Anda di halaman 1dari 3

ANALISIS SKENARIO

Keluarnya darah sewaktu senggama (Post Coital Bleeding)


Perdarahan setelah berhubungan seksual atau Post Coital Bleeding dapat terjadi karena
beberapa alasan. Perdarahan pasca berhubungan seksual juga dapat terjadi karena adanya
erosi di vagina dikarenakan baru pertama kali berhubungan atau berhubungan seksual
belum terlalu sering sehingga vagina masih sempit, akibatnya penetrasi (penis masuk ke
vagina), terutama bila wanita masih belum penuh terangsang dapat menyebabkan
gesekan yang mengakibatkan luka atau lecet.
Beberapa penyebab lain dari perdarahan pasca berhubungan seksual adalah :
1. Peradangan pada serviks (leher rahim) dimana hubungan seksual dapat
menyebabkan perdarahan. Kondisi ini disebut dengan erosi serviks, umum terjadi
pada wanita muda, wanita hamil, dan mereka yang memakai kontrasepsi pil.
2. Polip serviks atau polip rahim. Umumnya polip ini jinak.
3. Infeksi oleh klamidia, gonorea, trikomonas, dan jamur (Infeksi Menular Seksual)
Vaginitis atropi yang umum terjadi karena kekurangan hormon estrogen, terutama
pada wanita post menopause. Kurangnya lendir pada vagina menyebabkan
hubungan seksual menjadi nyeri dan dapat terjadi perdarahan.
4. Kanker leher rahim
5. Displasia serviks. Perubahan pre-kanker pada kanker leher rahim. Risiko
meningkat dengan riwayat infeksi seksual sebelumnya, berhubungan seksual
sebelum usia 18 tahun, melahirkan anak sebelum usia 16 tahun, dll.
6. Mioma rahim yaitu tumor jinak yang berasal dari dinding otot rahim

Kontak berdarah / perdarahan kontak merupakan keadaan yang abnormal dan


memerlukan pemeriksaan lebih lanjut untuk membuktikan dan menegakkan apa
penyebabnya, sehingga dapat dilakukan pengobatan yang tepat. Dalam kasus di skenario,
perlu diketahui penyebabnya dulu (yang mana dari berbagai penyebab di atas) untuk
dapat mengobatinya.
Leukorea (keputihan)

Yaitu cairan putih yang keluar dari liang senggama secara berlebihan. Leukorea bukan
penyakit, tetapi gejala penyakit sehingga sebab yang pasti belum ditetapkan. Oleh karena
itu untuk menentukan penyakit dilakukan berbagai pemeriksaan cairan yang keluar dari
vagina. Leukorea sebagai gejala penyakit dari vagina dapat ditentukan melalui berbagai
pertanyaan yang mencakup :

Sejak kapan terjadinya ?

Apakah disertai rasa gatal ?

Apakah berbau ?

Apakah bercampur darah ?

Apakah sedang hamil ?

Adakah rasa nyeri di daerah kemaluan ?

Leukorea merupakan gejala yang paling sering dijumpai pada penderita ginekologik,
adanya gejala ini diketahui penderita karena mengotori celananya. Dapat dibedakan
antara leukorea yang fisiologik dan yang patologik. Leukorea fisiologik terdiri atas
cairan yang kadang-kadang berupa mukus yang mengandung banyak epitel dengan
leukosit yang jarang sedang pada leukorea patologik terdapat banyak leukosit.
Penyebab paling penting dari leukorea patologik ialah infeksi. Disini cairan mengandung
banyak leukosit dan warnanya agak kekuning-kuningan sampai hijau, seringkali lebih
kental dan berbau. Radang vulva, vagina, serviks dan kavum uteri dapat menyebabkan
leukorea patologik; pada adneksitis gejala tersebut dapat pula timbul. Selanjutnya
leukorea ditemukan pada neoplasma jinak atau ganas, apabila tumor itu dengan
permukaannya untuk sebagian atau seluruhnya memasuki lumen saluran alat-alat genital.
Berdasarkan keterangan-keterangan di atas, pasien di skenario dapat dikatakan telah
mengalami leukorea patologik. Hal tersebut karena telah terjadi perubahan bau seperti
disebut dalam skenario. Banyak penyakit atau radang di organ kelamin wanita yang
dapat menimbulkan leukorea patologik seperti disebut di atas, sehingga untuk
mengetahui dimana kelainannya perlu dilakukan pemeriksaan selanjutnya.
Tes IVA positif
Pada pasien diskenario menunjukkan hasil tes IVA positif, berikut ini
menjelaskan mengenai interpretasi hasil dari tes IVA. Ada beberapa kategori yang dapat
dipergunakan, salah satu kategori yang dapat dipergunakan adalah:

1. IVA negatif = menunjukkan leher rahim normal.


2. IVA radang = Serviks dengan radang (servisitis), atau kelainan jinak lainnya (polip
serviks).
3. IVA positif = ditemukan bercak putih (aceto white epithelium). Kelompok ini yang
menjadi sasaran temuan skrining kanker serviks dengan metode IVA karena temuan
ini mengarah pada diagnosis Serviks-pra kanker (dispalsia ringan-sedang-berat atau
kanker serviks in situ).
4. IVA-Kanker serviks = Pada tahap ini pun, untuk upaya penurunan temuan stadium
kanker serviks, masih akan bermanfaat bagi penurunan kematian akibat kanker
serviks bila ditemukan masih pada stadium invasif dini (stadium IB-IIA).
Berbagai Faktor Resiko Ca Serviks
Pada pasien diskenario dijelaskan mengenai beberapa riwayat sosial pasien,
diantaranya pasien berusia 40 tahun, pasien telah menikah dua kali dalam selama 10
tahun, memiliki empat orang anak dan riwayat abortus dua kali, riwayat konsumsi pil
KB, perokok aktif, pertama berhubungan seksual usia 20 tahun, belum pernah vaksinasi
kanker serviks. Berdasarkan data yang telah diperoleh, ibu julia memiliki beberapa faktor
resiko untuk Ca serviks.
Identifikasi faktor resiko pada Ca serviks sangatlah penting. Beberapa faktor resiko

yang meningkatkan kejadian Ca serviks adalah :


Usia 40-60 tahun
Infeksi persisten HPV yang ditularkan secara seksual.
Hubungan seksual yang terlalu dini (early coitarche) pada usia < 20 tahun.
Memiliki banyak mitra seksual (multiple sexual partners)
Paritas tinggi (multiparity) > 4 kali
Pasangan laki-laki dengan riwayat memiliki banyak pasangan.
Keadaan immunodefisiensi
Golongan sosial ekonomi rendah dikarenakan higienisitas seksual yang buruk.
Kebiasaan merokok yang dapat menurunkan fungsi imun dan meningkatkan
kerentanan terhadap infeksi HPV.

Anda mungkin juga menyukai