Anda di halaman 1dari 8

PARASITISME SEKSUAL PADA ANGLERFISH

Disusun oleh :
Rizky MarAtun Nafis
Pendidikan Biologi A/ 14304241017

PRODI PENDIDIKAN BIOLOGI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAM
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2014
A. Pendahuluan
Perilaku adalah serangkaian aktivitas yang mengorientasikan hewan
terhadap lingkungan eksternalnya. Pengkajian perilaku merupakan cabang
biologi yang relatif baru dan cenderung lebih deskriptif serta tidak begitu
meyakinkan secara analitis daripada cabang-cabang lain. Salah satu

bahaya menganalisis pola-pola aktivitas hewan lain adalah kecenderungan


sang peneliti untuk menyamakan aksi-aksi yang mirip dengan motif,
keinginan, dan tujuan manusia. Hal ini terutama krusial dalam hal tujuan,
dimana kita sama sekali tidak mempunyaikemampuan untuk menentukan
apa yang sebenarnya diinginkan hewan ketika menjalani serangkaian
aktivitas. Intensitas dari dalam yang mendorong hewan untuk melakukan
sesuatu apapun sifatnya disebut dorongan (drive). Dorongan tersebut
berkaitan dengan kegiatan makan, seks, perawatan anak, dan lain
sebagainya. Dorongan itu dimodifikasi oleh berbagai faktor, baik faktor
internal maupun eksternal. Dorongan seringkali disebut sebagai insting.
Salah satu perilaku hewan adalah mengenai perilaku
seksual, yang terkait dengan ciri mahluk hidup yaitu
berkembangbiak. Perilaku seksual meliputi perkawinan
(mating) dan pemeliharaan anak. Perilaku seksual atau
aktivitas berkembang biak berhubungan langsung dan
sangat menentukan kelestarian hidup hewan. Perkawinan
pada hewan merupakan hal yang paling kompleks. Bagi
hewan,

perkawinan

dianggap

paling

penting

karena

tanpa perkawinan jenisnya tidak mungkin bertahan.Dalam


hal

perkawinan,

antara

hewan-hewan jantan

terjadi

persaingan untuk mengawini hewan betina. Ritual yang


khas pada perilaku seksual hewan adalah perkelahian
antara

hewan

jantan

dan

rayuan

atau

percumbuan.

Keberhasilan reproduksi yang dihasilkan dari keuntungan


dalam

bersaing

atau

menarik

perhatian

untuk

mendapatkan pasangan kawin ditentukan oleh adanya


seleks iseksual. Seleksi seksual bertujuan agar hewan
betina dapat memilih dikawini oleh pejantan tertentu.
Seleksi

seksual

yang

dilakukan

oleh

hewan

betina

ditunjukkan dengan memilih pejantan yang berkualitas.


Pejantan yang yang berkualitas dan mampu membuahi
ratusan

hewan

betina

adalah

suatu

jaminan

bahwa

pejantan tersebut lulus dari seleksi alam karena dapat


mempertahankan jenisnya. Setiap hewan memiliki ciri
perilaku seksual yang berbeda-beda dengan jenis hewan
lainnya, baik dari cara percumbuannya maupun dari sistem
perkawinannya.
Reproduksi pada ikan merupakan salah satu topik
yang cukup menarik dalam mempelajari ilmu tentang ikan
(iktiologi). Ikan memiliki pola dan tingkah laku reproduksi
yang beraneka ragam, tergantung dari jenis, habitat, atau
kondisi lingkungannya. Kondisi lingkungan di daerah tropis
berheda dengan di daerah sub tropis. Berdasarkan kondisi
lingkungan tersebut arus dan angin merupakan faktorfaktor yang berperan penting dalam reproduksi ikan-ikan di
laut tropis (Johannes,1978).
Salah satu perilaku seksual ikan yang unik ditemukan
pada proses reproduksi ikan anglerfish yang dikenal
dengan

seksual

parasitisme.

Parasitisme

seksual

merupakan cara reproduksi yang luar biasa unik untuk


beberapa anggota anglerfish subordo ceratioidei , dimana
jantan yang dikerdilkan dan menjadi permanen menempel
ke betina yang jauh lebih besar. Lama kelamaan si jantan
mengalami atrofi (penyusutan), jadi selama
akan

kehilangan

organ

pencernaannya,

itu jantan
otaknya,

jantungnya, matanya, sampai akhirnya hanya tersisa


sepasang gonad di tubuhnya. Karena keunikan perilaku
reproduksi pada ikan anglerfish tersebut, maka penulis
merasa tertarik dan ingin membahasnya lebih dalam lagi.
B. Isi
Strategi reproduksi merupakan suatu cara bagi ikanikan dalam berproduksi untuk dapat mempertahankan
keturunannya. Strategi reproduksi tersebut dapat berupa
tingkah laku ikan dalam meminang (courtship), kawin
(mating), perlakuan terhadap telur-telurnya, ataupun pola

adaptasi terhadap lingkungan sekitarnya agar proses


reproduksi dapat berlangsung dengan sukses.
Menurut Floyd (1993 : 25), secara umum terdapat tiga
jenis strategi reproduksi pada ikan laut tropis berdasarkan
tipe telurnya. yaitu jenis telur pelagis (Pelagic eggs). telurtelur demersal (Demersal eggs), dan jenis telur yang
ditetaskan dalam tubuh, untuk kemudian dikeluarkan dari
dalam tubuh induk dalam bentuk larva atau ikan-ikan
muda (Live, Free-swimming young). Cara yang terakhir ini
dikenal juga dengan melahirkan anak (Live bearers).
Selain berdasarkan tipe telurnya, strategi reproduksi
ikan laut tropis juga dapat berupa adaptasi ikan terhadap
lingkungannya

untuk

dapat

melangsungkan

proses

reproduksi. Adaptasi tersebut dapat berupa kemampuan


telur ikan untuk beradaptasi dengan lingkungannya yang
ekstrim, ataupun perubahan bentuk tubuh ikan sebagai
cara beradaptasi dengan lingkungannya. Sebagai contoh
adalah ikan-ikan yang hidup di laut dalam, mereka
mempunyai cara-cara khusus agar dapat mempertahankan
hidupnya, termasuk dalam hal reproduksi. Langkanya
sumber makanan yang ada di laut dalam mengakibatkan
sangat

rendahnya

kepadatan

organisme,

juga

menimbulkan masalah sulitnya memperoleh pasangan dari


jenis kelamin yang berbeda untuk keperluan reproduksi
dalam habitat yang sangat luas dan gelap gulita tersebut.
Salah satu adaptasi yang dilakukan tampak pada ikanikan pemancing (ang1erfish) dari bangsa Ceratoidea. Pada
bangsa ikan ini, ikan betina mempunyai ukuran tubuh yang
jauh lebih besar daripada ikan jantan. anglerfish jantan
membuahi betinanya dengan cara hidup menempel sebagi
parasit pada ikan betina. Sebelumnya, ikan-ikan jantan
tersebut

berenang

bebas

di

perairan

sampai

ia

menemukan betinanya. Ikan jantan muda mempunyai

mata yang berbentuk seperti pipa dan organ olfaktori yang


membesar.
cepat,

Organ

hingga

reproduksinya

mereka

siap

berkembang

bererproduksi

dan

dengan
mulai

berenang mencari pasangannya (Costeau, 2000 : 147).


Pada umumnya anglerfish jantan

menemukan betina

melalui penciuman atau isyarat visual , atau kemungkinan


besar oleh kombinasi kedua indra ini . Hal ini pertama kali
dinyatakan secara eksplisit oleh Bertelsen (1999: 249 ) ,
gagasan-gagasan ini didukung oleh fakta bahwa mata dan
penciuman struktur jantan umumnya sangat berkembang
dengan baik tetapi merosot cepat setelah menjadi parasit.
Ketika ikan jantan tersebut menemukan betinanya, ia
langsung menempelkan mulutnya di tubuh ikan betina
dengan

gigi-giginya

yang

tajam

dan

tidak

pernah

melepaskannya lagi. Kulit ikan jantan lambat-laun bersatu


dengan tubuh ikan betina. Sistem sirkulasinya juga ikut
bersatu, sehingga tubuh ikan jantan menjadi tergantung
pada ikan betina. Ikan jantan akan menghabiskan sisa
hidupnya sebagai parasit dengan menempel pada tubuh
ikan pasangannya, ia mendapatkan makanan dengan
menyerap dari tubuh betina tersebut. Lama-kelamaan
anglerfish jantan tersebut mengalami atrofi (penyusutan),
jadi

selama

itu

jantan

pencernaannya, otaknya,

akan

kehilangan

organ

jantungnya, matanya, sampai

akhirnya hanya tersisa sepasang gonad di tubuhnya. Ketika


ikan betina tersebut memijah, maka telur-telurnya akan
segera dibuahi gonad tersebut. Tidak jarang pada satu
betina terdapat lebih dari satu individu jantan. Telur-telur
yang dihasilkan ikan ini kemudian akan mengapung di
permukaan, dan ketika menetas, larvanya terbungkus oleh
gelatin yang membuat larva tersebut terlihat lebih besar

dibanding kebanyakan hewan planktonik lainnya (Costeau,


2000 : 150).
Jika dihubungkan dengan BSCS, tema persoalan biologi
yang terjadi pada proses reproduksi anglerfish adalah
perilaku, objeknya yaitu hewan (animalia) dan terjadi pada
tingkat organisasi populasi.
C. Kesimpulan
Ikan-ikan yang hidup di laut dalam mempunyai caracara

khusus

agar

dapat

mempertahankan

hidupnya,

termasuk dalam hal reproduksi. Salah satu adaptasi yang


dilakukan tampak pada ikan-ikan pemancing (ang1erfish)
dari bangsa Ceratoidea. Pada bangsa ikan ini, ikan betina
mempunyai ukuran tubuh yang jauh lebih besar daripada
ikan jantan. anglerfish jantan membuahi betinanya dengan
cara hidup menempel sebagi parasit pada ikan betina. Kulit
ikan jantan lambat-laun bersatu dengan tubuh ikan betina.
Sistem sirkulasinya juga ikut bersatu, sehingga tubuh ikan
jantan menjadi tergantung pada ikan betina. Ikan jantan
akan menghabiskan sisa hidupnya sebagai parasit dengan
menempel pada tubuh ikan pasangannya, ia mendapatkan
makanan dengan menyerap dari tubuh betina tersebut.
Namun,

lama-kelamaan

anglerfish

jantan

tersebut

mengalami atrofi (penyusutan) sampai akhirnya hanya


tersisa sepasang gonad di tubuhnya. Tidak jarang pada
satu betina terdapat lebih dari satu individu jantan.

Lampiran

Ukuran anglerfish jantan dan betina

Anglerfish jantan menempel pada betina

Kepala anglerfish jantan menyatu dengan perut


betina
Daftar Pustaka
Bertelsen E, Pietsch

(1999) . Genus Anglerfish dan Deskripsi

Spesies Baru. Bogor : Bina Pustaka


Cousteau, J.Y. (2000). Dunia Laut. Jakarta : Erlangga.
Floyd. R.F. (1993). Reproduksi Ikan Laut Tropis. Jakarta : Erlangga.
Johannes, R.E. (1978). Strategi Reproduksi Ikan Laut di
Lingkungan Tropis. Surabaya : Mitrapress.

Anda mungkin juga menyukai