Tinitus
Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik di Bagian
Ilmu Kesehatan THT RSUD Panembahan Senopati Bantul
Disusun oleh :
Dokter Penguji :
dr.I Wayan Marthana,M.Kes, Sp.THT
HALAMAN PENGESAHAN
Tinitus
Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti
Ujian Kepaniteraan Klinik Di Bagian Ilmu Kesehatan THT
RSUD Panembahan Senopati Bantul
Disusun Oleh:
Ahmad Arif Wibowo
20090310222
BAB I
A. IDENTITAS PASIEN
Nama
: Ny. Wagirah
Jenis Kelamin
: Perempuan
Tanggal Lahir
: 12 Oktober 1948
Umur
: 65 Tahun
Alamat
Pendidikan
: Tamat SMP
Pekerjaan
: Pensiunan
Agama
: Islam
Bangsa
: Indonesia
Status Pernikahan
: Menikah
Tanggal Masuk RS
: 23 September 2014
No CM
: 54.01.74
B. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan tanggal 23 Maret 2014 secara autoanamnesis,
a. Keluhan Utama
Keluar cairan bening dan tidak berbau dari telinga kiri
Sistem serebrospinal
Sistem respiratorius
Sistem kardiovaskuler
: berdebar-debar (-)
Sistem gastrointestinal
Sistem genitalia
Sistem muskuloskeletal
Sistem Integumentum
C. PEMERIKSAAN FISIK
I.
KEADAAN UMUM
Keadaan Umum
: Baik
Kesadaran
: Compos mentis
Tensi
: 130/80 mmHg
Nadi
: 72x/menit
Suhu
: Afebris
Pernapasan
: 20x/menit
Berat badan
: 50 kg
II.
TELINGA
DBN
Kanan
Kiri
Normal
Normal
Radang, Tumor
Discharge
Nyeri Tekan Tragus
Regio Mastoid
Deformitas (-)
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada kelainan, nyeri
Deformitas (-)
Tidak ada
Bening
Tidak ada
Tidak ada kelaianan,
Liang Telinga
Membran Timpani
tekan (-)
nyeri tekan (-)
CAE tidak ada serumen
CAE tidak ada serumen
MT intak, hiperemis (-), MT perforasi central,
edema (-), refleks cahaya hiperemis (+), edema (-),
(+) arah jam 5
Valsava Test
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Toyinbee Test
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
TES PENALA
TEST
KANAN
KIRI
Rinne
+
Weber
Lateralisasi ke kiri
Swabach
Pasien = Pemeriksa
Memanjang pada pasien
Penala yang dipakai
512 Hz
512 Hz
Kesan : Kesan adanya tuli konduktif pada telinga kiri
Saran: Konfirmasi dengan hasil tes audiometri
III.
Bentuk
Tanda peradangan
Vestibulum
Cavum nasi
Konka inferior
Konka medius
: Sekret -/-
Septum nasi
: Deviasi -/-
Aliran udara
: Hambatan -/-
IV.
V.
PEMERIKSAAN TRANSLUMINASI
Sinus frontalis
Sinus maksilaris
VI.
Kanan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Kiri
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
TENGGOROK
PHARYNX
Cavum Oris
Uvula
Dinding pharynx
Arkus pharynx
Tonsil
T1-T1
hiperemis -/-
Detritus -/-
LEHER
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Saran Pemeriksaan:
Audiometri
E. DIAGNOSIS
Tinitus dengan CP auricula sinistra
F. TERAPI
1. Edukasi :
a. Dilarang mengorek telinga
b. Menjaga untuk tidak kemasukan air
2. Medikamentosa
a. Pemberian antibiotik topikal :
Kloramfenikol tetes telinga 3x 2 tetes dalam sehari
b. Kortikosteroid
Metilprednisolon 3 x 4mg .
G. PROGNOSIS
D. Que ad vitam
Dubia at bonam
E. Que ad sanam
Dubia ad bonam
F. Que ad fungsionam
Dubia ad malam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
B. Anatomi Telinga
Telinga tengah berbentuk kubus dengan batas-batasnya adalah sebagai berikut:
Batas luar
: membrane timpani
Batas depan
: tuba eustachius
Batas bawah
Batas belakang
Batas atas
Batas dalam
6. Autoimun
Penderita dengan penyakit autoimun akan memiliki insiden lebih besar
terhadap otitis media kronis.
7. Alergi
Penderita alergi mempunyai insiden otitis media kronis yang lebih tinggi
dibanding yang bukan alergi. Yang menarik adalah dijumpainya sebagian penderita
yang alergi terhadap antibiotik tetes telinga atau bakteria atau toksin-toksinnya,
namun hal ini belum terbukti kemungkinannya.
8. Gangguan fungsi tuba eustachius.
Pada otitis kronis aktif, dimana tuba eustachius sering tersumbat oleh edema
tetapi apakah hal ini merupakan fenomen primer atau sekunder masih belum
diketahui. Pada telinga yang inaktif berbagai metode telah digunakan untuk
mengevaluasi fungsi tuba eustachius dan umumnya menyatakan bahwa tuba tidak
mungkin mengembalikan tekanan negatif menjadi normal. Beberapa faktor-faktor
yang menyebabkan perforasi membran timpani menetap pada OMSK :
D. Patofisiologi
E. Klasifikasi
F. Gejala Klinis
1. Telinga berair (otorrhoe)
Sekret bersifat purulen (kental, putih) atau mukoid (seperti air dan encer)
tergantung stadium peradangan. Sekret yang mukus dihasilkan oleh aktivitas kelenjar
sekretorik telinga tengah dan mastoid. Pada OMSK tipe jinak, cairan yang keluar
mukopus yang tidak berbau busuk yang sering kali sebagai reaksi iritasi mukosa
telinga tengah oleh perforasi membran timpani dan infeksi. Keluarnya sekret biasanya
hilang timbul. Meningkatnya jumlah sekret dapat disebabkan infeksi saluran nafas
atas atau kontaminasi dari liang telinga luar setelah mandi atau berenang. Pada
OMSK stadium inaktif tidak dijumpai adannya sekret telinga. Sekret yang sangat bau,
berwarna kuning abu-abu kotor memberi kesan kolesteatoma dan produk
degenerasinya. Dapat terlihat keping-keping kecil, berwarna putih, mengkilap. Pada
OMSK tipe ganas unsur mukoid dan sekret telinga tengah berkurang atau hilang
karena rusaknya lapisan mukosa secara luas. Sekret yang bercampur darah
berhubungan dengan adanya jaringan granulasi dan polip telinga dan merupakan
tanda adanya kolesteatom yang mendasarinya. Suatu sekret yang encer berair tanpa
nyeri mengarah kemungkinan tuberkulosis.
2. Gangguan pendengaran
Ini tergantung dari derajat kerusakan tulang-tulang pendengaran. Biasanya
dijumpai tuli konduktif namun dapat pula bersifat campuran. Gangguan pendengaran
mungkin ringan sekalipun proses patologi sangat hebat, karena daerah yang sakit
ataupun kolesteatom, dapat menghambat bunyi dengan efektifn ke fenestra ovalis.
Bila tidak dijumpai kolesteatom, tuli konduktif kurang dari 20db ini ditandai bahwa
rantai tulang pendengaran masih baik. Kerusakan dan fiksasi dari rantai tulang
pendengaran menghasilkan penurunan pendengaran lebih dari 30 db.
Beratnya ketulian tergantung dari besar dan letak perforasi membran timpani
serta keutuhan dan mobilitas sistem pengantaran suara ke telinga tengah. Pada OMSK
tipe maligna biasanya didapat tuli konduktif berat karena putusnya rantai tulang
pendengaran, tetapi sering kali juga kolesteatom bertindak sebagai penghantar suara
sehingga ambang pendengaran yang didapat harus diinterpretasikan secara hati-hati.
Penurunan fungsi kohlea biasanya terjadi perlahan-lahan dengan berulangnya
infeksi karena penetrasi toksin melalui jendela bulat (foramen rotundum) atau fistel
labirin tanpa terjadinya labirinitis supuratif. Bila terjadinya labirinitis supuratif akan
terjadi tuli saraf berat, hantaran tulang dapat menggambarkan sisa fungsi kohlea.
3. Otalgia ( nyeri telinga)
Nyeri tidak lazim dikeluhkan penderita OMSK, dan bila ada merupakan suatu
tanda yang serius. Pada OMSK keluhan nyeri dapat karena terbendungnya drainase
pus. Nyeri dapat berarti adanya ancaman komplikasi akibat hambatan pengaliran
sekret, terpaparnya durameter atau dinding sinus lateralis, atau ancaman pembentukan
abses otak. Nyeri telinga mungkin ada tetapi mungkin oleh adanya otitis eksterna
sekunder. Nyeri merupakan tanda berkembang komplikasi OMSK seperti Petrositis,
subperiosteal abses atau trombosis sinus lateralis.
4. Vertigo
Vertigo pada penderita OMSK merupakan gejala yang serius lainnya. Keluhan
vertigo seringkali merupakan tanda telah terjadinya fistel labirin akibat erosi dinding
labirin oleh kolesteatom. Vertigo yang timbul biasanya akibat perubahan tekanan
udara yang mendadak atau pada panderita yang sensitif keluhan vertigo dapat terjadi
hanya karena perforasi besar membran timpani yang akan menyebabkan labirin lebih
mudah terangsang oleh perbedaan suhu.
Penyebaran infeksi ke dalam labirin juga akan meyebabkan keluhan vertigo.
Vertigo juga bisa terjadi akibat komplikasi serebelum. Fistula merupakan temuan yang
serius, karena infeksi kemudian dapat berlanjut dari telinga tengah dan mastoid ke
telinga dalam sehingga timbul labirinitis dan dari sana mungkin berlanjut menjadi
meningitis. Uji fistula perlu dilakukan pada kasus OMSK dengan riwayat vertigo. Uji
ini memerlukan pemberian tekanan positif dan negatif pada membran timpani, dengan
demikian dapat diteruskan melalui rongga telinga tengah.
G. Penegakan Diagnosis
1. Anamnesis (history-taking)
Penyakit telinga kronis ini biasanya terjadi perlahan-lahan dan penderita
seringkali datang dengan gejala-gejala penyakit yang sudah lengkap. Gejala yang
paling sering dijumpai adalah telinga berair, adanya sekret di liang telinga yang pada
tipe tubotimpanal sekretnya lebih banyak dan seperti berbenang (mukous), tidak
berbau busuk dan intermiten, sedangkan pada tipe atikoantral, sekretnya lebih sedikit,
berbau busuk, kadangkala disertai pembentukan jaringan granulasi atau polip, maka
sekret yang keluar dapat bercampur darah. Ada kalanya penderita datang dengan
keluhan kurang pendengaran atau telinga keluar darah.
2. Gejala klinis
Ada beberapa gejala klinis yang menyebabkan pasien berobat ke pelayanan
kesehatan, antara lain:
Gangguan pendengaran, ini tergantung dari derajat kerusakan tulangtulang pendengaran. Biasanya dijumpai tuli konduktif namun dapat
pula bersifat campuran.
3. Pemeriksaan otoskopi
Pemeriksaan otoskopi akan menunjukan adanya dan letak perforasi. Dari
perforasi dapat dinilai kondisi mukosa telinga tengah.
4. Pemeriksaan audiologi
Evaluasi audiometri, pembuatan audiogram nada murni untuk menilai
hantaran tulang dan udara, penting untuk mengevaluasi tingkat penurunan
pendengaran dan untuk menentukan gap udara dan tulang. Audiometri tutur berguna
untuk menilai speech reception threshold pada kasus dengan tujuan untuk
memperbaiki pendengaran.
Pemeriksaan penala adalah pemeriksaan sederhana untuk mengetahui adanya
gangguan pendengaran. Untuk mengetahui jenis dan derajat gangguan pendengaran
dapat dilakukan pemeriksaan audiometri nada murni, audiometri tutur (speech
audiometry) dan pemeriksaan BERA (brainstem evoked responce audiometry) bagi
pasien anak yang tidak kooperatif dengan pemeriksaan audiometri nada murni.
5. Pemeriksaan radiologi
Radiologi konvensional, foto polos radiologi, posisi Schller berguna untuk
menilai kasus kolesteatoma, sedangkan pemeriksaan CT scan dapat lebih efektif
menunjukkan anatomi tulang temporal dan kolesteatoma.
6. Pemeriksaan bakeriologik dengan media kultur pada OMSK
Identifikasi kuman didasarkan pada morfologi koloni kuman yang tumbuh
pada media kultur (agar darah) dan uji biokimia. Identifikasi bakteriologik dalam
tubuh manusia (dalam hal ini sekret telinga penderita OMSKBA) masih
mengandalkan teknik kultur murni.
7. Pemeriksaan penunjang lain berupa uji resistensi kuman dari sekret telinga.
H. Penatalaksanaan
Terapi OMSK tidak jarang memerlukan waktu lama, serta harus berulangulang. Sekret yang keluar tidak cepat kering atau selalu kambuh lagi. Keadaan ini
antara lain disebabkan oleh satu atau beberapa keadaan yaitu: adanya perforasi
membran timpani yang permanen, sehingga telinga tengah berhubungan dengan dunia
luar; terdapat sumber infeksi di faring, nasofaring, hidung dan sinus paranasal; sudah
terbentuk jaringan patologik yang irreversibel dalam rongga mastoid dan ; gizi dan
higiene yang kurang.
Prinsip
terapi
OMSK
tipe
aman
adalah
konserfatif
atau
dengan
medikamentosa. Bila sekret yang keluar terus-menerus, maka diberikan obat pencuci
telinga, berupa larutan H2O2 3% selama 3-5 hari. Secara oral diberikan antibiotika
dari golongan ampisilin atau eritromisin (bila pasien alergi terhadap ampisilin)
sebelum hasil tes resistensi diterima. Pada infeksi yang dicurigai penyebebnya telah
resisten terhadap ampisilin dapat diberikan ampisilin asam klavulanat.
Bila sekret telah kering, tetapi perforasi masih ada setelah diobservasi selama
2 bulan maka idealnya dilakukan meringoplasti atau timpanoplasti. Operasi ini
bertujuan untuk menghentikan infeksi secara permanen, memperbaiki membran
timpani yang perforasi, mencegah terjadinya komplikasi dan kerusakan pendengaran
yang lebih berat, serta memperbaiki pendengaran.
Bila terdapat sumber infeksi yang menyebabkan sekret tetap ada, atau
terjadinya infeksi berulang, maka sumber infeksi itu harus diobati terlebih dahulu,
mungkin juga perlu dilakukan pembedahan, misalnya adenoidektomi atau
tonsilektomi.
Prinsip terapi OMSK tipe bahaya adalah pembedahan, yaitu mastoidektomi.
Jadi, bila terdapat OMSK tipe bahaya, maka terapi yang tepat adalah dengan
melakukan mastoidektomi dengan atau tanpa timpanoplasti. Terapi konservatif
dengan medika mentosa hanyalah merupakan terapi sementara sebelum dilakukan
pembedahan. Bila terdapat abses periosteal retroaurikuler, maka insisi abses
sebaiknya dilakukan tersendiri sebelum mastoidektomi.
Untuk mencapai hasil terapi antimikroba yang optimal pada OMSK, harus
dilakukan isolasi kuman penyebab dan uji kepekaan terhadap antimikroba. Meskipun
demikian, tidak semua OMSK berhasil diatasi dengan terapi antimikroba, walaupun
terapi yang diberikan telah sesuai dengan uji kepekaan.
I. Komplikasi
1. Komplikasi intratemporal (komplikasi ekstrakranial) terdiri dari parese n. Fasial
dan labirinitis.
2. Komplikasi ekstratemporal (komplikasi intrakranial) terdiri dari abses ekstradural,
abses subdural, tromboflebitis sinus lateral, meningitis, abses otak, hidrosefalus
otitis.
Pada radang telinga tengah menahun ini walaupun telinga berair sudah
bertahun-tahun lamanya telinga tidak merasa sakit, apabila didapati telinga terasa
sakit disertai demam, sakit kepala hebat dan kejang menandakan telah terjadi
komplikasi ke intrakranial.
DAFTAR PUSTAKA
1. Djaafar ZA. Kelainan telinga tengah. Dalam: Soepardi, E, et al, Ed. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Telinga Hidung Tenggorokan. Edisi VI. Balai Penerbitan FKUI, Jakarta. 2006: p.
64-77.
2. Christanto, A. et al. Pendekatan Molekuler (RISA) untuk Membedakan Spesies Bakteri
Otitis Media Supuratif Kronik Benigna Aktif. Cermin Dunia Kedokteran No. 155, 2007
3. Soetirto, I. et al. Gangguan Pendengaran (Tuli). Dalam: Soepardi, E, et al, Ed. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorokan. Edisi VI. Balai Penerbitan FKUI, Jakarta. 2006:
p.10-22
4. Ballenger JJ. Penyakit Telinga Kronis. Dalam Buku Penyakit Telinga, Hidung,Tenggorok,
Kepala dan Leher. Ed.13 Jilid Satu. Binarupa Aksara, Jakarta. 1994: p. 392-412.
5. Boesoirie, TS dan Lasminingrum. Perjalanan Klinis dan Penatalaksanaan Otitis Media
Supuratif. Bagian Ilmu Kesehatan THT-KL. Fakultas Kedokteran UNPAD/RSUP dr.Hasan
Sadikin
Bandung
.2009.
Diakses
dari
http://www.ketulian.com/v1/web/index.php?