Anda di halaman 1dari 19

ANALISIS KEPENTINGAN CINA DALAM PEMBENTUKAN

BRICS NEW DEVELOPMENT BANK

Afifa Hilya Kamila


NIM. 125120407121015

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK


DEPARTEMEN HUBUNGAN INTERNASIONAL
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2015

BAB I
PENDAHULUAN
1.2 Latar Belakang
Kerjasama ekonomi antar dua negara atau lebih adalah hal yang lazim
dalam hubungan internasional. Telah menjadi aturan yang tidak tertulis bahwa
suatu negara tidak bisa berdiri sendiri tanpa memiliki hubungan dengan
negara lain. Pasca Perang Dunia II, masyarakat dunia mulai menyadari
urgensi dari aktivitas ekonomi lintas batas negara. Fenomena global juga
mulai menunjukkan bahwa ancaman yang dihadapi dunia tidak lagi sebatas
keamanan dan konflik, namun lebih merujuk pada hal-hal yang bersifat
konstruktif, salah satunya adalah pembangunan ekonomi. Dalam beberapa
dekade terakhir, negara-negara berkembang mulai secara signifikan
menunjukkan perannya dalam menaikkan porsinya di GDP dunia, terutama
dalam pertumbuhan ekonomi global. Negara-negara berkembang juga
berperan besar dalam pertumbuhan ekonomi dunia sejak krisis tahun 200720081. Beberapa negara berkembang dengan pertumbuhan ekonomi yang
cukup pesat bahkan membentuk sebuah frame kekuatan ekonomi baru, yang
dikenal dengan nama BRICS.
BRICS (Brazil, Rusia, India, Cina, dan South Africa) merupakan
kekuatan global yang sedang tumbuh sampai saat ini. Pada awalnya BRICs
merupakan akronim yang diciptakan oleh Jim ONeill dari Goldman Sachs,
sebuah perusahaan perbankan dan investasi global. Pada tahun 2001 di dalam
1

Stephany Griffith-Jones. A BRICS Development Bank: A Dream Coming True?, UNCTAD


Discussion Paper. No. 215, March 2014

artikelnya yang berjudul Building Better Global Economic BRICs ONeill


meramalkan pertumbuhan ekonomi yang luar biasa pesat di sejumlah negara
sedang berkembang yang dinamakannya sebagai BRICs.2 Latar belakang
diperkenalkannya BRIC adalah untuk menstimulasi dunia investasi yang
stagnan pasca 9/11 dan perekonomian G7 (Amerika Serikat (AS), Inggris,
Perancis, Jerman, Italia, Kanada, dan Jerman) yang telah jenuh. Menariknya,
istilah BRIC ini kemudian tidak hanya dipakai secara eksklusif oleh dunia
perbankan dan investasi, namun juga oleh para pemimpin negara, akademisi,
jurnalis, dan lainnya.3 BRIC yang pada awalnya hanyalah sebuah akronim
tanpa substansi politik, saat ini telah berkembang menjadi sebuah kerja sama
multilateral antara negara-negara tersebut.
Akronim BRIC mulai diberi makna ketika menteri-menteri luar negeri
dari negara BRIC mengadakan pertemuan pertama kali di New York pada
September 2006. Kemudian selanjutnya pada Mei 2008, utusan dari negaranegara tersebut mengadakan pertemuan di Yekaterinburg, Russia, disusul
dengan pertemuan tingkat tinggi pertama pada 2009 di tempat yang sama.
Pada pertemuan perdana ini, pemimpin-pemimpin BRIC berfokus membahas
antara lain perbaikan situasi perekonomian global, reformasi institusi-institusi
finansial, dan bagaimana negara-negara berkembang dapat lebih berperan di
dalam urusan internasional.4 Keempat negara mendukung tatanan dunia
multipolar yang lebih demokratis dan adil berdasarkan supremasi hukum
2

Jim ONeil. 2001.Building Better Global Economics BRICs. Goldman Sachs Global
Economics Paper no.66
3
M. Skak. 2011. The BRICS Power as Soft Balancer. Helsinlki: University of Arthus. hal. 2-3
4

A. E. Kamer. 2009. Emerging Economies Meet in Russia. New York Times diakses dari
http://www.nytimes.com/2009/06/17/world/europe/17bric.html?_r=0

internasional, kesetaraan, saling menghormati, kerja sama, tindakan bersama


dan pembuatan keputusan kolektif semua negara.5
Dalam tulisannya, ONeill juga memperkirakan bahwa BRICS dapat
melampaui ekonomi negara G-7 pada tahun 2027.6 Pertumbuhan ekonomi
BRICS selalu mengalami perkembangan yang positif bahkan ketika dunia
mengalami krisis global, pertumbuhan ekonomi sebanyak 45% pada tahun
2008 datang dari BRICs.7 Kemudian pada tahun 2010, Afrika Selatan
bergabung ke dalam BRICs. Afrika Selatan masuk menjadi anggota BRIC
karena Cina menganggap, secara politik posisi Afrika Selatan penting, karena
Afrika Selatan merupakan salah satu negara termaju di Benua Afrika. BRIC
berharap, dengan masuknya Afrika Selatan maka setiap ide maupun
pemikiran yang telah disepakati pada KTT BRIC akan dapat diterima negaranegara berkembang termasuk di Benua Afrika dan dunia internasional.
Setelah Afrika Selatan bergabung, BRIC mengubah akronimnya menjadi
BRICS.
Pada 2014 lalu, BRICS mengadakan KTT nya yang ke 6 di Fortaleza,
Brazil.

Pada

pertemuan

tersebut

mereka

mengumumkan

rencana

pembentukan New Development Bank (NDB) dalam Deklarasi Fortaleza,


dengan tujuan membentuk institusi finansial yang membantu pertumbuhan
negara-negara berkembang. Development Bank baru ini akan berfungsi
sebagai alat pembangunan infrastruktur di masing-masing negara dan disebut5

BRICS. 2009. Joint Statement of The BRIC Countries Leaders June 16, 2009 Yekaterinburg,
Russia diakses dari http://www.brics5.co.za/about-brics/summit-declaration/first-summit/
6
Andri Gilang Nugraha. 2011. Brazil Sebagai Mitra Strategis Perdagangan Indonesia. Buletin
Kerjasama Perdagangan Internasional Bulan April
7
Indonesian Voices. 2012. Pembentukan BRICS Akan Baik Bagi Dunia. diakses dari
http://news.indonesianvoices.com/index.php/isu-ekonomi/1288-pembentukan-brics-akan-baikbagi-dunia

sebut akan menjadi alternatif terhadap World Bank dan IMF. Sebenarnya ide
pembentukan institusi finansial ini sudah dicanangkan oleh anggota BRICS
sejak KTT beberapa periode sebelumnya, namun akhirnya resmi diumumkan
pada KTT ke-6 nya. Munculnya ide pembentukan institusi finansial ini
muncul dari rasa ketidakpuasan terhadap institusi Barat. Menurut BRICS,
model bisnis IMF dan Bank Dunia perlu direformasi total karena dianggap
kurang memberi perhatian pada kepentingan negara-negara berkembang.
Pada tahun 2010, Amerika gagal meratifikasi aturan main untuk memberikan
kesempatan lebih besar kepada negara-negara berkembang di IMF. Oleh
karena itu, bank ini diharapkan nantinya dapat menjadi alternatif terhadap
Bank Dunia dan IMF. 8
Rencana pembentukan BRICS Bank ini bagaimanapun juga telah
dipandang menjadi ancaman besar bagi kekuatan kapitalis Barat yang sejak
tahun 1944 telah mendominasi ekonomi dan keuangan internasional melalui
dua institusinya, IMF dan World Bank, yang membantu mengglobalkan
penggunaan dollar sebagai mata uang utama dalam perdagangan dan transaksi
keuangan dunia. Kekhawatiran negara-negara kapitalis ini adalah jenis
kekhawatiran yang berdasar karena jika kita lihat dari keberhasilan
pembangunan ekonomi beberapa negara anggota BRICS seperti Brazil,
Rusia, India dan terutama Cina. Melalui pendekatan South to South, BRICS
New Development Bank menjadikan institusinya sebagai representatif negara
berkembang, dan dapat dipastikan BRICS Bank akan mendapat dukungan
8

Lisbet Sihombing. 2013. Keberadaan Brics Dan Implikasinya Bagi Indonesia. Info Singkat
Hubungan Internasional Vol. V, No. 07/I/P3DI/April/2013. Pusat Pengkajian Pengolahan Data dan
Informasi (P3DI) Sekretariat Jenderal DPR RI

penuh dari sebagian besar negara-negara di kawasan Asia Pasifik yang mana
notabene anggota negaranya adalah negara-negara berkembang.
Cina sebagai salah satu negara anggota BRICS dianggap sebagai
dominasi terbesar dalam pembentukan intitusi finansial dunia yang
diprakarsai oleh kekuatan ekonomi global yang sedang tumbuh tersebut.
Seperti yang kita ketahui, Cina adalah salah satu negara emerging power yang
diprediksikan dapat menyaingi AS. Namun bagi Cina, BRICS menjadi salah
satu prioritas tertinggi dari politik luar negeri Cina saat ini. 9 Bersama dengan
BRICS, Cina ingin menyatukan kekuatan kolektif negara-negara anggota
untuk menaikkan profil dan pengaruh mereka di dunia internasional, lebih
mendemokratisasikan tatanan dunia, dan menahan perluasan pengaruh
hegemoni AS.10
Meski sebelumnya Cina sudah pernah menjadi bagian dari konsep
serupa yang sudah pernah dibentuk seperti Asian Development Bank (ADB),
namun tujuan BRICS terlihat lebih jauh ke depan dan skalanya yang lebih
besar yaitu global. Menjadi menarik ketika Cina, yang ketika negaranya
berdiri sendiri saja sudah dicanangkan akan menggeser hegemoni AS,
memutuskan bergabung dengan negara-negara berkembang lainnya. Cina
adalah ekonomi terbesar kedua di dunia dan memiliki GDP lebih besar dari
empat BRICS lainnya digabungkan. Bahkan, 17 kali lebih besar dari Afrika
Selatan, anggota terkecil yang bergabung atas perintah Cina pada tahun 2010.
9

M. Zhao. 2013. Chinas Pivotal BRICS Strategy. The BRICS Post diakses dari
http://thebricspost.com/chinas-pivotal-brics-strategy/#.UnoAUflgcV8
10
Yun Sun. 2013. BRICS and Chinas Aspiration for the New International Order. Brookings
Institution diakses dari http://www.brookings.edu/blogs/up-front/posts/2013/03/25-xi-jinpingchina-brics-sun

Cadangan devisanya berada di hampir $4 trilyun, lebih besar dari gabungan


India, Rusia, dan Brasil.11 Kesenjangan itu terlihat lebih jelas ketika Cina
menyumbangkan $41 milyar dalam investasi awal BRICS New Development
Bank, sedangkan Russia, Brazil dan India menyumbang masing-masing $18
milyar, dan Afrika Selatan hanya menyumbang $5 milyar.12
Lalu apa makna BRICS dan apa yang menjadi kepentingan Cina
sehingga Cina memutuskan untuk bergabung bersama anggota BRICS
lainnya dalam pembentukan New Development Bank? Dari analisis atas
pertanyaan-pertanyaan

tersebut,

penulis

berharap

bisa

memahami

kepentingan Cina di dalam politik internasional dengan lebih baik dan


memahami bahwa BRICS tidak hanya sebagai kerja sama ekonomi saja,
namun juga memiliki arti strategis bagi negara-negara anggotanya, termasuk
Cina.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, tulisan ini bertujuan untuk
memahami kepentingan Cina di dalam BRICS dan kaitannya dengan
pembentukan BRICS New Development Bank. Rumusan masalah yang
berusaha dijawab adalah:
1. Bagaimana kepentingan Cina dalam pembentukan BRICS New
Development Bank?
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mencapai beberapa poin-poin berikut:
11

Richard Javad Heydarian. 2014. The BRICS bank: Multipolarity or Beijing Consensus? diakses
dari
http://www.aljazeera.com/indepth/opinion/2014/07/brics-bank-beijing-consensus201472183428811634.html
12
Astrid Prange. 2014. BRICS Launch New Bank and Monetary Fund, diakses dari
http://www.dw.de/brics-launch-new-bank-and-monetary-fund/a-17789608

1. Mengetahui latar belakang organisasi BRICS serta alasan


berdirinya BRICS New Development Bank
2. Memahami alasan-alasan dan kepentingan Cina dalam tindakannya
menyetujui berdirinya BRICS New Development Bank
1.4 Manfaat Penelitian
Ada pun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:
1. Bagi penulis, untuk mengembangkan kemampuan berpikir serta
kemampuan menulis melalui karya ilmiah serta untuk memenuhi
tugas mata kuliah Metodologi Penelitian Hubungan Internasional di
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Brawijaya.
2. Bagi akademis, penelitian ini diharapkan mampu menambah
pengetahuan di departemen Hubungan Internasional serta dapat
menjadi bahan masukan dan rujukan bagi penelitian lainnya.
3. Bagi Praktis, hasil dari penelitian ini diharapkan akan dapat
dijadikan

referensi

oleh

departemen-departemen

Indonesia kedepannya tentang isu serupa.

BAB II
KERANGKA PEMIKIRAN
2.1 Studi Terdahulu

pemerintah

Penelitian yang dijadikan studi terdahulu adalah tesis yang ditulis


oleh Mohamad Rosyidin yang berjudul Politik Luar Negeri dalam Suasana
Dilema: Politik Keseimbangan India terhadap BRICS dan Amerika Serikat.
Dalam penelitian tersebut, Rosyidin meneliti tentang politik luar negeri India
menggunakan teori konstruktivisme. Konstruktivisme lebih mengarah pada
faktor identitas dimana dalam penelitian tersebut, Rosyidin mengangkat
identitas India yang menjadi relasi dekat AS namun juga menjadi pemimpin
dari negara berkembang. Penelitian tersebut berfokus pada kebijakan luar
negeri India terhadap AS dengan identitasnya yang membuatnya bergabung
dengan BRICS.
Penelitian kedua yang dijadikan studi terdahulu adalah tesis yang
ditulis oleh Darcy Thompson dari Lund University yang berjudul Building
Institutions, Building Peace: An Analysis of International Organisations and
their Influence on Global Cooperation and Coordination. Dalam tulisannya,
Darcy membahas tentang Peacebuilding yang diprakarsai oleh organisasi
internasional melalui beberapa pendekatan, salah satunya adalah neoliberal
institusionalisme. Dalam tulisannya Darcy menuliskan bahwa premis utama
neoliberal institusionalisme adalah bahwa kerjasama tidak hanya diinginkan
dan dapat dicapai, tetapi juga diperlukan agar negara untuk mencapai
keuntungan mutlak. Karena neoliberal institusionalis percaya bahwa semua
negara termotivasi oleh absolute gain, mereka melihat global governance
sebagai suatu yang ideal. Rezim internasional, lembaga dan organisasi
memberikan kesempatan bagi negara-negara untuk bekerja sama untuk
mencapai saling menguntungkan. Neoliberal institusionalisme menegaskan

bahwa kerjasama perlu adanya dalam sistem internasional yang anarkis.


Sehingga organisasi internasional seperti United Nations (UN) adalah suatu
bentuk global governance yang memiliki salah satu tujuan perdamaian yang
dicapai melalui Peacebuilding. Meski demikian, ada hal-hal yang ingin
dicapai melalui pembentukan Peacebuilding yang mana tujuannya adalah
absolute gain tersebut.
2.2 Kerangka Teoritis
2.2.1
Perspektif Neoliberal Institutionalisme
Perspektif
neoliberal
institusionalisme

berusaha

untuk

menghilangkan potensi-potensi konflik melalui institusi sebagai instrumen


utamanya dengan negara sebagai aktor utama. Institusi secara umum
didefinisikan

sebagai

seperangkat

aturan

dan

praktek-praktek

yang

menetukan peran, memaksakan tindakan, dan membentuk pengharapan.13


Menurut neoliberal institusionalisme sifat dasar interaksi antara negara yakni
kompetitif dan kadang-kadang terjadi konflik tetapi lebih sering bersifat
kerjasama pada bidang ekonomi dan bidang-bidang lainnya.14
Teori neoliberal institusionalisme mebantu menjelaskan bagaimana
peranan dari sebuah institusi sebagai wadah untuk menjalin kerjasama.15
Mengenai institusi ini, kaum neoliberal institusionalisme percaya akan asumsi
rasionalitas. Sehingga negara sebagai aktor utama yang rasional akan lebih
memilih bekerjasama daripada berkonflik, karena dengan bekerjasama
mereka saling mendapatkan keuntungan. Dengan adanya kerjasama tersebut,
maka akan tercipta interdependensi yang merupakan refleksi dari perdamaian.
13

Robert O. Keohane. 1989. Neoliberal Institutionalism: A Perspective on World Politics.


dalam International Institutions and State Power. Boulder, NV: Westview Press hal.3
14
Ibid.,
15
Ibid., hal.2

Aktor rasional, individu maupun negara diasumsikan bersifat


atomistik, mementingkan diri sendiri, dan rasional. Aktor akan mementingkan
diri mereka sendiri untuk memenuhi kepentingannya dan ia juga rasional
yang mampu membangun cara yang paling efektif dan efisien untuk
mewujudkan kepentingan mereka dalam kendala yang mereka hadapi. 16
Dikarenakan aktor rasional itu bersifat profit-seeking, maka ia akan
melakukan kalkulasi untung dan rugi dalam mengambil suatu kebijakan agar
mengeluarkan kebijakan yang mendapatkan keuntungan yang maksimal.17
Teori ini menggunakan beberapa asumsi, pertama, neoliberal
institusionalisme menganggap negara sudah dan masih menjadi aktor yang
penting dalam Hubungan Internasional.18 Kedua, teori ini sangat menilai
penting peranan dari institusi. Ketiga, negara sebagai aktor yang utama
merupakan aktor rasional. Keempat, perilaku negara sebagai aktor utama
dipengaruhi beberapa faktor seperti sistem internasional, insentif, dan
interdependensi.19
2.2.2
Konsep Kepentingan Nasional (National Interest)
2.2.2.1 Defenisi Kepentingan Nasional
Konsep kepentingan disini diartikan dalam istilah kekuasaan.
Konsep ini merupakan penghubung antara pemikiran yang berusaha
memahami politik internasional dan realita yang harus dipahami. Konsep ini
menentukan politik sebagai lingkungan tindakan dan pengertian yang berdiri
16

Scott Burchill. 2005. The National Interest in International Relations Theory. Palgrave
Macmillan, hal.192
17
Duncan Snidal. 2002. Rational Choice and International Relations. in Handbook of
International Relations. London: SAGE Publications Ltd. hal. 75
18
Loc.cit.,Robert O. Keohane. Neoliberal Institutionalism: A Perspective on World Politics.
hal.1
19
Loc.cit., Robert O. Keohane. Neoliberal Institutionalism: A Perspective on World Politics.
hal.3

sendiri (otonom) terpisah dari lingkungan lainnya, seperti ilmu ekonomi,


etika, estetika atau agama.
Interest atau kepentingan sendiri adalah setiap politik luar negeri
suatu negara yang didasarkan pada suatu kepentingan yang sifatnya relatif
permanen yang meliputi tiga faktor yaitu sifat dasar dari kepentingan nasional
yang dilindungi, lingkungan politik dalam kaitannya dengan pelaksanaan
kepentingan tersebut, dan kepentingan yang rasional. Kepentingan nasional
adalah merupakan landasan utama dari politik luar negeri dan politik
internasional yang realistis karena kepentingan nasional menentukan tindakan
politik yang diambil oleh suatu negara.
Ketika kita menggunakan pendekatan realis atau neorealis maka
kepentingan nasional diartikan sebagai kepentingan negara sebagai unitary
actor yang penekanannya pada peningkatan national power (kekuasaan
nasional) untuk mempertahankan keamanan nasional dan survival dari negara
tersebut. Apa yang dianggap sebagai kepentingan nasional oleh kaum realis
mungkin merepresentasikan kepentingan yang mungkin pada momen tertentu
mempengaruhi para pembuat kebijakan luar negeri.
Kepentingan nasional merupakan dasar untuk menjelaskan perilaku
politik luar negeri suatu negara. Para penganut realis menyamakan
kepentingan nasional sebagai upaya negara untuk mengejar power dimana
power adalah segala sesuatu yang dapat mengembangkan dan memelihara
kontrol atas suatu negara terhadap negara lain.
2.2.2.2

Konsep Kepentingan Nasional


Konsep kepentingan nasional oleh kaum neoliberal berakar dari

konsepsi Adam Smith bahwa kebiasaan individu meraih kemakmuran sendiri

merupakan kondisi yang normal dalam kehidupan manusia. Lalu kepentingan


masing-masing individu tersebut terakumulasi menjadi satu yang kemudian
dikenal dengan kepentingan nasional. Kepentingan nasional itu juga menjadi
dasar untuk pembangunan kedamaian global, salah satunya dengan
melakukan perdagangan bebas.20
Kaum Neoliberal Institusional juga mengadopsi pemahaman kaum
realis dalam mendefinisikan kepentingan nasional. Kaum realis seperti
Rosenaumenjelaskan bahwa kepentingan nasional juga dikenal dengan istilah
national honor, the public interest, dan the general will.21 Selain itu K.J.
Holsti menyatakan bahwa kepentingan nasional merupakan alat untuk
menganalisis tujuan dari kebijakan luar negeri suatu negara. K.J. Holsti
mengidentifikasikan kepentingan nasional ke dalam 3 klasifikasi. Pertama,
core values atau sesuatu yang dianggap paling vital bagi negara dan
menyangkut eksisitensi suatu negara. Kedua, middle range objectives,
biasanya mnenyangkut kebutuhan memperbaiki derajat perekonomian.
Ketiga, long range goals, merupakan sesuatu yang bersifat ideal, misalnya
keinginan mewujudkan perdamaian dan ketertiban dunia. 22 Rosenau juga
menyatakan bahwa konsep ini digunakan sebagai alat analisa kebijakan luar
negeri dan sebagai instrumen tindakan politik internasional. Sebagai alat
analisis, konsep ini digunakan untuk menggambarkan, menjelaskan, atau
mengevaluasi sumber atau kecukupan kebijakan luar negeri suatu negara.

20

Loc.cit., Scott Burchill. The National Interest in International Relations Theory hal. 104
James N. Rosenau. 2006. The Study of World Politics. New York: Routledge, hal.274
22
K.J. Holsti. 1992. International Politics: A framework for Analysis 6th ed. New Jersey:
Prentice-Hall International hal.168
21

Sebagai instrumen dari tindakan politik internasional, konsep ini berfungsi


sebagai sarana membenarkan, mencela, atau mengusulkan kebijakan.23
Perbedaan mendasar antara kaum realis dan neoliberal dalam hal
penerapan kepentingan nasional. Kaum realis berasumsi bahwa aktor
berfokus pada memaksimalkan relative gains mereka, yaitu keuntungan yang
didapatkan negara bersifat relatif, tergantung dari berapa besar kontribusi
yang diberikan suatu negara. Neoliberal Institusionalisme berasumsi bahwa
dalam hal memenuhi kepentingan nasional, aktor negara concern dalam hal
memaksimalkan absolut gains, yaitu keuntungan yang sama didapatkan oleh
masing-masing negara dalam suatu kerjasama.24
Keohane juga mengkritik pandangan kaum realis mengenai
pemahaman implementasi kepentingan nasional, terutama pandangan
Morghentau yang mengatakan bahwa kepentingan nasional lebih didahului
daripada tujuan atau kepentingan internasional. Menurutnya, Morghentau
melihat kepentingan nasional secara dangkal, tanpa memperhatikan efek dari
tindakan aktor pada isu-isu atau nilai-nilai lain, atau dengan cara yang lebih
berpandangan jauh, dengan mempertimbangkan dampak melanggar aturan
dan norma-norma internasional oleh tujuan negara lain. Hal yang terpenting
adalah bagaimana kepentingan didefinisikan, dan bagaimana institusi
mempengaruhi negara untuk mendefinisikan kepentingan mereka sendiri.25
2.3 Operasionalisasi Konsep
Pada penelitian ini, penulis akan memusatkan perhatian pada Cina
23

Loc.cit., James N. Rosenau. 2006. The Study of World Politics, hal.246


Loc.cit., Burchill. The National Interest in International Relations Theory hal.122
25
Robert O. Keohane. 2005. After Hegemony: Cooperation and Discord in the World Political
Economy. Princeton University Press, hal.99-100
24

yang diindikasi memiliki kepentingan di dalam BRICS melalui ide dan


gagasan terhadap kebijakan pembentukan BRICS New Development Bank.

Konsep
Kepentingan

Variabel

Nasional Core values

Indikator
1.

Aktor

menjalin

kerjasama

Cina

dengan

negara lain
2.

Membentuk eksistensi
internasional

3.

Menyebarkan
pengaruh dalam dunia
internasional

Middle

range

1.

Menjalin

kerjasama

ekonomi

objectives
2.

Membangun

investasi

ekonomi
3.

Memperkuat

posisi

ekonomi negara
Long range goals

1. Tujuan

menyaingi

hegemoni Barat
2. Membantu ketidakadilan
bagi negara berkembang
dalam sistem Barat

2.4 Hipotesis
Dilihat dari pandangan neorealisme institusional, Cina berdasarkan
posisinya dalam struktur internasional sebagai great power memiliki
kepentingan untuk menahan dan mengurangi pengaruh dari superpower saat
ini, yakni Amerika Serikat. Di dalam sistem internasional yang bersifat
anarkis, kemampuan untuk bertahan hidup dan keamanan Cina sangat
ditentukan oleh kekuatannya sendiri. Salah satu cara yang harus dicapai Cina
adalah dengan memiliki pengaruh yang lebih luas di dalam percaturan
internasional.
Dalam mendukung kepentingan nasionalnya, Cina memerlukan
penyebaran influence yang lebih luas. Cara yang ditempuh Cina adalah
dengan bergabung dengan BRICS dan menyalurkan kepentingannya melalui
BRICS. Melalui kerjasamanya dengan BRICS, Cina dapat lebih melebarkan
pengaruhnya terutama menyentuh langsung negara-negara berkembang. Salah
satunya adalah melalui pembentukan BRICS New Development Bank yang
diusung menyaingi lembaga keuangan milik Barat. BRICS, sebagai salah satu
institusi internasional yang diprioritaskan Cina untuk mensukseskan
kebijakannya, diharapkan memiliki fungsi yang relevan dengan strategistrategi pilihan Cina tersebut. Dengan demikian, BRICS memiliki arti
strategis bagi kepentingan nasional Cina karena BRICS bisa membantu Cina

dalam upaya menahan hegemoni AS dan menaikkan posisinya dalam


distribusi kekuasaan internasional. Tentang seberapa jauh BRICS dapat
membantu kepentingan Cina sangat tergantung pada keefektivitasan BRICS
sebagai sebuah kerjasama.

BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang menggunakan
pendekatan kualitatif. Metode penelitian deskriptif menggambarkan secara
tepat dan jelas permasalahan yang akan dibahas. Kemudian pendekatan
kualitatif adalah salah satu metode untuk mendapatkan kebenaran dan
tergolong sebagai penelitian ilmiah yang dibangun atas dasar teori-teori yang
berkembang dari penelitian dan terkontrol atas dasar empirik.
3.2 Ruang Lingkup Penelitian
Penulisan ini akan berfokus faktor pada faktor-faktor kepentingan Cina
tentang posisi nya sebagai negara great power dalam kerjasamanya dengan
BRICS dan pembentukan BRICS New Development Bank yang menantang
hegemoni Barat. Penelitian ini dibatasi dari KTT yang pertama pada tahun
2009 di Yakaterinburgh, Rusia hingga KTT ke-6 di Brazil pada tahun 2014.
Pada masa ini terjadi keputusan pembentukan BRICS NDB yang diumumkan
kepada publik pada KTT ke-6 di Brazil.
3.3 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam tulisan ini adalah
kualitatif

melalui

telaah

pustaka

(library

research). Yaitu

dengan

mengumpulkan berbagai data dari literatur-literatur seperti jurnal, buku,


artikel, dan bahan tertulis lainnya. Serta pemberitaan dari media elektronik
dan cetak yang berhubungan dengan permasalahan yang akan dibahas. Data

sekunder yang didapat dari berbagai literatur tersebut, digunakan sebagai


bahan untuk membantu menganalisa fenomena yang dibahas dalam
penelitian.
3.4 Teknik Analisa Data
Teknis analisis data yang digunakan menggunakan penelitian kualitatif.
Setelah melakukan pengumpulan data dari berbagai sumber, data yang
didapat kemudian
menggolongkan,

di reduksi yang bertujuan untuk mempertajam,


mengarahkan,

membuang

yang

tidak

perlu

dan

mengorganisasi data sampai ditemukan kesimpulan-kesimpulan akhir pada


penulisan. Data selanjutnya dikategorisasi ke dalam kategori-kategori yang
diperoleh dari teori dan konsep.
3.5 Sistematika Penulisan
Proposal penelitian ini terdiri dari tiga bab. Bab I, adalah bab pertama
yang akan menjelaskan tentang latar belakang mengapa isu ini dibahas serta
masalah yang akan dicari dalam penelitian ini. Pada Bab II, dipaparkan secara
jelas tentang kerangka pemikiran yang digunakan untuk menganalisa data
yang berhasil ditemukan. Kemudian pada Bab III, membahas tentang metode
penulisan yang digunakan. Kemudian dari mana diperoleh data-data yang
sesuai dengan penulisan ini dan dilanjutkan pada penjelasan tentang
sistematika penulisan dalam tulisan ini.

Anda mungkin juga menyukai