CNS
GI
Kulit
Lainnya
26-50
10-25
berat badan 60 kg
20 mg q 12 hours
20 mg q 24 hours
CV
EENT
: konjuktivitis
GI
Hematologi
Hati
Metabolik
Musculoskeletal
Pernafasan
: dyspnea
Kulit
2.6. Interaksi :
Penggunaan bersama obat obat Didanosin dan hidroksiurea dapat
meningkatkan resiko hepatotoksik dan pankreatitis.
3. Tenofovir
3.1. Dosis : 300 mg sehari sekali
3.2. Mekanisme :
Tenofovir termasuk golongan analog nukleotida atau nucleotide reverse
transcriptase inhibitor (NRRTI). Obat golongan ini menghambat enzim reverse
transcriptase. Enzim ini mengubah bahan genetik (RNA) HIV menjadikannya
bentuk DNA. Ini harus terjadi sebelum kode genetik HIV dapat dimasukkan ke
kode genetik sel yang terinfeksi HIV.
3.3. Farmakokinetika: t Tenofovir kurang lebih 10 jam
atazanavir
atau
lopinavir/ritonavir
(Kaletra).
Hal
ini
dapat
(Rifadin),
rifabutin
(Mycobutin),
saquinavir
(Invirase),
warfarin
(Coumadin),
quinidine
(Cardioquin,
Quinaglute),
ergonovine,
ergotamine,
methylergonovine,
midazolam,
yang
abnormal,
ruam
kulit,
gatal-gatal,
kematian
jaringan
tulang
gangguan hepar dan ginjal, hepatitis B dan C, ibu hamil ibu menyusui
9.5. Efek samping:
Kemerahan pada kulit, pening, sakit kepala, insomnia, kelelahan, sulit
berkonsentrasi, mual, muntah, diare.
9.6. Interaksi obat:
Berhubungan dengan efek sitokrom P450.
Jika digunakan bersama dengan obat-obatan yang dimetabolisme oleh enzim ini
akan meningkatkan efek dari efavirenz.
Penggunaan bersama dengan fenobarbital, rifampin, rifabutin dapat menurunkan
konsentrasi efavirenz dalam serum.
10. NEVIRAPINE
10.1. Dosis dan indikasi:
Dewasa: 1 kali sehari 200mg untuk 14 hari pertama. Jika tidak muncul ruam merah
selanjutnya 200mg setiap 2 kali sehari.
Anak-anak (2bulan-8tahun) : 4mg/kg 1 kali sehari selama 14 hari pertama. Jika
tidak muncul ruam merah selanjutya 7mg/kg 2 kali sehari.
Digunakan untuk infeksi HIV awal ataupun pertengahan yang biasanya
dikombinasikan dengan 2 obat antiretroviral yang lain.
10.2. Mekanisme:
Nevirapinz memiliki aktivitas melawan HIV-1 dengan mengikat untuk mengubah
transcriptase. Ini mengakibatkan pemblokan aktivitas DNA polymerase meliputi
replikasi HIV-1. Ini tidak memerlukan fosforilasi intraseluler untuk aktivitas
antiviral.
10.3. Farmakokinetika:
Diabsorpsi lebih dari 90% dan terikat protein plasma sebesar 50%-60%.
Diekskresi lewat urin. Kurang dari 3% sebagai obat yang tidak diubah.
10.4. Kontraindikasi:
Ibu menyusui dan orang yang memiliki gangguan hati serta post-exposure
profilaksis.
10.5. Efek samping:
Ruam merah, mual, hepatitis, sakit kepala, sakit perut, kelelahan, demam, dan
myalgia.
10.6. Interaksi obat:
Berhubungan dengan efek sitokrom P450.
Cimetidine, itraconazole, ketoconazole, dan beberapa antibiotic makrolida dapat
meningkatkan konsentrasi obat ini di dalam plasma. Penggunaan bersama
dengan protease inhibitor dan kontrasepsi oral dapat meningkatkan efek toksik
obat ini.
Rifampin dan rifabutin dapat menurunkan konsentrasi nevirapine. Nevirapine
dapat menurunkan efektivitas dari kontrasepsi oral, ketokonasol dan methadone.
KOMPLIKASI HIV/AIDS
Komplikasi muncul akibat penyakit atau penggunaan obat untuk mengobatinya termasuk
nyeri, kejang, ruam, masalah saraf tulang belakang, kurang koordinasi, sulit atau nyeri saat
menelan, cemas berlebihan, depresi, demam, kehilangan penglihatan, kelainan pola berjalan,
kerusakan jaringan otak dan koma. Gejala ini mungkin ringan pada stadium awal AIDS tetapi
dapat berkembang menjadi berat.
1. AIDS dementia complex (ADC)
Disebut juga ensefalitis (peradangan otak) terkait HIV, muncul terutama pada orang
dengan infeksi HIV lebih lanjut. Orang dengan ADC juga menunjukkan pengembangan
fungsi motor yang melambat dan kehilangan ketangkasan serta koordinasi. Apabila tidak
diobati, ADC dapat mematikan.
Gejala: - perubahan perilaku
- penurunan fungsi kognitif secara bertahap
- kesulitan berkonsentrasi, ingatan dan perhatian.
2. Limfoma sususnan saraf pusat (SSP)
Merupakan tumor ganas yang mulai di otak atau akibat kanker yang menyebar dari
bagian tubuh lain. Limfoma SSP hampir selalu dikaitkan dengan virus Epstein-Barr (jenis
virus herpes yang umum pada manusia). Pasien AIDS dapat mengembangkan satu atau
lebih limfoma SSP. Prognosis adalah kurang baik karena kekebalan yang semakin rusak.
Gejala: - sakit kepala
- kejang
- masalah penglihatan
- pusing
- gangguan bicara
- paralisis dan penurunan mental.
3. Infeksi cytomegalovirus (CMV)
Dapat muncul bersamaan dengan infeksi lain. Infeksi CMV pada urat saraf tulang
belakang dan saraf dapat mengakibatkan lemahnya tungkai bagian bawah dan beberapa
paralisis, nyeri bagian bawah yang berat dan kehilangan fungsi kandung kemih. Infeksi
ini juga dapat menyebabkan pneumonia dan penyakit lambung-usus.
Gejala : - lemas pada lengan dan kaki
- gangguan pendengaran dan keseimbangan
- tingkat mental yang berubah
- demensia
- neuropati perifer
- koma dan penyakit retina yang dapat mengakibatkan kebutaan.
4. Progressive multifocal leukoencephalopathy (PML)
Terutama berdampak pada orang dengan penekanan sistem kekebalan (termasuk
hampir 5% pasien AIDS). PML disebabkan oleh virus JC (John Cunningham viruspapovavirus), yang bergerak menuju otak, menulari berbagai tempat dan merusak sel
yang membuat mielin - lemak pelindung yang menutupi banyak sel saraf dan otak.
Beberapa pasien mungkin mengalami gangguan ingatan dan kognitif, dan mungkin
muncul kejang. PML berkembang terus-menerus dan kematian biasanya terjadi dalam
enam bulan setelah gejala awal.
Gejala : - penurunan kejiwaan
- kehilangan penglihatan
- gangguan berbicara
- ataksia (ketidakmampuan untuk mengatur gerakan)
- kelumpuhan
- lesi otak dan terakhir koma.
5. Stroke
Disebabkan oleh penyakit pembuluh darah otak, jarang dianggap sebagai
komplikasi AIDS, walaupun hubungan antara AIDS dan stroke mungkin jauh lebih besar
dari dugaan. Para peneliti di Universitas Maryland, AS melakukan penelitian pertama
berbasis populasi untuk menghitung risiko stroke terkait AIDS dan menemukan bahwa
AIDS meningkatkan kemungkinan menderita stroke hampir sepuluh kali lipat. Para
peneliti mengingatkan bahwa penelitian tambahan diperlukan untuk mengkonfirmasi
hubungan ini. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa infeksi HIV, infeksi lain atau
reaksi sistem kekebalan terhadap HIV, dapat menyebabkan kelainan pembuluh darah
dan/atau membuat pembuluh darah kurang menanggapi perubahan dalam tekanan darah
yang dapat mengakibatkan pecahnya pembuluh darah dan stroke.
6. Ensefalitis toksoplasma (toksoplasmosis otak)
6.1. Diagnosa
Penyebab ensefalitis fokal pada penderita AIDS adalah reaktifasi Toksoplama
gondii yang sebelumnya merupakan infeksi laten, yang dibawa oleh kucing, burung
dan hewan lain yang dapat ditemukan pada tanah yang tercemar oleh tinja kucing
dan kadang pada daging mentah atau kurang matang. Begitu parasit masuk ke
dalam sistem kekebalan, ia menetap di sana; tetapi sistem kekebalan pada orang
yang sehat dapat melawan parasit tersebut hingga tuntas, mencegah penyakit.
Pemeriksaan serologi tidak bermanfaat sebaliknya scan otal (CT scan) banyak
membantu.
6.2. Gejala : - ensefalitis
- demam disertai pusing
- sakit kepala berat yang tidak menanggapi pengobatan
- lemah pada satu sisi tubuh
- kejang
- kelesuan
- kebingungan yang meningkat
- masalah penglihatan, berbicara dan berjalan
- muntah dan perubahan kepribadian.
6.3. Pengobatan
a. Pirimetamin 25mg/hari
b. Sulfadiasin 100mg/kg/hari (maksimum 8 gram)
Efek samping: kemerahan pada kulit dan aplasia sumsum tulang.
Pengobatan dilakukan sampai 3-6bulan. Karena sering kambuh maka pegobatan
intermiten jangka panjang untuk pencegahan sebaiknya dipertimbangkan.
7. Mielopati vakuolar
Menyebabkan lapisan mielin yang melindungi untuk melepaskan diri dari sel saraf
di saraf tulang belakang, membentuk lubang kecil yang disebut vakuol dalam serat saraf.
Gejala :
berat sehingga jasad renik di paru yang semula tidak menjadi, dapat menimbulkan
penyakit.
Gejala: - Penurunan berat badan
- Keringat malam
- Pembesaran kelenjar getah bening
- Rasa lelah
- Kehilangan nafsu makan
- Diare kronik
- Demam (suhunya tidak terlalu tinggi dan timbul pada sore hari)
- Sariawan yang hilang timbul
Foto toraks dan pemeriksaan analisa gas darah tidak spesifik untuk
pemeriksaan PPC ini untuk itu dilakukan bronkoskopi, biopsi transbronkial dan
lavase bronkhoalveolar untuk menemukan protozoa (P. carinii).
PPC merupakan penyakit yang agak spesifik untuk AIDS sehingga kita dapat
membuktikan PPC pada seorang penderita walaupun pemeriksaan serologi HIV
negative, sudah dianggap menderita AIDS, kecuali kita menemukan penyebab lain
dadri kerusakan sistim imunitas tubuhnya, misalnya akibat pemakaian obat
prednisone/imunosupresif/sitostatika sebelumnya.
8.2. Pengobatan
a. Pentamidine isetionat 4mg/kg BB
Efek samping: gangguan faal ginjal dan hati, leukopenia, dan hipotensi.
b. Co-trimoxazole (trimetropin 15-20 mg/kg BB dan sulfametoksasol 75-100mg/kg
BB per hari)
Efek samping: panas, leucopenia, hiponatremia, kemerahan pada kulit, dan
kenaikan kadar transaminase.
c. Dapsone 100mg sehari, biasanya untuk PPC ringan.
d. Zidovudine (untuk mengurangi morbiditas PPC pada penderita AIDS)
9. Tuberkulosis
9.1. Diagnosa
Tuberculosis merupakan penyakit infeksi yang berkaitan erat dengan kerusakan
imunitas seluler yang dapat menyerang penderita AIDS karena imunitas penderita
sangat rendah. Diagnosa dapat dilakukan dengan bronkoskopi atau biopsy kelenjar,
liver, dan otak.
9.2. Pengobatan
intermiten
jangka
panjang
untuk
pencegahan
sebaiknya
dipertimbangkan.
11. Infeksi mukokutan
11.1. Herpes Simpleks
Infeksi herpes simpleks pada penderita AIDS sering tampak pada bibir yang
atipik, berat, lokalisata, persisten dan dapat impetigenisata. Pada daerah mulut
dapat menyerang lidah, mukosa pipi dan gusi. Diagnose dilakukan dengan
pemeriksaan mikroskop, kultur atau deteksi antigen dari specimen jaringan.
Pengobatan sering dilakukan dengan menggunakan acyclovir selama 10 hari
akan menghentikan pembentukan virus herpes setelah 72 jam. Namun infeksi
herpes simpleks rekuren pada daerah genitalia penderita AIDS sulit disembuhkan.
11.2. Herpes Zoster
Pada beberapa penderita AIDS, herpes zoster muncul di banyak tempat dan
menyerupai cacar air. Komplikasi sistemiknya dapat berupa encephalitis,
pneumonitis dan hepatitis sering fatal. Pengobatan dini dengan adenine arabinosid
parenteral atau acyclovir i.v.
11.3. Kandidiasis
Infeksi yang sering kambuh pada mukosa mulut dan tenggorok oleh Candida
albican menimbulkan masalah yang cukup berat pada pasien AIDS ataupun yang
masih dalam tahap infeksi HIV. Kelainan ini tidak spesifik karena dapat disebabkan
oleh berbagai macam keadaan (pemakaian antibiotika yang lama, penderita kanker,
pengobatan sitostatika atau prednison).
Pengobatan dimulai dengan nistatin kumur atau amfoterisin B hisap. Bila perlu
dapat diberikan ketokonasol 200-400 mg p.o. Pengobatan topical dapat
ditambahkan bila didapat kandidiasis di lipat paha.
DIAGNOSIS DINI KOMPLIKASI HIV-AIDS
Beberapa tindakan pemetaan yang tidak menyakitkan dipakai untuk membantu diagnosis
komplikasi neurologi terkait AIDS.
Computed tomography (juga disebut CT scan) memakai sinar X dan komputer untuk
menghasilkan gambar tulang dan jaringan, termasuk peradangan, kista dan tumor otak
tertentu, kerusakan otak karena cedera kepala, dan kelainan lain. CT scan menyediakan
hasil yang lebih rinci dibandingkan rontgen saja.
Magnetic resonance imaging (MRI) memakai komputer, gelombang radio dan bidang
magnetik yang kuat untuk menghasilkan gambar tiga dimensi secara rinci atau - potongan
- struktur tubuh dua dimensi, termasuk jaringan, organ, tulang dan saraf. Tes ini tidak
memakai radiasi ionisasi (serupa dengan rontgen) dan memberi dokter tampilan jaringan
dekat tulang yang lebih baik.
Functional MRI (fMRI) memakai unsur magnetik darah untuk menentukan wilayah otak
yang aktif dan untuk mencatat berapa lama wilayah tersebut tetap aktif. Tes ini dapat
menilai kerusakan otak dari cedera kepala atau kelainan degeneratif contohnya penyakit
Alzheimer, dan dapat menentukan serta memantau kelainan neurologi lain, termasuk
demensia kompleks terkait AIDS.
Magnetic resonance spectroscopy (MRS) memakai medan magnet yang kuat untuk
meneliti komposisi biokimia dan konsentrasi molekul berbasis hidrogen yang beberapa di
antaranya sangat khusus terhadap sel saraf di berbagai wilayah otak. MRS dipakai
sebagai percobaan untuk menentukan lesi otak pada pasien AIDS.
Elektromiografi atau EMG, dipakai untuk mendiagnosis kerusakan saraf dan otot
(misalnya neuropati dan kerusakan serat saraf yang disebabkan oleh HIV) dan penyakit
saraf tulang belakang. Tes ini mencatat kegiatan otot secara spontan dan kegiatan otot
yang digerakkan oleh saraf perifer.
Biopsi adalah pengangkatan dan pemeriksaan jaringan tubuh. Biopsi otak, yang
melibatkan pengangkatan sebagian kecil otak atau tumor dengan bedah, dipakai untuk
menentukan kelainan dalam tengkorak dan tipe tumor. Berbeda dengan kebanyakan
biopsi lain, biopsi otak memerlukan rawat inap. Biopsi otot atau saraf dapat membantu
mendiagnosis masalah saraf otot, sementara biopsi otak dapat membantu mendiagnosis
tumor, peradangan dan kelainan lain.
Analisis cairan sumsum tulang belakang dapat mendeteksi segala perdarahan atau
hemoragi otak, infeksi otak atau tulang belakang (misalnya neurosifilis), dan
penumpukan cairan yang berbahaya. Contoh cairan diambil dengan jarum suntik dengan
bius lokal dan diteliti untuk mendeteksi kelainan.