Lapkas MIOMA - Doc 2003
Lapkas MIOMA - Doc 2003
STATUS PASIEN
I. IDENTITAS
Nama
Tempat&Tanggal Lahir
Usia
Pendidikan
Pekerjaan
Alamat
Masuk RS tanggal
Diagnosis saat masuk
No Rekam Medis
:
:
:
:
:
:
Nn.I.N
Medan/18/07/1966
43 tahun
SLTA
Pegawai Swasta
Jl..Bintaro XIV-Kota
:
:
:
dirasakan biasa. Buang air kecil dirasakan lancar dan tidak nyeri, buang air
besar juga dirasakan lancar.
C. STATUS OBSTETRI
Riwayat Haid: Pertama 14 tahun, teratur, tidak sakit, lama haid 7 hari, siklus 30
hari.
HPHT: 16 Agustus 2008
Riwayat Perkawinan : Belum menikah
Riwayat kehamilan: tidak ada
D. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU :
Tekanan darah tinggi (-), kencing manis (-), Asma (-), penyakit kuning (-)
E. RIWAYAT PENGOBATAN
Pasien pernah berobat ke dokter RS di Perbaungan Sumatera Utara pada tgl 4
Agustus 2009 dengan keluhan tidak menstruasi selama 2 bulan, lalu dilakukan
pemeriksaan oleh dokter dan didiagnosis sebagai mioma uteri, kemudian diberi obat
namun pasien lupa nama obatnya. Lalu pasien disarankan untuk operasi di RS yang
memiliki fasilitas yang memadai.
F. RIWAYAT ALERGI :
Makanan (-), Obat-obatan (-)
G. RIWAYAT OPERASI :
Sebelumnya tidak pernah operasi
H. RIWAYAT KEBIASAAN :
Minum jamu-jamuan (-), alkohol (-)
I. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
Ibu kandung serta kakak kandung pasien tidak mempunyai riwayat keluhan yang
sama
A. STATUS GENERALIS
KU : Baik
Tanda vital: TD: 130/90 mmHg
RR: 20x/menit
HR: 80x/menit
S: 360C
Kepala :
Mata :
Hidung :
Mulut :
Telinga :
Leher :
Thorax
Paru-paru:
Jantung:
Abdomen
Lihat status ginekologi
Ekstremitas
-Atas : hangat, oedem -/-Bawah : hangat, oedem -/-
Imunoserologi
Penanda tumor
Mioma Uteri
VIII. TERAPI
Valium 5 mg
Persiapan operasi
IX. FOLLOW UP
27 Agustus 2009
S : Pasien merasa demam sejak pagi
O : KU : tampak sakit sedang
TD: 130/90 mmhg
RR: 20x/menit
HR: 80x/menit
S: 380C
Wajah tampak sedikit anemis, konjungtiva mata anemis -/Laboratorium : Hematologi Hb : 12,0 g/dl
A: Myoma uteri
P: Transfusi sampai dengan Hb > 10 mg/dl
Sedia darah 500cc pro operasi
Antibiotik profilaksis
28 Agustus 2009
S: Pasien masih merasa demam
O : KU : tampak sakit sedang
Tanda-Tanda vital
TD: 130/90 mmhg
RR: 20x/menit
HR: 80x/menit
S: 37,60C
29 Agustus 2009
S: Tidak ada keluhan
O : KU : baik
Tanda-Tanda vital
TD: 120/80 mmhg
RR: 20x/menit
HR: 80x/menit
S: 360C
RR: 20x/menit
HR: 88x/menit
S: 360C
Wajah tidak anemis, konjungtiva mata anemis -/Laboratorium: Hematologi Hb: 11,0 g/dl
A: Post histerektomi subtotal mioma uteri intraligament hari ke 3
P: - Terapi dilanjutkan
- Mobilisasi aktif
31 Agustus 2009
S: Tidak ada keluhan
O : KU : baik
Tanda-Tanda vital
TD: 120/80 mmhg
RR: 20x/menit
HR: 80x/menit
S: 360C
Wajah tidak anemis, konjungtiva mata anemis -/Laboratorium: Hematologi Hb: 12,0 g/dl
A: Post histerektomi subtotal mioma uteri intraligament hari ke 4
P: Pasien boleh pulang
TINJAUAN PUSTAKA
I. PENDAHULUAN
Mioma uteri dikenal juga dengan sebutan fibromioma, fibroid ataupun leiomioma
merupakan neoplasma jinak yang berasal dari otot uterus dan jaringan ikat yang
menumpanginya. Sering ditemukan pada wanita usia reproduksi (20-25%), dimana
prevalensi mioma uteri meningkat lebih dari 70 % dengan pemeriksaan patologi anatomi
uterus, membuktikan banyak wanita yang menderita mioma uteri asimptomatik.
Walaupun jarang terjadi mioma uteri biasa berubah menjadi malignansi (<1%). Gejala
mioma uteri secara medis dan sosial cukup meningkatkan morbiditas, disini termasuk
menoragia, ketidaknyamanan daerah pelvis, dan disfungsi reproduksi. Kejadiannya lebih
tinggi pada usia di atas 35 tahun, yaitu mendekati angka 40 %. Tingginya kejadian
mioma uteri antara usia 35-50 tahun, menunjukkan adanya hubungan mioma uteri dengan
estrogen. Mioma uteri dilaporkan belum pernah terjadi sebelum menarke dan menopause.
Di Indonesia angka kejadian mioma uteri ditemukan 2,39%-11,87% dari semua penderita
ginekologi yang dirawat. Di USA warna kulit hitam 3-9 kali lebih tinggi menderita
mioma uteri.
Menoragia yang disebabkan mioma uteri menimbulkan masalah medis dan sosial pada
wanita. Mioma uteri terdapat pada wanita di usia reproduktif, pengobatan yang dapat
dilakukan adalah histerektomi, dimana mioma uteri merupakan indikasi yang paling
sering untuk dilakukan histerektomi di USA (1/3 dari seluruh angka histerektomi).
Mioma uteri ini menimbulkan masalah besar dalam kesehatan dan terapi yang paling
efektif belum didapatkan, karena sedikit sekali informasi mengenai etiologi mioma uteri
itu sendiri. Baru-baru ini penelitian sitogenetik, molekuler dan epidemiologi
mendapatkan peranan besar komponen genetik dalam patogenesis dan patobiologi mioma
uteri.
Sarang mioma di uterus dapat berasal dari serviks uteri (1-3%) dan selebihnya adalah
dari korpus uteri. Menurut tempatnya di uterus dan menurut arah pertumbuhannya,
maka mioma uteri dibagi 4 jenis antara lain:
1. Mioma submukosa
2. Mioma intramural
3. Mioma subserosa
4. Mioma intraligamenter
10
adalah jenis mioma submukosa yang mempunyai tangkai. Tumor ini dapat keluar
dari rongga rahim ke vagina, dikenal dengan nama mioma geburt atau mioma
yang dilahirkan, yang mudah mengalami infeksi, ulserasi dan infark. Pada
beberapa kasus, penderita akan mengalami anemia dan sepsis karena proses di
atas.
2. Mioma intramural
Terdapat di dinding uterus di antara serabut miometrium. Karena pertumbuhan
tumor, jaringan otot sekitarnya akan terdesak dan terbentuk simpai yang
mengelilingi tumor. Bila di dalam dinding rahim dijumpai banyak mioma, maka
uterus akan mempunyai bentuk yang berbenjol-benjol dengan konsistensi yang
padat. Mioma yang terletak pada dinding depan uterus, dalam pertumbuhannya
akan menekan dan mendorong kandung kemih ke atas, sehingga dapat
menimbulkan keluhan miksi.
3. Mioma subserosa
Apabila mioma tumbuh keluar dinding uterus sehingga menonjol pada
permukaan uterus diliputi oleh serosa. Mioma subserosa dapat tumbuh di antara
kedua lapisan ligamentum latum menjadi mioma intraligamenter.
4. Mioma intraligamenter
Mioma subserosa yang tumbuh menempel pada jaringan lain, misalnya ke
ligamentum atau omentum kemudian membebaskan diri dari uterus sehingga
disebut wondering parasitis fibroid. Jarang sekali ditemukan satu macam mioma
saja dalam satu uterus. Mioma pada servik dapat menonjol ke dalam satu saluran
servik sehingga ostium uteri eksternum berbentuk bulan sabit.
Apabila mioma dibelah maka tampak bahwa mioma terdiri dari bekas otot polos
dan jaringan ikat yang tersusun seperti kumparan (whorie like pattern) dengan
pseudokapsul yang terdiri dari jaringan ikat longgar yang terdesak karena
pertumbuhan.
11
12
penghancuran membran basalis, migrasi sel endotel, proliferasi sel endotel, pembentukan
tabung kapiler, diikuti stabilisasi. Degradasi membran basalis melibatkan stromelysin,
kolagen dan enzim-enzim lainnya untuk menghancurkan elemen ECM. Sel endotel dapat
bermigrasi ke ujung pembuluh darah. Proses migrasi didukung lingkungan yang banyak
mengandung kolagen tipe I dan tipe III dan dirangsang oleh basic fibroblast growth
factor (bFGF). Protein ECM ini juga muncul dan berperanan penting dalam proses
proliferasi. Pembentukan lumen dan stabilisasi juga dipengaruhi komponen ECM.
Komponen ECM, kolagen IV dan V, serta laminin dihubungkan dengan basal
membran dan masuk kedalam suatu tempat yang banyak mengandung kolagen interstitial
I,III, dan fibronektin yang membantu proses migrasi. Proliferasi terjadi 24 jam setelah
migrasi. Angiogenik ini mengadakan vakuolisasi untuk membentuk lumen kapiler. Ketika
proses stabilisasi tuba terjadi, membran basalis baru terbentuk disekitar kapiler.
Diperkirakan 30% wanita mengalami kelainan menstruasi, menoragia atau
menstruasi yang lebih sering. Tidak ditemukan bukti yang menyatakan perdarahan ini
berhubungan
dengan
peningkatan
luas
permukaan
endometrium
atau
karena
Sebagai
pilihan,
berkurangnya
angiogenik
inhibitory
factors
atau
vasoconstricting factor dan reseptornya pada mioma uteri dapat juga menyebabkan
perdarahan uterus yang abnormal. Telah jelas bahwa ada perbedaan sejumlah gen pada
mioma uteri dengan miometrium yang normal. Terdapat peningkatan reseptor estrogen
dan progesteron serta enzim aromatase pada mioma uteri dibandingkan dengan
miometrium. Mioma uteri juga meningkatkan reseptor insulin like growth factor (IGF-I)
dan mRNA IGF-II dan telah meningkatkan TGF-3 enam kali lipat dibandingkan dengan
miometrium. Selain itu didapatkan juga peningkatan mRNA dan protein for parathyroid
13
hormon related protein (PTHrP) dan bFGF. Protein yang ada pada mioma uteri
mengalami fase siklus menstruasi yang spesifik lebih banyak dibanding miometrium
yang normal. Laboratorium telah menunjukkan mRNA kolagen tipe I dan kolagen tipe III
meningkat relatif pada mioma uteri hanya terjadi pada fase proliferatif siklus epidermal
Growth Factor (EGF) mRNA telah terlihat meningkat relatif pada fase luteal siklus
dibandingkan dengan miometrium. Penelitian terbaru mengatakan bahwa reseptor EGF
dapat diturunkan pada mioma uteri sejak penelitian lain yang berkaitan menyatakan
adanya penurunan ikatan tersebut pada mioma uteri dibandingkan miometrium normal.
Faktor-faktor pertumbuhan ataupun reseptornya yang diregulasi berbeda pada
mioma uteri atau endometrium uterus miomatosus, merupakan mediator yang potensial
pada mioma uteri yang disertai komplikasi. Faktor-faktor yang diregulasi berbeda, yang
telah diketahui berperanan pada jaringan vaskuler dengan cara meningkatkan proliferasi
atau perubahan kapiler pembuluh darah, yang berpotensi menyebabkan mioma uteri
dengan gejala menoragia. Faktor-faktor yang memenuhi semua kriteria termasuk basic
fibroblast growth factor (bFGF), vascular endothelial growth factor (VEGF), heparin
binding epidermal growth factor (HBEGF), platelet derived growth factor (PDGF),
TGF-, PTHrP dan prolaktin.
Keempat faktor ini (bFGF,VEGF,HBEGF,PDGF) milik heparin binding group of
growth factors. Sejak faktor-faktor ini berikatan dengan heparin sulfat proteoglycans
yang ditemukan di ECM, mioma uteri, dengan muatan ECM yang besar, dapat dijadikan
wadah bagi faktor-faktor ini. Kedua faktor bFGF dan VEGF mengatur fungsi sel endotel,
maka itu migrasi sel endotel vital ditingkatkan ke proses angiogenik. HBEGF dan PDGF
mengatur fibroblast dan fungsi sel otot polos dan dapat mempengaruhi vaskularisasi otot
polos mioma uteri, sel miometrium ataupun sel stroma endometrium. PTHrP dapat
berfungsi sebagai vasodilator secara tidak langsung dengan aksi pada ECM atau secara
langsung pada pembuluh darah. TGF- berfungsi pada banyak tipe sel dan prolaktin,
ketika membelah, berfungsi sebagai penghambat angiogenesis. Maka itu faktor ini
memiliki aksi yang potensial dalam mengatur fungsi vaskuler di uterus.
14
15
PDGF berfungsi sebagai mitogen dan chemoattractant sel otot polos dan fibroblas.
Imunochemistry pada rantai PDGF memiliki level sama antara mioma uteri dan sel otot
polos intensitas staing sama pada miometrium dan leiomioma.
Perubahan seknnder pada mioma.
1. Degenerasi hialin.
2. Degenerasi kistik.
3. Kalsifikasi.
Dalam bentuk yang ekstrim dapat jadi keras seperti batu (wombstone).
5. Nekrosis
Disebabkan gangguan sirkulasi darah atau infeksi yang hebat atau torsi dari
tangkai tumor.
6. Degenerasi lemak.
Jarang terjadi, tetapi dapat terjadi pada degenerasi hialin yang lanjut.
7. Degenerasi sarkoma
Jarang terjadi.
16
Adanya rasa menekan pada perut bagian bawah, bila massa tumor menekan
kandung kencing, akan timbul kerentanan kandung kencing (bladder irritability),
polakisuria, dan dyusria. Retensi urin dapat terjadi apabila urethra tertekan atau
karena adanya massa tumor di cavum Douglasi. Bila keadaan di atas dibiarkan
berlarut-larut, dapat terjadi hydroureteronefrosis.
Efek tekanan massa tumor pada rektum tidak begitu besar. Kadang-kadang
dapat menyebabkan konstipasi dan rasa sakit pada saat defekasi. Selain itu, bila
terjadi penekanan pada vena cava inferior, dapat terjadi edema pada tungkai bawah.
Selain itu, terdapat juga gejala-gejala sekunder seperti anemia, lemah, ataupun
pusing-pusing
Mioma uteri sebagai penyebab infertilitas hanya dijumpai pada 2-10% kasus.
Infertilitas terjadi sebagai akibat obstruksi mekanis tuba falopi. Abortus spontan dapat
terjadi bila mioma menghalangi pembesaran uterus, dimana menyebabkan kontraksi
uterus yang abnormal, dan mencegah terlepas atau tertahannya uterus di dalam panggul.
17
B. DIAGNOSIS
1. Pemeriksaan fisik
Mioma uteri mudah ditemukan melalui pemeriksaan bimanual rutin uterus.
Diagnosis mioma uteri menjadi jelas bila dijumpai gangguan kontur uterus oleh satu atau
lebih massa yang lebih licin, tetapi sering sulit untuk memastikan bahwa massa seperti ini
adalah bagian dari uterus. Selain itu, terdapat perdarahan. Biasanya dalam bentuk
menorrhagi. Yang sering menyebabkan gejala perdarahan ialah jenis submukosa sebagai
akibat pecahnya pembuluh darah. Perdarahan oleh mioma dapat menimbulkan anemia
yang berat. Mioma intramural juga dapat menyebabkan perdarahan karena ada gangguan
kontraksi otot uterus. Sedangkan Jenis subserosa tidak menyebabkan perdarahan yang
abnormal. Jika ada perdarahan yang abnormal harus diingat akan kemungkinan lain yang
timbul bersamaan dengan mioma yaitu adenokarsinoma dan polip.
Pasien juga kadnag merasa nyeri. Namun gejala ini tidak khas untuk mioma, walaupun
sering terjadi. Keluhan yang sering diutarakan ialah rasa berat dan dysmenorrhoe.
2. Temuan laboratorium
Anemia merupakan akibat paling sering dari mioma. Hal ini disebabkan
perdarahan uterus yang banyak dan habisnya cadangan zat besi. Kadang-kadang mioma
menghasilkan eritropoeitin yang pada beberapa kasus menyebabkan polisitemia. Adanya
hubungan antara polisitemia dengan penyakit ginjal diduga akibat penekanan miom
terhadap ureter yang menyebabkan peninggian tekanan balik ureter dan kemudian
menginduksi pembentukan eritropoetin ginjal.
3. Pemeriksaan penunjang
a. Ultrasonografi
Ultrasonografi transabdominal dan transvaginal bermanfaat dalam menetapkan
adanya mioma uteri. Ultrasonografi transvaginal terutama bermanfaat pada uterus yang
kecil. Uterus atau massa yang paling besar baik diobservasi melalui ultrasonografi
transabdominal. Mioma uteri secara khas menghasilkan gambaran ultrasonografi yang
mendemonstrasikan irregularitas kontur maupun pembesaran uterus. Adanya kalsifikasi
18
19
Pemeriksaan Bimanual
Pemeriksaan Tambahan
(bila perlu):
Tes Kehamilan, USG,
Histeroskopi
Mioma Uteri
Tanpa Kehamilan
Keluhan (-)
Uterus
12 mg
Dengan kehamilan
Keluhan (+)
Uterus >
12 mg
Keluhan
Penekanan
Perdarahan
Pengobatan tergantung
komplikasi
Bila menghalangi jalan
lahir, pada persalinan
dilakukan seksio sesarea
Tidak
Pemeriksaan PA
Observasi
Tidak Ganas
Histerektomi
Ganas
Lihat Pengelolaan
Ca Endometrium
20
VI.PENATALAKSANAAN
A. Konservatif
Penderita dengan mioma kecil dan tanpa gejala tidak memerlukan pengobatan,
tetapi harus diawasi perkembangan tumornya. Jika mioma lebih besar dari kehamilan 1012 minggu, tumor yang berkembang cepat, terjadi torsi pada tangkai, perlu diambil
tindakan operasi.
B. Terapi medikamentosa
Terapi yang dapat memperkecil volume atau menghentikan pertumbuhan mioma
uteri secara menetap belum tersedia pada saat ini. Terapi medikamentosa masih
merupakan terapi tambahan atau terapi pengganti sementara dari operatif.
Preparat yang selalu digunakan untuk terapi medikamentosa adalah analog
GnRH, progesteron, danazol, gestrinon, tamoksifen, goserelin, antiprostaglandin, agenagen lain (gossipol,amantadine).
1. GnRH analog
Penelitian multisenter yang dilakukan pada 114 penderita dengan mioma uteri yang
diberikan GnRHa leuprorelin asetat selam 6 bulan, ditemukan pengurangan volume
uterus rata-rata 67% pada 90 wanita didapatkan pengecilan volume uterus sebesar 20%
dan pada 35 wanita ditemukan pengurangan volume mioma sebanyak 80%. 18,19
Efek maksimal dari GnRHa baru terlihat setelah 3 bulan dimana cara kerjanya menekan
produksi estrogen dengan sangat kuat, sehingga kadarnya dalam darah menyerupai kadar
estrogen wanita usia menopause. Setiap mioama uteri memberikan hasil yang berbedabeda terhadap pemberian GnRHa.
Mioma submukosa dan mioma intramural merupakan mioma uteri yang paling rensponsif
terhadap pemberian GnRH ini. Keuntungan pemberian pengobatan medikamentosa
dengan GnRHa adalah:
1. Mengurangi volume uterus dan volume mioma uteri.
2. Mengurangi anemia akibat perdarahan.
3. Mengurangi perdarahan pada saat operasi.
4. Tidak diperlukan insisi yang luas pada uterus saat pengangkatan mioma.
5. Mempermudah tindakan histerektomi vaginal.
21
turunan
trifeniletilen
yang
mempunyai
khasiat
estrgenik
maupun
22
23
meskipun hal ini mengurangi perdarahan menstruasi 35,7% wanita dengan menoragia
idiopatik.
C. Embolisasi Arteri Uterina
Suatu tindakan yang menghambat aliran darah ke uterus dengan cara memasukkan agen
emboli ke arteri uterina. Dewasa ini embolisasi arteri uterina pada pasien yang menjalani
pembedahan mioma. Arteri uterina yang mensuplai aliran darah ke mioma dihambat
secara permanen dengan agen emboli (partikel polivynil alkohol). Keamanan dan
kemudahan embolisasi arteri uterina tidak dapat dipungkiri, karena tindakan ini efektif.
Proses embolisasi menggunakan angiografi digital substraksi dan dibantu fluoroskopi.
Hal ini dibutuhkan untuk memetakan pengisian pembuluh darah atau memperlihatkan
ekstrvasasi darah secara tepat. Agen emboli yang digunakan adalah polivinyl alkohol
adalah partikel plastik dengan ukuran yang bervariasi. Katz dkk memakai gel form
sebagai agen emboli untuk embolisasi arteri uterina.
Tingkat keberhasilan penatalaksanaan mioma uteri dengan embolisasi adalah 85-90%.
D. Operasi.
Kerugian :
- melemahkan dinding uterus ruptur uteri pada waktu hamil.
- menyebabkan perlekatan.
- residif.
Histerektomi
Dilakukan pada mioma yang besar dan multipel. Pada wanita muda sebaiknya tidak
diambil kedua ovarium. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga agar tidak terjadi
menopause sebelum waktunya. Maka sebaiknya dilakukan histerektomi totalis. Bila
keadaan tidak mengizinkan, dapat dilakukan histerektomi supravaginalis. Untuk menjaga
kemungkinan keganasan pada tumpul servix, sebaiknya dilakukan pap smear pada waktu
tertentu.
24
Histeroskopi
Laparoskopi
25
DAFTAR PUSTAKA
Fried, etal. Skema Diagnosis dan Penatalaksanaan Obsetri. Edisi : Kedua. Binaaksara :
Jakarta. 1998.
F. Gary Cuningham. Obsetri Williams. Edisi : 21. Volume 2. EGC : Jakarta. 2005.
Hacker/Moore. Esensial Obsetri dan Ginekologi. Edisi : kedua. Jakarta : 2001.
Manuaba Ida Bagus Gde, 1998. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga
Berencana, Jakarta, Penerbit EGC edisi 1
Mochtar Rustam, 1990. Sinopsis Obstetri Fisiologi, Jilid I edisi 2 EGC, Jakarta.
Prawirohardjo Sarwono, 2002. Ilmu Kebidanan.
Winkjosastro Hanifa, 1999. Ilmu Kandungan.
26