Anda di halaman 1dari 4

UNDANG-UNDANG & ETIKA FARMASI

Pengampu : Anjar Mahardian Kusuma, M.Sc.,Apt.

Pelayanan Kefarmasian di Indonesia

DI SUSUN OLEH:
Unggun Pribadi Rahman

(1408020149)

PROFESI APOTEKER XXI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2014

NAMA : UNGGUN PRIBADI RAHMAN


NIM

: 1408020149
INTISARI
Dunia kesehatan khususnya bidang farmasi sangat berkaitan erat dengan produk dan

pelayanan produk untuk kesehatan. Pendidikan Tinggi di Indonesia telah banyak


menghasilkan apoteker sebagai penanggung jawab apotek dan hingga kini apoteker
menempati bidang pekerjaan yang semakin luas. Selain berorientasi pada produk (drug
oriented), pelayanan kefarmasian telah berkembang dan berorientasi pula pada pasien
(patient oriented) seiring meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan.
Penetapan suatu standar pelayanan kefarmasian atau yang disebut Standar Kompetensi
Farmasis Indonesia sudah dilakukan yang mengharuskan apoteker sebagai tenaga
kefarmasian dituntut ntuk menjaga dan meningkatkan mutu pelayanan kefarmasiannya.
Istilah pelayanan kefarmasian yang tercantum dalam PP 51 tahun 2009 tentang
Pekerjaan Kefarmasian didefinisikan sebagai suatu pelayanan langsung dan bertanggung
jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil
yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien.
Pharmaceutical care merupakan konsep dasar dalam pekerjaan kefarmasian yang
mengharuskan semua praktisi kesehatan memberikan tanggung jawab atas dampak
pemberian obat pada pasien. Pharmaceutical care bermanfaat untuk mengembangkan formula
atau daftar obat, memonitor kebijakan apotek, mengembangkan dan mengelola jaringan
farmasi (apotek), menyiapkan serta menganalisa laporan penggunaan obat, biaya obat,
peninjauan penggunaan obat dan mendidik provider tentang prosedur dan kebijaksanaan obat.
Tanpa pharmaceutical care, tidak ada sistem yang mengelola dan memonitor penyakit pasien.
Sakit yang dikarenakan obat bisa terjadi berasal dari formularium atau daftar obat-obatan,
atau sejak obat diresepkan, diserahkan atau obat yang sudah tidak layak digunakan. Untuk
pelayanan pengobatan pasien secara individual, apoteker perlu mengembangkan pelayanan
bersama dengan pasien sehingga didapat keberhasilan farmakoterapi yang spesifik untuk
masing-masing pasien.dalam pelayanan kesehatan lain, pharmaceutical care perlu didukung
kolaborasi dengan dokter, para medis dan tenaga pemberi pelayanan lainnya.

Dalam PP 51 tahun 2009, pekerjaan kefarmasian di apotek, diatur tentang Apoteker


Penanggung jawab dan Apoteker Pendamping. Dalam Pasal 54 dinyatakan bahwa setiap
Apoteker hanya dapat melaksanakan praktik (sebagai Penanggung Jawab) di 1 (satu) apotek,
atau Puskesmas atau instalasi farmasi rumah sakit. Sedangkan Apoteker Pendamping hanya
dapat melaksanakan praktik paling banyak di 3 (tiga) apotek, atau Puskesmas atau instalasi
farmasi rumah sakit.Berdasarkan izin melakukan Pekerjaan Kefarmasian, maka PP 51 tahun
2009 mengatur mekanisme sebagai berikut. Pada awalnya, setiap Apoteker harus memiliki
Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA). Kemudian jika Apoteker akan melakukan
Pekerjaan Kefarmasian di Apotek atau Instalasi Farmasi Rumah Sakit, maka Apoteker
tersebut wajib memiliki Surat Izin Praktik Apoteker (SIPA). Jika Apoteker akan melakukan
Pekerjaan Kefarmasian pada fasilitas produksi dan fasilitas distribusi atau penyaluran, maka
Apoteker wajib memiliki Surat Izin Kerja (SIK).
Sebagai komsekuensi perubahan orientasi dari obat ke pasien, apoteker dituntut untuk
meningkatkan pengetahuan, ketrampilan dan perilaku agar dapat melaksanakan interaksi
langsung dengan pasien. Beberapa interaksi dengan pasien dapat dilaksanakan dengan
pemberian informasi dan monitoring penggunaan obat agar terapi penyembuhan sesuai
harapan.
Apoteker sebagai seorang ahli di bidang obat-obatan harus selalu dapat dikenal dan
dihubungi sebagai sumber nasehata tentang terapi obat-obatan yang diberikan. Hingga saat
ini kontribusi apoteker pada pelayanan kesehatan (health care) sedang berkembang untuk
mendukung pasien dalam penggunaan obat dan sebagai bagian dari pembuat keputusan klinis
bersama spesialis lain. Sepanjang hari apotek harus terbuka sehingga apotek menjadi tempat
pertama bagi bantuan pemeliharaan kesehatan yang biasa, nyaman untuk banyak orang ketika
mendapatkan obat dan tidak perlu ada janji uuntuk bertemu apotekernya.
Apoteker harus menjalankan praktik harus sesuai standar. Apoteker harus memahami
dan menyadari kemungkinan terjadinya kesalahan pengobatan (medication error) dalam
pelayanan. Apoteker harus mampu berkomunikasi dengan tenaga kesehatan lainnya dalam
menetapkan terapi untuk mendukung penggunaan obat yang rasional.
Departemen Kesehatan bekerja sama dengan Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia saat
ini telah menyusun standar pelayanan kefarmasian di apotek. Standar pelayanan kefarmasian
bertujuan untuk menjamin mutu pelayanan kefarmasian kepada masyarakat sehingga dapat
melaksanakan pelayanan kefarmasian dengan baik.

Referensi
http://www.ikatanapotekerindonesia.net/pharmacy-news/32-pharmaceutical-information/36perkembangan-praktek-kefarmasian.html
http://lib.ui.ac.id/opac/themes/libri2/detail.jsp?id=77567&lokasi=lokal
http://amirhamzahpane.wordpress.com

Anda mungkin juga menyukai