Anda di halaman 1dari 3

Pendahuluan

Islam mengajarkan untuk memperbaiki pada 2 hubungan yang bisa menjadi penentu bagi
kesuksesan kita didunia maupun diakhiran, mungkin kita sering mendengar tentang
hablumminallah wahambumminannas (hubungan kepada allah dan hubungan kepada
manusia) sebagai mahluk sosial kita saling membutuhkan itu sebabnya kita dituntut untuk
memiliki hubungan baik dengan sesama.
Pada hari ini saya akan menyampaikan ceramah saya yang berkaitan dengan hubungan
sesama manusia. Didalam pergaulan kita sering mendegar istilah taaruf.
Kata taaruf terambil dari kata arafu yang berarti mengenal. kalau pada masa ini kita bilang
berkenalan bertatap muka. Bisa juga dikatakan bahwa tujuan dari berkenalan tersebut adalah untuk
mencari jodoh. Taaruf bisa juga dilakukan jika kedua belah pihak keluarga setuju dan tinggal
menunggu keputusan anak untuk bersedia atau tidak untuk dilanjutkan ke jenjang khitbah - taaruf
dengan mempertemukan yang hendak dijodohkan dengan maksud agar saling mengenal.
Didalam al-Quran allah berfirman :

Q. S. Hujurat ayat: 13

Terjemahan:
Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu
saling mengenal. Sungguh yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah ialah orang yang
paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengentahui, Mahateliti.

Taaruf yang akan dibahas di sini adalah proses saling mengenal antara dua orang lawan jenis yang
ingin menikah. Jika di antara mereka berdua ada kecocokan maka bisa berlanjut ke jenjang
pernikahan namun jika tidak maka proses pun berhenti dan tidak berlanjut.
Islam tidak melarang taaruf, dalam sebuah hadits disebutkan, Dari Anas bin Malik bahwa AlMughirah bin Syubah ingin menikah seorang wanita, maka Rasulullah shallallahu alaihi wa
sallam berkata kepadanya, Pergi lalu lihatlah dia, sesungguhnya hal itu menimbulkan kasih
sayang dan kedekatan antara kalian berdua. (Diriwayatkan oleh Ibnu Majah no 1938 dan
dishahihkan oleh Syekh al-Albani rahimahullah dalam Shahih Ibnu Majah)
Rambu-rambu taaruf
Taaruf bukanlah pernikahan yang menghalalkan apa yang dihalalkan bagi pasangan suami istri.
Taaruf hanyalah proses pra pernikahan, maka selama akad nikah belum diikrarkan, maka mereka
berdua adalah dua orang yang bukan mahram harus menjaga ada-adab islam.
Namun, belakangan ini, taaruf mengalami penyempitan makna, karena telah diselewengkan
kepada makna pacaran yang jelas-jelas diingkari oleh islam. Islam tidak mensyariatkan pacaran
untuk menempuh ke jenjang pernikahan. Namun islam mensyariatkan taaruf sesuai batasanbatasan syariat. Taaruf yang benar adalah dengan langkah sebagai berikut:

1. Pihak lelaki mencari keterangan tentang biografi, karakter, sifat, atau hal lain pada wanita yang
ingin ia pinang melalui seseorang yang mengenal baik tentangnya demi maslahat pernikahan. Bisa
dengan cara meminta keterangan kepada wanita itu sendiri melalui perantaraan seseorang, seperti
istri teman atau yang lainnya. Demikian pula dengan pihak wanita yang berkepentingan untuk
mengenal lelaki yang berkeinginan meminang dapat menempuh cara yang sama.
Dalam menempuh langkah pertama ini, perlu memerhatikan beberapa perkara antara lain:
Tidak berkhulwat (berdua-duaan) dalam mencari informasi secara langsung dari wanita terkait
dan sebaliknya. Nabi shallallahu alaihi wa sallam menegaskan, Dan janganlah seorang lelaki
berdua-duaan dengan seorang wanita kecuali jika sang wanita bersama mahramnya (Riwayat alBukhari no. 3006 dan Muslim 1341)
Kemudian Nabi shallallahu alaihi wa sallam kembali menjelaskan hikmah dari larangan ini
dalam sabdanya, Tidaklah seorang lelaki berdua-duaan dengan seorang wanita kecuali setan
adalah orang ketiga di antara mereka berdua. (Riwayat Ahmad 1/18, Ibnu Hibban (lihat Shahih
Ibnu Hibban 1/436))
Tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang bisa menjerumuskan seseorang ke kubangan
perzinaan apalagi perbuatan zina itu sendiri dengan berbagai macam bentuknya.
:




Telah ditulis bagi tiap anak Adam bagiannya dari zina, dia pasti akan melakukan, yaitu kedua
mata berzina dengan memandang, kedua telinga berzina dengan mendengar, lisan berzina dengan
berbicara, tangan berzina dengan memegang, kaki berzina dengan melangkah, sementara hati
berkeinginan dan berangan-angan, maka kemaluanlah yang membenarkannya atau
mendustakannya. (Riwayat al-Bukhari, lihat Shahih Targhib wa Tarhib II/398)
Tidak ikhtilath (campur baur antara laki-laki dan wanita bukan mahram)
2. Setelah menemukan kecocokan dan sebelum khitbah, bagi lelaki disunahkan melihat wanita
yang ingin ia nikahi. Hal ini karena bermodalkan informasi saja terkadang tidak cukup, karena
kondisi seseorang atau kecantikan seseorang itu relatif. Bisa saja cantik menurut kacamata
seseorang, namun tidak cantik menurutnya. Sehingga Syekh Utsaimin rahimahullah
menegaskan, Sesungguhnya penglihatan orang lain tidak mewakili penglihatan sendiri secara
langsung. Bisa jadi seorang wanita cantik menurut seseorang namun tidak cantik menurut orang
yang lain. (Syarhul Mumti XII/20)
Saat seorang lelaki ingin wanita yang akan ia khitbah, maka ia harus memperhatikan ramburambu nazhar yang telah dijelaskan oleh Syekh Utsamin rahimahullah dalam Syarhul Mumti
XII/22 sebagai berikut :
1. Tidak berkhalwat (berdua-duaan) dengan sang wanita tatkala memandangnya.
Untuk menjauhi khalwat ketika nazhar, maka ia bisa melihat wanita yang ingin ia pinang ditemani
wali si wanita atau jika tidak mampu maka ia bisa bersembunyi dan melihat wanita tersebut di
tempat di mana ia sering melalui tempat tersebut.

2. Hendaknya memandangnya dengan tanpa syahwat, karena nazhar (memandang) wanita


ajnabiyah karena syahwat diharamkan. Selain itu, tujuan dari melihat calon istri adalah untuk
mengetahui kondisinya bukan untuk menikmatinya.
3. Hendaknya ia memiliki prasangka kuat bahwa sang wanita akan menerima lamarannya.
4. Hendaknya ia memandang kepada apa yang biasanya nampak dari tubuh sang wanita, seperti
muka, telapak tangan, leher, dan kaki.
5. Hendaknya ia benar-benar bertekad untuk melamar sang wanita. Yaitu hendaknya
pandangannya terhadap sang wanita itu merupakan hasil dari keseriusannya untuk maju menemui
wali wanita tersebut untuk melamar putri mereka. Adapun jika ia hanya ingin berputar-putar
melihat-lihat para wanita satu per satu, maka hal ini tidak diperbolehkan.
6. Hendaknya sang wanita yang dinazharnya tidak bertabarruj, memakai wangi-wangian,
memakai celak, atau yang sarana-sarana kecantikan yang lainnya.

Secara garis besar ajaran Islam bisa dikelompokkan dalam dua kategori yaitu Hablum
Minallah (hubungan
vertikal
antara
manusia
dengan
Tuhan)
dan Hablum
Minannas (hubungan manusia dengan manusia). Allah menghendaki kedua hubungan
tersebut seimbang walaupun hablumminannas lebih banyak di tekankan. Namun itu semua
bukan berarti lebih mementingkan urusan kemasyarakatan, namun hal itu tidak lain
karena hablumminannas lebih komplek dan lebih komprehensif.

Anda mungkin juga menyukai