Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN DHF/DBD

DHF (Dengue Haemoragic Fever)


1. Pengertian

DHF (Dengue Haemoragic Fever) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue
sejenis virus yang tergolong arbovirus dan masuk ke dalam tubuh penderita melalui gigitan
nyamuk Aedes Aegypti (betina).(Christantie Effendy, 1995).

Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah penyakit yang terdapat pada anak dan orang
dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan nyeri sendi yang disertai ruam atau tanpa
ruam. DHF sejenis virus yang tergolong arbovirus dan masuk kedalam tubuh penderita melalui
gigitan nyamuk aedes aegepty betina (Seoparman , 1990).

DHF (Dengue Haemoragic Fever) adalah demam khusus yang dibawa oleh aedes aegepty
dan beberapa nyamuk lain yang menyebabkan terjadinya demam. Biasanya dengan cepat
menyebar secara efidemik. (Sir,Patrick manson,2001).

Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah suatu penyakit akut yang disebabkan oleh virus
yang ditularkan oleh nyamuk aedes aegepty (Seoparman, 1996).
DHF (Dengue Haemoragic Fever) berdasarkan derajat beratnya penyakit, secara klinis dibagi
menjadi 4 derajat (Menurut WHO, 1986):
1)

Derajat I

Demam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan spontan, uji tourniquet, trombositopenia dan
hemokonsentrasi.
2)

Derajat II

Derajat I dan disertai pula perdarahan spontan pada kulit atau tempat lain.
3)

Derajat III

Ditemukan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan daerah rendah (hipotensi),
gelisah, cyanosis sekitar mulut, hidung dan jari (tanda-tanda dini renjatan).
4)

Dejara IV

Renjatan berat (DSS) dengan nadi tak teraba dan tekanan darah tak dapat diukur.

2. Anatomi Fisiologi
Struktur nyamuk terdiri atas ; kepala, toraks yang setiap segmenya dilengkapi dengan sepasang
kaki yang beruas-ruas dan abdomen. Daerah kepala terdiri atas mata, antena berbentuk poliform
yang terdiri atas 15 segmen. Antena nyamuk betina disebut pilose dengan bulu-bulu yang lebih
sedikit sedangkan yang jantan memiliki banyak bulu disebut plumose. Seperti halnya dengan
serangga lain nyamuk memiliki sepasang mata majemuk oseli (mata tunggal). Di bagian dorsal
toraks terdapat bentuk bercak yang keras berupa dua garis sejajar pada bagian tengah dan dua
garis lengkung di bagian tepi. Vena sayap meliputi seluruh bagian sayap sampai ke ujung
berukuran 2,5 3,0 mm. Di bagian abdomen nyamuk betina berukuran kecil terdapat dua caudal
cerci yang berukuran kecil, sedangkan pada nyamuk jantan terdapat organ seksual yang
disebuthypopygium.
Nyamuk ini bersifat antropofilik ( senang sekali pada manusia), biasanya nyamuk betina menggit
di dalam rumah, kadang-kadang di luar rumah di tempat yang agak gelap. Pada malam hari
nyamuk beristirahat dalam rumah pada benda-benda yang digantung seperti pakaian, kelambu,
pada dinding dan tempat yang dekat dengan tempat peridukannya. Nyamuk A.aegypti memilliki
kebiasaan menggigit berulang-ulang (multiple biters) yakni menggit beberapa orang secara
bergantian dalam waktu singkat. Keadaan ini sangat berpengaruh terhadap peranannya sebagai
vektor penyebab penyakit DBD ke beberapa orang dalam sekali waktu. Nyamuk jantan juga
tertarik terhadap manusia pada saat melakukan perkawinan, tetapi tidak menggigit.
Dalam perkembangan hidupnya nyamuk ini mengalami metamorfosis sempurna (holometabola)
yaitu dari telur menetas menjadi larva (jentik), kemudian menjadi pupa dan selanjutnya menjadi
nyamuk dewasa. Dalam keadaan optimal, perkembangan telur sampai menjadi nyamuk dewasa
berlangsung sekurang-kurangnya selama 9 hari. Nyamuk dewasa baik jantan maupun betina
membutuhkan glukosa sebagai bahan makanan yang dapat diperoleh dari cairan tumbuhan,
sedangkan nyamuk betina membutuhkan protein-protein dari darah untuk pematangan sel telur
setelah perkawinan. yamuk betina dewasa mulai menghisap darah setelah berumur 3 hari, setelah
itu sanggup bertelur sebanyak 100 butir. Nyamuk betina mampu bertahan hidup 2 minggu lebih
di alam, sedangkan nyamuk jantan setelah proses kawin dalam waktu 1 minggu akan mati.
Nyamuk betina dapat terbang sejauh 20 meter, kemampuan normalnya adalah 40 meter.

3. Etiologi
Penyebab utama : virus dengue tergolong albovirus
Vektor utama :

Aedes aegypti.

Aedes albopictus.
Adanya vektor tesebut berhubungan dengan :
1.

kebiasaan masyarakat menampung air bersih untuk keperlauan sehari hari.

2.

Sanitasi lingkungan yang kurang baik.

3.

Penyediaan air bersih yang langka.

Daerah yang terjangkit DHF adalah wilayah padat penduduk karena.


1.

Antar rumah jaraknya berdekatan yang memungkinkan penularan karena jarak


terbang aedes aegypti 40-100 m.

2.

Aedes aegypti betina mempunyai kebiasaan menggigit berulang (multiple biters)


yaitu menggigit beberapa orang secara bergantian dalam waktu singkat, (Noer,
1999).

4. Patofisiologi
Virus dengue masuk kedalam tubuh melalui gigitan nyamuk aedes aegypti dan kemudian
bereaksi dengan antibodi dan terbentuklah kompleks virus-antibody, dalam asirkulasi akan
mengaktivasi sistem komplemen (Suriadi & Yuliani, 2001). Virus dengue masuk kedalam tubuh
melalui gigitan nyamuk dan infeksi pertama kali menyebabkandemam dengue. Reaksi tubuh
merupakan reaksi yang biasa terlihat pada infeksi oleh virus. Reaksi yang amat berbeda akan
tampak, bila seseorang mendapat infeksi berulang dengan tipe virus dengue yang berlainan. Dan
DHF dapat terjadi bila seseorang setelah terinfeksi pertama kali, mendapat infeksi berulang virus
dengue lainnya. Re-infeksi ini akan menyebabkan suatu reaksi anamnestik antibodi, sehingga
menimbulkan konsentrasi kompleks antigen-antibodi (kompleks virus-antibodi) yang tinggi
(Noer, dkk, 1999).

5. Tanda dan Gejala


Gambaran klinis DHF seringkali mirip dengan beberapa penyakit lain seperti :
1)

Demam chiku nguya.

Dimana serangan demam lebih mendadak dan lebih pendek tapi suhu di atas 40 0C disertai ruam
dan infeksi konjungtiva ada rasa nyeri sendi dan otot.
2)

Demam tyfoid

Biasanya timbul tanda klinis khas seperti pola demam, bradikardi relatif, adanya leukopenia,
limfositosis relatif.
3)

Anemia aplastik

Penderita tampak anemis, timbul juga perdarahan pada stadium lanjut, demam timbul karena
infeksi sekunder, pemeriksaan darah tepi menunjukkan pansitopenia.
4)

Purpura trombositopenia idiopati (ITP)

Purpura umumnya terlihat lebih menyeluruh, demam lebih cepat menghilang, tidak terjadi
hemokonsentrasi.

Meningkatnya suhu tubuh

Nyeri pada otot seluruh tubuh

Nyeri kepala menyeluruh atau berpusat pada supra orbita, retroorbita

Suara serak

Batuk

Epistaksis

Disuria

Nafsu makan menurun

Muntah

Ptekie

Ekimosis

Perdarahan gusi

Muntah darah

Hematuria masif

Melena
6. Komplikasi
a. Perdarahan luas.
b. Shock atau renjatan.
c. Effuse pleura
d. Penurunan kesadaran.
6. Klasifikasi
a. Derajat I :
Demam disertai gejala klinis lain atau perdarahan spontan, uji turniket positi, trombositopeni dan
hemokonsentrasi.
b. Derajat II :
Manifestasi klinik pada derajat I dengan manifestasi perdarahan spontan di bawah kulit seperti
peteki, hematoma dan perdarahan dari lain tempat.
c. Derajat III :
Manifestasi klinik pada derajat II ditambah dengan ditemukan manifestasi kegagalan system
sirkulasi berupa nadi yang cepat dan lemah, hipotensi dengan kulit yang lembab, dingin dan
penderita gelisah.
d. Derajat IV :
Manifestasi klinik pada penderita derajat III ditambah dengan ditemukan manifestasi renjatan
yang berat dengan ditandai tensi tak terukur dan nadi tak teraba.

7. Pemeriksaan Diagnostik
Patokan WHO (1986) untuk menegakkan diagnosis DHF adalah sebagai berikut :
1) Demam akut, yang tetap tinggi selama 2 7 hari kemudian turun secara lisis demam disertai
gejala tidak spesifik, seperti anoreksia, lemah, nyeri.
2) Manifestasi perdarahan :
1.

Uji tourniquet positif

2.

Petekia, purpura, ekimosi

3.

Epistaksis, perdarahan gusi

4.

Hematemesis, melena.

3) Pembesaran hati yang nyeri tekan, tanpa ikterus.


4) Dengan atau tanpa renjatan.
Renjatan biasanya terjadi pada saat demam turun (hari ke-3 dan hari ke-7 sakit ). Renjatan yang
terjadi pada saat demam biasanya mempunyai prognosis buruk.
5)

Kenaikan nilai Hematokrit / Hemokonsentrasi

Laboratorium
Terjadi trombositopenia (100.000/ml atau kurang) dan hemokonsentrasi yang dapat dilihat dan
meningginya nilai hematokrit sebanyak 20 % atau lebih dibandingkan nilai hematokrit pada
masa konvalesen.
Pada pasien dengan 2 atau 3 patokan klinis disertai adanya trombositopenia dan hemokonsentrasi
tersebut sudah cukup untuk klinis membuat diagnosis DHF dengan tepat.
Juga dijumpai leukopenia yang akan terlihat pada hari ke-2 atau ke-3 dan titik terendah pada saat
peningkatan suhu kedua kalinya leukopenia timbul karena berkurangnyam limfosit pada saat
peningkatan suhu pertama kali.

8. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan penderita dengan DHF adalah sebagai berikut :
1.

Tirah baring atau istirahat baring.

2.

Diet makan lunak.

3.

Minum banyak (2 2,5 liter/24 jam) dapat berupa : susu, teh manis, sirup dan beri
penderita sedikit oralit, pemberian cairan merupakan hal yang paling penting bagi
penderita DHF.

4.

Pemberian cairan intravena (biasanya ringer laktat, NaCl Faali) merupakan cairan
yang paling sering digunakan.

5.

Monitor tanda-tanda vital tiap 3 jam (suhu, nadi, tensi, pernafasan) jika kondisi
pasien memburuk, observasi ketat tiap jam.

6.

Periksa Hb, Ht dan trombosit setiap hari.

7.

Pemberian obat antipiretik sebaiknya dari golongan asetaminopen.

Monitor tanda-tanda perdarahan lebih lanjut.


1.

Pemberian antibiotik bila terdapat kekuatiran infeksi sekunder.

2.

Monitor tanda-tanda dan renjatan meliputi keadaan umum, perubahan tanda-tanda


vital, hasil pemeriksaan laboratorium yang memburuk.

3.

Bila timbul kejang dapat diberikan Diazepam.

Pencegahan
Prinsip yang tepat dalam pencegahan DHF ialah sebagai berikut :
1.

Memanfaatkan perubahan keadaan nyamuk akibat pengaruh alamiah dengan


melaksanakan pemberantasan vektor pada saat sedikit terdapatnya kasus DHF.

2.

Memutuskan lingkaran penularan dengan menahan kepadatan vektor pada tingkat


sangat rendah untuk memberikan kesempatan penderita viremia sembuh secara
spontan.

3.

Mengusahakan pemberantasan vektor di pusat daerah penyebaran yaitu di


sekolah, rumah sakit termasuk pula daerah penyangga sekitarnya.

4.

Mengusahakan pemberantasan vektor di semua daerah berpotensi penularan


tinggi.

Ada 2 macam pemberantasan vektor antara lain :


1. Menggunakan insektisida.
Yang lazim digunakan dalam program pemberantasan demam berdarah dengue adalah malathion
untuk membunuh nyamuk dewasa dan temephos (abate) untuk membunuh jentik (larvasida).
Cara penggunaan malathion ialah dengan pengasapan atau pengabutan. Cara penggunaan
temephos (abate) ialah dengan pasir abate ke dalam sarang-sarang nyamuk aedes yaitu bejana
tempat penampungan air bersih, dosis yang digunakan ialah 1 ppm atau 1 gram abate SG 1 % per
10 liter air.
2. Tanpa insektisida
Caranya adalah:
1.

Menguras bak mandi, tempayan dan tempat penampungan air minimal 1 x


seminggu (perkembangan telur nyamuk lamanya 7 10 hari).

2.

Menutup tempat penampungan air rapat-rapat.

3.

Membersihkan halaman rumah dari kaleng bekas, botol pecah dan benda lain
yang memungkinkan nyamuk bersarang

9. Pengkajian Keperawatan
Data obyektif yang sering ditemukan menurut Christianti Effendy, 1995 yaitu :
1.)

Lemah.

2.)

Panas atau demam.

3.)

Sakit kepala.

4.) Anoreksia, mual, haus, sakit saat menelan.


5.)

Nyeri ulu hati.

6.)

Nyeri pada otot dan sendi.

7.)

Pegal-pegal pada seluruh tubuh.

8.)

Konstipasi (sembelit).

Adalah data yang diperoleh berdasarkan pengamatan perawat atas kondisi pasien. Data obyektif
yang sering dijumpai pada penderita DHF antara lain:
1)

Suhu tubuh tinggi, menggigil, wajah tampak kemerahan.

2)

Mukosa mulut kering, perdarahan gusi, lidah kotor.

3)

Tampak bintik merah pada kulit (petekia), uji torniquet (+), epistaksis, ekimosis,

hematoma, hematemesis, melena.


4)

Hiperemia pada tenggorokan.

5)

Nyeri tekan pada epigastrik.

6)

Pada palpasi teraba adanya pembesaran hati dan limpa.

7)

Pada renjatan (derajat IV) nadi cepat dan lemah, hipotensi, ekstremitas dingin, gelisah,

sianosis perifer, nafas dangkal.


Pemeriksaan laboratorium pada DHF akan dijumpai :
1) Ig G dengue positif.
2) Trombositopenia.
3) Hemoglobin meningkat > 20 %.
4) Hemokonsentrasi (hematokrit meningkat).
5) Hasil pemeriksaan kimia darah menunjukkan hipoproteinemia, hiponatremia, hipokloremia.
Pada hari ke- 2 dan ke- 3 terjadi leukopenia, netropenia, aneosinofilia, peningkatan limfosit,
monosit, dan basofil
1) SGOT/SGPT mungkin meningkat.
2) Ureum dan pH darah mungkin meningkat.
3) Waktu perdarahan memanjang.
4) Asidosis metabolik.
5) Pada pemeriksaan urine dijumpai albuminuria ringan.

10. Diagnosa Keperawatan


1.

Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses penyakit (viremia).

2.

Nyeri berhubungan dengan proses patologis penyakit

3.

Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi, kurang dari kebutuhan berhubungan


dengan mual, muntah, anoreksia

4.

Kurangnya volume cairan tubuh berhubungan dengan peningkatan permeabilitas


dinding plasma

5.

Keterbatasan mobilitas fisik berhubungan dengan rasa nyeri, terapi tirah baring.

6.

Resiko terjadinya syok hypovolemik berhubungan dengan kurangnya volume


cairan tubuh

7.

Resiko terjadinya perdarahan lebih lanjut berhubungan dengan trombositopenia

11. Rencana Asuhan Keperawatan


1. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses penyakit (viremia)
Tujuan dan kriteria hasil:
Setelah dilakukan perawatan .. x 24 jam diharapkan suhu tubuh pasien dapat berkurang dengan
kriteria hasil:

Pasien mengatakan kondisi tubuhnya nyaman.

Suhu 36,80C-37,50C

Tekanan darah 120/80 mmHg

Respirasi 16-24 x/mnt

Nadi 60-100 x/mnt


Intervensi:
1.

Kaji saat timbulnya demam.

2.

Observasi tanda vital (suhu, nadi, tensi, pernafasan) setiap 3 jam

3.

Anjurkan pasien untuk banyak minum (2,5 liter/24 jam)

4.

Berikan kompres hangat

5.

Anjurkan untuk tidak memakai selimut dan pakaian yang tebal

6.

Berikan terapi cairan intravena dan obat-obatan sesuai program dokter

Rasional:
1.

untuk mengidentifikasi pola demam pasien.

2.

tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum pasien

3.

Peningkatan suhu tubuh mengakibatkan penguapan tubuh meningkat sehingga


perlu diimbangi dengan asupan cairan yang banyak.

4.

Dengan vasodilatasi dapat meningkatkan penguapan yang mempercepat


penurunan suhu tubuh.

5.

pakaian tipis membantu mengurangi penguapan tubuh

6.

pemberian cairan sangat penting bagi pasien dengan suhu tinggi

2. Nyeri berhubungan dengan proses patologis penyakit


Tujuan dan kriteria hasil:
Setelah dilakukan perawatan .. x 24 jam diharapkan nyeri pasien dapat berkurang dan
menghilang dengan kriteria hasil:

Pasien mengatakan nyerinya hilang

Nyeri berada pada skala 0-3

Tekanan darah 120/80 mmHg

Suhu 36,80C-37,50C

Respirasi 16-24 x/mnt

Nadi 60-100 x/mnt


Intervensi:
1.

Observasi tingkat nyeri pasien (skala, frekuensi, durasi)

2.

Berikan lingkungan yang tenang dan nyaman dan tindakan kenyamanan

3.

Berikan aktifitas hiburan yang tepat

4.

Libatkan keluarga dalam asuhan keperawatan.

5.

Ajarkan pasien teknik relaksasi

6.

Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat analgetik

Rasional:
1.

Mengindikasi kebutuhan untuk intervensi dan juga tanda-tanda


perkembangan/resolusi komplikasi

2.

Lingkungan yang nyaman akan membantu proses relaksasi

3.

Memfokuskan kembali perhatian; meningkatkan kemampuan untuk


menanggulangi nyeri.

4.

Keluarga akan membantu proses penyembuhan dengan melatih pasien relaksasi.

5.

Relaksasi akan memindahkan rasa nyeri ke hal lain.

6.

Memberikan penurunan nyeri.

3. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi, kurang dari kebutuhan berhubungan dengan


mual, muntah, anoreksia
Tujuan dan kriteria hasil:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama x 24 jam diharapkan perubahan status nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh dapat teratasi dengan kriteria:

Mencerna jumlah kalori/nutrien yang tepat

Menunjukkan tingkat energi biasanya

Berat badan stabil atau bertambah


Intervensi:
1.

Observasi keadaan umam pasien dan keluhan pasien.

2.

Tentukan program diet dan pola makan pasien dan bandingkan dengan makanan
yang dapat dihabiskan oleh pasien

3.

Timbang berat badan setiap hari atau sesuai indikasi

4.

Identifikasi makanan yang disukai atau dikehendaki yang sesuai dengan program
diit.

5.

Ajarkan pasien dan Libatkan keluarga pasien pada perencanaan makan sesuai
indikasi

6.

Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat anti mual.

Rasional:
1.

Mengetahui kebutuhan yang diperlukan oleh pasien.

2.

Mengidentifikasi kekurangan dan penyimpangan dari kebutuhan terapeutik

3.

Mengkaji pemasukan makanan yang adekuat (termasuk absorbsi dan utilisasinya)

4.

Jika makanan yang disukai pasien dapat dimasukkan dalam pencernaan makan,
kerjasama ini dapat diupayakan setelah pulang

5.

Meningkatkan rasa keterlibatannya; Memberikan informasi kepada keluarga


untuk memahami nutrisi pasien

6.

Pemberian obat antimual dapat mengurangi rasa mual sehingga kebutuhan nutrisi
pasien tercukupi.

4. Kurangnya volume cairan tubuh berhubungan dengan peningkatan permeabilitas


dinding plasma
Tujuan dan kriteria hasil:
Setelah dilakukan perawatan selama x 24 jam diharapkan kebutuhan cairan terpenuhi dengan
kriteria hasil:

TD 120/80 mmHg

RR 16-24 x/mnt

Nadi 60-100 x/mnt

Turgor kulit baik

Haluaran urin tepat secara individu

Kadar elektrolit dalam batas normal.


Intervensi:
1.

Pantau tanda-tanda vital, catat adanya perubahan tanda vital.

2.

Pantau pola nafas seperti adanya pernafasan kusmaul

3.

Kaji suhu warna kulit dan kelembabannya

4.

Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit dan membran mukosa

5.

Pantau masukan dan pengeluaran cairan

6.

Pertahankan untuk memberikan cairan paling sedikit 2500 ml/hari dalam batas
yang dapat ditoleransi jantung.

7.

Catat hal-hal seperti mual, muntah dan distensi lambung.

8.

Observasi adanya kelelahan yang meningkat, edema, peningkatan BB, nadi tidak
teratur

9.

Berikan terapi cairan normal salin dengan atau tanpa dextrosa, pantau
pemeriksaan laboratorium(Ht, BUN, Na, K)

Rasional:
1.

hipovolemia dapat dimanisfestasikan oleh hipotensi dan takikardi

2.

pernapasan yang berbau aseton berhubungan dengan pemecahan asam aseto


asetat dan harus berkurang bila ketosis harus terkoreksi

3.

demam dengan kulit kemerahan, kering menunjukkan dehidrasi.

4.

merupakan indicator dari dehidrasi

5.

memberi perkiraan akan cairan pengganti, fungsi ginjal, dan program pengobatan.

6.

mempertahankan volume sirkulasi.

7.

kekurangan cairan dan elektrolit menimbulkan muntah sehingga kekurangan


cairan dan elektrolit.
8.

9.

pemberian cairan untuk perbaikan yang cepat berpotensi menimbulkan kelebihan


beban cairan

mempercepat proses penyembuhan untuk memenuhi kebutuhan cairan

5. Keterbatasan mobilitas fisik berhubungan dengan rasa nyeri, terapi tirah baring
Tujuan dan kriteria hasil:
Setelah dilakukan perawatan selama x 24 jam diharapkan pasien dapat mencapai kemampuan
aktivitas yang optimal, dengan kriteria hasil:

Pergerakan pasien bertambah luas

Pasien dpt melaksanakan aktivitas sesuai dengan kemampuan (duduk, berdiri, berjalan)

Rasa nyeri berkurang

Pasien dapat memenuhi kebutuhan sendiri secara bertahap sesuai dengan kemampuan
Intervensi:
1.

Kaji dan identifikasi tingkat kekuatan otot pada kaki pasien.

2.

Beri penjelasan tentang pentingnya melakukan aktivitas.

3.

Anjurkan pasien untuk menggerakkan/mengangkat ekstrimitas bawah sesui


kemampuan

4.

Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhannya

5.

Kolaborasi dengan tim kesehatan lain: dokter (pemberian analgesik)

Rasional:
1.

mengetahui derajat kekuatan otot-otot kaki pasien.

2.

Pasien mengerti pentingnya aktivitas sehingga dapat kooperatif dalam tindakan


keperawatan

3.

melatih otot otot kaki sehingga berfungsi dengan baik

4.

Agar kebutuhan pasien tetap dapat terpenuhi

5.

Analgesik dapat membantu mengurangi rasa nyeri.

6. Resiko terjadinya syok hypovolemik berhubungan dengan kurangnya volume cairan


tubuh
Tujuan dan kriteria hasil:
Setelah dilakukan perawatan .. x 24 jam diharapkan tidak terjadi syok hipovolemik dengan
kriteria hasil:

TD 120/80 mmHg

RR 16-24 x/mnt

Nadi 60-100 x/mnt

Turgor kulit baik

Haluaran urin tepat secara individu

Kadar elektrolit dalam batas normal.

Intervensi:
1.

Monitor keadaan umum pasien

2.

Observasi tanda-tanda vital tiap 2 sampai 3 jam.

3.

Monitor tanda perdarahan

4.

Chek haemoglobin, hematokrit, trombosit

5.

Berikan transfusi sesuai program dokter

6.

Lapor dokter bila tampak syok hipovolemik.

Rasional:
1.

memantau kondisi pasien selama masa perawatan terutama pada saat terjadi
perdarahan sehingga segera diketahui tanda syok dan dapat segera ditangani.

2.

tanda vital normal menandakan keadaan umum baik

3.

Perdarahan cepat diketahui dan dapat diatasi sehingga pasien tidak sampai syok
hipovolemik

4.

Untuk mengetahui tingkat kebocoran pembuluh darah yang dialami pasien


sebagai acuan melakukan tindakan lebih lanjut

5.

Untuk menggantikan volume darah serta komponen darah yang hilang

6.

Untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut sesegera mungkin

7. Resiko terjadinya perdarahan lebih lanjut berhubungan dengan trombositopenia


Tujuan dan kriteria hasil:
Setelah dilakukan perawatan .. x 24 jam diharapkan tidak terjadi perdarahan dengan kriteria
hasil:

Tekanan darah 120/80 mmHg

Trombosit 150.000-400.000

Intervensi:
1.

Monitor tanda penurunan trombosit yang disertai gejala klinis

2.

Anjurkan pasien untuk banyak istirahat

3.

Beri penjelasan untuk segera melapor bila ada tanda perdarahan lebih lanjut

4.

Jelaskan obat yang diberikan dan manfaatnya

Rasional:
1.

Penurunan trombosit merupakan tanda kebocoran pembuluh darah.

2.

Aktivitas pasien yang tidak terkontrol dapat menyebabkan perdarahan

3.

Membantu pasien mendapatkan penanganan sedini mungkin

4.

Memotivasi pasien untuk mau minum obat sesuai dosis yang diberikan

DAFTAR PUSTAKA
Sunaryo, Soemarno, (1998), Demam Berdarah Pada Anak, UI ; Jakarta.
Effendy, Christantie, (1995), Perawatan Pasien DHF, EGC ; Jakarta.
Hendarwanto, (1996), Ilmu Penyakit Dalam, jilid I, edisi ketiga, FKUI ; Jakarta.
Doenges, Marilynn E, dkk, (2000), Penerapan Proses Keperawatan dan Diagnosa Keperawatan,
EGC ; Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai