Anda di halaman 1dari 11

DAMPAK RESESI EKONOMI PADA PENURUNAN

KEMATIAN DAN PENINGKATAN ANGKA HARAPAN


HIDUP DI INDONESIA

Paper ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengantar Studi
Kependudukan

Ird_dna@yahoo.com
BAB I
PENDAHULUAN

Mortalitas, atau kematian, merupakan salah satu komponen pokok selain


fertilitas dan migrasi yang mempengaruhi komposisi dan struktur penduduk.
Dalam kajian mengenai mortalitas, dikenal konsep mengenai Angka Harapan
Hidup. Keberhasilan program kesehatan dan program pembangunan sosial
ekonomi pada umumnya dapat dilihat dari peningkatan usia harapan hidup
penduduk dari suatu negara. Meningkatnya perawatan kesehatan melalui
Puskesmas, meningkatnya daya beli masyarakat akan meningkatkan akses
terhadap pelayanan kesehatan, mampu memenuhi kebutuhan gizi dan kalori,
mampu mempunyai pendidikan yang lebih baik sehingga memperoleh pekerjaan
dengan penghasilan yang memadai, yang pada gilirannya akan meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat dan memperpanjang usia harapan hidupnya.
Angka Harapan Hidup pada suatu umur x didefinisikan sebagai rata-rata
tahun hidup yang masih akan dijalani oleh seseorang yang telah berhasil mencapai
umur x, pada suatu tahun tertentu, dalam situasi mortalitas yang berlaku di
lingkungan masyarakatnya. Angka Harapan Hidup Saat Lahir adalah rata-rata
tahun hidup yang akan dijalani oleh bayi yang baru lahir pada suatu tahun
tertentu. Idealnya Angka Harapan Hidup dihitung berdasarkan Angka Kematian
Menurut Umur (Age Specific Death Rate/ASDR) yang datanya diperoleh dari
catatan registrasi kematian secara bertahun-tahun sehingga dimungkinkan dibuat
Tabel Kematian. Tetapi karena sistem registrasi penduduk di Indonesia belum
berjalan dengan baik maka untuk menghitung Angka Harapan Hidup digunakan
cara tidak langsung dengan program Mortpak Lite.
Selama era PPJ I sampai dengan tahun keempat Repelita VI, Indonesia
mengalami penurunan angka kematian dan peningkatan Angka Harapan Hidup
yang sangat progresif. Sejak Juli 1997, Indonesia dilanda badai krisis moneter
atau ‘El Nino Ekonomi’ yang mengakibatkan tingginya angka inflasi, dan bahkan
terjadi resesi ekonomi mulai tahun 1998 ini. Berbagai bukti secara demografis dan
epidemiologis memberikan dukungan bahwa terdapat keterkaitan antara derajat
perkembangan ekonomi suatu Negara dengan tingkat kematian dan tingginya
angka harapan hidup dari penduduknya (Anand et.al., 1996: Backlund, et.al.,1996;
Coussy, et.al.,1996, Jolly, 1988; Preston, 1980; Preston 1985)
Meskipun pola penurunan mortalitas dan angka harapan hidup saat ini
belum menampakkan adanya perubahan, ancaman akan terjadinya resesi ekonomi
mengundang permasalahan, tantangan, dan peluang baru di bidang pembangunan
sector kesehatan. Permasalahannya ialah bagaimana dapat memelihara momentum
penurunan kematian dan peningkatan Angka Harapan Hidup di Indonesia
sehingga tidak terjadi stalling, atau bahkan terjadi angka kenaikan angka kematian
dan penurunan angka harapan hidup karena terjadinya resesi ekonomi.
Dalam paper berjudul ‘Dampak Resesi Ekonomi pada Penurunan
Kematian dan Peningkatan Angka Harapan Hidup di Indonesia’ ini diuraikan
mengenai pola penurunan kematian dan peningkatan harapan hidup di Indonesia
dengan pembandingan pola pada tingkat global, kemudian hubungannya dengan
aspek ekonomi, pembangunan, serta derajat kesehatan. Mengidentifikasi
tantangan yang menghadang, serta peluang yang datang. Dari tantangan dan
peluang tersebut dapat disampaikan beberapa kesimpulan untuk reinveting
kebijakan kesehatan masyarakat dalam menghadapi datangnya krisis ekonomi
yang pernah, masih, dan akan menghadang.
BAB II
PEMBAHASAN

Berbicara mengenai angka harapan hidup pasti tidak pernah lepas dari
faktor-faktor yang mempengaruhinya. Faktor kesehatan dan kelengkapan syarat-
syarat kehidupan seperti makanan, pakaian, tempat tinggal adalah faktor utama
yang mempengaruhi secara langsung penurunan atau peningkatan harapan hidup
penduduk di suatu daerah. Tapi, tidak kita pungkiri jika di balik faktor-faktor yang
secara langsung mempengaruhi angka harapan hidup penduduk tersebut terdapat
faktor yang juga mempengaruhi secaara tidak langsung yaitu perekonomian dan
stabilitas negara. Dalam journal yang membahas dampak resesi ekonomi pada
penurunan kematian dan peningkatan angka harapan hidup di Indonesia terlihat
bahwa secara tidak langsung resesi ekonomi mempunyai dampak terhadap angka
harapan hidup.

A. Masalah pola penurunan tingkat kematian


Salah satu masalah penting yang sangat relevan untuk menurunkan
kematian adalah terjadinya transisi epidomologi. Kondisi kesehatan penduduk
semula diancam oleh penularan penyakit infeksi dan parasit, tetapi menurun
akibat membaiknya kondisi lingkungan, teknologi kedokteran, dan gaya hidup.
Tetapi dengan berkurangnya resiko kematian akibat penyakit infeksi yang
menyerang usia bayi dan anak-anak tersebut justru di imbangi dengan adanya
ancaman terhadap kelangsungan hidup yang berasal dari penyakit-penyakit
degeneratif atau penyakit akibat ulah manusia. Karena penyakit tersebut
cenderung terjadi pada usia dewasa, transisi ini menggeser distribusi umur
kematian penduduk usia muda ke usia tua.
Transisi epidomologi semula dibagi menjadi 4 tahap yaitu
1. The age of pestilence and famine
2. The age of receding pandemics
3. The age of man-made disease
4. The age of delayed degenerative disease
Pada tahapan transisi epidomologi diatas tahap 1-3 merupakan tahapan
transisi epidomologi menurut omran(Omran, 1971). Sedangkan tahap keempat
adalah sebagai tahap baru yang diusulkan oleh olhansky dan ault(1986) dari
konsep asli transisi epidomologi yang sudah diajukan oleh omran(1971).

1. The age of pestilence and famine

Tahap ini ditandai dengan tingginya angka mortalitas dalam jangka


waktu yang cukup lama. Angka harapan hidup lahir pada tahap ini hanya
berkisar antara 20 – 49 tahun. Tingkat mortalitas pada periode ini
mengalami fluktuasi sesuai dengan epidemik penyakit infeksi dan parasit
pada penduduk. Penyebab kematian utama pada tahap ini adalah penyakit
influensa, pneumonia, diare, cacar, tubercolisa, morbili, dan penyakit
lainnya. Bayi dan anak-anak menjadi korban utama dari penyakit-penyakit
ini, meskipun kematian ibu sebagai komplikasi kehamilan dan juga
kematian masih cukup tinggi. Akibat kematian terjadi pada usia muda,
terlihat median umur meninggal skewed kearah usia muda.

2. The age of receding pandemics

Tahap kedua ditandai dengan perubahan yang mencolok dari ketiga


komponen transisi epidomologi. Pada tahap ini harapan saat lahir
meningkkat menjadi 50 – 60 tahun. Perbaikan sarana sanitasi dan
terpenuhinya kebutuhan dasar hidup penduduk mempercepat laju
penurunan tingkat mortalitas. Penyakit infeksi yang semula mendominasi
usia muda menjadi berkurang sehingga mereka yang dapat mencapai usia
dewasa terancap penyakit lain yang bersifa degeneratif, misalnya penyakit
jantung koronrer , hipertensi, kencing manis dan sebagainya. Karena
penyakit degeneratif menyerang usia dewasa dan usia lanjut, kelompok
yang memperoleh keuntungan terbanyak akibat pergeseran akibat penyakit
tersebut adalah kelompok umur bayi, usia anak-anaj, dan wanita dalam
usia subur.
3. The age of man-made disease

Tahap ini ditandai mendatarnya mortalitas plateu pada tingkat yang


sangat rendah. Angka harapan hidup waktu lahir sudah mencapai diatas 60
tahun. Penyebab kematian utama ialah penyakit-penyakit degenaratif,
misalnya penyakit jantung, kanker, stroke, dan penyakit kronis lainnya.
Penyakit ini menyerang kelompok usia lanjut, yakni usia yang semula
diduga menjadi batas kemampuan hidup (longevity). Kelompok laki-laki
mempunyai resiko penyakit degeneratif dan pembuluh darah yang lebih
tinggi dibandingkan dengan wanita.

4. The age of delayed degenerative disease

Pada tahap ini penyakit degeneratif menggeser ke usia yang sangat


tua. Tahap ini ditandai dengan angka harapan hidup yang mendekati usia
75 tahun. Longevity diduga bertambah panjang karena penyakit-penyakit
degeneratif yang mematikan terjadi pada usia ynag sangat tua. Hanya
beberapa negara saja yang menunjukan tanda-tanda menuju tahapan
transisi ini yaitu jepang, amerika, dan swiss yang merupaka negara-negara
maju.
Namun terdapat masalah pada negara-negara berkembang sebagai contoh
dalam journal ini adalah meksiko ternyata ditemukan bukti penelitian bahwa
penyakit-penyakit, terutama penyakit infeksi kronis, tidak menghilang begitu saja
dan digantikan oleh penyakit-penyakit degeneratif yang kronis (misalnya,
penyakit kencing manis, jantung dan hipertensi). Akan tetapi, sementara penyakit
degeneratif untuk usia lanjut meningkat secara bermakna atau bahkan meningkat
dan penyakit infeksi kronis pun tidak serta merta menghilang. Fenomena ini
diuraikan sebagai salah satu bentuk polarisasi epidomologi, yaitu timbulnya 2
arah pola penyakit yang terjadi secara bersamaan.
Hal yang terjadi pada negara meksiko ternyata juga terjadi di Indonesia
yang ternyata juga mengalami polarisasi epidemiologi (wilopo, 1995). Penyakit-
penyakit degeneratif mulai bermunculan, sebagai salah satu dari 10 penyebab
kematian utama, sementara penyakit-penyakit infeksi kronis tidak menghilang.
Hal ini terlihat pada tahun 1980 diperkirakan hanya 5% dari seluruh penyebab
kematian karena penyakit jantung dan pembuluh darah, pada tahun 1986
meningkat menjadi 6.2% dan tahun 1992 menjadi 17.8%. Di sisi lain tuberkulosis
yang merupakan penyakit infeksi kronis pada tahun 1980 mencapai 5% dari
seluruh penyebab kematian tetap pada tahun 1986 namun meningkat menjadi 10,8
% pada tahun 1992.

B. Keterkaitan Timbal Balik Pembangunan Ekonomi dan Kesehatan

Agar tercapainya hubungan antara resesi ekonomi dengan penurunan


angka harapan hidup kita perlu mempunyai pemikiran adanya keterkaitan
fluktuasi ekonomi dengan penurunan angka harapan hidup. Fluktuasi ekonomi
yang sedang terjadi di Indonesia saat itu adalah bagian dari proses pembangunan
luas dan saling mengait antara pembangunan ekonomi dengan pembangunan
berkelanjutan lainnya termasuk pembangunan sektor kesehatan yang secara
langsung berkaitan dengan penurunan atau peningkatan angka harapan hidup
penduduk Indonesia.
Hal ini terjadi karena keberhasilan pembangunan tergantung dari sumber
daya manusianya yang sehat dan tumbuh serta berkembang karena kecukupan
sandang pangan dan papan. Dan pembangunan yang baik akan mempenagruhi
pembangunan sarana kesehatan juga, apabila pembanguna sektor kesehatan yang
baik akan menghasilkan sumber daya manusia yang sehat dan tumbuh
berkembang. Atas dasar pemikiran ini maka diperlukan konsep pembangunan
yang tidak hanya memperhatikan pertumbuhan ekonomi saja, tetapi perlu
peningkatan pembangunan sektor kesehatan, KB, gizi dan pangan , pendidikan,
air bersih, sanitasi, tempat tinggal, dan penghapusan kemiskinan serta lingkungan
untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Fakta lain yang menunjukan kerterkaitan anatara pembangunan ekonomi
dengan angka harapan hidup adalah faktor penghasilan (income) penduduk.
Pembangunan yang baik akan bedampak pada peningkatan pendapatan penduduk.
Pendapatan merupakan faktor determinan yang penting pada kesehatan karena
bagi penduduk miskin kecukupan penghasilan akan meningkatkan akses, terutama
akses terhadap pelayanan kesehatan, sandang, pangan, dan papan (UN, 1998a;
UN, 1998b; Un, 1998c; World Bank, 1993). Apabila banyak penduduk yang
mempunyai pendapatan yang baik maka penduduk-penduduk tersebut akan lebih
mudah mendapatkan akses kesehatan, sandang, pangan, dan papan yang
merupakan faktor utama penunjang kehidupan, apabila penduduk-penduduk
tersebut lebih mudah mendapatkan akses kesehatan maka akan semakin besar pula
angka harapan hidup penduduk tersebut.
Tapi ternyata ada beberapa pengecualian terhadap fakta-fakta diatas.
Meski penghasilan perkapita suatu negara mempengaruhi derajat kesehatan
penduduknya, ada beberapa pengecualian bagi negara miskin yang berhasil
menurunkan angka kematian bayinya dan meningkatkan angka harapan hidupnya
(world Bank,1993; halstead, et al.,1985). Misalnya cuba, costarica, srilanka, dan
jamaica yang memiliki angka kematian bayi dan harapan hidup yang mendekati
tingkat yang dicapai oleh negara-negara maju, meskipun mereka tergolong
negara-negara miskin.hasil pengkajian mendalam dari negara-negara ini dapat
disimpulkan bahwa kesehatan yang bagus dapat tercapai apabila disertai
komitmen politik yang tinggi untuk menerjemahkan kebijakan pemerataan
pembangunan sehingga terjamin kebutuhan dasar kesehatan, pendidikan , gizi,
dan pangan untuk semua penduduk. Kebutuhan dasar pelayanan kesehatan
masyarakat meliputi perbaikan sanitasi lingkungan, immunisasi, dan kesehatan
ibu dan anak serta KB, termasuk akses terhadap air bersih dan penyediaan fasilitas
lain.
Dari uraian diatas dapat terlihat adanya keterkaitan positif antara
pembangunan kesehatan. Jikalau resesi ekonomi mengganggu jalannya roda
pembangunan dan terkait langsung dengan berbagai aspek kesehatan akan
mengganggu proses penurunan mortalitas dan peningkatan angka harapan hidup
waktu lahir. Namun, meskipun ada keterkaitan, mekanisme proses saling
pengaruh dan mempengaruhi antara kesehatan dan pembangunnan sangat sulit
dijabarkan alur mekanismenya.

C. Resesi Ekonomi dan Derajat Kesehatan

Pengaruh dari resesi ekonomi dengan derajat kesehatan adalah akibat


adanya resesi ekonomi maka minat investasi negara maju dengan negara
berkembang menjadi rendah, ekspor dan impor melemah, fluktuasi bunga
pinjaman sehingga menimbulkan penurunan pertumbuhan ekonomi. Akibatnya
banyak di antara negara-negara tersebut termasuk Indonesia mengalami
penurunan pengeluaran pembiayaan kesehatan dan produksi serta penyediaan
pangan dan obat-obatan. Banyaknya masyarakat yang menjadi miskin akibat dari
resese ekonomi tersebut menyebabkan penduduk menjadi kekurangan pangan,
pemenuhan gizi yang berkurang akibatnya penduduk menjadi rentan terhadap
penyakit jenis infeksi dan parasit. Akibat dari rentannya penduduk terhadap
berbagai jenis penyakit maka peluang penurunan angka harapan hidup juga
menjadi menurun.

D. Tantangan dan Peluang untuk Mempertahankan Pola Penurunan Angka


Kematian

Tantangan untuk mempertahankan penurunan angka kematian di Indonesia


adalah adanya resei ekonomi itu sendiri. Pemerintah Indonesia dituntut untuk
tetap memberikan kebijakan-kebijakan yang baik disektor kesehatan, meskipun
dalam himpitan resesi. Pemerintah harus tetap konsen dan sungguh meningkatan
pelayanan kesehatan primer kepada masyarakat, pemenuhan kebutuhan dasar
seperti papan, pangan, dan obata-obatan meskipun dana yang dimiliki
pemerintahh sangat terbatas karena himpitan resesi.
Selain adanya resesi ekonomi yang melanda Indonesia saat itu dan
sampai sekarang belum bisa keluar dari himpitan tersebut adalah adanya polarisasi
epidemiologi, yaitu munculnya penyakit-penyakit baru seperti HIV/AIDS di
Indonesia serta munculnya kembali penyakit-penyakit infeksi.
Meskipun penanganan pelayanan kesehatan tidak dapat diilaksanakan
karena pengaruh resesi ekonomi dan kompleksnya masalah kesehatan yang
melanda Indonesia kita tidak boleh berputus asa pada keadaan tersebut. dengan
komitmen politik yang tinggi serta kekonsistenan pemerintah dalam upaya
penurunan angka kematian maka masih ada peluang untuk menurunkan angka
kematian penduduk. Kontribusi masyarakat harus senantiasa ditingkatkan, karena
masyarakat tidak hanya bisa jadi objek melainkan subjek dari setiap kebijakan-
kebijakan negara. Peran serta aktif setiap anggota masyarakat mutlak diperlukan
dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan yang nantinya mengarag pada
peningkatan angka harapan hidup penduduk.
Proses pencegahan penyakit-penyakit degeneratif pun dapat dilakukan,
sehingga diperlukan sosialisasi aktif dari instansi-instansi terkait agar masyarakat
menjadi tahu dan lebih waspada terhadap penyakit tersebut. sedangkan untuk
mencegah penyakit-penyakit infeksi, diperlukan gaya hidup sehat serta aktif
menjaga kebersihan lingkungan, apabila masyarakat mampu menjaga pola hidup
mereka menjadi pola hidup yang sehat serta bersih maka penyakit-penyakit yang
disebabkan oleh jamur dan bakteri seperti penyakit-penyakit infeksi pun bisa
ditekan.

 Keadaan dari masa resesi dan kemudian beranjut ke masa pemulihan


ekonomi, dapat dilihat adanya peningkatan angka harapan hidup,
contohnya yang terjadi di Negara Indonesia, seperti yg terlihat pada
garafik di bawah ini:

Grafik Perbandingan Estimasi Angka Harapan Hidup Waktu Lahir


Menurut Provinsi Berdasarkan SP 90 dan SP 2000

80
66.3 71.2 64.3 68.1
57.9 63
60

40 SP 90
20 SP 2000
0

DKI Jakarta Bali Papua

 Dari grafik ini kita bisa melihat bahwa terjadi peningkatan angka harapan
hidup pada sensus penduduk 2000, hal ini menunjukkan bahwa perbaikan
tingkat ekonomi Negara Indonesia juga beriringan dengan peningkatan
angka harapan hidup masyarakatnya, namun pemerataan pembangunan
yang tidak merata menyebabkan angka harapan hidup masyarakat di
daerah bagian timur (Papua) masih lebih rendah dari pada di daerah barat
(Jakarta),
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Bertitik tolak dari uraian yang terdapat pada bab sebelumnya, dapat ditarik
kesimpulan bahwa:
1. Terjadinya resesi ekonomi dapat membahayakan keberlangsungan
pada penurunan angka kematian dan peningkatan harapan hidup waktu
lahir Indonesia. Walaupun resesi dan flukuasi ekonomi tidak melulu
menunjukkan dampak stagnasi atau bahkan kemunduran derajat
kesehatan penduduk, karena
2. Ancaman Resesi ekonomi dapat berdampak pada individu pada dua
tingkatan yang berbeda, yaitu melalui keluarga dan peran pemerintah

B. Saran
Dari kesimpulan di atas, dapat dirumuskan beberapa saran yaitu
1. Reinventing kebijakan masyarakat kembali dengan beberapa
pertimbangan.
2. Dilakukan penelitian lanjutan mengenai dampak resesi ekonomi pada
penurunan kematian dan peningkatan angka harapan hidup di
Indonesia, sehingga diperoleh hasil analisis yang lebih tepat

Anda mungkin juga menyukai