Anda di halaman 1dari 26

FKK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA

Jl. Cempaka Putih Tengah I/1

STATUS PASIEN

I. IDENTITAS
Nama
Tempat&Tanggal Lahir
Usia
Pendidikan
Pekerjaan
Alamat
Masuk RS tanggal
Diagnosis saat masuk
No Rekam Medis

:
:
:
:
:
:

Nn.I.N
Medan/18/07/1966
43 tahun
SLTA
Pegawai Swasta
Jl..Bintaro XIV-Kota

:
:
:

Bekasi Jawa Barat


26 Agustus 2009
Myoma uteri
006761xx

II. ANAMNESIS (Autoanamnesis 26-8-2009)


A. KELUHAN UTAMA

: Benjolan di perut bagian bawah sejak 2 bulan SMRS

B. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG


Pasien mengeluh adanya benjolan di perut bagian bawah sejak 2 bulan
SMRS. Benjolan dirasakan keras dan berukuran sebesar kepala bayi. Pasien
tidak merasa nyeri pada benjolannya. Pasien juga mengeluh 4 bulan
belakangan ini menstruasi tidak teratur. Bila menstruasi, pasien tidak merasa
nyeri, dan darah menstruasi dirasakan lebih banyak (1 pembalut penuh) dari
biasanya. Pasien biasanya berganti-ganti pembalut sampai 6 kali sehari.
Pasien tidak menstruasi selama 2 bulan ini, namun setelah diberi obat oleh
dokter, pasien menstruasi kembali. Pasien juga merasa lemas. Nafsu makan

dirasakan biasa. Buang air kecil dirasakan lancar dan tidak nyeri, buang air
besar juga dirasakan lancar.

C. STATUS OBSTETRI
Riwayat Haid: Pertama 14 tahun, teratur, tidak sakit, lama haid 7 hari, siklus 30
hari.
HPHT: 16 Agustus 2008
Riwayat Perkawinan : Belum menikah
Riwayat kehamilan: tidak ada
D. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU :
Tekanan darah tinggi (-), kencing manis (-), Asma (-), penyakit kuning (-)
E. RIWAYAT PENGOBATAN
Pasien pernah berobat ke dokter RS di Perbaungan Sumatera Utara pada tgl 4
Agustus 2009 dengan keluhan tidak menstruasi selama 2 bulan, lalu dilakukan
pemeriksaan oleh dokter dan didiagnosis sebagai mioma uteri, kemudian diberi obat
namun pasien lupa nama obatnya. Lalu pasien disarankan untuk operasi di RS yang
memiliki fasilitas yang memadai.
F. RIWAYAT ALERGI :
Makanan (-), Obat-obatan (-)
G. RIWAYAT OPERASI :
Sebelumnya tidak pernah operasi
H. RIWAYAT KEBIASAAN :
Minum jamu-jamuan (-), alkohol (-)
I. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
Ibu kandung serta kakak kandung pasien tidak mempunyai riwayat keluhan yang
sama

III. PEMERIKSAAN FISIK

A. STATUS GENERALIS
KU : Baik
Tanda vital: TD: 130/90 mmHg
RR: 20x/menit
HR: 80x/menit
S: 360C
Kepala :

Mata :

Hidung :

Normotia, sekret (-/-), radang (-)

Mulut :

Normonasi, sekret (-/-), deviasi septum nasi (-)

Telinga :

pupil isokhor 3 mm/3mm, konjungtiva anemis+/+ , sklera tidak ikterik

bibir kering (-), Tonsil T1/T1, Faring hiperemis (-).

Leher :

hipertrofi kelenjar tiroid (-)

Pembesaran KGB (-)

Thorax

Paru-paru:

Inspeksi : Pergerakan pengembangan dinding dada simetris

Palpasi : Nyeri tekan -/-, krepitasi -/-

Perkusi : Sonor kedua lapangan paru

Auskultasi: Vesikuler, Ronkhi -/-, wheezing -/-

Jantung:

Inspeksi : Iktus Kordis tidak terlihat

Palpasi : Iktus kordis teraba disela iga 5-6

Perkusi : Batas jantung kanan; ICS IV linea parasternalis dekstra


Batas kiri; ICS IV linea midclavikularis sinistra

Auskultasi: S1-S2 Tunggal, murmur (-), gallop (-)

Abdomen
Lihat status ginekologi
Ekstremitas
-Atas : hangat, oedem -/-Bawah : hangat, oedem -/-

XI. PEMERIKSAAN GINEKOLOGI


Pemeriksaan luar
Abdomen:
-Inspeksi: Tampak benjolan pada perut bagian bawah sebesar kepalan tinju,
tidak tampak skar luka operasi,
-Palpasi: Teraba massa di perut bagian bawah diameter 20cm,
konsistensi keras, immobile, tidak terdapat nyeri tekan.
Pemeriksaan dalam : tidak dilakukan
VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Labotratorium (26-8-2009)
Hematologi:
-Hb: 7,60g/dl
-Leukosit 6300/mm3
-Hematokrit 27%
-Trombosit 248000/mm3

Imunoserologi
Penanda tumor

-Ca 12-5: 26,05 U/ml


USG
-Uterus : anteflexi
terdapat gambaran leiomioma
VII. DIAGNOSIS
DIAGNOSIS KERJA

Mioma Uteri

VIII. TERAPI

Valium 5 mg

Persiapan operasi

Konsul Penyakit dalam

Transfusi sampai dengan Hb> 10

Sedia darah 500 cc pre operasi

IX. FOLLOW UP
27 Agustus 2009
S : Pasien merasa demam sejak pagi
O : KU : tampak sakit sedang
TD: 130/90 mmhg
RR: 20x/menit
HR: 80x/menit
S: 380C
Wajah tampak sedikit anemis, konjungtiva mata anemis -/Laboratorium : Hematologi Hb : 12,0 g/dl
A: Myoma uteri
P: Transfusi sampai dengan Hb > 10 mg/dl
Sedia darah 500cc pro operasi

Antibiotik profilaksis
28 Agustus 2009
S: Pasien masih merasa demam
O : KU : tampak sakit sedang
Tanda-Tanda vital
TD: 130/90 mmhg

RR: 20x/menit

HR: 80x/menit

S: 37,60C

Wajah tampak anemis, konjungtiva mata anemis +/+


Terpasang DC (+) urine 300 ml jernih
Laboratorium: Hematologi Hb: 9,20 g/dl
Leukosit: 12.300/mm3
Hematokrit: 31%
Trombosit: 175 ribu/mm3
A: Post histerektomi subtotal mioma uteri intraligament hari ke 1
P: - Infus asering + 50 mg petidine 200cc
-Celocid 500 mg 2x1 tab
-Inj. Alinamin F 2x1 amp
-Inj. Vit C 2x1
-Calcium glukonas 2x1tab
-Nutriflam 3x1 tab
-Inj. Ketopain 10 mg 3x1
-Inj cortidex(deksametason) 5 mg/ml
- Ultracet 2x1 tab
-Hemobion 2x1 tab

29 Agustus 2009
S: Tidak ada keluhan

O : KU : baik
Tanda-Tanda vital
TD: 120/80 mmhg

RR: 20x/menit

HR: 80x/menit

S: 360C

Wajah tampak anemis, konjungtiva mata anemis +/+


Terpasang DC (+) urine 300 ml jernih
Laboratorium: Hematologi Hb: 9,60 g/dl
A: Post histerektomi subtotal mioma uteri intraligament hari ke 2
P: - Terapi dilanjutkan
- Up DC
- Mobilisasi bertahap
30 Agustus 2009
S: Tidak ada keluhan
O : KU : baik
Tanda-Tanda vital
TD: 120/80 mmhg

RR: 20x/menit

HR: 88x/menit

S: 360C

Wajah tidak anemis, konjungtiva mata anemis -/Laboratorium: Hematologi Hb: 11,0 g/dl
A: Post histerektomi subtotal mioma uteri intraligament hari ke 3
P: - Terapi dilanjutkan
- Mobilisasi aktif

31 Agustus 2009
S: Tidak ada keluhan

O : KU : baik
Tanda-Tanda vital
TD: 120/80 mmhg

RR: 20x/menit

HR: 80x/menit

S: 360C

Wajah tidak anemis, konjungtiva mata anemis -/Laboratorium: Hematologi Hb: 12,0 g/dl
A: Post histerektomi subtotal mioma uteri intraligament hari ke 4
P: Pasien boleh pulang

TINJAUAN PUSTAKA
I. PENDAHULUAN

Mioma uteri dikenal juga dengan sebutan fibromioma, fibroid ataupun leiomioma
merupakan neoplasma jinak yang berasal dari otot uterus dan jaringan ikat yang
menumpanginya. Sering ditemukan pada wanita usia reproduksi (20-25%), dimana
prevalensi mioma uteri meningkat lebih dari 70 % dengan pemeriksaan patologi anatomi
uterus, membuktikan banyak wanita yang menderita mioma uteri asimptomatik.
Walaupun jarang terjadi mioma uteri biasa berubah menjadi malignansi (<1%). Gejala
mioma uteri secara medis dan sosial cukup meningkatkan morbiditas, disini termasuk
menoragia, ketidaknyamanan daerah pelvis, dan disfungsi reproduksi. Kejadiannya lebih
tinggi pada usia di atas 35 tahun, yaitu mendekati angka 40 %. Tingginya kejadian
mioma uteri antara usia 35-50 tahun, menunjukkan adanya hubungan mioma uteri dengan
estrogen. Mioma uteri dilaporkan belum pernah terjadi sebelum menarke dan menopause.
Di Indonesia angka kejadian mioma uteri ditemukan 2,39%-11,87% dari semua penderita
ginekologi yang dirawat. Di USA warna kulit hitam 3-9 kali lebih tinggi menderita
mioma uteri.
Menoragia yang disebabkan mioma uteri menimbulkan masalah medis dan sosial pada
wanita. Mioma uteri terdapat pada wanita di usia reproduktif, pengobatan yang dapat
dilakukan adalah histerektomi, dimana mioma uteri merupakan indikasi yang paling
sering untuk dilakukan histerektomi di USA (1/3 dari seluruh angka histerektomi).
Mioma uteri ini menimbulkan masalah besar dalam kesehatan dan terapi yang paling
efektif belum didapatkan, karena sedikit sekali informasi mengenai etiologi mioma uteri
itu sendiri. Baru-baru ini penelitian sitogenetik, molekuler dan epidemiologi
mendapatkan peranan besar komponen genetik dalam patogenesis dan patobiologi mioma
uteri.

II. PATOLOGI ANATOMI

Sarang mioma di uterus dapat berasal dari serviks uteri (1-3%) dan selebihnya adalah
dari korpus uteri. Menurut tempatnya di uterus dan menurut arah pertumbuhannya,
maka mioma uteri dibagi 4 jenis antara lain:
1. Mioma submukosa
2. Mioma intramural
3. Mioma subserosa
4. Mioma intraligamenter

Gambar 1. Gambar Jenis-jenis mioma uterus


Jenis mioma uteri yang paling sering adalah jenis intramural (54%), subserosa (48%),
submukosa (6,1%) dan jenis intraligamenter (4,4%)
1. Mioma submukosa
Berada di bawah endometrium dan menonjol ke dalam rongga uterus. Jenis ini
dijumpai 6,1% dari seluruh kasus mioma. Jenis ini sering memberikan keluhan
gangguan perdarahan. Mioma jenis lain meskipun besar mungkin belum
memberikan keluhan perdarahan, tetapi mioma submukosa, walaupun kecil
sering memberikan keluhan gangguan perdarahan. Mioma submukosa umumnya
dapat diketahui dari tindakan kuretase, dengan adanya benjolan waktu kuret,
dikenal sebagai currete bump dan dengan pemeriksaan histeroskopi dapat
diketahui posisi tangkai tumor. Tumor jenis ini sering mengalami infeksi,
terutama pada mioma submukosa pedinkulata. Mioma submukosa pedinkulata

10

adalah jenis mioma submukosa yang mempunyai tangkai. Tumor ini dapat keluar
dari rongga rahim ke vagina, dikenal dengan nama mioma geburt atau mioma
yang dilahirkan, yang mudah mengalami infeksi, ulserasi dan infark. Pada
beberapa kasus, penderita akan mengalami anemia dan sepsis karena proses di
atas.
2. Mioma intramural
Terdapat di dinding uterus di antara serabut miometrium. Karena pertumbuhan
tumor, jaringan otot sekitarnya akan terdesak dan terbentuk simpai yang
mengelilingi tumor. Bila di dalam dinding rahim dijumpai banyak mioma, maka
uterus akan mempunyai bentuk yang berbenjol-benjol dengan konsistensi yang
padat. Mioma yang terletak pada dinding depan uterus, dalam pertumbuhannya
akan menekan dan mendorong kandung kemih ke atas, sehingga dapat
menimbulkan keluhan miksi.
3. Mioma subserosa
Apabila mioma tumbuh keluar dinding uterus sehingga menonjol pada
permukaan uterus diliputi oleh serosa. Mioma subserosa dapat tumbuh di antara
kedua lapisan ligamentum latum menjadi mioma intraligamenter.
4. Mioma intraligamenter
Mioma subserosa yang tumbuh menempel pada jaringan lain, misalnya ke
ligamentum atau omentum kemudian membebaskan diri dari uterus sehingga
disebut wondering parasitis fibroid. Jarang sekali ditemukan satu macam mioma
saja dalam satu uterus. Mioma pada servik dapat menonjol ke dalam satu saluran
servik sehingga ostium uteri eksternum berbentuk bulan sabit.
Apabila mioma dibelah maka tampak bahwa mioma terdiri dari bekas otot polos
dan jaringan ikat yang tersusun seperti kumparan (whorie like pattern) dengan
pseudokapsul yang terdiri dari jaringan ikat longgar yang terdesak karena
pertumbuhan.

Biomolekuler perdarahan pada mioma uteri

11

Pada penelitian klasik ditemukan perubahan fundamental struktur vaskuler uterus


miomatosus. Dengan kemajuan era molekuler ditemukan mekanisme angiogenesis pada
uterus yang didukung dengan didapatkannya disregulasi Local Vasoactive growth factor
atau growth factor receptors pada miometrium mioma uteri.
Walaupun ekstasia vena merupakan karakteristik kelainan pembuluh darah pada
mioma uteri, kelainan multipel pada arteri, vena dan matriks ekstraseluler (ECM)
disekelilingnya kemungkian juga menjadi penyebab kelainan heterogen ini. Pengertian
disregulasi tidak hanya menerangkan patofisiologi masalah klinis, tapi juga mengarah ke
penatalaksanaan yang inovatif.
Pada siklus menstruasi normal, perubahan siklik estrogen dan progesteron akan
mempengaruhi stroma dan glandular endometrium. Perubahan morfologi glandular dan
stroma ini diikuti dengan perubahan struktur vaskular, dimana perubahan ini dimulai dari
miometrium sampai ke endometrium melepaskan cabang arteri radialis yang menjadi
berkelok-kelok dan disebut arteri spiralis yang masuk ke dalam endometrium. Arteri
spiralis tidak seperti arteri basalis peka terhadap estrogen dan progesteron. Menstruasi
merupakan fase iskemik dengan karakteristik vasokonstriksi arteri spiralis ini dan
perdarahan terjadi setelah pembuluh darah relaksasi. Komponen darah termasuk faktor
pembekuan dan platelet muncul untuk membentuk bekuan yang membatasi kehilangan
darah sampai regenerasi selesai.
Menurunnya hormon steroid menyebabkan disrupsi sel-sel endometrium dan
extracellular matrix (ECM). Kelainan ekspresi molekul desmoplakin I II, E-cadherm, dan
-catenins dan hilangnya F-actin terjadi hanya pada lapisan fungsional pada peristiwa
menstruasi. Apoptosis meningkat perlahan pada fase sekretori di glandular endometrium
dan menyiapkan jaringan untuk disrupsi. Sesudah lapisan fungsional lepas, terjadi
regenerasi dimulai dari basal endometrium, ketika terjadi kontak langsung dengan
miometrium timbul mekanisme dimana growth factor mempengaruhi regenerasi
endometrium pada sistem parakrin.
Proses siklis angiogenesis, pembentukan pembuluh darah baru, pada ovarium dan
uterus sangat unik dan sulit dimengerti. Angiogenesis pada pembentukan tumor memiliki
proses patologi seperti pada penyembuhan luka. Dimana terjadi interaksi antara
pembuluh darah dan ECM disekitarnya. Proses yang terjadi dalam angiogenesis adalah

12

penghancuran membran basalis, migrasi sel endotel, proliferasi sel endotel, pembentukan
tabung kapiler, diikuti stabilisasi. Degradasi membran basalis melibatkan stromelysin,
kolagen dan enzim-enzim lainnya untuk menghancurkan elemen ECM. Sel endotel dapat
bermigrasi ke ujung pembuluh darah. Proses migrasi didukung lingkungan yang banyak
mengandung kolagen tipe I dan tipe III dan dirangsang oleh basic fibroblast growth
factor (bFGF). Protein ECM ini juga muncul dan berperanan penting dalam proses
proliferasi. Pembentukan lumen dan stabilisasi juga dipengaruhi komponen ECM.
Komponen ECM, kolagen IV dan V, serta laminin dihubungkan dengan basal
membran dan masuk kedalam suatu tempat yang banyak mengandung kolagen interstitial
I,III, dan fibronektin yang membantu proses migrasi. Proliferasi terjadi 24 jam setelah
migrasi. Angiogenik ini mengadakan vakuolisasi untuk membentuk lumen kapiler. Ketika
proses stabilisasi tuba terjadi, membran basalis baru terbentuk disekitar kapiler.
Diperkirakan 30% wanita mengalami kelainan menstruasi, menoragia atau
menstruasi yang lebih sering. Tidak ditemukan bukti yang menyatakan perdarahan ini
berhubungan

dengan

peningkatan

luas

permukaan

endometrium

atau

karena

meningkatnya insiden disfungsi ovulasi. Teori yang menjelaskan perdarahan yang


disebabkan mioma uteri menyatakan terjadinya perubahan struktur vena pada
endometrium dan miometrium yang menyebabkan terjadinya venule ectasia.
Miometrium merupakan wadah bagi faktor endokrin dan parakrin dalam
mengatur fungsi endometrium. Aposisi kedua jaringan ini dan aliran darah langsung dari
miometrium ke endometrium memfasilitasi interaksi ini. Growth factor yang merangsang
stimulasi angiogenesis atau relaksasi tonus vaskuler dan yang memiliki reseptor pada
mioma uteri dapat menyebabkan perdarahan uterus abnormal dan menjadi target terapi
potensial.

Sebagai

pilihan,

berkurangnya

angiogenik

inhibitory

factors

atau

vasoconstricting factor dan reseptornya pada mioma uteri dapat juga menyebabkan
perdarahan uterus yang abnormal. Telah jelas bahwa ada perbedaan sejumlah gen pada
mioma uteri dengan miometrium yang normal. Terdapat peningkatan reseptor estrogen
dan progesteron serta enzim aromatase pada mioma uteri dibandingkan dengan
miometrium. Mioma uteri juga meningkatkan reseptor insulin like growth factor (IGF-I)
dan mRNA IGF-II dan telah meningkatkan TGF-3 enam kali lipat dibandingkan dengan
miometrium. Selain itu didapatkan juga peningkatan mRNA dan protein for parathyroid

13

hormon related protein (PTHrP) dan bFGF. Protein yang ada pada mioma uteri
mengalami fase siklus menstruasi yang spesifik lebih banyak dibanding miometrium
yang normal. Laboratorium telah menunjukkan mRNA kolagen tipe I dan kolagen tipe III
meningkat relatif pada mioma uteri hanya terjadi pada fase proliferatif siklus epidermal
Growth Factor (EGF) mRNA telah terlihat meningkat relatif pada fase luteal siklus
dibandingkan dengan miometrium. Penelitian terbaru mengatakan bahwa reseptor EGF
dapat diturunkan pada mioma uteri sejak penelitian lain yang berkaitan menyatakan
adanya penurunan ikatan tersebut pada mioma uteri dibandingkan miometrium normal.
Faktor-faktor pertumbuhan ataupun reseptornya yang diregulasi berbeda pada
mioma uteri atau endometrium uterus miomatosus, merupakan mediator yang potensial
pada mioma uteri yang disertai komplikasi. Faktor-faktor yang diregulasi berbeda, yang
telah diketahui berperanan pada jaringan vaskuler dengan cara meningkatkan proliferasi
atau perubahan kapiler pembuluh darah, yang berpotensi menyebabkan mioma uteri
dengan gejala menoragia. Faktor-faktor yang memenuhi semua kriteria termasuk basic
fibroblast growth factor (bFGF), vascular endothelial growth factor (VEGF), heparin
binding epidermal growth factor (HBEGF), platelet derived growth factor (PDGF),
TGF-, PTHrP dan prolaktin.
Keempat faktor ini (bFGF,VEGF,HBEGF,PDGF) milik heparin binding group of
growth factors. Sejak faktor-faktor ini berikatan dengan heparin sulfat proteoglycans
yang ditemukan di ECM, mioma uteri, dengan muatan ECM yang besar, dapat dijadikan
wadah bagi faktor-faktor ini. Kedua faktor bFGF dan VEGF mengatur fungsi sel endotel,
maka itu migrasi sel endotel vital ditingkatkan ke proses angiogenik. HBEGF dan PDGF
mengatur fibroblast dan fungsi sel otot polos dan dapat mempengaruhi vaskularisasi otot
polos mioma uteri, sel miometrium ataupun sel stroma endometrium. PTHrP dapat
berfungsi sebagai vasodilator secara tidak langsung dengan aksi pada ECM atau secara
langsung pada pembuluh darah. TGF- berfungsi pada banyak tipe sel dan prolaktin,
ketika membelah, berfungsi sebagai penghambat angiogenesis. Maka itu faktor ini
memiliki aksi yang potensial dalam mengatur fungsi vaskuler di uterus.

1. Basic Fibroblast Growth Factor

14

Merupakan protein 18 kd yang meningkatkan angiogenesis melalui sejumlah


mekanisme termasuk induksi proliferasi sel endotel, Chemotaxis dan produksi matrix
remodelling enzym seperti kolagenase dan aktivator plasminogen.Terapi estradiol
merangsang BFGF like activity, yang hilang ketika sel diterapi dengan progesteron model
ini meniru pengaturan pengaruh hormon terhadap angiogenesis invivo. BFGF juga telah
menjadi mitogen besar yang menyebabkan proliferasi sel otot polos sesudah perdarahan.
2. Vascular endothelial growth factor
VEGF merupakan growth factor angiogenic yang merupakan mitogen poten selsel endotelial, ditemukan spesifik muncul pada siklus menstruasi fase proliferatif. VEGF
mRNA juga dideteksi pada miometrium dengan hibridisasi intensitas kuat pada batas
endometrium dan miometrium. Pada uterus manusia level VEGF ditemukan sama pada
miometrium dan mioma uteri dan tidak memiliki variabilitas siklus menstruasi yang
bermakna.
3. Heparin-binding epidermal growth factor
HBEGF merupakan peptida 22-kd yang berfungsi sebagai mitogen pada fibroblas
dan sel otot polos dengan EGF-R pada sel-sel otot polos memilih afinitas yang lebih
besar daripad EGF, maka itu mitogennya lebih poten. Ekspresi meningkat pada tempat
penyembuhan luka. HBEGF terdapat di endometrium dengan pengaturan yang berbeda
pada endometrium dengan peningkatan ekspresi berhubungan dengan proliferasi tipe sel
uterus, maka itu HBEGF mungkin merupakan mediator aktifitas hormon steroid pada
uterus. Dari hasil analisa ekspresi pada EGF-R pada endometrium manusia menujukkan
bahwa sel epitel mengekspresikan reseptor melalui siklus menstruasi, sementara sel
stroma menunjukkan ekspresi hanya selama fase sekretori.
4. Platelet-derived growth factor
PDGF merupakan faktor pertumbuhan dengan homodimeric (AA dan BB) dan
heterodimeric (AB) membentuk rantai dengan ikatan disulfid. Dua reseptor PDGF telah
diidentifikasi PDGF yang mengikat ketiga hormon dimeric dan PDGF yang mengikat
hanya BB isoform dengan afinitas tinggi. Kedua reseptor merupakan tirosin kinase.

15

PDGF berfungsi sebagai mitogen dan chemoattractant sel otot polos dan fibroblas.
Imunochemistry pada rantai PDGF memiliki level sama antara mioma uteri dan sel otot
polos intensitas staing sama pada miometrium dan leiomioma.
Perubahan seknnder pada mioma.
1. Degenerasi hialin.

Yang paling sering terjadi.

Dapat mengenai seluruh atau sebagian mioma.

2. Degenerasi kistik.

Degenerasi hialin dapat mengalami pencairan, sehingga seluruh tumor jadi


lembek, seolah-olah menyerupai uterus yang gravid atau kista ovarium.

3. Kalsifikasi.

Terjadi bila ada gangguan sirkulasi terutama pada wanita tua.

Dalam bentuk yang ekstrim dapat jadi keras seperti batu (wombstone).

Dengan pemeriksaan radiologi dapat dilihat adanya kalsifikasi.

4. Infeksi dan supurasi.

Banyak terjadi pada jenis submukosa karena adanya ulserasi.

5. Nekrosis

Disebabkan gangguan sirkulasi darah atau infeksi yang hebat atau torsi dari
tangkai tumor.

Jenis nekrosis yang menarik disebut "carneous atau red degeneration".

Terutama ditemukan pada wanita hamil.

Penyebabnya belum diketahui dengan tepat.

6. Degenerasi lemak.

Jarang terjadi, tetapi dapat terjadi pada degenerasi hialin yang lanjut.

Pada kasus-kasus lain mungkin disebabkan variasi campuran.

7. Degenerasi sarkoma

Jarang terjadi.

16

II. GAMBARAN KLINIS DAN DIAGNOSIS


A. Gejala Klinis
Keluhan yang diakibatkan oleh mioma uteri sangat tergantung dari lokasi, arah
pertumbuhan, jenis, besar dan jumlah mioma. Hanya dijumpai pada 20-50% saja mioma
uteri menimbulkan keluhan, sedangkan sisanya tidak mengeluh apapun.
Hipermenore, menometroragia adalah merupakan gejala klasik dari mioma uteri.
Dari penelitian multisenter yang dilakukan pada 114 penderita ditemukan 44 % gejala
perdarahan, yang paling sering adalah jenis mioma submukosa, sekitar 65% wanita
dengan mioma mengeluh dismenore, nyeri perut bagian bawah, serta nyeri pinggang.
Tergantung dari lokasi dan arah pertumbuhan mioma, maka kandung kemih, ureter dan
usus dapat terganggu, dimana peneliti menemukan keluhan disuri (14%), keluhan
obstipasi (13%).

Adanya rasa menekan pada perut bagian bawah, bila massa tumor menekan
kandung kencing, akan timbul kerentanan kandung kencing (bladder irritability),
polakisuria, dan dyusria. Retensi urin dapat terjadi apabila urethra tertekan atau
karena adanya massa tumor di cavum Douglasi. Bila keadaan di atas dibiarkan
berlarut-larut, dapat terjadi hydroureteronefrosis.
Efek tekanan massa tumor pada rektum tidak begitu besar. Kadang-kadang
dapat menyebabkan konstipasi dan rasa sakit pada saat defekasi. Selain itu, bila
terjadi penekanan pada vena cava inferior, dapat terjadi edema pada tungkai bawah.
Selain itu, terdapat juga gejala-gejala sekunder seperti anemia, lemah, ataupun
pusing-pusing
Mioma uteri sebagai penyebab infertilitas hanya dijumpai pada 2-10% kasus.
Infertilitas terjadi sebagai akibat obstruksi mekanis tuba falopi. Abortus spontan dapat
terjadi bila mioma menghalangi pembesaran uterus, dimana menyebabkan kontraksi
uterus yang abnormal, dan mencegah terlepas atau tertahannya uterus di dalam panggul.

17

B. DIAGNOSIS
1. Pemeriksaan fisik
Mioma uteri mudah ditemukan melalui pemeriksaan bimanual rutin uterus.
Diagnosis mioma uteri menjadi jelas bila dijumpai gangguan kontur uterus oleh satu atau
lebih massa yang lebih licin, tetapi sering sulit untuk memastikan bahwa massa seperti ini
adalah bagian dari uterus. Selain itu, terdapat perdarahan. Biasanya dalam bentuk
menorrhagi. Yang sering menyebabkan gejala perdarahan ialah jenis submukosa sebagai
akibat pecahnya pembuluh darah. Perdarahan oleh mioma dapat menimbulkan anemia
yang berat. Mioma intramural juga dapat menyebabkan perdarahan karena ada gangguan
kontraksi otot uterus. Sedangkan Jenis subserosa tidak menyebabkan perdarahan yang
abnormal. Jika ada perdarahan yang abnormal harus diingat akan kemungkinan lain yang
timbul bersamaan dengan mioma yaitu adenokarsinoma dan polip.
Pasien juga kadnag merasa nyeri. Namun gejala ini tidak khas untuk mioma, walaupun
sering terjadi. Keluhan yang sering diutarakan ialah rasa berat dan dysmenorrhoe.
2. Temuan laboratorium
Anemia merupakan akibat paling sering dari mioma. Hal ini disebabkan
perdarahan uterus yang banyak dan habisnya cadangan zat besi. Kadang-kadang mioma
menghasilkan eritropoeitin yang pada beberapa kasus menyebabkan polisitemia. Adanya
hubungan antara polisitemia dengan penyakit ginjal diduga akibat penekanan miom
terhadap ureter yang menyebabkan peninggian tekanan balik ureter dan kemudian
menginduksi pembentukan eritropoetin ginjal.
3. Pemeriksaan penunjang
a. Ultrasonografi
Ultrasonografi transabdominal dan transvaginal bermanfaat dalam menetapkan
adanya mioma uteri. Ultrasonografi transvaginal terutama bermanfaat pada uterus yang
kecil. Uterus atau massa yang paling besar baik diobservasi melalui ultrasonografi
transabdominal. Mioma uteri secara khas menghasilkan gambaran ultrasonografi yang
mendemonstrasikan irregularitas kontur maupun pembesaran uterus. Adanya kalsifikasi

18

ditandai oleh fokus-fokus hiperekoik dengan bayangan akustik. Degenerasi kistik


ditandai adanya daerah yang hipoekoik.
b. Hiteroskopi
Dengan pemeriksaan ini dapat dilihat adanya mioma uteri submukosa, jika
tumornya kecil serta bertangkai. Tumor tersebut sekaligus dapat diangkat.
c. MRI (Magnetic Resonance Imaging)
Sangat akurat dalam menggambarkan jumlah, ukuran, dan lokasi mioma tetapi
jarang diperlukan. Pada MRI, mioma tampak sebagai massa gelap berbatas tegas dan
dapat dibedakan dari miometrium normal. MRI dapat mendeteksi lesi sekecil 3 mm yang
dapat dilokalisasi dengan jelas, termasuk mioma submukosa. MRI dapat menjadi
alternatif ultrasonografi pada kasus-kasus yang tidak dapat disimpulkan.

19

Suspek Mioma Uteri


Anamnesis :
Gangguan Haid
Merasa ada benjolan di
perut bawah
Keluhan penekanan

Pemeriksaan Bimanual
Pemeriksaan Tambahan
(bila perlu):
Tes Kehamilan, USG,
Histeroskopi

Mioma Uteri

Tanpa Kehamilan

Keluhan (-)

Uterus
12 mg

Dengan kehamilan

Keluhan (+)

Uterus >
12 mg

Keluhan
Penekanan

Perdarahan

Pengobatan tergantung
komplikasi
Bila menghalangi jalan
lahir, pada persalinan
dilakukan seksio sesarea

Ingin Punya Anak


Umur agak tua :
Dilatasi dan Kuret
Ya

Tidak
Pemeriksaan PA

Miomektomi bila teknis


memungkinkan

Observasi

Tidak Ganas

Histerektomi

Ganas

Lihat Pengelolaan
Ca Endometrium

Pedoman Diagnosis dan Terapi Obstetri & Ginekologi RSHS, hlmn


92

20

VI.PENATALAKSANAAN
A. Konservatif
Penderita dengan mioma kecil dan tanpa gejala tidak memerlukan pengobatan,
tetapi harus diawasi perkembangan tumornya. Jika mioma lebih besar dari kehamilan 1012 minggu, tumor yang berkembang cepat, terjadi torsi pada tangkai, perlu diambil
tindakan operasi.
B. Terapi medikamentosa
Terapi yang dapat memperkecil volume atau menghentikan pertumbuhan mioma
uteri secara menetap belum tersedia pada saat ini. Terapi medikamentosa masih
merupakan terapi tambahan atau terapi pengganti sementara dari operatif.
Preparat yang selalu digunakan untuk terapi medikamentosa adalah analog
GnRH, progesteron, danazol, gestrinon, tamoksifen, goserelin, antiprostaglandin, agenagen lain (gossipol,amantadine).
1. GnRH analog
Penelitian multisenter yang dilakukan pada 114 penderita dengan mioma uteri yang
diberikan GnRHa leuprorelin asetat selam 6 bulan, ditemukan pengurangan volume
uterus rata-rata 67% pada 90 wanita didapatkan pengecilan volume uterus sebesar 20%
dan pada 35 wanita ditemukan pengurangan volume mioma sebanyak 80%. 18,19
Efek maksimal dari GnRHa baru terlihat setelah 3 bulan dimana cara kerjanya menekan
produksi estrogen dengan sangat kuat, sehingga kadarnya dalam darah menyerupai kadar
estrogen wanita usia menopause. Setiap mioama uteri memberikan hasil yang berbedabeda terhadap pemberian GnRHa.
Mioma submukosa dan mioma intramural merupakan mioma uteri yang paling rensponsif
terhadap pemberian GnRH ini. Keuntungan pemberian pengobatan medikamentosa
dengan GnRHa adalah:
1. Mengurangi volume uterus dan volume mioma uteri.
2. Mengurangi anemia akibat perdarahan.
3. Mengurangi perdarahan pada saat operasi.
4. Tidak diperlukan insisi yang luas pada uterus saat pengangkatan mioma.
5. Mempermudah tindakan histerektomi vaginal.

21

6. Mempermudah pengangkatan mioma submukosa dengan histeroskopi.


2. Progesteron
Goldhiezer, melaporkan adanya perubahan degeneratif mioma uteri pada pemberian
progesteron dosis besar. Dengan pemberian medrogestone 25 mg perhari selama 21 hari
dan tiga pasien lagi diberi tablet 200 mg, dan pengobatan ini tidak mempengaruhi ukuran
mioma uteri, hal ini belum terbukti saat ini.
3. Danazol
Merupakan progesteron sintetik yang berasal dari testosteron. Dosis substansial
didapatkan hanya menyebabkan pengurangan volume uterus sebesar 20-25% dimana
diperoleh fakta bahwa danazol memiliki substansi androgenik. Tamaya, dkk melaporkan
reseptor androgen pada mioma terjadi peningkatan aktifitas 5 -reduktase pada
miometrium dibandingkan endometrium normal. Mioma uteri memiliki aktifitas
aromatase yang tinggi dapat membentuk estrogen dari androgen.
4. Gestrinon
Merupakan suatu trienik 19-nonsteroid sintetik, juga dikenal dengan R 2323 yang
terbukti efektif dalam mengobati endometriosis. Menurut Coutinho(1986), melaporkan
97 wanita, A(n=34) menerima 5 mg gestrinon peroral 2x seminggu, kelompok B(n=36)
menerima 2,5 mg gestrinon peroral 2x seminggu, dan kelompok C(n=27) menerima 2,5
mg gestrinon pervaginam 3x seminggu. Data masing-masing dievaluasi setelah 4 bulan
didapatkan volume uterus berkurang 18% pada kelompok A, 27% pada kelompok B,
tetapi pada kelompok C meningkat 5%. Setelah masa pengobatan selama 4 bulan
berakhir, 95% pasien amenore, Coutinho menyarankan penggunaan gestrinon sebagai
terapi preoperatif untuk mengontrol perdarahan menstruasi yang banyak berhubungan
dengan mioma uteri.
5. Tamoksifen
Merupakan

turunan

trifeniletilen

yang

mempunyai

khasiat

estrgenik

maupun

antiestrogenik, dan dikenal sebagai selective estrogen receptor modulator (SERM).

22

Beberapa peneliti melaporkan pada pemberian tamoksifen 20 mg tablet perhari untuk 6


wanita premenopause dengan mioma uteri selama 3 bulan dimana volume mioma tidak
berubah, dimana kerjanya konsentrasi reseptor estradiol total secara signifikan lebih
rendah. Hal ini terjadi karena peningkatan kadar progesteron bila diberikan
berkelanjutan.
6. Goserelin
Merupakan suatu GnRH agonis, dimana ikatan reseptornya terhadap jaringan sangat kuat,
sehingga kadarnya dalam darah berada cukup lama. Pada pemberian goserelin dapat
mengurangi setengah ukuran mioma uteri dan dapat menghilangkan gejala menoragia
dan nyeri pelvis. Pada wanita premenopause dengan mioma uteri, pengobatan jangka
panjang dapat menjadi alternatif tindakan histerektomi terutama menjelang menopause.
Pemberian goserelin 400 mikrogram 3 kali sehari semprot hidung sama efektifnya
dengan pemberian 500 mikrogram sehari sekali dengan cara pemberian injeksi subkutan.
Untuk pengobatan mioma uteri, dimana kadar estradiol kurang signifikan disupresi
selama pemberian goserelin dan pasien sedikit mengeluh efek samping berupa keringat
dingin. Pemberian dosis yang sesuai, agar dapat menstimulasi estrogen tanpa tumbuh
mioma kembali atau berulangnya peredaran abnormal sulit diterima. Peneliti
mengevaluasi efek pengobatan dengan formulasi depot bulanan goserelin dikombinasi
dengan HRT (estrogen konjugasi 0,3 mg) dan medroksiprogesteron asetat 5 mg pada
pasien mioma uteri, parameter yang diteliti adalah volume mioma uteri, keluhan pasien,
corak perdarahan kandungan mineral, dan fraksi kolesterol. Kadar HDL kolesterol
meningkat selama pengobatan, sedangkan plasma trigliserid meningkat selama
pemberian terapi.
7. Antiprostaglandin
Dapat mengurangi perdarahan yang berlebihan pada wanita dengan menoragia, dan hal
ini beralasan untuk diterima atau mungkin efektif untuk menoragia yang diinduksi oleh
mioma uteri.
Ylikorhala dan rekan-rekan, melaporkan pemberian Naproxen 500-1000 mg setiap hari
untuk terapi selama 5 hari tidak memiliki efek pada menoragia yang diinduksi mioma,

23

meskipun hal ini mengurangi perdarahan menstruasi 35,7% wanita dengan menoragia
idiopatik.
C. Embolisasi Arteri Uterina
Suatu tindakan yang menghambat aliran darah ke uterus dengan cara memasukkan agen
emboli ke arteri uterina. Dewasa ini embolisasi arteri uterina pada pasien yang menjalani
pembedahan mioma. Arteri uterina yang mensuplai aliran darah ke mioma dihambat
secara permanen dengan agen emboli (partikel polivynil alkohol). Keamanan dan
kemudahan embolisasi arteri uterina tidak dapat dipungkiri, karena tindakan ini efektif.
Proses embolisasi menggunakan angiografi digital substraksi dan dibantu fluoroskopi.
Hal ini dibutuhkan untuk memetakan pengisian pembuluh darah atau memperlihatkan
ekstrvasasi darah secara tepat. Agen emboli yang digunakan adalah polivinyl alkohol
adalah partikel plastik dengan ukuran yang bervariasi. Katz dkk memakai gel form
sebagai agen emboli untuk embolisasi arteri uterina.
Tingkat keberhasilan penatalaksanaan mioma uteri dengan embolisasi adalah 85-90%.
D. Operasi.

Miomektomi dilakukan bila masih menginginkan keturunan. Syaratnya dilakukan


kuretase dulu untuk menghilangkan kemungkinan keganasan.

Kerugian :
- melemahkan dinding uterus ruptur uteri pada waktu hamil.
- menyebabkan perlekatan.
- residif.

Histerektomi

Dilakukan pada mioma yang besar dan multipel. Pada wanita muda sebaiknya tidak
diambil kedua ovarium. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga agar tidak terjadi
menopause sebelum waktunya. Maka sebaiknya dilakukan histerektomi totalis. Bila
keadaan tidak mengizinkan, dapat dilakukan histerektomi supravaginalis. Untuk menjaga
kemungkinan keganasan pada tumpul servix, sebaiknya dilakukan pap smear pada waktu
tertentu.

24

E. Metode Pembedahan Endoskopi

Histeroskopi

Pembedahan yang dilakukan dengan kauterisasi melalui vagina menggunakan alat


histeroskopi. Biasanya dilakukan hanya pada lesi yang berukuran maksimum 3-4 cm.

Laparoskopi

Laparoskopi digunakan untuk membedah mioma subserosa maupun intramural. Namun


teknik laparoskopi ini tidak dapat menghindari terjadinya infertilitas.

25

DAFTAR PUSTAKA
Fried, etal. Skema Diagnosis dan Penatalaksanaan Obsetri. Edisi : Kedua. Binaaksara :
Jakarta. 1998.
F. Gary Cuningham. Obsetri Williams. Edisi : 21. Volume 2. EGC : Jakarta. 2005.
Hacker/Moore. Esensial Obsetri dan Ginekologi. Edisi : kedua. Jakarta : 2001.
Manuaba Ida Bagus Gde, 1998. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga
Berencana, Jakarta, Penerbit EGC edisi 1
Mochtar Rustam, 1990. Sinopsis Obstetri Fisiologi, Jilid I edisi 2 EGC, Jakarta.
Prawirohardjo Sarwono, 2002. Ilmu Kebidanan.
Winkjosastro Hanifa, 1999. Ilmu Kandungan.

26

Anda mungkin juga menyukai