Anda di halaman 1dari 17

A.

Konsep Teori Tumor Mediastinum


1. Pengertian
Tumor mediastinum adalah tumor yang terdapat di dalam mediastinum yaitu rongga
yang berada di antara paru kanan dan kiri. Mediastinum berisi jantung, pembuluh darah
arteri, pembuluh darah vena, trakea, kelenjar timus, syaraf, jaringan ikat, kelenjar getah
bening dan salurannya.
Tumor mediastinum sebagian besar adalah metastasis dari tempat lain (yang paling
sering karsinoma bronkogenik), kemudian limfoma, sebagian kecil lagi dari tumor
neurogenic, teratoma, timoma dan liphoma.
Tumor neurogen adalah tumor primer mediastinum yang tersering, umumnya
terletak di dekat mediastinum posterior dekat lekukan para vertebral. Umumnya bersifat
jinak antara lain neurofibroma, schwannoma dan ganglioneuroma.
2. Anatomi Fisiologi Mediastinum
Batas ruang mediastinum, atas: pintu masuk toraks, bawah: diafragma, lateral:
pleura mediastinalis, posterior : tulang belakang, anterior : sternum. Karena rongga
mediastinum tidak dapat diperluas, maka pembesaran tumor dapat menekan organ penting
di sekitarnya dan dapat mengancam jiwa. Kebanyakan tumor mediastinum tumbuh lambat
sehingga pasien sering datang setelah tumor cukup besar, disertai keluhan dan tanda akibat
penekanan tumor terhadap organ sekitarnya.
Secara garis besar mediastinum dibagi atas 4 bagian penting :
1. Mediastinum superior, mulai pintu atas rongga dada sampai ke vertebra torakal ke-5
dan bagian bawah sternum.
2. Mediastinum anterior, dari garis batas mediastinum superior ke diafargma didepan
jantung.
3. Mediastinum posterior, dari garis batas mediastinum superior ke diafragma
dibelakang jantung.
4. Mediastinum medial (tengah), dari garis batas mediastinum superior ke diafragma
di antara mediastinum anterior dan posterior.

3. Etiologi dan Faktor Resiko


Secara umum faktor-faktor yang dianggap sebagai penyebab tumor adalah:
1. Penyebab kimiawi
Di berbagai negara ditemukan banyak tumor kulit pada pekerja pembersih
cerobong asap. Zat yang mengandung karbon dianggap sebagai penyebabnya.
2. Faktor genetik (biomolekuler)

Perubahan genetik termasuk perubahan atau mutasi dalam gen normal dan
pengaruh protein bisa menekan atau meningkatkan perkembangan tumor.
3. Faktor fisik
Secara fisik, tumor berkaitan dengan trauma/pukulan berulang-ulang baik
trauma fisik maupun penyinaran. Penyinaran bisa berupa sinar ultraviolet yang
berasal ari sinar matahari maupun sinar lain seperti sinar X (rontgen) dan radiasi
bom atom.
4. Faktor nutrisi
Salah satu contoh utama adalah dianggapnya aflaktosin yang dihasilkan oleh
jamur pada kacang dan padi-padian sebagai pencetus timbulnya tumor.
5. Penyebab bioorganisme
Misalnya virus, pernah dianggap sebagai kunci penyebab tumor dengan
ditemukannya hubungan virus dengan penyakit tumor pada binatang percobaan.
Namun ternyata konsep itu tidak berkembang lanjut pada manusia.
6. Faktor hormone
Pengaruh hormon dianggap cukup besar, namun mekanisme dan kepastian
peranannya belum jelas. Pengaruh hormone dalam pertumbuhan tumor bisa
dilihat pada organ yang banyak dipengaruhi oleh hormone tersebut.
4. Patofisiologi
Sebagaimana bentuk kanker / karsinoma lain, penyebab dari timbulnya karsinoma
jaringan mediastinum belum diketahui secara pasti; namun diduga berbagai faktor
predisposisi yang kompleks berperan dalam menimbulkan manifestasi tumbuhnya
jaringan/sel-sel kanker pada jaringan mediastinum.
Adanya pertumbuhan sel-sel karsinoma dapat terjadi dalam waktu yang relatif
singkat maupun timbul dalam suatu proses yang memakan waktu bertahun-tahun untuk
menimbulkan manifestasi klinik. Kadang berbagai bentuk karsinoma sulit terdeteksi secara
pasti dan cepat oleh tim kesehatan. Diperlukan berbagai pemeriksaan akurat untuk
menentukan masalah adanya kanker pada suatu jaringan.
Dengan semakin meningkatnya volume massa sel-sel yang berproliferasi maka
secara mekanik menimbulkan desakan pada jaringan sekitarnya; pelepasan berbagai
substansia pada jaringan normal seperti prostalandin, radikal bebas dan protein-protein
reaktif secara berlebihan sebagai ikutan dari timbulnya karsinoma meningkatkan daya rusak

sel-sel kanker terhadap jaringan sekitarnya; terutama jaringan yang memiliki ikatan yang
relatif lemah.
Kanker sebagai bentuk jaringan progresif yang memiliki ikatan yang longgar
mengakibatkan sel-sel yang dihasilkan dari jaringan kanker lebih mudah untuk pecah dan
menyebar ke berbagai organ tubuh lainnya (metastase) melalui kelenjar, pembuluh darah
maupun melalui peristiwa mekanis dalam tubuh.
Adanya pertumbuhan sel-sel progresif pada mediastinum secara mekanik
menyebabkan penekanan (direct pressure / indirect pressure) serta dapat menimbulkan
destruksi jaringan sekitar; yang menimbulkan manifestasi seperti penyakit infeksi
pernafasan lain seperti sesak nafas, nyeri inspirasi, peningkatan produksi sputum, bahkan
batuk darah atau lendir berwarna merah (hemaptoe) manakala telah melibatkan banyak
kerusakan pembuluh darah.
Kondisi kanker juga meningkatkan resiko timbulnya infeksi sekunder; sehingga
kadangkala manifestasi klinik yang lebih menonjol mengarah pada infeksi saluran nafas
seperti pneumonia, tuberkulosis walaupun mungkin secara klinik pada kanker ini kurang
dijumpai gejala demam yang menonjol.
5. Klasifikasi
1. Timoma
Thymoma adalah tumor yang berasal dari epitel thymus. Ini adalah tumor
yang banyak terdapat dalam mediastinum bagian depan atas. Dalam golongan
umur 50 tahun, tumor ini terdapat dengan frekuensi yang meningkat. Tidak
terdapat preferensi jenis kelamin, suku bangsa atau geografi. Gambaran
histologiknya dapat sangat bervariasi dan dapat terjadi komponen limfositik atau
tidak. Malignitas ditentukan oleh pertumbuhan infiltrate di dalam organ-organ
sekelilingnya dan tidak dalam bentuk histologiknya. Pada 50% kasus terdapat
keluhan lokal. Thymoma juga dapat berhubungan dengan myasthenia gravis,
pure red cell aplasia dan hipogama globulinemia. Bagian terbesar Thymoma
mempunyai perjalanan klinis benigna. Penentuan ada atau tidak adanya
penembusan kapsul mempunyai kepentingan prognostic. Metastase jarak jauh
jarang terjadi. Jika mungkin dikerjakan terapi bedah.
Stage dari Timoma:

1. Stage I : belum invasi ke sekitar


2. Stage II : invasi s/d pleura mediastinalis
3. Stage III : invasi s/d pericardium
4. Stage IV : Limphogen / hematogen
2. Teratoma (Mesoderm)
Teratoma merupakan neoplasma yang terdiri dari beberapa unsur jaringan
yang asing pada daerah dimana tumor tersebut muncul. Teratoma paling sering
ditemukan pada mediatinum anterior. Teratoma yang histologik benigna
mengandung terutama derivate ectoderm (kulit) dan entoderm (usus).
Pada teratoma maligna dan tumor sel benih seminoma,

tumor

teratokarsinoma dan karsinoma embrional atau kombinasi dari tumor itu


menduduki tempat yang terpenting. Penderita dengan kelainan ini adalah yang
pertama-tama perlu mendapat perhatian untuk penanganan dan pembedahan.
Mengenai teratoma benigna, dahulu disebut kista dermoid, prognosisnya
cukup baik. Pada teratoma maligna, tergantung pada hasil terapi pembedahan
radikal dan tipe histologiknya, tapi ini harus diikuti dengan radioterapi atau
kemoterapi.
3. Limfoma
Limfoma adalah jenis kanker yang dimulai pada sel sistem kekebalan yang
disebut limfosit. Limfosit adalah sel darah putih yang bergerak di seluruh tubuh
dalam cairan yang disebut getah bening. Mereka diangkut oleh jaringan
pembuluh yang membentuk sistem limfatik, bagian dari sistem kekebalan
tubuh.Seperti kanker lainnya, limfoma terjadi ketika limfosit berada dalam
keadaan pertumbuhan sel yang tidak terkendali.
Ada dua jenis limfoma: limfoma Hodgkin (LH, juga disebut penyakit
Hodgkin) dan limfoma non-Hodgkin (LNH). Baik LH dan LNH dapat terjadi di
tempat yang sama dan memiliki gejala yang sama. Perbedaan keduanya terlihat
pada tingkat mikroskopis. Limfoma Hodgkin berkembang dari garis keturunan
abnormal tertentu dari sel B. Ada lima subtipe LH. LNH dapat berasal baik dari
sel B atau sel T abnormal, dengan 30 subtipe yang dibedakan dengan penanda
genetik yang unik.
Secara keseluruhan, limfoma merupakan keganasan yang paling sering pada
mediastinum. Limfoma adalah tipe kanker yang terjadi pada limfosit (tipe sel
darah putih pada sistem kekebalan tubuh vertebrata). Terdapat banyak tipe

limfoma. Limfoma adalah bagian dari grup penyakit yang disebut kanker
Hematological. Pada abad ke-19 dan abad ke-20, penyakit ini disebut penyakit
Hodgkin karena ditemukan oleh Thomas Hodgkin tahun 1832. Limfoma
dikategorikan sebagai limfoma Hodgkin dan limfoma non-Hodgkin.
Gejala kliniknya yaitu dapat disebabkan tumornya sendiri, seperti lazimnya
tumor mediastinum lain, atau dapat pula sebagai akibat manifestasi penyakit
sistem getah bening antara lain panas badan, limfadenopati, hepatomegali atau
splenomegali. Diagnosa dapat ditegakkan dengan biopsi kelenjar getah bening
terutama kelenjar skalenus, pemeriksaan sumsum tulang dan darah tepi.
Gambaran radiologis : Umumnya tampak sebagai pelebaran bayangan
mediastinum atau berupa massa bulat berbatas tegas atau bergelombang dengan
densitas homogen dan dapat dilihat dari hilus sampai leher serta biasanya
bilateral namun tidak simetris.
Penatalaksanaan : Berbeda dengan tumor mediastinum lainnya yaitu bukan
pembedahan melainkan radiasi dan sitostatika.
4. Tumor Tiroid
Tumor tiroid merupakan tumor berlobus, yang berasal dari Tiroid.
5. Kista pericardium
Ini adalah kista dengan dinding yang tipis, terisi cairan jernih yang selalu dapat
menempel pada perikard dan kadang-kadang berada dalam hubungan terbuka
dengan perikard itu. Yang terbanyak terdapat di ventral, di sudut diafragma
jantung. Kista ini juga dikenal sebagai kista coelom. Kista pleuroperikardial
adalah kelainan congenital, tetapi baru muncul manifestasi pada usia dewasa.
Sampai desenium ke 5 atau 6, ukuran tumor biasanya secara lambat bertambah,
tetapi jarang sampai lebih dari 10 cm. pada fluoroskopi, kista-kista ini sering
terlihat sebagai rongga-rongga dengan dinding yang tipis dengan perubahan
bentuk pada pernapasan dalam. Kista-kista coelom di sebelah kanan harus
differensiasi dengan lemak parakardial dan dengan hernia diafragmatika melalui
foramen Morgagni. Kista-kista ini sering terdapt, meskipun tentang hal ini tidak
ada data yang jelas. Kista ini tidak menimbulkan keluhan, infeksi sangat jarang
dan malignitasnya tidak diketahui. Karena itu ekstirpasi hanya diperlukan pada

keraguan yang serius mengenai diagnosisnya atau pada ukuran kista yang sangat
besar.
6. Tumor neurogenik
Tumor Neurogen merupakan tumor mediastinal yang terbanyak terdapat,
manifestasinya hampir selalu sebagai tumor bulat atau oval, berbatas licin,
terletak jauh di mediastinum belakang. Tumor ini dapat berasal dari saraf
intercostalis, ganglia simpatis, dan dari sel-sel yang mempunyai ciri
kemoreseptor. Tumor ini dapat terjadi pada semua umur, tetapi relative frekuensi
pada umur anak.
Banyak Tumor Nerogenik menimbulkan beberapa gejala dan ditemukan pada
foto thorax rutin. Gejala biasanya merupakan akibat dari penekanan pada
struktur yang berdekatan. Nyeri dada atau punggung biasanya akibat kompresi
atau invasi tumor pada nervus interkostalis atau erosi tulang yang berdekatan.
Batuk dan dispneu merupakan gejala yang berhubungan dengan kompresi
batang trakeobronchus. Sewaktu tumor tumbuh lebih besar di dalam
mediastinum posterosuperior, maka tumor ini bisa menyebabkan sindrom
pancoast atau Horner karena kompresi peleksus brakhialis atau rantai simpatis
servikalis.
7. Kista Bronkhogenik
Kista Bronkogenik kebanyakan mempunyai dinding cukup tipis, yang terdiri
dari jaringan ikat, jaringan otot dan kadang-kadang tulang rawan. Kista ini
dilapisi epitel rambut getar atau planoselular dan terisi lendir putih susu atau
jernih. Kista bronkus terletak menempel pada trakea atau bronkus utama,
kebanyakan dorsal dan selalu dekat dengan bifurkatio. Kista ini dapat tetap
asimptomatik tetapi dapat juga menimbulkan keluhan karena kompresi trakea,
bronki utama atau esophagus. Kecuali itu terdapat bahaya infeksi dan perforasi
sehingga kalau ditemukan diperlukan pengangkatan dengan pembedahan. Gejala
dari kista ini adalah batuk, sesak napas s/d sianosis.
5. Manifestasi Klinik
1. Mengeluh sesak nafas, nyeri dada, nyeri dan sesak pada posisi tertentu
(menelungkup)
2. Sekret berlebihan

3. Batuk dengan atau tanpa dahak


4. Riwayat kanker pada keluarga atau pada klien
5. Pernafasan tidak simetris
6. Unilateral Flail Chest
7. Effusi pleura
8. Egophonia pada daerah sternum
9. Pekak/redup abnormal pada mediastinum serta basal paru
10. Wheezing unilateral/bilateral
11. Ronchii
Sebagian besar pasien tumor mediastinum akan memperlihatkan gejala pada
waktu presentasi .Kebanyakan kelompok melaporkan bahwa antara 56 dan 65
persen pasien menderita gejala pada waktu penyajian, dan penderita dengan lesi
ganas jauh lebih mungkin menunjukkan gejala pada waktu presentasi. Tetapi,
dengan peningkatan penggunaan rontgenografi dada rutin, sebagian besar massa
mediastinum terlihat pada pasien yang asimtomatik. Adanya gejala pada pasien
dengan

massa

mediastinum

mempunyai

kepentingan

prognosis

dan

menggambarkan lebih tingginya kemungkinan neoplasma ganas.


Massa mediastinum bisa ditemukan dalam pasien asimtomatik, pada foto thorax
rutin atau bisa menyebabkan gejala karena efek mekanik local sekunder terhadap kompresi
tumor atau invasi struktur mediastinum. Gejala sistemik bisa nonspesifik atau bisa
membentuk kompleks gejala yang sebenarnya patogmonik untuk neoplasma spesifik.
Keluhan yang biasanya dirasakan adalah :
1.

Batuk atau stridor karena tekanan pada trachea atau bronchi utama.

2.

Gangguan menelan karena kompresi esophagus.

3.

Vena leher yang mengembang pada sindroma vena cava superior.

4.

Suara serak karena tekanan pada nerves laryngeus inferior.

5.

Serangan batuk dan spasme bronchus karena tekanan pada nervus vagus.
Walaupun gejala sistemik yang samar-samar dari anoreksia, penurunan berat badan

dan meningkatnya rasa lelah mungkin menjadi gejala yang disajikan oleh pasien dengan
massa mediastinum, namun lebih lazim gejala disebabkan oleh kompresi local atau invasi
oleh neoplasma dari struktur mediastinum yang berdekatan.
Nyeri dada timbul paling sering pada tumor mediastinum anterosuperior. Nyeri dada
yang serupa biasanya disebabkan oleh kompresi atau invasi dinding dada posterior dan

nervus interkostalis. Kompresi batang trachea, bronkhus biasanya memberikan gejala


seperti dispneu, batuk, pneumonitis berulang atau gejala yang agak jarang yaitu stridor.
Keterlibatan esophagus bisa menyebabkan disfagia atau gejala obstruksi. Keterlibatan
nervus laringeus rekuren, rantai simpatis atau plekus brakhialis masing-masing
menimbulkan paralisis plika vokalis, sindrom Horner dan sindrom Pancoast. Tumor
mediastinum yang meyebabkan gejala ini paling sering berlokalisasi pada mediastinum
superior. Keterlibatan nervus frenikus bisa menyebabkan paralisis diafragma.
6. Pemeriksaan Diagnostik
1. Hb: menurun/normal
Analisa Gas Darah: asidosis respiratorik, penurunan kadar oksigen darah, kadar
karbon darah meningkat/normal
2. Elektrolit: Natrium/kalsium menurun/normal
3. Pemeriksaan diagnostic
1. Rontgenografi
Investigasi suatu massa di mediastinum harus dimulai dengan foto dada
anterior-superior, lateral, oblik, esofagogram, dan terakhir tomogram bila
perlu. Penentuan lokasi yang tepat amat penting untuk langkah diagnostik
lebih lanjut. CT scan thorax diperlukan untuk membedakan apakah lesi
berasal dari vaskuler atau bukan vaskuler. Hal ini perlu menjadi
pertimbangan bila bioopsi akan dilakukan, selain itu CT scan juga berguna
untuk menentukan apakah lesi tersebut bersifat kistik atau tidak. Pada
langkah selanjutnya untuk membedakan apakah massa tersebut adalah tumor
metastasis, limfoma atau tuberculosis/ sarkoidosis maka mediastinoskopi
dan biopsy perlu dilakukan. Dasar dari evaluasi diagnostik adalah
pemeriksaan rontgenografi. Foto thorax lateral dan posteroanterior standar
bermanfaat dalam melokalisir massa di dalam mediastinum. Neoplasma
mediastinum dapat diramalkan timbul pada bagian tertentu mediastinum.
Foto polos bisa mengenal densitas relatif massa ini, dan apakah padat atau
kistik.
2. USG
Ultrasonografi bermanfaat dalam menggambarkan struktur kista dan
lokasinya di dalam mediastinum. Fluoroskopi dan barium enema bisa
membantu lebih lanjut dalam menggambarkan bentuk massa dan

hubungannya dengan struktur mediastinum lain, terutama esofagus dan


pembuluh darah besar.
USG Germ Cell Mediastinum
Kemajuan dalam teknologi nuklir telah bermanfaat dalam mendiagnosis
sejumlah tumor. Sidik yodium radioiotop bermanfaat dalam membedakan
struma intratoraks dari lesi mediatinum superior lain. Sidik gallium dan
teknesium sangat memperbaiki kemampuan mendiagnosis dan melokalisir
adenoma parathyroid. Belakangan ini kemajuan dalam radiofarmakologi
telah membawa ke diagnosis tepat.
3. Tomografi Komputerisasi
Kemajuan terbesar dalam diagnosis dan penggambaran massa dalam
mediastinum pada tahun belakangan ini adalah penggunaan sidik CT untuk
diagnosis klinis. Dengan memberikan gambaran anatomi potongan
melintang yang memuaskan bagi mediastinum, CT mampu memisahkan
massa mediastinum dari struktur mediastinum lainnya. Terutama dengan
penggunaan materi kontras intravena untuk membantu menggambarkan
struktur vascular, sidik CT mampu membedakan lesi asal vascular dari
neoplasma mediastinum. Sebelumnya, pemeriksaan angiografi sering
diperlukan untuk membedakan massa mediastinum dari berbagai proses
pada jantung dan aorta seperti aneurisma thorax dan suni aneurisma Valsava.
Dengan perbaikan resolusi belakangan ini, CT telah menjadi alat diagnostik
yang jauh lebih sensitif dibandingkan dengan teknik radiografi rutin. CT
bermanfaat dalam diagnosis kista bronkogenik pada bayi dengan infeksi
berulang dan timoma dalam pasien myasthenia gravis, kasus yang foto
polosnya

sering

gagal

mendeteksi

kelainan

apapun.

Tomografi

komputerisasi juga memberikan banyak informasi tentang sifat invasi relatif


tumor mediastinum. Diferensiasi antara kompresi dan invasi seperti
dimanifestasikan oleh robeknya bidang lemak mediastinum dapat dibuat
dengan pemeriksaan cermat. Tambahan lagi, dalam laporan belakangan ini,
diagnosis prabedah pada sejumlah lesi yang mencakup kista pericardial,

adenoma paratiroid, kista enteric dan tumor telah dibuat dengan CT karena
gambarannya yang khas.
4. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Magnetic Resonance Imaging (MRI)

mempunyai

potensi

yang

memungkinkan diferensiasi struktur vascular dari massa mediastinum tanpa


penggunaan materi kontras atau radiasi. Di masa yang akan datang, teknik
ini bisa memberikan informasi unggul tentang ada atau tidaknya keganasan
di dalam kelenjar limfe dan massa tumor.
5. Biopsy
Berbagai teknik invasif untuk mendapatkan diagnosis jaringan tersedia saat
ini. Perbaikan jelas dalam teknik sitologi telah memungkinkan penggunaan
biopsy aspirasi jarum halus untuk mendiagnosis tiga perempat pasien lesi
mediastinum. Teknik ini sangat bermanfaat dalam mendiagnosis penyakit
metastatik pada pasien dengan keganasan primer yang ditemukan di
manapun. Kegunaan teknik ini dalam mendiagnosis tumor primer
mediastinum tetap akan ditegaskan.
6. Penatalaksanaan
1. Pembedahan
Tindakan bedah memegang peranan utama dalam penanggulangan kasus
tumor mediastinum
2. Obat-obatan
3. Immunoterapi
Misalnya interleukin 1 dan alpha interferon
1.
Kemoterapi
Kemoterapi telah menunjukkan kemampuannya dalam mengobati
2.

beberapa jenis tumor.


Radioterapi
Masalah dalam radioterapi adalah membunuh sel kanker dan sel
jaringan normal. Sedangkan tujuan radioterapi adalah meninggikan
kemampuan untuk membunuh sel tumor dengan kerusakan

serendah mungkin pada sel normal.


7. Komplikasi
Komplikasi dari kelainan mediastinum mereflekikan patologi primer
yang utama dan hubungan antara struktur anatomic dalam mediastinum.
Tumor atau infeksi dalam mediastinum dapat menyebabkan timbulnya

komplikasi melalui: perluasan dan penyebaran secara langsung, dengan


melibatkan struktur-struktur (sel-sel) bersebelahan, dengan tekanan sel
bersebelahan, dengan menyebabkan sindrom paraneoplastik, atau melalui
metastatic di tempat lain. Empat komplikasi terberat dari penyakit
mediastinum adalah :
1. Obstruksi trachea
2. Sindrom Vena Cava Superior
3. Invasi vascular dan catastrophic hemorrhage, dan
4. Rupture esofagus
8. Pencegahan
1. Menghindari merokok, dan mulai berhenti apabila telah merokok, karena
rokok merupakan penyebab utama kanker paru hindari ikut menghisap
asap rokok (perokok pasif) bagi yang bekerja di industri yang
menghasilkan polutan karsinogenik harus memperhatikan kesehatan dan
keselamatan kerja.
2. Berolah raga secara teratur untuk mempertahankan daya tahan tubuh.
3. Melakukan pemeriksaan secara teratur terutama bagi yang berisiko
tinggi, agar dapat terdeteksi secara dini.
B. Asuhan Keperawatan Tumor Mediastinum
1.
Pengkajian
1. Identitas
Nama pasien
Umur : Karsinoma cenderung ditemukan pada usia dewasa
Jenis kelamin : Laki-laki lebih beresiko daripada wanita
Suku /Bangsa
Pendidikan
Pekerjaan
Alamat
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Keluhan utama:
Keluhan utama yang sering muncul adalah sesak nafas dan nyeri dada yang
berulang tidak khas, mungkin disertai batuk darah. Pada beberapa kasus
sering dilaporkan keluhan infeksi lebih menjadi sebab klien melakukan
pemeriksaan ke rumah sakit.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Penyakit saluran pernafasan lain seperti ISPA, influenza sering terjadi dalam
rentang waktu yang relatif lama dan berulang, adanya riwayat tumor pada
organ lain, baik pada diri sendiri maupun dari keluarga. Penyakit paru,

jantung serta kelainan organ vital bawaan dapat memperberat gejala klinis
penderita.
4. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan Per Sistem :
1. Sistem pernafasan (B1)
Data Subyektif: sesak nafas, dada tertekan, nyeri dada berulang
Data Obyektif: hiperventilasi, batuk (produktif/nonproduktif),
sputum banyak, penggunaan otot diagfragma pernafasan diafragma
dan perut meningkat, laju pernafasan meningkat, terdengar stridor,
ronchii pada lapang paru, terdengar suara nafas abnormal, egophoni.
2. Sistem kardiovaskuler (B2)
Data Subyektif: sakit kepala
Data Obyektif: denyut nadi meningkat, disritmia, pembuluh darah
vasokontriksi, kualitas darah menurun.
3. Sistem Persarafan (B3)
Data Subyektif: gelisah, penurunan kesadaran
Data Obyektif: letargi
4. Sistem Perkemihan (B4)
Data Subyektif: Data Obyektif: produksi urine menurun
5. Sistem Pencernaan (B5)
Data Subyektif: mual, kadang muntah, anoreksia, disfagia, nyeri
telan
Data Obyektif: konsistensi feses normal/diare, berat badan turun,
penurunan intake makanan
6. Sistem Muskuloskeletal dan Integumen (B6)
Data Subyektif: lemah, cepat lelah
Data Obyektif: kulit pucat, sianosis, turgor menurun (akibat dehidrasi
sekunder), banyak keringat, suhu kulit meningkat /normal, tonus otot
menurun, nyeri otot, retraksi paru dan penggunaan otot aksesoris
pernafasan, flail chest
7. Sistem Endokrin (B7)
5. Pengkajian Psikososial
6. Personal Hygiene dan Kebiasaan
Perokok berat dapat terkena penyakit tumor mediastinum.
7. Pengkajian Spiritual
2. Diagnosa Keperawatan

1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan adaptasi fisik tidak adekuat


sekunder terhadap penekanan jaringan paru oleh sel tumor
2. Perubahan Nutrisi : Kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia, muntah,
peningkatan konsumsi kalori sekunder terhadap infeksi/ proliferasi sel dan efek
radiasi/chemoterapi
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan distres pernafasan, latergi, penurunan
intake, demam.
4. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan diare akibat
khemoterapi.
3. Rencana Keperawatan
1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan adaptasi fisik tidak adekuat sekunder
terhadap penekanan jaringan paru oleh sel tumor
Tujuan: Keefektifan pola nafas
Kriteria Hasil: Suara nafas paru relatif bersih, laju nafas dalam rentang normal dan
tidak terdapat batuk, cyanosis, haluaran hidung, retraksi.
No. Intervensi

Rasional

1.

Lakukan pengkajian tiap 4 jam Evaluasi dan reassessment


terhadap RR, S, dan tanda-tanda terhadap
tindakan
yang
keefektifan jalan napas
akan/telah diberikan

2.

Lakukan Phisioterapi dada secara Mengeluarkan sekresi jalan


terjadwal.
nafas, mencegah obstruksi

3.

Berikan oksigen lembab, kaji Meningkatkan suplai oksigen


keefektifan terapi.
jaringan paru.

4.

Berikan antibiotic dan antipiretik Menurunkan


sesuai order, kaji keefektifan dan sekunder.
efek samping ( diare )

5.

Lakukan pengecekan hitung SDM Evaluasi terhadap keefektifan


dan photo thoraks
sirkulasi oksigen, evaluasi
kondisi jaringan paru

6.

Lakukan suction secara bertahap Membantu pembersihan jalan


nafas.

7.

Catat hasil pulse oximeter bila Evaluasi berkala keberhasilan


terpasang, tiap 2-4 jam.
terapi tindakan tim kesehatan

resiko

infeksi

2. Perubahan Nutrisi : Kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia, muntah,


peningkatan konsumsi kalori sekunder terhadap infeksi/ proliferasi sel dan efek
radiasi/chemoterapi
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan nafsu makan timbul kembali dan
status nutrisi terpenuhi.
Kriteria Hasil :
- Status nutrisi terpenuhi
- Nafsu makan klien timbul kembali
- Berat badan normal
- Jumlah Hb dan albumin normal
No

Intervensi

Rasional

Kaji
sejauh
mana Menganalisa
penyebab
ketidakadekuatan nutrisi klien
melaksanakan intervensi.

Timbang
indikasi

Memeberikan asupan
sesuai kebutuhan

Anjurkan makan sedikit tapi Tidak memberi rasa bosan dan


sering
pemasukan
nutrisi
dapat
ditingkatkan

Anjurkan
kebersihan
sebelum makan

Kolaborasi ahli gizi pemberian Makanan yang bervariasi dapat


makanan yang bervariasi.
meningkatkan nafsu makan
klien.

Kolaborasi dengan dokter dalam Menstimulasi nafsu makan dan


pemberian suplemen dan obat- mempertahankan intake nutrisi
obatan peningkat nafsu makan. yang adekuat.

berat

badan

sesuai Mengawasi keefektifan secara


diet
nutrisi Kebutuhan pasien akan nutrisi
terpenuhi

oral Mulut yang bersih meningkatkan


nafsu makan.

3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan distres pernafasan, latergi, penurunan


intake, demam.
Tujuan : Pasien memiliki cukup energi untuk beraktivitas.
Kriteria hasil :Perilaku menampakkan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan
diri, pasien mengungkapkan mampu untuk melakukan beberapa aktivtas tanpa
dibantu, koordinasi otot; tulang dan anggota gerak lainnya baik.

No

Intervensi

Rasional

Rencanakan
cukup.

Berikan latihan aktivitas secara bertahap Tahapan-tahapan yang diberikan


membantu proses aktivitas secara
perlahan
dengan
menghemat
tenaga namun tujuan yang tepat,
mobilisasi dini.

Bantu
pasien
dalam
memenuhi Mengurangi pemakaian energi
kebutuhan sesuai kebutuhan
sampai kekuatan pasien pulih
kembali

Setelah latihan dan aktivitas kaji respons Menjaga kemungkinan adanya


pasien
respons abnormal dari tubuh
sebagai akibat dari latihan

periode

istirahat

yang Mengurangi aktivitas yang tidak


diperlukan, dan energi terkumpul
dapat digunakan untuk aktivitas
seperlunya secar optimal.

4. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan diare akibat


khemoterapi.
Tujuan: Asupan cairan dan elektrolit dapat di penuhi.
Kriteria Hasil:
1. Intake adekuat
2. Tidak adanya muntah dan diare
3. Suhu tubuh dalam batas normal
No. Intervensi

Rasional

1.

Catat intake dan output

Evaluasi ketat kebuituhan intake dan


output

2.

Kaji dan catat suhu setiap 4 jam Meyakinkan terpenuhi kebutuhan cairan.
tanda deficit cairan.

3.

Catat pengeluaran feses tiap 4 jam Evaluasi objektif


atau bila perlu.
volume cairan.

4.

Lakukan perawatan mulut tiap 4 Meningkatkan bersihan saluran cerna,


jam
meningkatkan nafsu makan/ minum.

sederhana

deficit

DAFTAR PUSTAKA
Agus Rahmadi, 2010. http://www.eramuslim.com/konsultasi/sehat/tumor-mediastinum-ituapa.htm. Diakses tanggal 30 September 2010
Anonymuos, 2010. http://id.wikipedia.org/wiki/Limfoma. Diakses tanggal 30 September
2012
Anonymuous, 2010. id.wikipedia.org/wiki/Tumor_mediastinum. Diakses tanggal 26
September 2012
Doenges Marilynn E, Rencana Asuhan Keperawatan (Pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien), Edisi 3, Penerbit Buku Kedikteran EGC,
Tahun 2002, Hal ; 52 64 & 240 249.
Sherwood Lauralee. 2011.Human Fysiology ; from cell to system.Ed 6. Jakarta: EGC
Wilkinson, Judith M.dan Ahern R.Nancy.2011. NANDA Diagnosa, NIC; Intervensi, NOC;
Kriteria hasil; alih bahasa, Esty Wahyuningsih. Ed.9.Jakarta: EGC
Wilson Lorraine M, Patofisiologi (Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit), Buku 2, Edisi 4,
Tahun 1995, Hal ; 704 705 & 753 - 763.

Anda mungkin juga menyukai