Anda di halaman 1dari 8

ANALISIS ILMIAH

PHASE OF PRECEPTORCHIP-TRANSITION TO PRACTICE FACILITY


DALAM PENDIDIKAN KLINIS KEPERAWATAN
Disusun dalam Rangka Memenuhi Take Home Examination
PEDAGOGI KEPERAWATAN
Dosen Pengampu: Mariyono Sedyowinarso, S.Kp., M.Si

Disusun Oleh:
ZURRIYATUN THOYIBAH
13/353949/PKU/13784

PROGRAM STUDI MAGISTER KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2014
SOAL
Lakukan analisis ilmiah terhadap phase of preceptorship-transition to practice
facility dalam preseptoran klinis keperawatan didasarkan minimal 2 jurnal terkait. Buat
laporan analisis tersebut sebanyak 5 halaman ukuran kertas A4 dengan spasi 1,5.

PHASE OF PRECEPTORSHIP
TRANSITION TO PRACTICE FACILITY
Pendidikan

keperawatan

merupakan

perpaduan

komprehensif

antara

pembelajaran teori di kelas, praktikum di laboratorium dan pembelajaran klinik di


tatanan rumah sakit dan pelayanan kesehatan lainnya. Pembelajaran klinik merupakan
wadah bagi peserta didik dalam mengaplikasikan semua kemampuan kognitif,
komunikatif dan keterampilan motorik yang diperoleh selama di kelas dan laboratorium.
Titik berat pendidikan keperawatan adalah proses mencerdaskan dan meningkatkan
kemampuan individu menjadi perawat yang mampu melaksanakan praktek keperawatan
ilmiah (Sedgwick, Monique., 2012). Praktek klinik merupakan the heart of the total
curriculum plan. hal ini berarti unsur yang paling utama dalam pendidikan keperawatan
adalah bagaimana proses pembelajaran dikelola di lahan praktek. Untuk itu perlu
disiapkan panduan pembelajaran klinik bagi peserta didik dan juga bagi pembimbing
atau instruktur klinik agar dapat melakukan asuhan keperawatan yang menitikberatkan

pada kualitas melalui terciptanya suatu lingkungan belajar yang sarat dengan role model
(Ruesseler, M., 2011). Dalam proses pembelajaran klinik diperlukan metode yang
strategis untuk menyediakan pembelajaran yang kondusif atau Facilitating learning
strategi. Banyak strategi yang bisa digunakan untuk memfasilitasi pembelajaran pada
peserta didik selama di klinik, salah satunya melalui metode Precepthorship.
Terdapat empat fase precepthorship yaitu:
1.

Preparation phase
Fase persiapan terdiri dari seleksi preseptor, persiapan preseptor, persiapan staff

dan perencanaan program dalam proses preseptoring. Peran dan tanggung jawab
preseptor memerlukan dukungan dan persiapan khusus (Bara Stan, 2013). Berdasarkan
jurnal Alison Smedley (2009) yang berjudul A Partnership Approach to the Preparation
of Preceptors disebutkan bahwa kualifikasi perawat yang dijadikan preseptor memainkan
peran kunci dalam keberhasilan integrasi mahasiswa keperawatan ke dalam profesi.
Sebagai salah satu unsur dalam pendidikan keperawatan, preceptorship diakui sebagai
proses pengalaman pembelajaran profesional yang saling menguntungkan bagi preseptee
dan perawat. Menurut Kathleen B. (2007) perseptor biasanya berasal dari lahan praktik,
tetapi bisa juga berasal dari institusi apabila pembimbing dari lahan praktik tidak dapat
memenuhi kriteria yang disyaratkan. Sebagai perseptor, perawat bertanggung jawab
terhadap semua tindakan preseptee selama pembelajaran di lahan praktik. Perawat juga
harus membuat pembatasan kewenangan yang jelas dan spesifik tentang asuhan
keperawatan yang menjadi tanggung jawab preseptee dan tanggung jawabnya.
Kekaburan tugas ini bisa berdampak besar pada kondisi-kondisi tertentu yang tidak
diharapkan. Misalnya terjadi kesalahan dalam pemberian atau pelaksanaan suatu
tindakan yang dapat berakibat fatal bagi pasien dan dapat menyebabkan kematian. Agar
pengajaran di klinik tetap efektif, seorang preceptor sebaiknya memiliki karakteristik di
bawah ini.
a. Pertama, preceptor harus tetap mengikuti perkembangan pengetahuan dan
keterampilan klinis terbaru. Menganalisa teori-teori, mengumpulkan dari berbagai
sumber, dan menekankan pemahaman konseptual diantara preseptee. Membantu
preseptee dalam menghubungkan teori yang melandasi praktik keperawatan. Mampu
menyampaikan atau mentransfer pengetahuan kepada preseptee. Memperlihatkan
kompetensi klinis, keahlian, dalam keterampilan dan pertimbangan klinis, dan sikap
serta nilai-nilai yang dikembangkan oleh preseptee.

b.

Kedua, preceptor sebaiknya menguasai keterampilan dasar mengajar sebagaimana


layaknya seorang pengajar atau dosen. Keterampilan ini terkait dengan kemampuan
pengajar untuk bertanya, menjelaskan, memberi penguatan, mengadakan variasi,
mengelola kelas dan membimbing diskusi. Semua keterampilan di atas akan
tercermin dalam sikap pengajar saat mendiagnosis kebutuhan pembelajaran,
merencanakan instruksi, melakukan supervisi pada preseptee di dalam lingkungan
klinis, dan melaksanakan evaluasi pembelajaran. Kondisi lainnya tergambar dalam
cara preseptor menyampaikan informasi dalam susunan yang teratur, memberi
penekanan pada hal-hal yang penting, memberikan penjelasan dan pengarahan
dengan jelas dan singkat sehingga mudah dipahami, mengajukan pertanyaan yang
dapat memfasilitasi pembelajaran dan dapat meningkatkan kemandirian preseptee

c.

serta memberikan umpan balik langsung yang positif terhadap kemajuan preseptee.
Ketiga, terkait dengan karakteristik personal yang harus dimiliki preceptor yaitu
dinamis dan antusias, memiliki rasa humor, ramah, kooperatif, sabar dan mau serta
mampu mengakui kesalahan dan keterbatasan yang dimilikinya.
Adapun perencanaan program preceptorship yang efektif memerlukan:

identifikasi peran dan tanggung jawab yang jelas, tujuan spesifik, harapan, dan hasil yang
terukur, penerapan prinsip-prinsip pembelajaran orang dewasa, strategi pembelajaran
terstruktur yang mendorong perkembangan pemikiran kritis dan penilaian klinis secara
mandiri, strategi umpan balik yang konstruktif dalam proses komunikasi dan penilaian
oleh semua pihak yang terlibat, lingkungan belajar yang aman dan positif, dan
pengembangan pengajaran dan budaya belajar yang melibatkan staf klinis sebagai
preceptors. (Bara, Stan, at al. 2013)
2.

Transition phase (orientation of preceptee)


Fase transisi merupakan suppernumerary time untuk preceptee dimana preceptee

bekerja dengan preceptors dan meningkatkan tanggungjawab bersama dalam


memberikan asuhan kepada pasien. Dalam fase ini, hubungan antara preceptors dan
preceptee dibangun dan mengidentifikasi kebutuhan preceptee. Preceptors memberikan
orientasi, sosialisasi, dan dukungan pribadi dan profesional untuk mahasiswa
keperawatan di tatanan klinik seperti dalam rumah sakit, masyarakat, dan fasilitas
kesehatan mental. Preceptors bertanggung jawab untuk orientasi dan sosialisasi preceptee
terhadap budaya dan nilai sistem dalam profesi, yang meliputi peran dan standar profesi
dan lingkungan kerja fisik. Mereka memfasilitasi integrasi preceptee dengan kelompok

sebaya, rekan kerja, lembaga profesional dan masyarakat. Selain itu, preceptors
memainkan peran kunci dalam mengorientasikan rekan kerja mereka ke tujuan dan
sasaran dari preceptorship. Sebagai preseptor, preseptor akan mengatur pengalaman
belajar

dengan

preceptee

untuk

memfasilitasi

peningkatan

kemandirian

dan

memungkinkan lingkungan yang aman untuk menerapkan pengetahuan dan keterampilan


baru. Mereka akan mendorong integrasi teori dalam praktek, membantu dalam
mengidentifikasi kebutuhan belajar dan pemahaman tentang harapan preceptorship.
Preseptor membantu preseptee untuk memperoleh dasar keperawatan/unit khusus
keterampilan dan menjadi akrab dengan pasien, protokol, penyedia layanan, dan budaya
pada unit keperawatan tersebut. Pada akhir orientasi, preseptee diharapkan untuk
menunjukkan kompetensi dalam keterampilan dasar-unit khusus.. Para preseptee harus
memiliki kesempatan untuk menjadi peserta aktif dalam setiap sesi dan secara aktif
terlibat dalam proses pembelajaran. Melibatkan prespetee sebagai pembelajar aktif pada
tahap awal membantu mereka untuk memperoleh pengetahuan dan keterampilan yang
relevan, terorganisir, dapat diakses dan fungsional. (Sandau, Kristin E., 2011)
Preceptor sebaiknya mempertahankan hubungan harmonis dengan cara
membentuk hubungan interpersonal dengan preseptee, yang ditandai dengan adanya
kehangatan, rasa saling menghormati, prilaku penuh perhatian, memberi perhatian, dan
bersikap lebih terbuka. Hubungan yang kurang harmonis antara keduanya dapat
menyebabkan situasi dan kondisi pengajaran yang tidak kondusif. Akhirnya tentu
berdampak pada transfer ilmu yang tidak optimal sehingga pencapaian kompetensi pun
dapat terhambat. Hubungan ini juga dapat dijalin dengan cara memberikan dukungan,
dorongan, dan mendengarkan dengan seksama serta menghargai hak preseptee untuk
menolak, bertanya, dan mengekspresikan pendapat sendiri dan dapat menerima
perbedaan diantara preseptee. (Kathleen B., 2007)
3.

Consolidation phase (Performance management)


Hal-hal yang dilaksanakan dalam fase ini adalah pemberian feedback kepada

preceptee terhadap performanya selama dalam fase transisi, pertemuan yang teratur
antara preceptors dan preceptee serta adanya dukungan dari semua staff. Dalam
preseptorsip, preceptor mengamati, membimbing, dan memberikan umpan balik kepada
preseptee pada saat mereka melaksanakan langkah-langkah/kegiatan. Preseptor
berdiskusi tentang kemampuan belajar peserta sesuai dengan kinerja mereka dan
memberi saran

perbaikan. Umpan balik adalah bagian penting dari setiap learning

experience yang dapat membimbing preseptee dalam pembelajaran ke depannya dengan


mengidentifikasi kekuatan dan area yang dapat ditingkatkan. Umpan balik memberikan
informasi yang menggambarkan kesenjangan antara kinerja aktual dan performa yang
diinginkan. Tujuan memberikan umpan balik adalah untuk mendorong preseptee untuk
berpikir tentang kinerja mereka dan bagaimana mereka dapat meningkatkan. Survei
terhadap mahasiswa menunjukkan bahwa mereka ingin umpan balik yang merangsang
mereka untuk merefleksikan apa yang mereka kerjakan. Dari perspektif teori behavior,
umpan balik telah ditunjukkan untuk memperkuat atau memodifikasi perilaku. Namun,
umpan balik juga dapat menyebabkan kerusakan, misalnya umpan balik negatif, jika
tidak dikelola dengan hati-hati, bisa mengakibatkan demotivasi dan penurunan kinerja.
Berdasarkan teori kognitif, menunjukkan bahwa umpan balik membantu preseptee untuk
merekonstruksi pengetahuan, mengubah kinerja mereka, dan merasa termotivasi untuk
pembelajaran ke depannya. Sebagai contoh dalam sistemtik review sistematis baru-baru
ini, umpan balik yang diberikan secara teratur dan signifikan meningkatkan performance
klinis. (Cantillon, Peter, 2008)
Umpan balik merupakan dasar pembelajaran klinik yang efektif dan pengawasan
preseptee. Tanpa umpan balik, kinerja yang baik tidak diperkuat dan kinerja yang buruk
dapat diulang dengan mengorbankan pasien atau rekan. Pemberian umpan balik yang
positif, meningkatkan hubungan preseptor dan preseptee serta mengarah ke perubahan
yang bermanfaat dalam perilaku preseptee. Pembimbing klinik harus memilki seni dalam
memberikan umpan balik sebagai keterampilan penting yang akan diperoleh melalui
praktek yang berulang dan ditambah dengan refleksi atas kinerja mereka sendiri.
(Ruesseler, M.. 2011)
4.

Functioning phase (successful transtition)


Dalam fase ini preceptee berfungsi sebagai anggota interdependen dari tim

pelayanan kesehatan. Banyak sarjana perawat percaya bahwa preceptorship merupakan


media sempurna untuk menjembatani teori dan praktek dan a way to facilitate the
transition from student to graduate nurse role for the majority of nursing students.
(Sedgwick, Monique., 2012).
Preceptorship penting untuk pendidikan keperawatan karena beberapa alasan
yaitu membantu mahasiswa keperawatan untuk menggabungkan teori dalam praktek,
mengintegrasikan peserta didik ke dalam praktek, memungkinkan peserta didik untuk
menerapkan pembelajaran dan internalisasi peran dan nilai-nilai profesi dalam

memelihara dan mendukung hubungan, dan membantu dalam merekrut mahasiswa


keperawatan menjadi profesi. (Brathwaite, Angela Cooper., 2011). Dalam sebuah
penelitian yang menerapkan model pelatihan dimana perawat sebagai preceptor
ditugaskan untuk membimbing siswa perawat menunjukkan bahwa preceptorships dapat
meningkatkan kompetensi siswa perawat. Penelitian ini berkontribusi untuk perubahan
social positif dengan menyediakan perkembangan kurikulum keperawatan yang nantinya
akan menghasilkan lulusan yang lebih berkompeten. (Shepard, 2014).
Program preceptorship yang efektif dapat berdampak positif terhadap tempat
kerja karena menciptakan lingkungan belajar yang terus menerus. Untuk pembimbing,
menyediakan kesempatan untuk mengajar, pengaruh terhadapa praktek, dan memperluas
pengetahuan sendiri. Untuk preseptee, memberikan kesempatan untuk mengembangkan
dan melatih keterampilan klinis dengan ahlinya, yang menyebabkan peningkatan
kepercayaan diri. Hal ini akan meningkatkan kepuasan dan mengembangakan
profesionalisme lulusan baru. (Bara, Stan., 2013).
DAFTAR PUSTAKA
Bara, Stan., Kendara Lischynski., at al. (2013). Efective Precepthorship: A Guide To Best
Practice. Canadian Association Of Medical Radiation Technologist.
Brathwaite, Angela Cooper & Manon Lemonde. (2011). Clinical Study Team
Preceptorship Model: A Solution For Students Clinical Experience.
International Scholarly Research Network Isrn Nursing Volume 2011, article
id 530357, 7 pages doi:10.5402/2011/530357
Cantillon, Peter & Joan Sargeant. (2008). Giving Feedback In Clinical Settings. BMJ:
British Medical Journal, Vol. 337, No. 7681 (nov. 29, 2008), url:
http://www.jstor.org/stable/20511454
Kathleen B, Gaberson & Marylin H. Oerman. (2007). Clinical Theaching Strategics In
Nursing. New York: Springer Publishing Company
Ruesseler, M. & U. Obertacke. (2011). Teaching In Daily Clinical Practice: How To
Teach In A Clinical Setting. Eur J Trauma Emerg Surg (2011) 37:313316 doi
10.1007/s00068-011-0088-3
Sandau, Kristin E.,& Margo A. Halm. (2010). Clinical Evidence Review Preceptor-Based
Orientation Programs: Effective For Nurses And Organizations?. American
Journal Of Critical Care, March 2010, Volume 19, No. 2
Sedgwick, Monique & Suzanne Harris. (2012). Review Article A Critique Of The
Undergraduate

Nursing

Preceptorship

Model.

Hindawi

Publishing

Corporation Nursing Research And Practice Volume 2012, article id 248356,


6 pages doi:10.1155/2012/248356
Shepard, (2014). Student Perceptions Of Preceptorship Learning Outcomes In Bsn
Programs. Journal of Nursing Education And Practice. Vol 4. No. 5.
Smedley, Alison & Dawn Penney. (2009). A Partnership Approach To The Preparation
Of Preceptors. Nursing Education Perspective. January/February 2009 Vol.30
No.1

Anda mungkin juga menyukai