Kalau dilihat dari beban diatas, beban gempa ada faktor 1/1.4 yang kira kira setara dengan
koefisien di kombinasi ASD ASCE 7-10 yaitu 0.7, dimana maksud dari faktor ini adalah untuk menkonversi beban gempa ultimate ke kondisi service.
Peningkatan kekuatan pondasi sebesar 33% diperbolehkan bila digunakan kombinasi alternatif
adalah karena kombinasi ini belum mempertimbangkan kecilnya kemungkinan akan dua atau lebih
beban variabel terjadi kondisi maksimum pada saat yang bersamaan. Contohnya adalah jika beban
Live Load dan beban Gempa (equation 16-21) ada dalam satu kombinasi, adalah kecil kemungkinan
terjadi beban maksimum pada saat yang bersamaan pada kedua beban tersebut. Harap dicatat
bahwa disini beban Dead Load bukan termasuk beban yang variabel atau berubah ubah terhadap
waktu.
Kalau kita lihat di kombinasi pembebanan ASCE 7-10, kombinasi pembebanan nomor 6a dan 6b
terlihat ada koefisien 0.75 , nah sebenarnya koefisien inilah yang dipakai untuk mempertimbangkan
pengaruh beban beban variabel tersebut, jadi nilai 0.75 didapat dari 1/1.33 . Itulah sebabnya baik
ASCE 7-10 dan IBC 2012 melarang peningkatan kekuatan 33% untuk kombinasi ini karena sudah
dipertimbangkan pada koefisien 0.75 tersebut.
Lalu apakah artinya SNI baru lebih boros dari SNI lama ?, perlu diketahui bahwa pada kombinasi
pembebanan pondasi dulu kita masih menggunakan nilai 1 E dan bukan 0.7 E, namun memang ini
tidak sebanding jika kapasitas naik 33%.
Sebenarnya menurut penulis masalahnya ada di nilai SF yang kita gunakan, rasanya jika pondasi
sudah di tes dengan uji pembebanan skala penuh, nilai SF tidak perlu masih 2.5 karena nilai ini dirasa
masih terlalu tinggi. Sekedar pembanding, di FEMA 750 jika digunakan metode LRFD untuk desain
pondasi, faktor reduksi untuk prototype pondasi yang telah di test skala penuh adalah 1.0 untuk
tanah cohesive dan 0.9 untuk tanah cohesionless.