Anda di halaman 1dari 78

BAB III

PENETAPAN SPESIFIKASI DAN PEMBAHASAN MATERI

3.1. Spesifikasi Teknis Perencanaan


Seperti telah diutarakan pada Bab I, perancangan turbin gas ini adalah
sebagai pembangkit daya listrik. Sebelum memulai perencanaan turbin pada
instalasi turbin gas, maka perlu kiranya untuk menganalisa sistem secara
keseluruhan dengan analisa termodinamika untuk mendapatkan kondisi awal
perencanaan.
Spesifikasi teknis perencanaan yang ditetapkan sesuai dengan data
referensi dari buku yang disesuaikan dengan data hasil survey studi pada sebuah
instalasi pembangkit tenaga listrik (PLTG).

3.1.1. Penentuan Putaran Turbin


Putaran turbin dapat ditentukan dengan menentukan putaran generator
sebagai berikut, unit generator listrik mempunyai :

Jumlah pasang kutub

: 2 pasang

Frekuensi

: 50 Hz

Maka putaran generator :

ng =

120 xf
p

120x50
2

=3000 rpm

Generator dan turbin satu poros (dikopel langsung) maka putarannya


sama. Dengan menetapkan putaran generator sebesar 3000 rpm, maka putaran
poros turbin adalah 3000 rpm.

Universitas Sumatera Utara

3.1.2. Temperatur Masuk Turbin


Karena terbatasnya kekuatan material sudu turbin terhadap temperatur dan
tegangan termal, maka temperatur gas masuk turbin dibatasi menurut [Lit 13, Hal
184] untuk turbin industri (850 1100)C. Dalam perencanaan ini dipilih rata
ratanya agar lebih efisien, sebesar 975C.
3.1.3. Data Spesifikasi Teknis Perencanaan
Adapun data spesifikasi teknis dari sistem instalasi turbin gas yang akan
dirancang adalah sebagai berikut :

Daya keluar generator

: 130 MW

Bahan bakar

: Gas Bumi (Lit 3, Hal 169)

Putaran turbin

: 3000 rpm

Temperatur lingkungan

: 30C

Tekanan barometer

: 1,013 bar

Temperatur masuk turbin

: 975C

Temperatur udara yang dihisap kompressor mempunyai pengaruh yang


besar terhadap daya efektif yang dapat dihasilkan pembangkit, sebab laju aliran
massa udara yang dihisap kompressor akan berubah sesuai dengan persamaan
umum gas ideal, m = pV / RT, yaitu bila temperatur masuk gas rendah maka
massa aliran gas akan naik atau sebaliknya. Hal ini berarti bila temperatur
atmosfer turun maka daya efektif sistem akan naik dan sebaliknya.

Universitas Sumatera Utara

3.2. Analisa Termodinamika

Gambar 3.1 Diagram T-S (aktual) Siklus Brayton

3.2.1. Analisa termodinamika pada kompresor


Analisa termodinamika pada kompresor dimaksudkan untuk menentukan
kondisi udara masuk dan keluar kompresor. Pengambilan asumsi untuk
perhitungan termodinamika kompresor adalah didasarkan pada effisiensi
politropis, yaitu effisiensi isentropis dari sebuah tingkat kompresor dan turbin
yang dibuat konstan untuk setiap tingkat berikutnya.
1. Kondisi udara masuk kompresor :
Pa = Tekanan barometer (1,013 bar)
Ta = Temperatur lingkungan (30C)
= 30 + 273 K = 303 K
= Konstan adiabatik
= 1,4 (untuk udara)
Sehingga : P1 = P a P f
Dimana, P f = Proses tekanan pada saringan udara masuk kompresor
= 0,01 bar (hasil survey)
Maka:
P1 = 1,013 - 0,01
P1 = 1,003 bar

Universitas Sumatera Utara

Dengan demikian akan diperoleh suhu keluar saringan udara :


1,003
T 1 = 303 1,013

1, 4 1
1, 4

T 1 = 302,14 K

Sehingga dari tabel properti udara (Lamp.1) dengan cara interpolasi


diperoleh:
h1 =302,34 KJ/Kg udara

2. Kondisi udara keluar kompresor


Untuk mendapatkan nilai effisiensi yang lebih tinggi, maka perbandingan
tekanan yang digunakan yang optimum yaitu :
k

T max 2 ( k 1)
r p = T min

Dimana,

[Lit 4, Hal 296]

= Perbandingan tekanan optimum

T max = T 3 = Temperatur masuk turbin = 1248 K


T min = T 1 = Temperatur masuk kompresor = 302,14 K

Maka,
1, 4

1248 2 (1, 41)


r p = 302,14

= 12,0

P 2 = r p P1

P 2 = 12 x 1,003
P 2 = 12,036 bar

T 2 = P2

T 1 P1

k 1
k

1, 4 1

T 2 = (12 ) 1, 4 x 302,14

T 2 = 614,53 K

Universitas Sumatera Utara

Maka setelah diinterpolasi dari tabel property udara diperoleh :

h = 622,3046 Kj/Kg
2

3. Kerja kompresor

Kondisi ideal kompresor

Kerja kompresor ideal adalah :


W Ki = h2 h1

=622,3046-302,34
=319, 9646 Kj/Kg

Kondisi aktual perencanaan


Untuk menentukan keadaan pada titik 2, yaitu keadaan aktualnya maka

ditetapkan

= 0,88 (antara 0,85 0,90 untuk kompresor aksial) [Lit 13, Hal

198]
Maka kerja aktual kompresor adalah :

W Ka =

319,9646
0,88

W Ka = 363,5961 Kj/Kg
Sehingga akan diperoleh

h
h
h

2a

2a

2a

2a

= W Ka + h1

=363,5961+302,34
= 665,9361 Kj/Kg

Dari tabel properti udara dengan cara interpolasi diperoleh temperatur


aktual perencanaan keluar kompresor

(T 2 a ) yaitu sebesar : T 2 a =655,73 K=

382,73C

Universitas Sumatera Utara

Gambar 3.2 Diagram h-s pada kompresor

3.2.2. Proses Pada Ruang Bakar


Daya yang dihasilkan turbin tergantung dari entalpi pembakaran. Untuk itu
perlu dianalisa reaksi pembakaran yang terjadi pada ruang bakar. Dari analisa ini
akan didapat perbandingan bahan bakar dengan udara yang dibutuhkan (FAR)
yang dipergunakan, sehingga diperoleh laju aliran massa yang dialirkan ke turbin.
Bahan bakar yang dipakai adalah gas alam dengan komposisi pada tabel 3.1
berikut.
Tabel 3.1. Komposisi Bahan Bakar
No.

Komposisi

% Volume

1.

CO2

2,86

2.

N2

1,80

3.

CH4

88,19

4.

C2H6

3,88

5.

C3H8

2,1

6.

C4H10

0,83

7.

C5H12

0,25

8.

C6H14

0,05

9.

C7H16

0,04
= 100%

LHV

45.700 Kj/Kg
Sumber : PT. PLN (Persero) Sicanang

Universitas Sumatera Utara

Dengan reaksi pembakaran komponen bahan bakar adalah:


Untuk CH4
0,8819 CH4 + a (O2 + 3,76 N2) b CO2 + CH2O + d N2
Persamaan reaksi diatas disetarakan sebagai berikut :
Unsur C

:b

= 0,8819

Unsur H

: 2c

= 4b

Unsur O

Unsur N2

= 1,7638

: 2a

= 2b + c

= 1,7638

:d

= 3,76 a

= 6,6318

Sehingga persamaan reaksi (stoikiometri) yang terjadi :


0,8819 CH4 + 1,7638 (O2 +3,76 N2) 0,8819 CO2 + 1,7638 H2O +6,6318 N2
Maka akan diperoleh massa bahan bakar CH4 :
Untuk massa CH4 = 0,8819 x 16
= 14,1104 Kg CH4/1 mol bahan bakar
Dengan cara yang sama akan diperoleh hasil pada tabel 3.2. berikut :
Tabel 3.2. Kebutuhan udara pembakaran
No.

Komposisi

Fraksi Mol

Mol udara

Massa B.Bakar

B.Bakar

B.Bakar (%

yang

(KgCmHn/1mol

Volume)

dibutuhkan

BB)

1.

CO2

0,0286

1,2584

2.

N2

0,018

0,504

3.

CH4

0,8819

1,7638

14,1104

4.

C2H6

0,0388

0,1358

1,164

5.

C3H8

0,021

0,105

0,924

6.

C4H10

0,0083

0,05395

0,4814

7.

C5H12

0,0025

0,02

0,18

8.

C6H14

0,0005

0,00475

0,043

9.

C7H16

0,0004

0,0044

0,04

=1

= 2,08628

= 18, 7052

Universitas Sumatera Utara

Sedangkan massa udara yang dibutuhkan adalah :


Massa = mol x Mr
= 2,08628 x (32 + 3,76 . 28)
= 286,4045 Kg
maka,

AFRTH =

Massa Udara
Massa Bahan Bakar
=

286,4045
18,7025

= 15,3137 Kg udara / Kg bahan

bakar

Untuk menghitung perbandingan bahan bakar aktual, dapat dilihat dari


gambar 3.3 berikut, dengan menghitung temperatur udara keluar dari kompresor
382,73C dan dengan pertimbangan bahan yang dipakai sudu, ditetapkan
temperatur gas masuk turbin 975
C. Maka dapat ditentukan faktor kelebihan
udara (excess air) sebasar 3,334 sehingga :

AFR AKT AFRTH


100%
AFRTH

AFR AKT 15,3137


100%
15,3137
= (3,334 x15,3137 ) + 15,3137

3,334 =
AFR AKT

AFR AKT = 66,3741


AFR AKT = 0,015066

Universitas Sumatera Utara

Gambar 3.3 Grafik faktor kelebihan udara


(sumber : Turbin Pompa dan Kompresor, Fritz Dietzel)

Kerugian tekanan pada ruang bakar (gambar 3.3) sebesar (2-3) % [Lit 1,
Hal 198], diambil 2%, maka :

P3 = P 2 a Pb
= 12,0 (0,02 x 12,0)
= 11,8 bar

Gambar 3.4 Kerugian tekanan pada ruang bakar

Sehingga keadaan pada titik 3:

T 3 = 975 + 273
= 1248 K
Dari tabel properti udara dengan cara interpolasi maka diperoleh

h3 = 1334,354 kj / kg

Universitas Sumatera Utara

3.2.3 Analisa termodinamika pada turbin


1. Temperatur dan Tekanan udara keluar turbin
Tekanan keluar turbin (ideal) sama dengan tekanan atmosfir, sehingga :
P 4 = P a = 1,013 bar
T 4 = P4

T 3 P3

K 1
K

11,8

T4 =
1,013

1, 4 1
1, 4

1248

T 4 = 618, 8213 K

Dengan cara interpolasi dari tabel udara diperoleh entalpi keluar turbin :

h4 = 626, 82944 kj / kg

2. Kerja turbin

Kondisi kerja ideal turbin

= 1334,354 626,82944
= 707,524558 kj / kg

Kondisi kerja aktual turbin

Untuk menentukan kerja turbin yang sebenarnya, maka ditentukan effisiensi


insentropis turbin yakni dipilih 0,87 (antara 0,82 0,89)

r = effisiensi turbin = 0,87


Maka :

W Ta = 0,87 707,524558 kj / kg
= 615,5463 kj / kg
Sehingga diperoleh entalpi dan temperatur perencanaan :

h4 a = h3 W Ta
= 1334,354 615,5463
= 718,8076 kj / kg

Universitas Sumatera Utara

Dari tabel properti udara dengan cara interpolasi diperoleh temperatur udara
keluar turbin secara aktual sebesar : T 4 a = 705,14 K = 432,14C

Gambar 3.5 Diagram h-s pada turbin

3.2.4 Generator lisrik


Dalam suatu proses pembebanan listrik arus bolak-balik ada dua unsur
yang terlihat dalam proses konversi daya, yaitu :
1. Daya nyata yang diukur dengan Watt dikatakan daya nyata, karena
besaran yang terlihat dalam proses konversi daya.
2. Daya listrik yang sebenarnya tidak mempengaruhi suatu proses konversi
daya, tetapi adalah suatu kebutuhan yang harus dilayani. Secara ekonomis
dikatakan bahwa daya reaktif hanya membebani biaya investasi dan bukan
biaya operasi.
Suatu beban membutuhkan daya reaktif yang sebesar karena dua hal, yaitu :
a) Karakteristik beban itu sendiri yang tidak bias dielakkan
b) Proses konversi daya didalam alat itu sendiri.
Dari kesimpulan diatas diperoleh bahwa daya harus disuplai oleh tubin kepada
generator harus dapat memenuhi kebutuhan daya nyata dan daya reaktif.
Gambar 3.6 berikut menggambarkan daya yang bekerja pada generator.
Daya yang dibutuhkan menggerakkan generator untuk menghasilkan daya
listrik merupakan daya netto dari turbin. Dengan daya netto besarnya :

Universitas Sumatera Utara

PE =

PG
G . Tr . Cos

Dengan,
PG = daya keluaran generator

G = effisiensi generator

Tr = effisiensi transmisi
Dimana daya semu generator adalah :
PG
P S = Cos
Dengan,

Cos = 0,8-0,9

Gambar 3.6 Daya pada generator

Daya keluaran (nyata) generator :

PG = 130 MW

Daya semu generator :


PG
PS =
Cos
130
=
0,8
= 162,5MVA

Daya netto turbin :

Pg =

PG
G . Tr .Cos

Universitas Sumatera Utara

dimana :

G = effisiensi generator (direncanakan 0.98)


Tr = effisiensi tranmisi (direncanakan 1 karena turbin dan
generator dikopel langsung )
Cos = 0.8 0,9 (dipilh 0,8)
Maka :

130
0,98 1 0,8
= 165,816 MW

PE =

3.2.5 Laju Aliran Massa Udara dan Bahan Bakar


Laju aliran massa menurut adalah :

PE = PT PK
P E = (ma + m f )W Ta (W a )W Ka

ma =

pE

mf
1 +
W Ta W Ka
ma

Dimana,
PE

= Daya netto turbin (kW)

PT

= Daya brutto turbin (kW)

Pk

= Daya kompressor (kW)

WTa = Kerja turbin aktual(kJ/Kg)


Wka = Kerja kompressor aktual (kJ/Kg)

ma = Laju aliran massa udara (kg/s)


mf = Laju aliran massa bahan bakar (kg/s)

Laju aliran massa udara dan bahan bakar ini akan digunakan untuk
menentukan daya dari kompressor dan turbin, serta dalam perancangan sudu
turbin.

Universitas Sumatera Utara

ma =

PE
mf
+
W Ta W Ka
ma

Dengan :
PE

mf
ma

= 165,816 MW
= FAR AKT = 0,015066
Dan,

FAR AKT = 66,3741


Sehingga :

165816
[1 + 0,015066]615,5463 363,5961
= 634,7667652 kg / s

ma =

m f = ma FAR AKT
= 634.7667652 0,015066
= 9,563396085 kg / s

3.2.6. Kesetimbangan Energi Pada Ruang Bakar


Ruang bakar tidak menghasilkan dan tidak memerlukan energi mekanis,
jadi w = 0, jika proses pembakaran dianggap adiabatik maka EP 0 karena
relative kecil dibanding dengan besaran lainnya. Maka persamaan untuk ruang
bakar dapat dituliskan menurut [Lit 1, Hal 74] :

m produk x h produk = (mreak tan x hreak tan )

Universitas Sumatera Utara

Maka, ma h2a + mfLHV = ( ma + mf ) h3


634,76676 x 665,9361 + 9,56339608 x 45700 = (634,766 + 9,563) x 1334,354
859.761,3051 kW = 859.761,3051 kW
Artinya didalam ruang bakar terjadi kesetimbangan energi.

3.2.7. Udara Pembakaran


Udara pembakaran adalah perbandingan antara AFR AKT dengan AFRTH
yang digunakan untuk menentukan persentase udara pembakaran.

= AFR AKT
AFRT H
66,3741
=
15,3137
= 4,334

3.2.8. Kerja Netto


Kerja spesifik netto adalah selisih antara kerja spesifik turbin dengan kerja
spesifik kompresor yang digunakan untuk menentukan nilai effisiensi siklus.

W NET = W Ta W K a
= 615,5463-363,5961
=251,9502 kj/kg

3.2.9 Back Work Ratio


Back Work Ratio merupakan nilai persentase kerja spesifik turbin yang
digunakan untuk menggerakkan kompresor.

=
bw

W ka
WT a

363,5961
615,5463
= 0,5906
=

3.2.10 Effisiensi Thermal Siklus


Effisiensi thermal ini merupakan effisiensi total dari siklus yang terjadi
pada analisa termodinamika tersebut.

Universitas Sumatera Utara

W
TH = NET 100%
Q RB

W net
h3 h 2 a
251,9502
=
100%
(1334,354 665,9361)
= 37,7%
=

3.2.11. Panas Masuk


Panas masuk adalah suplai panas dari ruang bakar sebesar:

Qin = Q RB = h3 h2 a
= 1334,354 kJ/kg 665,9361 kJ/kg
= 668,4179 kJ/kg

3.2.12. Panas keluar


Panas keluar dari turbin gas sebesar:

Qout = h4 a h1
= 718,8076kJ/kg 302,34 kJ/kg
= 416,4676 kJ/kg

3.2.13. Daya Tiap Komponen Instalasi Turbin Gas


1. Daya Kompresor
Daya kompresor dari instalasi turbin gas adalah:
P K = (ma )W K a

= (643,766) 363,5961
= 230798,44 kW
= 230,798 MW

2. Daya Turbin Gas


Daya brutto turbin dari instalasi turbin gas adalah:

PT = P K + P E
= 230,79844 MW + 165,816 MW = 396,614 MW

Universitas Sumatera Utara

3.2.14. Hasil Analisa Termodinamika


Setelah

diadakan

analisa

termodinamika,

sebagai

langkah

awal

perencanaan, maka diperoleh hasil-hasil sebagai berikut :


1. Temperatur lingkungan (Ta)

: 303 K

2. Temperatur keluar kompresor (T2)

: 614,53 K

3. Kerja kompresor aktual (W K a )

: 363,5961 kJ/kg udara

( )

4. Suplai panas dari ruang bakar Q RB

: 668,4179 kJ/kg udara

5. ( AFR ) AKT

: 66,3741 kg udara /kg bahan bakar

6. (FAR ) AKT

: 0,015066 kg bahan bakar /kg udara

7. Temperatur gas masuk turbin (T 3 )

: 1248 K

8. Temperatur gas buang turbin (T 4 a )

: 705,14 K

9. Kerja turbin aktual (W Ta )

: 615,5463 kJ/kg udara

10. Laju aliran massa udara (ma )

: 634,766 kg/s

11. Laju aliran massa bahan bakar (m f )

: 9,56 kg/s

12. Daya kompresor (P K )

: 230,798 MW

13. Daya turbin (PT )

: 396,614 MW

14. Daya nyata generator (PG )

: 130 MW

15. Daya poros efektif turbin gas (P E )

: 165,816 MW

16. Effisiensi thermal siklus ( th.sikl )

: 37,7%

Universitas Sumatera Utara

BAB IV
PERENCANAAN TURBIN

4.1. Parameter Perencanaan Turbin


Dalam perencanaan ini dipilih turbin aksial, karena turbin jenis aksial
mempunyai keuntungan: effisiensi yang lebih baik, perbandingan tekanan dapat
diubah lebih tinggi, konstruksi lebih ringan dan tidak membutuhkan ruangan yang
terlalu besar. Turbin aksial yang direncanakan adalah bertingkat banyak, dimana
tiap tingkat terdiri dari satu baris sudu diam dan satu baris sudu gerak. Sudu diam
berfungsi mempercepat aliran fluida kerja dan sudu gerak berfungsi untuk
mengkonversikan energi kinetik menjadi energi mekanis dalam bentuk putaran
poros turbin.
Turbin aksial terdiri dari turbin curtis (turbin dengan kecepatan
bertingkat), turbin reteau (turbin dengan tekanan bertingkat), turbin reaksi (turbin
yang proses ekspansinya terjadi tidak hanya pada laluan sudu diam, tetapi juga
pada laluan sudu gerak sehingga penurunan seluruh kandungan kalor pada semua
tingkat terdistribusi secara merata).

Gambar 4.1. Grafik Effisiensi Turbin Velocity Ratio ()


(Sumber : Energy Conversion System, Sorensen)

Universitas Sumatera Utara

Maka dalam perencanaan ini dipilih turbin aksial jenis turbin aksial reaksi
karena :
1. Effisiensi tingkat pada tipe reaksi lebih baik dari pada yang lainnya,
dengan perbandingan kecepatan yang lebih besar.
2. Pada tipe reaksi, effisiensi maksimum dapat dicapai pada daerah
perbandingan (U/V) = 0,8 s/d 0,9
3. Pada tipe ini, kecepatan tangensial yang mengalir diantara sudu-sudu
adalah tidak terlalu besar, sehingga kerugian gesekan akibat kecepatan
juga tidak terlalu besar.

Untuk perencanaan turbin aksial, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan
dan ditetapkan, sebagai berikut :

Koeffisien aliran sudu ()

= 3.[Lit 7, Hal 111]

Kecepatan tangensial rata-rata (Um)

= (350-400)m/s

Kecepatan aliran gas (Ca)

= 150 m/s.[Lit 7, Hal 67]

Derajat reaksi tingkat (R R )

= 0,5 ..[Lit1, Hal 546]

4.1.1. Klasifikasi Turbin Gas


Secara umum turbin gas dapat dibedakan atas :
a. Turbin aliran radial (radial flow turbine)
Turbin radial adalah suatu jenis turbin dimana arah aliran fluida kerjanya
tegak lurus terhadap sumbu poros yaitu arah radial. Turbin jenis ini dapat dilihat
pada gambar 4.2 berikut.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 4.2 Turbin aliran radial


(Sumber: www.fatimberlake.blogspot.com)
b. Turbin aksial
Pada jenis tubin ini, arah aliran fluida kerjanya sejajar terhadap sumbu
poros. Turbin jenis ini terdiri dari :

Turbin aksial reaksi

Turbin aksial aksi (impuls)


Jenis turbin aksial ini dapat ditunjukkan seperti pada gambar 4.3 berikut.

Gambar 4.3. Turbin aliran aksial


(Sumber: www.fatimberlake.blogspot.com)

Universitas Sumatera Utara

4.1.2. Jumlah Tingkat Turbin


Jumlah tingkat turbin dihitung berdasarkan total penurunan temperatur dan
penurunan temperatur tiap tingkat turbin. Menurut [Lit7, Hal 110] :
=

2c pg To S
U m2

Dimana, = koefisien pembebanan suhu

pg

= panas jenis gas pada tekanan konstan (kJ/Kg.K)

To s = penurunan temperatur tiap tingkat turbin (K)


U m = Kecepatan tangensial rata-rata sudu (m/s)

Sedangkan total penurunan temperatur gas adalah :

To = T 3 T 4
Dimana,

To = Total penurunan temperatur (K)

T 3 = Temperatur gas masuk turbin (K)


T 4 = Temperatur gas keluar turbin (K)

Jumlah tingkat turbin :

n=

To
To s

Dimana, n = Jumlah tingkat turbin

4.1.3. Kondisi Gas dan Dimensi Sudu


Kondisi gas dianalisa pada keadaan stagnasi dan keadaan statik. Keadaan
stagnasi maksudnya adalah kondisi gas yang dianalisa dalam keadaan diam tanpa
memperhitungkan kecepatannya. Sedangkan kondisi statik adalah kondisi gas
yang dianalisa dalam keadaan diam dengan memperhitungkan kecepatannya.

Persamaan- persamaan stagnasi menurut (Lit 2, Hal 144) :


y


y 1
Po2 = 1 To S .R R
Po1 st .To1
Dengan, P01 = Tekanan gas sebelum terjadinya proses (bar)

Universitas Sumatera Utara

P02 = Tekanan gas setelah terjadinya proses (bar)


R R = Derajat reaksi tingkat (untuk turbin reaksi = 0,5)

st = Effisiensi statik
y = Eksponen isentropik
T 02 = Temperatur pada P02 (K)

Persamaan-persamaan statik menurut (Lit 2, Hal 257] :


2

T 1 = To1

C
2C pg

T1

P1 = Po1

To1
Dengan,

r 1
y

T 1 = Temperatur gas pada kondisi statik (K)


T 01 = Temperatur gas pada kondisi stagnasi (K)
P1 = Tekanan gas pada kondisi statik (bar)
P01 = Tekanan gas pada kondisi stagnasi (bar)

Dari kondisi gas ini dapat dicari massa jenis gas yang mengalir [Lit 2, Hal
116] :

100.P
Rg.T

Dimana, = Massa jenis gas (kg/m 3 )

Dengan menghitung laju aliran massa gas maka luas annulus [Lit 2, Hal
258] :
A=

mg
Ca

Dengan, A = Luas annulus (m 2 )

m g = Laju aliran massa gas, yang dalam hal ini untuk tiap tingkat berbeda
karena pengaruh laju aliran massa pendinginan sudu (kg/s).

Universitas Sumatera Utara

Perhitungan tinggi sudu menurut [Lit 2, Hal 258] :


h=

Dengan,

A.n
U m .60

h = tinggi putaran (m)


n = putaran sudu (rpm)

Jari-jari sudu (jarak dari pusat cakram ke pitch sudu) besarnya menurut
[Lit 2, Hal 271]
h
rr = rm 2

h
rt = r m + 2
Dimana, r t = Jari-jari puncak sudu tiap tingkat turbin (m)

Tebal sudu dan celah antar sudu menurut persamaan [Lit 1, Hal 265] :

hR
WR = 3
C= 0,25. W R
Dimana,

W = Tebal sudu (m)


C = Celah antar sudu (m)

4.1.4. Segitiga Kecepatan Gas


Untuk menggambarkan kecepatan aliran gas perlu dihitung besar sudut
kecepatan gas tersebut untuk sudut masuk dan sudut keluar relatif gas [Lit 2, Hal
249] :

Gambar 4.4. Segitiga kecepatan pada sudu


(Sumber: Gas turbine theory, Cohen. H)

Universitas Sumatera Utara

= 4. .tg 2 m + 2
= 4. .tg 3m 2
Dimana,

= Koefisien aliran gas


1 = Sudut relative kecepatan gas masuk sudu ()
0 = Sudut relative kecepatan gas keluar sudu ()

4.2. Perhitungan Jumlah Tingkat Turbin


1. Penurunan temperatur tiap tingkat turbin (To S )
Penurunan temperatur tiap tingkat turbin ini masih merupakan nilai yang
diperoleh dari penentuan harga U m , setelah itu akan disubtitusikan kembali untuk
mendapatkan nilai yang sebenarnya.

2c p g To s
Um

2 x1,148 xTo s 10 3
3=
(380) 2
To S = 188,675958 K
2. Total penurunan temperatur gas (To)
Total penurunan temperatur ini merupakan selisih dari temperatur masuk
dan keluar turbin.

To = T3 T4
= 1248 705,14
= 542,86 K

3. Jumlah tingkat turbin yang dibutuhkan (n)

n=

To
To s

542,86
188,675

= 2,88 tingkat 3 tingkat

Universitas Sumatera Utara

Hasil ini disubstitusikan kembali untuk mendapatkan harga To s dan


U m yang sebenarnya.

3=

542,86
To s

To s = 180,9533 K
Maka,

3=
3=

2c p g To s
Um

2 x1148 x180,9533
Um

U m = 372,14m / s

4.3. Kondisi Gas Dan Dimensi Sudu Tiap Tingkat


Untuk merancang sudu turbin dibutuhkan kondisi gas baik dalam keadaan
statis maupun stagnasi pada setiap tingkat. Baik pada saat gas masuk sudu diam,
keluar sudu diam dan masuk sudu gerak, serta keluar sudu gerak dan masuk sudu
diam lagi.

Gambar 4.5. Penampang annulus turbin aksial

Dalam rancangan ini akan dibahas analisis data kondisi gas meliputi
perhitungan temperatur dan tekanan juga massa jenis aliran untuk setiap tingkat
turbin.

Universitas Sumatera Utara

A. TINGKAT SATU
1. Gas masuk sudu diam
Dari gambar 4.2 diatas yaitu pada titik 1.

Kondisi pada keadaan stagnasi


To1 = 1248 K
Po1 = 11,8 bar

Kondisi pada keadaan statik


T1 = To1

C2
2Cp g

150 2
2 x1,148 x10 3
= 123,2003 K
= 1248

T
P1 = Po1 1
To1

1238,2003
= 11,8

1248
= 11,43 bar

1 =
=

1, 331
1, 33

100.P1
Rg.T1
100 x11,43
0,287 x1238,2

= 3,216 kg / m 3

2. Gas keluar sudu diam dan masuk sudu gerak


Pada gambar 4.2 yaitu pada titik 2.

Kondisi pada keadaan stagnasi

Po2 To S .R R
= 1
Po1 st .To1

Universitas Sumatera Utara

Dimana :

st = Effisinsi statik (direncanakan 0,9)


RR = Derajat reaksi (0,5)
Sehingga :
1, 33

Po2 180,9533x 0,5 1,331


= 1

Po1 0,9 x1248


Po2 = (0,7128) Po1
Po2 = 0,73x11,8
Po2 = 8,411 bar
To 2 = To1 To S .RR
= 1248 (180,9533 x0,5)
= 1157,523 K

Kondisi pada keadaan statik


T2 = To 2

C2
2Cp g

150 2
= 1157,523
2 x1,148 x10 3
= 1147,723 K

T
P2 = Po2 2
To 2

1147,723
= 8,411

1157,523
= 8,127 bar

2 =
=

1, 331
1, 33

100.P2
R g T2
100 x8,127
0,287 x1147,723

= 2,46 kg / m 3

Universitas Sumatera Utara

3. Gas keluar sudu gerak dan masuk sudu diam


Pada gambar 4.5 yaitu pada titik 3.

Kondisi pada keadaan stagnasi :

Po3 To S .R R
= 1
Po2 st .To 2

Po3 180,9533x0,5
= 1

Po2 0,9 x1157,5


Po3 = 5,832 bar

1, 33
1, 331

T03 = T02 T0 S .RR

= 1157,523 (180,9533 x0,5)


= 1067,046 K

Kondisi pada keadaan statik


T3 = To3

C2
2Cp g

150 2
2 x1,148 x10 3
= 1057,246 K

T3 = 1067,046

T
P3 = Po3 3
To3

1057,246
= 5,832

1067,046
= 5,619 bar

3 =
=

1, 331
1, 33

100.P3
R g T3
100 x5,619
0,287 x1057,2

= 1,8518 kg / m 3

Universitas Sumatera Utara

Untuk tingkat selanjutnya dilakukan dengan cara yang sama dan hasilnya
dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4.1. Kondisi gas pada tiap tingkat sudu turbin
TINGKAT

P01

(bar)

11,8

5,832

2,526

T01

(K)

1248

1067,046

886,0923

T1

(K)

1238,2003

1057,246

876,2927

P1

(bar)

11,43

5,619

2,415

(kg/m 3 )

3,216

1,8518

0,960

P02

(bar)

8,411

3,914

1,853

T02

(K)

1157,523

976,569

795,615

T2

(K)

1147,723

966,799

785,816

P2

(bar)

8,127

3,758

1,666

(kg/m 3 )

2,46

1,354

0,738

P03

(bar)

5,832

2,526

1,07508

T 03

(K)

1067,046

886,0923

705,138

T3

(K)

1057,246

876,2927

695,3387

P3

(bar)

5,619

2,415

1,016127

(kg/m 3 )

1,8518

0,960

0,509

Ukuran-ukuran (jari-jari sudu) sesuai gambar 4.5 dapat dihitung untuk


setiap jumlah aliran massa gas masing-masing baris. Menurut [Lit 2, Hal 294],
pendinginan sudu menggunakan 1,5%-2% udara kompresi pada tiap tingkat sudu
sehingga tiga tingkat turbin didinginkan dengan (4,5-6)% udara kompresi. Maka
laju aliran massa pendinginan (mp) adalah :
mp= (4,5-6)%. ma
= (4,5-6)% x 634,766 kg/s
= (28,5644-38,08596) kg/s direncanakan 30 kg/s

Universitas Sumatera Utara

Untuk setiap baris sudu didinginkan oleh :


30
6
= 5 kg / s udara

mn =

Dimana udara pendingin ini ikut berekspansi pada tingkat berikutnya.


Kecepatan keliling rata-rata sudu (Um) adalah :
U m = 2 .rm .n
Dimana:
Um = Kecepatan keliling rata-rata sudu (m/s)
rm = Jari-jari rata-rata sudu (m)
n = Putaran poros turbin (rpm)
Maka :
60.U m
2 .n
60 x372,14
=
2 x3,14 x3000
= 1,184 m

rm =

1. Kondisi masuk pada sudu diam (kondisi -1)


Yang dimaksud dengan kondisi disini adalah laju aliran massa gas pada
tingkat 1 serta perhitungan dimensi sudu pada tingkat tersebut.
A1 =

m g1

1Ca

Dimana :
m g1 = Laju aliran massa gas masuk sudu diam

= ma + m f m p + mn1
= 634,766 + 9,56 -30 +5
= 619,326 kg/s
Maka :

A1 =

619,326
3,216 x150

A1 = 1,28 m 2

Universitas Sumatera Utara

h1 =

A1 .n
U m .60

Dimana :
h1 = Tinggi blade (m)
A1 = Luas annulus (m2)
maka :

1,28 3000
372,14 60
h1 = 0,172 m
h1 =

rr1 = rm

h1
2

0,172
2
= 1,098 m
= 1,184

2. Kondisi keluar sudu diam, masuk sudu gerak (kondisi-2)


Yang dimaksud dengan kondisi disini adalah laju aliran massa gas pada
tingkat 2 serta perhitungan dimensi sudu pada tingkat tersebut
A2 =

Dimana :

mg2

2 Ca

m g 2 = Laju aliran massa gas masuk sudu

= m g1 + mn 2
=619,326 +5
=624,326kg/s
Maka :

A2 =

624,366
2,46 150

A2 = 1,69 m 2

Universitas Sumatera Utara

h2 =

A 2 .n
U m .60

1.69 3000
372,14 60
h2 = 0,227 m
h2 =

rr 2 = rm

h2
2

0,227
2
= 1,0705 m
= 1,184

rt 2 = rm

h2
2

0.227
2
= 1,2975 m
= 1,184 +

3. Kondisi keluar sudu gerak,masuk sudu diam (kondisi-3)


Yang dimaksud dengan kondisi disini adalah laju aliran massa gas pada
tingkat 3 serta perhitungan dimensi sudu pada tingkat tersebut.
A3 =

mg 3

3Ca

Dimana : m g 3 = Laju aliran massa gas masuk sudu diam


= mg 2 + mg 3
= 624,326 + 5
= 629,326 kg / s
Maka :

A3 =

629,326
21,858180 150

A3 = 2,2656 m 2

h3 =

A2 .n
U m .60

2,2656 3000
372,14 60
h3 = 0,304 m
h3 =

Universitas Sumatera Utara

rr 3 = rm

h3
2

= 1,184

0,304
2

= 1,032 m
rt 3 = rm

h3
2

0.304
2
= 1,336 m
= 1,184 +

4. Tinggi rata-rata sudu diam (hN)


Tinggi rata-rata sudu diam adalah nilai rata-rata dari tinggi sudu pada
kondisi 1 dan 2

1
(h1 + h2 )
2
1
= (0,172 + 0,227 )
2
= 0,1995

hN =

5. Tinggi rata-rata sudu gerak (hg)


Tinggi rata-rata gerak adalah nilai rata-rata dari sudu pada kondisi 2 dan 3.

1
(h2 + h3 )
2
1
= (0,227 + 0.304 )
2
= 0.2655 m

hR =

6. Tebal (lebar) sudu gerak (w)


Tebal sudu gerak pada tingkat 1 adalah :

hR
3
0.2655
=
3
= 0,0885 m

wR =

Universitas Sumatera Utara

7. Lebar celah aksial (c)


Lebar celah aksial merupakan celah yang dirancang antara sudu gerak
dengan penutup agar sudu dapat berputar bebas.
c = 0,25. wR
= 0,25 0,0885
= 0.0225

Dengan cara yang sama dapat dihitung dimensi sudu untuk tingkat berikutnya dan
hasilnya dapat dilihat pada tabel 4.2 berikut.
Tabel 4.2 Dimensi sudu turbin
TINGKAT

m g1

(Kg/s)

619,326

629,3226

639,326

A1

(m 2 )

1,28

2,2656

4,439

h1

(m)

0,172

0,304

0,596

(m)

1,27

1.336

1,482

(m)

1,27

1,336

1,482

(kg/s)

624,326

634,326

644,326

(m 2 )

1,69

3,123

5,730

(m)

0,227

0,419

0,769

(m)

1,0705

0,974

0,7995

(m)

1,2975

1,393

1,5685

(Kg/s)

639,326

639,326

639,326

(m 2 )

2,2656

4,439

8,504

(m)

0,304

0,596

1,142

(m)

1,032

0,886

0,613

rr1
rt1
mg2
A2
h2
rr2
rt2
mg3
A3
h3
rr3

Universitas Sumatera Utara

rt3
hN
hR
wR

(m)

1,336

1,482

1,755

(m)

0,4995

0,3615

0,6815

(m)

0,2655

0,5075

0,955

(m)

0,0885

0,1691

0,3185

(m)

0,022

0,042

0,0796

Dari perhitungan di atas, dapat digambarkan ukuran turbin yang dirancang.dengan


skala 1:30 yaitu untuk tingkat 1:

Gambar 4.6 Dimensi sudu tingkat 1

4.4 Diagram Kecepatan dan Sudut Gas Tiap Tingkat Turbin


Untuk dapat menggambarkan kecepatan gas dengan menggunakan
diagram segitiga kecepatan perlu untuk menghitung sudut-sudut saat gas melalui
sudu-sudu.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 4.7 Diagram kecepatan pada sudu turbin

TINGKAT SATU
Dari gambar 4.6 dimana sudut gas tingkat -1, yaitu pada dasar,tengah dan
puncak sudu dapat dihitung :
1. Sudut Gas pada Tengah Sudu
Sudut-sudut yang terjadi pada tengah sudu antara lain :

Sudut masuk realitif gas ( 2 m )

= 4. .tg 2 m + 2
Dimana :

Ca
Um

150
372,14
= 0,4030

Maka :

= 4. .tg 2 m + 2
3 = 4 x0,4030 xtg 2 m + 2
tg = 0,620232
2 m = 31,8

Universitas Sumatera Utara

Sudut keluar relatif gas ( 3m )

= 4. .tg 3m 2
3 = 4 x0,4030 xtg 3m 2
tg 3m = 3,10173
3m = 72,13
Menurut [Lit 2, Hal 249],sudut masuk absolute gas pada sudu diam dan
sudut keluar gas pada suhu gerak adalah sama dengan sudut relative gas
( 2 m = 1m = 3m ) yaitu 31,8 . Sudut keluar relative gas pada sudu diam sama
dengan sudut keluar relative gas pada sudu gerak ( 2 m = 3m ) yaitu 72,13

Kecepatan absolute gas masuk sudu gerak (C 2 m )


(Lit 2, Hal 256)

C2 m =

Ca
cos 2 m

150
cos 72,13
= 488.84 m / s
=

Kecepatan absolute gas masuk sudu diam (C 1m )

C1m =

Ca
cos 3

150
cos 31,8
= 176,492 m / s
=

Kecepatan relative gas masuk sudu gerak (V 2 m )


(Lit 2, Hal 260)

Universitas Sumatera Utara

C2m =

Ca
cos 2 m

150
cos 29,5
= 172,34 m / s
=

Kecepatan absolute gas keluar sudu gerak ( C 3m )


Kecepatan absolute gas keluar sudu gerak sama dengan kecepatan relative

gas masuk sudu gerak maka C3m = C1m = 172,34 m/s

Kecepatan relative gas keluar sudu gerak (V 3m )

V3m =

Ca
cos 3m

150
cos 72,13
= 488.84 m / s
=

2.Sudut Gas pada Dasar Sudu


Sudut-sudut gas yang terjadi pada tengah sudu antara lain :

Sudut keluar gas dari sudu diam ( 2 r )


tg 2 r = (

rm
rr

)2 tg 2 m

1,184
)tg 70,56
1,0705
= 3,5827

=(

2r

(Lit 2, Hal 263)

= 74,404

Universitas Sumatera Utara

Sudut keluar absolute gas dari sudu gerak ( 3r )


tg 3r = (

rm
rr

)3 tg 3m

=(

1,184
1,032
= o,711

2r

)tg 29,5

= 35,42

Kecepatan rotasi sudu (Ur)

r
Ur = U m m
rr

(Lit 2, Hal 236)

1,184
= 372,14

1,0705
= 411,596 m / s

Sudut keluar relatif gas pada sudu diam ( 2 r )

2 r = 3r = 35,3

Sudut keluar relative gas pada suhu gerak ( 3r )

3r = 2 r = 73,45

Kecepatan absolut gas masuk sudu gerak (C 2 r )

C2r =

Ca
cos 2 r

150
cos 74,404
= 557,926 m / s
=

Kecepatan absolut gas keluar sudu gerak (C3r)

C 3r =

Ca
cos 3r

150
cos 35,42
= 184,065 m / s
=

Universitas Sumatera Utara

Kecepatan whirl gas masuk sudu gerak ( C w 2 r )


C w 2 r = Ca.tg 2 r

(Lit 2, Hal 263)

= 150 tg 74,404
= 537,384 m / s

Kecepatan relative gas masuk sudu gerak ( V2 r )

V2 r =

Ca
cos 2 r

150
cos 35,42
= 184,065 m / s
=

Kecepatan whirl gas keluar sudu gerak ( C w3r )


C w3r = Ca.tg 3r
= 150 tg 35,42
= 106,67 m / s

Kecepatan relative gas masuk sudu gerak ( V2 r )

V2 m =

Ca
cos 2 m

150
cos 74,404
= 557,926 m / s
=

Diagram kecepatan dan sudut gas pada puncak sudu serta perhitungan
untuk tingkat selanjutnya dapat dilakukan dengan cara yang sama seperti diatas
dan hasilnya dapat dilihat pada tabel 4.3 berikut :

Universitas Sumatera Utara

Tabel 4.3 diagram kecepatan dan sudut gas tiap tingkat


TINGKAT 1

Dasar Sudu

Tengah Sudu

Puncak Sudu

411.596

372,14

339,58

35,42

31,8

29,50

74,40

72.13

70,92

35,42

31,8

29,50

35,42

31,8

29,50

74,40

72,13

70,92

Cw 2

537,38

465,174

433,66

Cw 3

106,67

93,032

84,86

C2

557,926

488,76

458,87

C3

184,065

176,508

172,34

V2

184,065

176,508

172,34

V3

557,926

488,76

458,87

Dasar Sudu

Tengah Sudu

Puncak Sudu

452,37

372,14

216,30

37,0

31,8

27,78

75,14

72.13

69,227

37,0

31,8

27,78

37,0

31,8

27,78

75,14

72,13

69,227

Cw 2

565,32

465,174

395,43

Cw 3

113,03

93,032

79,01

C2

584,89

488,76

422,93

TINGKAT 2

Universitas Sumatera Utara

C3

187,82

176,508

169,54

V2

187,82

176,508

169,54

V3

584,89

488,76

422,932

Dasar Sudu

Tengah Sudu

Puncak Sudu

551,11

372,14

280,91

42,55

31,8

25,08

77,17

72.13

66,189

42,55

31,8

25,08

42,55

31,8

25,08

77,17

72,13

66,87

Cw 2

658,63

465,174

351,16

Cw 3

137,69

93,032

79,20

C2

675,49

488,76

381,85

C3

203,61

176,508

169,61

V2

203,61

176,508

169,61

V3

675,49

488,76

381,85

TINGKAT 3

4.5 Jumlah Sudu Tiap Tingkat Turbin


Untuk menentukan jumlah sudu gerak dan sudu diam tiap tingkat turbin,
maka

dapat

dilakukan

perhitungan

pada

tengah-tengah

sudu

dengan

mempergunakan tinggi rata-rata sudu. Perbandingan tinggi sudu dengan chord


sudu (aspek ratio,h/c) menurut [Lit 2, Hal 271] dapat direncanakan antara 3 dan 4.
Harga perbandingan pitch dengan chord sudu (s/c) dapat diperoleh dari gambar
4.8 berikut dengan bantuan sudu-sudu gas.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 4.8 grafik (s/c)Vs sudu-sudu gas


(sumber Turbine theory, cohen. H)

Jumlah sudu gerak tingkat-1 Dapat ditentukan sebagi berikut ;

Panjang chord sudu (c)

hr
3
0,2655
=
3
= 0,0885 m

c=

Perbandingan pitch sudu dengan chord sudu (s/c) untuk harga 2 m = 31,8 dan

3m = 72,13 didapat harga (s/c) = 0,6327{dari gambar 4.6},maka :

Panjang pitch sudu (s)

s
c = c
c
= 0,0885 x0,6327
= 0,05592

Universitas Sumatera Utara

Jumlah sudu (z)


z = 2

rm
s

1,158
0,05922
= 132,85 buah
= 2 x3,14

(Lit 2, Hal 271)

Menurut [Lit 2, Hal 271] digunakan komponen bilangan prima untuk sudu
gerak dan komponen bilangan genap untuk sudu diam. Maka direncanakan :
jumlah sudu gerak tingkat satu adalah 133 buah, sehingga pitch sudu (s)
menjadi 0,05593 ; chord sudu (c) adalah 0,0884 dan tinggi sudu gerak ( hR ) =
0,2652 dengan aspect ratio (h/c) adalah 3.
Untuk tingkat selanjutnya baik sudu diam maupun sudu gerak dapat
dihitung dengan cara yang sama dan hasilnya dapat dilihat pada tabel 4.4 dan
tabel 4.5 berikut.
Tabel 4.4 Spesifikasi sudu gerak tiap tingkat turbin
TNGKAT

hR

(m)

0,2655

0,5075

0,955

(m)

0,0885

0,1691

0,03183

0,6327

0,6327

0,06327

s/c
S

(m)

0,5592

0,1069

0,2013

(buah)

132,66

69,59

36,94

(buah)

133

71

37

(m)

0,5593

0,1047

0,2010

(m)

0,0884

0,1656

0,3177

hR

(m)

0,2652

1,4968

0,9533

(h/c)

Universitas Sumatera Utara

Tabel 4.5 Spesifikasi sudu diam tiap tingkat turbin


TNGKAT
(m)

hR
c

(m)

s/c

0,1995

0,3615

0,6825

0,0665

0,1205

0,2275

0,6327

0,6327

0,06327

(m)

0,0420

0,0762

0,1439

(buah)

176,81

95,57

51,68

(buah)

178

96

52

(m)

0,0417

0,0774

0,1430

(m)

0,0660

0,1224

0,2261

0,1981

1,3674

0,6783

hR

(m)

(h/c)

4.7 Sudut-Sudut Tiap Tingkat Turbin


Profil sudu direncanakan dari tipe NACA seri C-7 Sudu tingkat satu pada
dasar sudu dapat dihitung sebagai berikut. Dari perhitungan sebelumnya diperoleh

Sudut relatif masuk gas ( 2 r )


( 2 r ) = 35,42

Sudut relative keluar gas ( 3r )


( 3r ) = 74,40

Menurut [Lit 2, Hal 268] untuk sudu tipe reaksi, maka sudut jatuh gas (i)
berada pada interval -15 dan 15 dan harga yang disarankan untuk dasar sudu
adalah -5 dan untuk tengah sudu 5 serta untuk puncak sudu adalah 10.

Sudut masuk sudu ( 2 r )

( 2 r ) =( 2 r ) + i
=35,3 + (-5)
=30,3

Universitas Sumatera Utara

Sudut Keluar sudu ( 3r )

Sudut keluar sudu dapat diperoleh dengan bantuan gambar 4.9 dimana untuk
setiap harga sudut relatif keluar gas,maka dapat ditentukan besar sudut keluar
sudu. Untuk sudut keluar relatif gas, ( 3r ) = 74,40 diperoleh ( 3r ) = 74,347

Gambar 4.9 Grafik hubungan antara sudut masuk gas sudut keluar gas
(sumber : Gas turbine theory, cohen. H)

Sudut chamber sudu ( r )

r = ( ' 2 r ) + ( ' 3r )

...(Lit 2, Hal 189)

= 30,42 + 74,347
= 104,767

Sudu relatif rata-rata sudu ( mr )

tg( mr ) = 0,5 (tg 3r - tg 2 r )

...(Lit 2, Hal 189)

= 0,5 (tg74,40 - tg35,42)


=1,4352
= 55,13225

Sudut pemasangan sudu ( )

= ' 2r = 30,42

r
2

...(Lit 2, Hal 189)

104,67
2

= -21,395

Universitas Sumatera Utara

Panjang chord sudu arah aksial (c xr )


c xr = c.cos r

...(Lit 2, Hal 189)

= 0,0884.cos(-21,395)
= 0,082308 m

Dengan cara yang sama, maka harga sudut-sudut sudu untuk tiap tingkat
lainya dapat dihitung dan hasilnya dapat dilihat pada tabel 4.6 dan tabel 4.7 serta
tabel 4.8. berikut.

Gambar 4.10 Geometri sudu turbin

Tabel 4.6 Sudut-sudut sudu gerak turbin pada dasar sudu


TINGKAT

ir

()

-5

-5

-5

' 2r

()

30,42

32,0

37,55

' 3r

()

73,347

75,32

76,82

mr

()

55,1325

56,44

60,06

()

104,76

107,32

114,37

()

-21,39

-21,66

-19,635

C xr

()

0,0823

0,1539

0,2992

Universitas Sumatera Utara

Tabel 4.7 Sudut-sudut sudu gerak turbin pada tengah sudu


TINGKAT

ir

()

' 2r

()

36,5

36,5

36,5

' 3r

()

72,43

72,43

72,43

mr

()

51,13

51,13

51,13

()

108,93

108,93

108,93

()

-17,965

-17,965

-17,965

C xr

()

0,0840

0,1575

0,3022

Tabel 4.8 Sudut-sudut sudu gerak turbin pada puncak sudu


TINGKAT

ir

()

10

10

10

' 2r

()

39,52

37,78

35,08

' 3r

()

72,90

70,31

68,14

mr

()

49,30

46,52

43,12

()

112,42

108,09

103,22

()

-16,69

-16,265

-16,53

C xr

()

0,84670

0,1589

0,304569

4.8 Berat Sudu Gerak tiap Tingkat Turbin


Dengan bantuan profil sudu (NACA seri C-7), maka tebal rata-rata sudu
dapat dihitung dengan mempergunakan panjang chord pada tengah sudu.
Bahan sudu direncanakan dari Titanium Alloy (ASTM B-265 58T) dengan
kerapatan 4650 kg/m 3

Universitas Sumatera Utara

Gambar 4.11 Profil sudu turbin NACA seri C-7


Dengan merujuk pada gambar 4.11 diasumsikan ketebalan sudu rata-rata
( t m ) = Ym dan besar Ym dapat dilihat pada tabel 4.9 berikut ini :
Tabel 4.9 Dimensi dari sudu gerak turbin
Y/C(%)

C(m)

Y (m)

0.0884

1.5

0.0884

0,1326

0.0884

0,1768

2.72

0.0884

0,240448

3.18

0.0884

0,281112

3.54

0.0884

0,312936

4.05

0.0884

0,35802

4.43

0.0884

0,391612

4.48

0.0884

0,429624

0.0884

0,442

4.86

0.0884

0,429624

4.42

0.0884

0,390728

Universitas Sumatera Utara

3.37

0.0884

0,329732

2.78

0.0884

0,245752

1.65

0.0884

0,14586

1.09

0.0884

0,096356

0.0884

0
Ym = 0,259012

Berat sudu gerak tingkat satu turbin dapat dihitung sebagai berikut :

Volume sudu (V)


V= hR .C.Ym
= 0,2652 x 0,0884 x 0,259012
= 6,072 x 10 3 m 3

Berat sudu ( WR )

WR = V. .z.g
= 6,072 x 10 3 x 4650 x 133 x 9,806
= 36,824,9489 N

Berat sudu gerak turbin untuk tingkat selanjutnya dapat dihitung dengan
cara yang sama dan hasilnya dapat dilihat pada tabel 4.10 dibawah ini :

Tabel 4.10 Berat sudu gerak tiap tingkat turbin


TINGKAT

Ym

(m)

0,25902

0,485208

0,930861

(m 3 )

6,072 x 10 3

3,9918 x 10 2

0,281923

WR

(N)

36.824,9489

129.232,89

475.639,8231

Universitas Sumatera Utara

Total berat sudu gerak turbin ( WR ) Total adalah :


( WR ) Total = (WR ) Tingkatke n
= 36.824,9489 + 129.232,89 + 475.639,8231

= 641.679,662 N
= 641,697 kN

Universitas Sumatera Utara

BAB V
PERHITUNGAN UKURAN-UKURAN UTAMA

5.1. Perencanaan Poros Turbin


Poros merupakan salah satu bagian yang terpenting dari setiap mesin.
Hampir semua mesin meneruskan tenaga bersama-sama dengan putaran.

Gambar 5.1. Poros

Poros turbin harus mampu menahan beban beban yang diakibatkan berat
turbin, kompresor dan lainnya. Diagram poros menurut [Lit 14, Hal 7] :

5,1
.Kt.Cb.T
=

dp

a
Dimana,

13

d p = Diameter poros (mm)


2
a = Tegangan geser izin (kg/mm )

K t = Faktor pembebanan

C b = Faktor koreksi beban lentur poros

T = Momen torsi (kg.mm)

Pada perencanaan ini poros mempunyai fungsi sebagai penghubung yang


memindahkan daya dan putaran turbin. Beban yang akan dialami oleh poros
adalah:

Universitas Sumatera Utara

a. Beban Puntir
b. Beban Lentur
Menurut [Lit 14, Hal 8] untuk poros putaran sedang dengan beban yang
berat digunakan baja paduan dengan pengerasan kulit. Untuk itu dipilih bahan
poros adalah baja khrom nikel molibden JIS G 4103 dengan kode SNCM 25
dengan komposisi sebagai berikut:
C = (0,12 0,18)%

Ni = (4,00 4,50)%

Si = (0,15 0,35)%

Cr = (0,70 1,00)%

Mn = (0, 30 0,60)% Fe = (93,37 94,73)%


Langkah langkah perencanaan diameter poros turbin adalah sebagai berikut:

5.1.1. Perhitungan Poros

Daya yang ditranmisikan (Pd)


Pd = Fc . Pt

Dimana:

(Lit 14, Hal 7)

Pt = Daya turbin (396,614 MW)


Fc = Faktor koreksi (1,1 1,2)
= 1,2 (diasumsikan)

Maka :

Pd = 1,2 x 396,614 MW
= 475,9368 MW

Momen torsi yang ditransmisikan (T)


Pd
5
T = 9,74 . 10 n

(Lit 14, Hal 7)

475,9368 10 3
T = 9,74 . 10
3000
5

T = 154,5208144 x 106 kg.mm

Tegangan geser yang diizinkan (a)

a =
Dimana :

b
Sf1 .Sf 2

b = Kekuatan tarik beban = 110 kg/mm2


Sf1 = Faktor keamanan untuk batas kelelahan puntir

Universitas Sumatera Utara

Untuk bahan S-C, Sf1 = 6

(Lit 9, Hal 8)

Sf2 = Faktor keamanan untuk pengaruh konsentrasi tegangan,


seperti adanya alur pasak pada poros dan kekerasan
permukaan.
= 1,3 3,0

[diambil 1,5]

Maka :
a =

110
=12,22 kg/mm2
6.1,5

Diameter poros dihitung dari persamaan :


dp = [(

Dimana :

5,1

).Kt.Cb.T]1/3

Kt = Faktor koreksi terhadap momen puntir. Besarnya 1,0 1,5


jika beban dikenakan kejutan dan tumbukan. Kt = 1,2 (disumsikan)
Cb = Faktor koreksi terhadap beban lentur, harganya antara 1,3
2,3 diambil 1,5
T = Momen torsi rencana

Maka :
dp = [(

5,1
)(1,2)(1,5)(154,5208 x 106)]1/3
12,22

= 497,812 mm
Dari standar poros yang ada maka dipilih diameter poros yang
direncanakan adalah dp = 500 mm. [Lit 14, Hal 9]

5.1.2. Pemeriksaan kekuatan poros


Ukuran poros yang diperoleh harus diuji kekuatannya. Pengujian
dilakukan dengan memeriksa tegangan geser (akibat momen puntir yang bekerja
pada poros). Apabila tegangan geser ini melampaui tegangan geser izin yang
dapat ditahan oleh bahan, maka poros akan mengalami kegagalan. Untuk analisa
keamanannya dapat dilakukan perhitungan berikut ini :

Universitas Sumatera Utara

Tegangan geser yang timbul pada poros selama beroperasi (s)


s =
s =

5,1 T

(d S )3

5,1 154,5208.10 6

(500)3

s = 6,304 kg/mm2
Dari perhitungan diatas dapat dilihat bahwa tegangan geser yang timbul
pada poros selama beropersi (s) = 6,304 kg/mm2 jauh lebih kecil dari tegangan
geser izin poros (a) = 12,22 kg/mm2. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
poros aman untuk digunakan.

5.2. Gaya Gaya Pada Sudu Tiap Tingkat Turbin


Adapun gaya gaya yang dialami oleh sudu turbin adalah terdiri dari gaya
tangensial dan gaya aksial. Untuk perencanaan ini gaya-gaya tersebut dihitung
pada tengah-tengah sudu pada tinggi rata-rata sudu.
Gambar 5.2 berikut adalah gaya-gaya yang terjadi pada sudu :

Gambar 5.2. Gaya-gaya pada sudu turbin


Gaya-gaya yang timbul pada sudu-sudu tingkat 1 sesuai gambar 5.2 diatas
dapat dihitung sebagai berikut :

Gaya tangensial sudu


Ft = (P2 P3) . Cx,r . hR . Z

(Lit 2, Hal 281)

Dimana :
P2 = Tekanan masuk sudu gerak (N/m2)

Universitas Sumatera Utara

P3 = Tekanan keluar sudu gerak (N/m2)


Cx,r = Panjang chord sudu arah aksial (m)
hR = Tinggi rata-rata sudu gerak (m)
Z = Jumlah sudu tiap tingkat turbin (buah)
Maka :
Ft = (8,127 5,619) 105 . 0,08840 . 0,2652 . 133
= 7,4307 x 105 N

Gaya aksial sudu (Fa)


Fa = (P2 P3) . 2 . rm . hR
Fa = (8,127 5,619) 105. 2 . 1,184 . 0,2652
= 4,948 . 105 N

Untuk tingkat selanjutnya dapat dilakukan dengan cara yang sama dan
hasilnya dapat dilihat pada tabel 5.1 berikut :
Tabel 5.1 Gaya-gaya pada sudu gerak turbin
TINGKAT

P2 (105 N/m2)

8,127

3,758

1,666

P3 (105 N/m2)

5,619

2,415

1,016127

Cx,r (m)

0,0840

0,1539

0,2992

hR (m)

0,2652

0,4968

0,9533

133

71

37

rm (m)

1,184

1,184

1,184

Ft (105 kN)

7,4307

7,2904

6,858

Fa (105 kN)

4,948

4,9635

4,607

Z (buah)

5.3. Tegangan yang timbul pada sudu turbin


Akibat adanya gaya sentrifugal dan tekanan gas yang terjadi pada sudusudu turbin menimbulkan terjadinya tegangan pada sudu-sudu tersebut.
Tegangan- tegangan yang timbul tersebut yaitu :
A. Tegangan tarik sentrifugal
B. Tegangan lentur

Universitas Sumatera Utara

Gambar 5.3 Tegangan yang terjadi pada sudu turbin

Tegangan tarik dan tegangan lentur yang besarnya konstan dikenal sebagai
tegangan statis (tegangan yang timbul akibat gaya sentrifugal) dan tegangan
dinamis (tegangan akibat tekanan gas). Sudu-sudu didesain berdasarkan pengaruh
total tegangan statis dan dinamis karena sudu ini dibebani oleh keduanya secara
serentak.

5.3.1. Tegangan tarik akibat gaya sentrifugal (ct)


Penampang yang paling berbahaya pada sudu dengan penampang yang
konstan adalah penampang pada bagian root (dasar) sudu. Karena beban
sentrifugal merupakan beban utama yang diterima secara kontinu oleh sudu,
terutama pada dasar sudu yang menerima beban paling besar. Harga tegangan
tarik sentrifugal maksimum yang muncul pada root dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan berikut:
( ct ) maks =

b . 2
ar

ardr

(Lit 2, Hal 272)

Dimana :

b = Kerapatan bahan sudu

= Kecepatan sudu
a = Luas penampang sudu
a r = Jari-jari root

Universitas Sumatera Utara

Dengan menggunakan bahwa luas penampang sudu sama dari tip (puncak)
sampai root (dasar) sudu, dari [Lit 2, Hal 272] diperoleh :
( ct ) maks = 2 .N 2 . b . A

Sudu rotor biasanya dipertajam dengan membentuk radius pada chord dan
tebal pada root sampai ke tip sedemikian, at/ar antara 1/4 -1/3. Untuk perhitungan
desain awal (sisi yang aman) diasumsikan bahwa penajam sudu (taper) mereduksi
tegangan menjadi 2/3 dari harga sudu yang tidak ditaper, sehingga rumus diatas
menjadi :
( ct ) maks = 4 / 3. .N 2 . b . A

Dimana :
A=

1
( A2 + A3 )
2

A=

1
(1,69 + 2,2656)
2

A = 1,9778 m 2
Dengan N = 3000 rpm = 50 rps, maka :
( ct ) maks = 4 / 3. .(50) 2 .4650.1,9778 = 96,308 Mpa

5.3.2. Tegangan lentur akibat tekanan gas (gb)


Gaya yang muncul dan perubahan momentum sudut dari gas dalam arah
tangensial menghasilkan torka yang berguna, yang juga menghasilkan momen
bending gas pada sekitar arah aksial M (gambar).
Karena adanya kemungkinan akan terjadi perubahan momentum dalam
arah aksial (Ca3 = Ca2), maka kemungkianan akan terjadi momen bending gas
dalam arah tangensial. Tegangan maksimum dapat dihitung dengan metode yang
sesuai dengan bagian yang tidak simetris.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 5.4 Momen lentur pada sudu

Tegangan bending gas (gb) akan menjadi tegangan tarik pada ujung
traling dan leading dan tegangan tekan pada belakang sudu, bahkan dengan sudut
puntir yang bertaper untuk harga maksimum terjadi pada keduanya (leading dan
trailing). Karena M merupakan bending yang lebih besar maka sumbu principal
tidak berdeviasi dengan lebar dari arah aksial (sudut kecil). Maka perkiraan
yang berguna diberikan pada persamaan berikut :

( ct ) maks =

m(C 2 m C 3m ) hr 1

z'
2 ZC 3

(Lit 2, Hal 273)

Dimana :
z = Jumlah sudu
Z = Fungsi dari sudut chamber sudu dan thickness/chord ratio (t/c)
Z = 1/B (10 t/c)n

(diperoleh dari gambar 5.3)

(C 2 C 3 ) = Kecepatan tangensial (dihitung pada diameter rata-rata)

Universitas Sumatera Utara

Gambar 5.5 Grafik hubungan z dan sudut chamber sudu


(Sumber : Gas Turbine Theory, Cohen. H)

Menurut [2] profil sudu C7 mempunyai harga t/c sebesar 10%. Dari
gambar 5.5 untuk sudut chamber sudu (m) = 106,168 diperoleh harga harga
sebagai berikut :
n = 1,156

B = 412,5

Z = 1/412,5 (10.0,1)1,15
= 2,424.10-3
Sehingga :

( gb ) maks =

619,326(537,38 106,67) 0,2652


1

3
3
133
2
2,242.10 (0,0884 )

( gb ) maks = 148,363 Mpa

Untuk tingkat selanjutnya dilakukan dengan cara yang sama dan hasilnya
dapat dilihat pada tabel 5.2 berikut :

Tabel 5.2 Tegangan yang timbul pada sudu gerak


TINGKAT

M (kg/s)

619,326

629,326

639,326

z (buah)

133

71

37

Universitas Sumatera Utara

m (8)

104,76

107,32

114,37

2,424.10-3

2,424.10-3

2,424.10-3

c (m)

0,0884

0,1656

0,3177

hr (m)

0,2652

0,4968

0,9533

A (m2)

1,9778

3,781

7,117

( ct ) maks ( Mpa)

96,308

184,1214

346,57289

( gb ) maks ( Mpa)

158,804

85,4997

43,509

5.4. Pemeriksaan kekuatan sudu


Tegangan-tegangan

yang

timbul pada sudu

gerak

turbin

dapat

diilustrasikan sebagai berikut :

Gambar 5.6 Ilustrasi tegangan pada sudu

Tegangan-tegangan utama yang timbul pada sudu gerak tingkat 1 turbin


adalah sebagai berikut :

1, 2 =

x + y
2

x y

2

+ xy 2

(Lit 12, Hal 27)

Dengan mengabaikan tegangan geser (xy = 0) maka :

1, 2

158,804 + 96,3119
158,804 96,3119
=

2
2

Universitas Sumatera Utara

Maka :

1 = 158,804 MPa
2 = 96,3119 MPa
Sehingga tegangan ekivalen yang terjadi (ek) adalah :

ek =
ek =

( 1 2 ) + 1 2 + 2 2
2

(158,804 96,3119) + (158,804)2 + (96,3119)2


2

ek = 149,949 MPa
Bahan sudu gerak turbin direncanakan dari Titanium alloy (ASTM B26558T) dengan sifat-sifat menurut [Lit 12, Hal 170-176] sebagai berikut :
Kekuatan tarik (gb) : 1188,27 Mpa
Kekuatan mulur (Sy) : 1118,62 Mpa
Kerapatan ()

: 4650 kg/m3

Komposisi

: %V = 16,0 ; % Al = 2,5 ; % Ti = 82,5

Temperatur lebur

: 1610C

Syarat perencanaan :

ek

Sy
Sf

Dimana :
Sy = 1118,62 Mpa
Sf = faktor keamanan (direncanakan = 2)
Maka :

ek

1118,62
3

ek 559,31 Mpa

Karena terbukti harga ek

Sy
, maka konstruksi aman untuk digunakan .
Sf

Untuk pemeriksaan kekuatan sudu tingkat selanjutnya dengan cara yang sama
dilakukan hasilnya dapat dilihat pada tabel 5.3 berikut ini :

Universitas Sumatera Utara

Tabel 5.3 Tegangan pada sudu gerak turbin


TINGKAT

1 (Mpa)

158,804

184,1214

346,57289

2 (Mpa)

96,3119

85,4997

43,509

ek (Mpa)

149,949

143,7176

274,294

Dari tabel dan data-data perhitungan diatas dapat dilihat bahwa bahan sudu
cukup aman untuk digunakan dalam perencanaan ini.

5.5. Perencanaan Turbin Disk


Bentuk cakram turbin dan ukuran-ukurannya secara umum direncanakan
seperti gambar 5.7 berikut ini. Bahan cakram turbin yang direncanakan dari
Titanium Alloy (ASTM B265-58T).

Gambar 5.7. Bentuk konstruksi cakram turbin

Dari gambar 5.7 diatas diperoleh :


Dd = diameter disk (cakram)
= Tinggi rata-rata jari-jari root pada sudu gerak
= (rr2 + rr3) + Dh
Dh = Diameter lubang = diameter poros turbin (dp) = 500 mm
t

= tebal rata-rata cakram (diambil dari tebal sudu gerak arah aksial (W)
+ tebal celah antara sudu (c) )

Universitas Sumatera Utara

Maka :
Dd1 = (1,0705 + 1,032) + 0,50
= 1,55125 m
Dh1 = 500 mm = 0,50 m
t

= Wr + C
= 0,0884 + 0,0221 = 0,1105 m

Berat cakram turbin sesuai dengan gambar 5.7 dapat dihitung dengan
persamaan sebagai berikut :
Wck = (Dd2 Dh2) t g

[Lit 13, Hal 312]

Dimana :
Dd = diameter terbesar bagian cakram
Dh = diameter terkecil bagian cakram
= kerapatan bahan cakram
maka :
Wck = (1,551252 0,502) . 0,1105 . 4650 . 9,806
= 8.536,82492 N
Dengan cara yang sama, dimensi disk untuk tingkat selanjutnya diperoleh
pada tabel 5.4 berikut ini.
Tabel 5.4 Dimensi disk untuk tiap tingkat turbin
TINGKAT

t (m)

0,1105

0,2111

0,3981

Dd (m)

1,55125

1,43

1,20625

Dh (m)

0,5

0,5

0,5

Wck (N)

8536,82492

13574,942

17187,1074

Total berat keseluruhan cakram adalah :


(Wck)tot = Wck1 + Wck2 + Wck3
= 8536,82492 + 13574,942 + 17187,1074
= 39298,8743 N

Universitas Sumatera Utara

5.6 Perencanaan Pasak


Pasak adalah suatu elemen mesin yang dipakai untuk menetapkan bagianbagian mesin seperti roda gigi, sprocket, pulley, kopling, dll.

Gambar 5.8. Pasak

Bahan pasak yang digunakan disarankan memiliki kekuatan permukaan


dan tegangan geser yang tinggi. Tetapi jangan sampai lebih tinggi dari kekuatan
poros. Tegangan geser pada pasak terjadi karena gaya tangensial dari poros yang
besarnya [Lit 14, Hal 25] :
Ft =

2.T
dp

Ft

g = Ag
Dimana,

F t = Gaya tangensial (kg)

= Torsi pada poros (kg.mm)

d p = Diameter poros (mm)


2
g = Tegangan geser (kg/mm )

Universitas Sumatera Utara

2
Ag = Luas bidang geser (mm )

Gaya tangensial ini juga menyebabkan terjadinya tegangan normal :

p=

Ft
As

2
p = Tegangan normal (kg/mm )

Dimana,

2
As = Luas permukaan samping pasak (mm )

Untuk memindahkan daya dan putaran dari rotor ke poros turbin dipakai
pasak benam. Selain itu pasak juga berfungsi untuk mengunci/mengikat poros
dengan rotor turbin. Ukuran diameter pasak disesuaikan dengan diameter poros
yang telah direncanakan.

Dari hubungan diameter poros dengan ukuran pasak bujur sangkar, maka
menurut [Lit 14, Hal 25], diperoleh ukuran pasak sebagai berikut :

dp

W=

500
= 125 mm
4

H = W = 125 mm

t=

dp
8

500
= 62,5 mm
8

Momen torsi yang bekerja pada poros akan menimbulkan gaya tangensial
(Ft) pada permukaan sekeliling poros. Gaya tangensial ini menimbulkan tegangan
geser dan tegangan permukaan pada pasak. Menurut [Lit 14, Hal 25], besar gaya
tangensial adalah :

Ft =

2.T
dp

Dimana :
T = momen torsi pada poros = 154,5208144 . 106 kg.mm
dp = diameter poros = 500 mm
maka,

Ft =

2 154,5208144.10 6
= 618083,2 kg (satuan kilogram gaya)
500

Universitas Sumatera Utara

Gambar 5.9 Gaya tangensial pada pasak

Bahan pasak direncanakan sama dengan bahan poros yaitu baja krom nikel
JIS G 4103 dengan kode SNCM 25 dengan kekuatan tarik B = 110 kg/mm2 atau
1078,726 MPa dan kekuatan mulur Sy = 90 kg/mm2 = 882,594 MPa.

Kekuatan geser bahan (Ssy)


Ssy = 0,577 Sy

[Lit

12, Hal 234]

Ssy = 0,577 (90) = 51,93 kg/mm

Tegangan geser yang terjadi pada pasak (g)

g =

Ft
Ag

Dimana, Ag = luas bidang geser = W x L


Syarat perencanaan :
S sy
Sf

Dimana Sf = faktor keamanan (direncanakan = 2)


Maka :
51,93 618083,2

2
125.L
L 187,217 mm direncanakan sebesar 190 mm
Maka panjang pasak yang akan direncanakan sebesar 190 mm

Universitas Sumatera Utara

Gaya tangensial yang terjadi disekeliling poros juga akan menyebabkan


terjadinya tegangan permukaan (p) pada pasak. Besarnya tegangan permukaan
dapat dihitung dengan persamaan berikut :

p =

Ft
As

Dimana :
As = luas permukaan samping pasak = t x L
Maka :

p =

618083,2
= 52,0491 kg / mm 2
62,5.190

Karena (p < B), maka pasak aman untuk digunakan.


5.7. Perencanaan Bantalan
Bantalan adalah elemen mesin yang menumpu poros berbeban sehingga
putaran atau gerakan bolak baliknya dapat berlangsung secara halus, aman, dan
panjang umur.

Gambar 5.10. Bantalan luncur

Bantalan berfungsi sebagai penopang poros yang berputar. Pada dasarnya


ada 3 jenis bantalan, yaitu :

Universitas Sumatera Utara

1. Bantalan Aksial
Yaitu bantalan yang berfungsi untuk menahan beban beban
aksial atau beban beban yang sejajar sumbu poros.
2. Bantalan Radial
Yaitu bantalan yang berfungsi untuk menahan beban - beban radial
atau beban beban yang tegak lurus sumbu poros.
3. Bantalan Aksial Radial
Yaitu bantalan yang berfungsi untuk menahan beban beban
aksial maupun radial sekaligus secara bersamaan ataupun bergantian.

Sesuai dengan keadaan pada turbin gas, dimana pengekspasian gas kearah
aksial yang menyebabkan gaya aksial pada poros. Begitu juga untuk gaya radial
yang tegak lurus poros, gaya ini disebabkan oleh berat poros itu sendiri, berat
cakram, berat sudu, berat selubung pemisah antara turbin dan kompressor dari
beban beban lainnya.
Untuk menahan beban beban ini digunakan bantalan yang mampu
menahan beban radial dan aksial. Pada bantalan terhadap angka karakteristik
bantalan atau angka sommerfield [Lit 12, Hal 532] yaitu :

r .N
S =
c P
Dimana,

S= Angka Sommerfield / angka karakteristik bantalan


r = Radius journal / radius jurnal (mm)
c = Ruang bebas arah radial (mm)
= Viskositas dinamik pelumasan (N/m.s)
P = Beban per satuan luas bantalan (Mpa)
N = putaran jurnal (putaran poros)

Pada perencanaan ini dipilih bahan bantalan dari leaded bronze dengan
perbandingan (r/c) = 500-1000 (diambil 500). Harga

.N
= 15.10 6 . Maka :
P

S = (500)2.(15.10-6) = 3,75
Perbandingan panjang bantalan perdiameter (L/d) direncanakan L/d = 1.

Universitas Sumatera Utara

Dari perhitungan diperoleh harga diameter poros dp = 500 mm yang juga


merupakan jurnal (d) pada bantalan.

Ketebalan lapisan minimum (ho)


Dari gambar 5.10 untuk harga L/d =1 dan S = 3,75 maka diperoleh harga

varibel ketebalan minimum (ho/c) adalah 0,96 dan perbandingan eksentrisitas, =


e/c = 0,14. Dari r/c = 500

c=

0,5d p
500

0,5.(500)
= 0,50 mm
500

Maka :
ho/c = 0,96
ho

= 0,96 x 0,50 = 0,48 mm

= 0,14 x 0,53 = 0,07 mm

Gambar 5.11 Grafik ketebalan lapisan minimum dan perbandingan eksentrisitas


(Sumber : Mechanical Engineering Design, Shigley. J. E)

Jari-jari bantalan
rb = r + e + ho

[Lit 12, Hal 532]

rb = 250 + 0,07 + 0,48 = 250,55 mm


Posisi ketebalan lapisan minimum ( ) dalam derajat diperoleh dari
gambar 5.11 yaitu untuk L/d = 1 dan S = 3,75 diperoleh harga = 84,8

Universitas Sumatera Utara

Gambar 5.12 Grafik karakteristik bantalan VS posisi ketebalan lapisan


minimum,
(Sumber : Mechanical Engineering Design, Shigley.J.E)

Koefisien gesekan
Grafik gesekan mempunyai variabel gesekan (r/c)f yang digambarkan

terhadap S untuk berbagai harga perbandingan L/d. dari gambar 5.12 untuk harga
L/d = 1 dan S = 3,75 diperoleh harga (r/c)f =70.

Gambar 5.12 Grafik variabel koefisien gesekan


(Sumber : Mechanical Engineering Design, Shigley.J.E)

Universitas Sumatera Utara

Maka :
f =

70
70
=
= 0,14
r / c 500

Daya putar yang diperlukan untuk melawan gesekan adalah:


T = f . W .r

[Lit 12, Hal 540]

Dimana :
W (beban bantalan) = P L d

[Lit 12, Hal 543]

Harga P untuk turbin antara (0,8 1,5) MPa (diambil 1,5 MPa) maka :
W = 1,5 (0,5 x 0,5)
= 0,375 MPa . m2
Sehingga :
T = 0,14 x 0,375 x 106 x 0,25 = 13125 Nm

Panas yang timbul pada bantalan


q = f W

d.n
60

q = 0,14 0,375

[Lit 14, Hal 275]


.0,50.3000
60

q = 4,12334 MW

5.8 Sistem Pelumasan


Dalam perencanaan ini yang akan dibahas dibatasi pada minyak pelumas
yang melumasi dua bantalan utama turbin. Minyak pelumas yang digunakan
dalam perencanaan ini adalah SAE grade oil [Lit 7, Hal 57] dengan sifat-sifat
sebagai berikut :

Konduktivitas thermal

: 0,147 J/s.m.8C

Jumlah panas spesifik

: 2,52 kJ/kg 8C

Massa jenis

: 0,88 kg/m3

Flash point

: (2104243) 8C

Pour point

: -23 8C

Aliran pelumas (Q)


Variabel aliran Q/(rcNL) diperoleh dari gambar 5.14 berikut :

Universitas Sumatera Utara

Gambar 5.14 Grafik varibel aliran


(Sumber : Mechanical Engineering Design, Shigley.J.E)
Dari grafik diatas untuk harga L/d = 1 dan S = 3,75 diperoleh harga
Q/(rcNL) = 3,25. sehingga :
Q = 3,25 rcNL
Q = 3,25 x 0,265 x 0,53 x 10-4 x 50 x 0,53 = 1,2096.10-3 m3/s

Dari sejumlah aliran oli (Q) yang dipompakan keruangan yang


melengkung dengan journal yang berputar tersebut sejumlah Qs mengalir keluar
dari kedua ujungnya dan karenanya disebut kebocoran samping (side leakage).
Kebocoran samping ini dapat dihitung dari perbandingan aliran dimana dari
gambar 5.14 untuk harga L/d = 1 dan S = 3,75 diperoleh harga Qs/Q = 0,08.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 5.15 Grafik perbandingan aliran


(Sumber : Mechanical Engineering Design, Shigley.J.E)

Maka, Qs = 0,08 Q
Qs = 0,08 x 1,2096 x 10-3
Qs = 9,6768.10-5 m3/s

Kerja yang dilakukan untuk mengatasi gesekan (Wf)


Wf = f .P.U/ 100
Wf =

(Lit 13, Hal 279)

0,14.1,5.10 6..3000
= 329,27 kW
100.60

Daya gesek yang terjadi (Nf)


Nf = Wf / 102

(Lit 13, Hal 279)

Nf = 329,7 / 102 =3,23 kW

Panas ekivalen untuk kerja tersebut (Qeki)


Qeki = Wf / 427

(Lit 13, Hal 279)

Qeki = 329,7 / 427 = 0,772 kW

Universitas Sumatera Utara

Jumlah pelumasan untuk menghilangkan panas adalah

Qo =

Q eki
.C1 .( t 2 t 1 )

... (Lit 13, Hal 290)

Dimana :
t1 = temperatur pelumas masuk bantalan (35
C

- 45C) = 45C

(diasumsikan)
t2 = temperatur pelumas keluar bantalan = 60C
= massa jenis pelumas = 0,88 kg/m3
C = panas jenis rata-rata pelumas = 2,52 kJ/kg 8C

Maka :

Qo =

0,772
= 0,0232 m 3 / s
0,88.2,52.(60 45)

Temperatur kerja minyak pelumas


t = (t2 t1) = (t - t1)

(Lit 6, Hal 284)

60 45 = (t - 45)
15 = (t 45)
t = 30 + 45 = 758C

Dari tabel typical journal bearing practice [Lit 6, Hal 284], untuk
maksimum pressure (P) = 1,5 MPa diperoleh harga viskositas dinamik (viskositas
absolute), = 0,01133 kg/m.s = 0,01133 Ns/m2, sehingga dari harga viskositas
tersebut dan temperatur kerja (t) = 758C diperoleh jenis minyak pelumas yang
digunakan adalah SAE 20 (gambar 5.15).

Universitas Sumatera Utara

Gambar 5.16 Grafik pemilihan jenis bantalan


(Sumber : Mechanical Engineering Design, Shigley.J.E)

Universitas Sumatera Utara

BAB VI
KESIMPULAN

Setelah dilakukan perhitungan dalam perencanaan turbin aksial untuk


suatu instalasi turbin gas pembangkit tenaga listrik maka diperoleh suatu
kesimpulan dari perencanaan ini adalah sebagai berikut :

1. Pembangkit listrik dengan menggunakan turbin gas mempunyai beberapa


keuntungan jika dibandingkan instalasi turbin uap yaitu dalam hal
ukurannya yang relatif lebih kecil, massa dan biaya persatuan keluaran
daya serta waktu start-up yang jauh lebih singkat.

2. Bahan sudu dipilih dari Titanium Alloy (ASTM B265-58T) dimana bahan
ini beroperasi pada suhu tinggi dengan temperatur titik lebur 1610
C
(1883,15 K).

3. Data hasil perhitungan termodinamika siklus diperoleh :

- Temperatur lingkungan

= 30C (303 K)

- Temperatur udara masuk kompresor

= 302,14 K

- Temperatur udara keluar kompresor

= 614,53 K

- Tekanan masuk kompresor

= 1,003 bar

- Temperatur gas masuk turbin

= 1248 K

- Temperatur gas keluar turbin

= 705,14 K

- Tekanan masuk turbin

= 11,8 bar

- Tekanan keluar turbin

= 1,013 bar

- Jumlah tingkat turbin

= 3 tingkat

Universitas Sumatera Utara

4. Perencanaan Elemen Turbin

- Jenis turbin

= Turbin aksial

- Jari-jari rata-rata roda turbin

= 1,184 m

- Berat total sudu gerak turbin (Wr) total

= 641,697 kN

- Bahan cakra turbin

= ASTM B265-58T

- Berat total cakra turbin (Wck) total

= 39.298,8743 N

- Bahan pasak

= JIS G 4103 dengan kode SNCM 25

- Ukuran pasak (W x H x L)

= (125 x 125 x 190) mm

- Bahan poros

= JIS G 4103 dengan kode SNCM 25

- Diameter poros

= 500 mm

- Jenis bantalan

= Bantalan luncur (journal bearing)

- Daya efektif turbin

= 396,614 MW

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai