DHF adalah sebagai berikut :
1) Demam akut, yang tetap tinggi selama 2 7 hari kemudian turun secara lisis demam disertai
gejala tidak spesifik, seperti anoreksia, lemah, nyeri.
2) Manifestasi perdarahan :
1.
2.
3.
4.
Hematemesis, melena.
Laboratorium
Terjadi trombositopenia (100.000/ml atau kurang) dan hemokonsentrasi yang dapat dilihat dan
meningginya nilai hematokrit sebanyak 20 % atau lebih dibandingkan nilai hematokrit pada
masa konvalesen.
Pada pasien dengan 2 atau 3 patokan klinis disertai adanya trombositopenia dan hemokonsentrasi
tersebut sudah cukup untuk klinis membuat diagnosis DHF dengan tepat.
Juga dijumpai leukopenia yang akan terlihat pada hari ke-2 atau ke-3 dan titik terendah pada saat
peningkatan suhu kedua kalinya leukopenia timbul karena berkurangnyam limfosit pada saat
peningkatan suhu pertama kali.
8. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan penderita dengan DHF adalah sebagai berikut :
1.
2.
3.
Minum banyak (2 2,5 liter/24 jam) dapat berupa : susu, teh manis, sirup dan beri
penderita sedikit oralit, pemberian cairan merupakan hal yang paling penting bagi
penderita DHF.
4.
Pemberian cairan intravena (biasanya ringer laktat, NaCl Faali) merupakan cairan
yang paling sering digunakan.
5.
Monitor tanda-tanda vital tiap 3 jam (suhu, nadi, tensi, pernafasan) jika kondisi
pasien memburuk, observasi ketat tiap jam.
6.
7.
2.
3.
Pencegahan
Prinsip yang tepat dalam pencegahan DHF ialah sebagai berikut :
1.
2.
3.
4.
2.
3.
Membersihkan halaman rumah dari kaleng bekas, botol pecah dan benda lain
yang memungkinkan nyamuk bersarang
9. Pengkajian Keperawatan
Data obyektif yang sering ditemukan menurut Christianti Effendy, 1995 yaitu :
1.)
Lemah.
2.)
3.)
Sakit kepala.
6.)
7.)
8.)
Konstipasi (sembelit).
Adalah data yang diperoleh berdasarkan pengamatan perawat atas kondisi pasien. Data obyektif
yang sering dijumpai pada penderita DHF antara lain:
1)
2)
3)
Tampak bintik merah pada kulit (petekia), uji torniquet (+), epistaksis, ekimosis,
5)
6)
7)
Pada renjatan (derajat IV) nadi cepat dan lemah, hipotensi, ekstremitas dingin, gelisah,
2.
3.
4.
5.
Keterbatasan mobilitas fisik berhubungan dengan rasa nyeri, terapi tirah baring.
6.
7.
Suhu 36,80C-37,50C
2.
3.
4.
5.
6.
Rasional:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Suhu 36,80C-37,50C
2.
3.
4.
5.
6.
Rasional:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
2.
Tentukan program diet dan pola makan pasien dan bandingkan dengan makanan
yang dapat dihabiskan oleh pasien
3.
4.
Identifikasi makanan yang disukai atau dikehendaki yang sesuai dengan program
diit.
5.
Ajarkan pasien dan Libatkan keluarga pasien pada perencanaan makan sesuai
indikasi
6.
Rasional:
1.
2.
3.
4.
Jika makanan yang disukai pasien dapat dimasukkan dalam pencernaan makan,
kerjasama ini dapat diupayakan setelah pulang
5.
6.
Pemberian obat antimual dapat mengurangi rasa mual sehingga kebutuhan nutrisi
pasien tercukupi.
TD 120/80 mmHg
RR 16-24 x/mnt
2.
3.
4.
Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit dan membran mukosa
5.
6.
Pertahankan untuk memberikan cairan paling sedikit 2500 ml/hari dalam batas
yang dapat ditoleransi jantung.
7.
8.
Observasi adanya kelelahan yang meningkat, edema, peningkatan BB, nadi tidak
teratur
9.
Berikan terapi cairan normal salin dengan atau tanpa dextrosa, pantau
pemeriksaan laboratorium(Ht, BUN, Na, K)
Rasional:
1.
2.
3.
4.
5.
memberi perkiraan akan cairan pengganti, fungsi ginjal, dan program pengobatan.
6.
7.
9.
5. Keterbatasan mobilitas fisik berhubungan dengan rasa nyeri, terapi tirah baring
Tujuan dan kriteria hasil:
Setelah dilakukan perawatan selama x 24 jam diharapkan pasien dapat mencapai kemampuan
aktivitas yang optimal, dengan kriteria hasil:
Pasien dpt melaksanakan aktivitas sesuai dengan kemampuan (duduk, berdiri, berjalan)
Pasien dapat memenuhi kebutuhan sendiri secara bertahap sesuai dengan kemampuan
Intervensi:
1.
2.
3.
4.
5.
Rasional:
1.
2.
3.
4.
5.
TD 120/80 mmHg
RR 16-24 x/mnt
Intervensi:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Rasional:
1.
memantau kondisi pasien selama masa perawatan terutama pada saat terjadi
perdarahan sehingga segera diketahui tanda syok dan dapat segera ditangani.
2.
3.
Perdarahan cepat diketahui dan dapat diatasi sehingga pasien tidak sampai syok
hipovolemik
4.
5.
6.
Trombosit 150.000-400.000
Intervensi:
1.
2.
3.
Beri penjelasan untuk segera melapor bila ada tanda perdarahan lebih lanjut
4.
Rasional:
1.
2.
3.
4.
Memotivasi pasien untuk mau minum obat sesuai dosis yang diberikan
DAFTAR PUSTAKA
Sunaryo, Soemarno, (1998), Demam Berdarah Pada Anak, UI ; Jakarta.
Effendy, Christantie, (1995), Perawatan Pasien DHF, EGC ; Jakarta.
Hendarwanto, (1996), Ilmu Penyakit Dalam, jilid I, edisi ketiga, FKUI ; Jakarta.
Doenges, Marilynn E, dkk, (2000), Penerapan Proses Keperawatan dan Diagnosa Keperawatan,
EGC ; Jakarta.