Anda di halaman 1dari 14

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS (P3N)

S1 KEPERAWATAN STIKES ICME JOMBANG


SATUAN ACARA PENYULUHAN
Topik

: Perawatan Pada Pasien Dengan Fraktur

Sasaran

: Keluarga dan penunggu pasien Ruang Flamboyan


RSU Dr. Saiful Anwar Malang

Tempat

: Ruang 21 RSU Dr. Saiful Anwar Malang

Hari/tanggal

Jam

A.

, Mei 2015
WIB

TUJUAN

1. Tujuan Umum
Setelah diberikan penyuluhan, diharapkan keluarga dan penunggu pasien
mengetahui tentang perawatan pasien yang mengalami fraktur.
2. Tujuan Khusus
Diharapkan keluarga pasien dan pengunjung dapat :
1)

Menjelaskan pengertian fraktur

2)

Menjelaskan penyebab fraktur

3)

Menjelaskan tanda dan gejala fraktur

4)

Menjelaskan penanganan fraktur di rumah sakit

5)

Menjelaskan perawatan fraktur di rumah

B. SASARAN
Keluarga dan penunggu pasien Ruang 21 RSU Dr. Saiful Anwar Malang
D.

KOMUNIKATOR
Mahasiswa Pendidikan Profesi Ners STIKES ICME JOMBANG

A. PENGORGANISASIAN
1) Pembicara

Moderator

Observer

Fasilitator

2) Pembimbing Akademik

Pembimbing Klinik

3) Peserta

: Keluarga dan penunggu pasien RSU Dr.

Saiful Anwar Malang


B. METODE
1.

Ceramah

2.

Diskusi

C. MEDIA
- Laptop
- LCD
- Leaflet
D. MATERI

1.

1.

Menjelaskan pengertian fraktur

2.

Menjelaskan penyebab fraktur

3.

Menjelaskan tanda dan gejala fraktur

4.

Menjelaskan penanganan fraktur di rumah sakit

5.

Menjelaskan perawatan fraktur di rumah

PELAKSANAAN

Kegiatan
Pembukaan

Waktu
5

Uraian Kegiatan
1. Mengucapkan salam

menit

2.

Kegiatan Peserta
1.Menjawab salam

Pelaksana
Moderator

Memperkenalkan 2.Mendengarkan

dan

fasilitator

fasilitator

3.Menjelaskan

tujuan 3.Memperhatikan

penyuluhan
4. Menjelaskan mekanisme
kegiatan
Pelaksanaan 20
menit

yang

akan

dilaksanakan
1. Menjelaskan
Pengertian

1.

Memperhatikan Pembicara

fraktur,

penjelasan

tanda dan gejala fraktur,

perawatan

peyebab

fraktur

fraktur,

tentang dan
pasien fasilitator

penanganan fraktur di 2. peserta menyimak dan


RS, perawatan fraktur

memperhatikan tentang

di rumah

perawatan kateter yang

2. Tanya

jawab

perawatan

tentang
pasien

benar
3. Memberikan umpan

dengan fraktur
Evaluasi

terima

perawatan kateter
1. Memperhatikan

Moderator

partisipasi

2. Menjawab salam

dan

1. Mengucapkan

menit

kasih

atas

balik terkait demontrasi

peserta

3.

2. Mengucapkan salam

Peserta

menerima fasilitator

leaflet

3. Membagikan leaflet

F. SETTING TEMPAT

Keterangan
: Fasilitator

: Pembicara

: Keluarga dan penunggu pasien

: LCD monitor

: Observer

: Moderator

G. KRITERIA EVALUASI
1. Evaluasi Struktur
a. Pengorganisasian dilaksanakan sebelum pelaksanaan kegiatan.
b. Kontrak dengan peserta H-1, diulangi kontrak pada hari H.
c. Pelaksanaan kegiatan dilaksanakan sesuai satuan acara penyuluhan
d. Peserta hadir ditempat penyuluhan sesuai kontrak yang disepakati
2. Evaluasi Proses
Peserta antusias dalam menyimak uraian materi penyuluhan dan
demontrasi tentang

perawatan

pasien dengan fraktur dan bertanya

apabila ada yang dianggap kurang dimengerti dan mengisi kuesioner


awal dan akhir yang diberikan.

3. Evaluasi Hasil
a. Seluruh peserta kooperatif selama proses diskusi ditunjukkan dengan
30 % bertanya atau mengklarifikasi.
a. 60-70% peserta mampu menjawab pertanyaan dan memahami
pengertian sampai dengan hal-hal yang harus diperhatikan terkait
perawatan

pasien dengan fraktur dengan mampu menjawab

kuesioner yang telah diberikan minimal 7 dari 10 pertanyaan yang


diberikan dengan jawaban benar
b. Peserta sebanyak 80% mengikuti kegiatan penyuluhan dari awal
hingga akhir penyuluhan dan tidak ada yang meninggalkan tempat
penyuluhan sebelum acara penyuluhan berakhir kecuali ada
kepentingan yang tidak bisa diwakilkan

MATERI FRAKTUR
A. Pengertian

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya


disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer, Arif, et al, 2000). Menurut Linda
Juall (2001) fraktur adalah rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan
oleh tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap oleh
tulang.
B. Etiologi
Berdasarkan penyebab/etiologinya striktur dibagi menjadi 3 jenis :
a. Kekerasan langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya
kekerasan. Fraktur demikian sering bersifat terbuka dengan garis patah
melintang atau miring.
b. Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang
jauh dari terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian
yang paling lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan.
c. Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekeuatan dapat
berupa pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi
dari ketiganya, dan penarikan (Oswari, 1993).
C. Patofisiologi
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan daya pegas
untuk menahan tekanan (Apley, 1993). Tapi apabila tekanan eksternal
yang datang lebih besar dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah
trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya
kontunuitas tulang (Carpenito, 1995). Setelah terjadi fraktur, periosteum
dan pembuluh darah serta saraf dalam kotteks, marrow, dan jaringan lunak
yang membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena kerusakan
tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga medula tulang. Jaringan
tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah Jaringan yang
mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang
ditandai dengan vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi
sel darah putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar sari proses
penyembuhan tulang nantinya (Black, dkk, 1993).
D.

Klasifikasi
1. Complete fraktur, patah tulang pada seluruh garis tengah tulang, luas dan
melintang. Biasanya disertai dengan perpindahan posisi tulang.

2. Closed fraktur, tidak menyebabkan robeknya kulit, imtegritas kulit masih


utuh.
3. Open fraktur, merupakan fraktur dengan luka pada kulit (integritas kulit
rusak dan ujung tulang menonjol samapai menembus kulit) atau
membran mukosa sampai ke patahan tulang.
4. Greenstick, fraktur dimana salah satu sisi tulang patah sedang sisi lainnya
membengkok.
5. Tranversal, fraktur sepanjang garis tengah tulang
6. Spiral, fraktur memuntir seputar batang tulang.
7. Komunitif, fraktur dengan tulang pecah menjadi beberapa fragmen.
8. Oblik, fraktur membentuk sudut dengan garis tulang tengah.
9. Depresi, fraktur dengan fragmen patahan terdorong kedalam (sering
terjadi pada tulang tengkorak dan wajah).
10. Kompresi, fraktur dimana tulang mengalami kompresi.
11. Patologik, fraktur yang terjadi pada daerah tulang yang berpenyakit (kista
tulang, paget, metastasis tulang, tumor, dsb).
12. Avulsi, teretariknya fragmen tulang oleh ligamen atau tendon pada
perlekatannya.
13. Epifisial, fraktur melalui epifisis.
14. Impaksi, fraktur dimana fragmen tulang terdorong ke fragmen tulang
lainnya.
E.

Tanda dan gejala


1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang
diimobilisasi, hematoma, dan edema.
2. Perubahan bentuk (deformitas) karena adanya pergeseran fragmen tulang
yang patah.
3. Hilangnya fungsi.
4. Terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot yang
melekat diatas dan dibawah tempat fraktur.
5. Krepitasi akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya.
6. Pembengkakan dan perubahan warna local pada kulit.

F.

Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan foto radiology dari fraktur : menentukan lokasi dan


luasnya

X-ray

CT scan

Bone scanning

MRI (magnetic Resonance Imaging)

EMG (Elektromyogarfi).

Pemeriksaan darah lengkap

Arteriografi, dilakukan bila kerusakan dicurigai.

Kreatinin, trauma otot meningkatkan bebean kreatinin untuk


klirens ginjal.

G.

Penatalaksanaan

1. Penatalaksanaan segera setelah cidera adalah imobilisasi bagian yang


cidera apabila klien akan dipindahkan perlu disangga bagian bawah dan
atas tubuh yang mengalami cidera tersebut untuk mencegah terjadinya
rotasi atau angulasi.
2. Selanjutnya prinsip penanganan fraktur adalah reduksi. Reduksi fraktur
berarti mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan rotasi
anatomis Reduksi tertutup, mengembalikan fragmen tulang ke posisinya
( ujung ujungnya saling berhubungan ) dengan manipulasi dan traksi
manual. Alat yang digunakan biasanya traksi, bidai dan alat yang lainnya.
Reduksi terbuka, dengan pendekatan bedah. Alat fiksasi interna dalam
bentuk pin, kawat, sekrup, plat, paku. Imobilisasi dapat dilakukan dengan
metode eksterna dan interna.
Ilizarov adalah suatu alat eksternal fiksasi yang berfungsi untuk
menjaga agar tidak terjadi pergeseran tulang dan untuk membantu dalam
proses pemanjangan tulang (Maryanto, 2003).
Indikasi pemasangan Ilizarov: (1) Menyamakan panjang lengan
atau tungkai yang tidak sama, (2) Menyamakan dan menumbuhkan daerah
tulang yang hilang akibat patah tulang terbuka yang hilang, (3) Membuang
tulang yang infeksi dan diisi dengan cara menumbuhkan tulang yang
sehat, (4) Menambah tinggi badan. Kontra indikasi pemasangan Ilizarov :
(1) Open fraktur dengan soft tissue yang perlu penanganan lanjut yang
lebih baik bila dipasang single planar fiksator, (2) Fraktur intra artikuler
yang perlu ORIF, (3) Simple fraktur (bisa dengan pemasangan plate and
screw nail wire), (3) Fraktur pada anak (fresh).
3. Mempertahankan dan mengembalikan fungsi

4. Pemberian analgetik untuk mengerangi nyeri


5. Status neurovaskuler selalu dipantau meliputi peredaran darah, nyeri,
perabaan, gerakan.
6. Fisioterapi
Terapi latihan adalah salah satu modalitas fisioterapi dengan menggunakan
gerak tubuh baik secara active maupun passive untuk pemeliharaan dan
perbaikan kekuatan, ketahanan dan kemampuan kardiovaskuler, mobilitas dan
fleksibilitas, stabilitas, rileksasi, koordinasi, keseimbangan dan kemampuan
fungsional (Kisner, 1996). Teknologi intervensi Fisioterapi yang dapat
digunakan antara lain:
Positioning
Dengan mengelevasikan tungkai yang sakit maka dengan posisi ini
bermanfaat untuk mengurangi oedem.
Rileks passive movement
Merupakan gerakan yang murni berasal dari luar atau terapis tanpa
disertai gerakan dari anggota tubuh pasien. Gerakan ini bertujuan untuk
melatih otot secara pasif, oleh karena gerakan berasal dari luar atau terapis
sehingga dengan gerak rileks passive movement ini diharapkan otot yang
dilatih menjadi rilek maka menyebabkan efek pengurangan atau penurunan
nyeri akibat incisi serta mencegah terjadinya keterbatasan gerak serta menjaga
elastisitas otot (Kisner, 1996). Mekanisme penurunan nyeri oleh gerakan
rileks passive movement sebagai berikut : adanya stimulasi kinestetik berupa
gerakan rileks pasif movement yang murni berasal dari luar atau terapis tanpa
disertai gerakan dari anggota tubuh pasien akan merangsang muscle spindle
dan organ tendo golgi dalam pengaturan motorik, fungsi dari muscle spindle
adalah (1) mendeteksi perubahan panjang serabut otot, (2) mendeteksi
kecepatan perubahan panjang otot, sedangkan fungsi dari organ tedo golgi
adalah mendeteksi ketegangan yang bekerja pada tendo golgi saat otot
berkontraksi (Guyton, 1991). Dengan terstimulasinya muscle spindle dan
organ

tendo

golgi

lewat

gerakan

rileks

passive

movement

akan

mempengaruhi mekanisme kontraksi dan rileksasi otot, yaitu bahwa ion-ion


calsium secara normal berada dalam ruang reticulum sarcoplasma. Potensial
aksi menyebar lewat tubulus transversum dan melepaskan Ca 2+. Filamenfilamen actin (garis tipis) menyelip diantara filamen-filamen myosin, dan
garis-garis bergerak saling mendekati. Ca 2+ kemudian dipompakan kedalam
reticulum sarcoplasma dan otot kemudian mengendor (Chusid, 1993). Dengan

kedaaan otot yang sudah mengendor maka penurunan nyeri dapat terjadi
melalui mekanisme-mekanisme sebagai berikut: (1) Tidak ada lagi perbedaan
tekanan intramuscular yang menekan nociceptor sehingga nociceptor tidak
terangsang untuk menimbulkan nyeri, (2) Dengan gerakan rileks passive
movement yang berulang-ulang maka nociceptor akan beradaptasi terhadap
nyeri. Suatu sifat khusus dari semua reseptor sensoris adalah bahwa mereka
beradaptasi sebagian atau sama sekali terhadap rangsang mereka setelah suatu
periode waktu. Yaitu, bila suatu rangsang sensoris kontinu bekerja untuk
pertama kali, mula-mula reseptor tersebut bereaksi dengan kecepatan impuls
yang sangat tinggi, kemudian secara progresif makin berkurang sampai
akhirnya banyak diantaranya sama sekali tidak bereaksi lagi . Hal ini dapat
pula untuk menentukan dosis gerakan rileks passive movement agar dapat
menstimulasi muscle spindle.
Mekanisme umum dari adaptasi dibagi dua yaitu : (1) Sebagian adaptasi
disebabkan oleh penyesuaian didalam struktur reseptor itu sendiri, (2)
Sebagian disebabkan oleh penyesuaian didalam fibril saraf terminal. (Guyton,
1991). Dengan mengendornya otot melalui gerakan rileks passive movement
akan mempengaruhi spasme otot dan iskemi jaringan sebagai penyebab nyeri.
Spasme otot sering menimbulkan nyeri alasanya mungkin dua macam, yaitu:
(1) Otot yang sedang berkontraksi menekan pembuluh darah intramuscular
dan mengurangi atau menghentikan sama sekali aliran darah, (2) Kontraksi
otot meningkatkan kecepatan metabolisme otot tersebut. Oleh karena itu,
spasme otot mungkin menyebabkan iskemi otot relatif sehingga timbul nyeri
iskemik yang khas. Penyebab nyeri pada iskemik belum diketahui, salah satu
penyebab nyeri pada iskemik yang diasumsikan adalah pengumpulan sejumlah
besar asam laktat didalam jaringan, yang terbentuk sebagai akibat
metabolisme anaerobic yang terjadi selama iskemik, tetapi, mungkin pila zat
kimia lain, seperti bradikinin dan poliopeptida, terbentuk didalam jaringan
karena kerusakan sel otot dan bahwa inilah, bukannya asam laktat yang
merangsang ujung saraf nyeri. (Guyton, 1991).
Passive joint mobility
Gerakan tubuh manusia terjadi pada persendian. Macam gerakan
dan ROM tergantung dari struktur anatomi sendi, juga posisi otot yang
mengontrol gerakan tadi.
Kapsular ligament yang seluruhnya terdapat didalam kapsul sendi akan
memberikan penguat terhadap synovial membrane, dimana synovial

10

membrane tadi akan mengeluarkan cairan kedalam rongga sendi yang


menjamin gerakan sendi tetap licin, juga memberikan makan terhadap
cartilago.
Pada kaki banyak terdapat persendian, sehingga memungkinkan kaki dapat
berjalan, menyesuaikan bermacam-macam permukaan dan tampak lentur atau
mengeper.
Active exercise
Merupakan gerakan yang dilakukan oleh otot-otot anggota tubuh itu
sendiri. Gerak dalam mekanisme pengurangan nyeri dapat terjadi secara reflek
dan disadari. Gerak yang dilakukan secara sadar dengan perlahan dan
berusaha hingga mencapai lingkup gerak penuh dan diikuti rileksasi otot akan
menghasilkan penurunan nyeri (Kisner,1996). Mekanisme gerak yang disadari
dalam penurunan nyeri adalah bahwa perananan muscle spindle sangat penting
dalam mekanisme ini, sama pentingnya dalam penurunan nyeri dengan
menggunakan gerakan pasif. Untuk menekankan pentingnya system eferen
gamma, eferen gamma adalah suatu serabut saraf kecil yang bertugas
merangsang ujung-ujung serabut intrafusal agar daerah sentral berkontraksi.
Orang perlu menyadari bahwa 31 persen dari semua serabut saraf motorik ke
otot merupakan serabut eferen gamma, bukannya serabut motorik besar jenis
A alfa. Bila sinyal dikirimkan dari korteks motorik atau dari daerah otak lain
apapun ke motoneuron gamma hampir selalu terangsang pada saat bersamaan.
Ini menyebabkan serabut otot ekstrafusal dan intrafusal berkontraksi pada saat
yang sama.
Tujuan mengkontraksikan serabut muscle spindle pada saat bersamaan
dengan kontraksi serabut otot rangka besar mungkin ada dua macam : (1)
mencegah muscle spindle menentang kontraksi otot, (2) mempertahankan sifat
responsif muscle spindle terhadap peredaman dan beban yang tepat dengan
tidak menghiraukan perubahan panjang otot. Dengan bekerjanya muscle
spindle secara sadar dan optimal maka dengan mekanisme adaptasi dan
rileksasi akan menimbulkan penurunan nyeri (Guyton, 1991).
Active exercise terdiri dari assisted exercise, free active exercise dan
resited active exercise. Assisted exercise dapat mengurangi nyeri karena
merangsang

rileksasi

propioseptif.

Resisted

active

exercise

dapat

meningkatkan tekanan otot, dimana latihan ini akan meningkatkan rekruitment


motor unit-motor unit sehingga akan semakin banyak melibatkan komponen
otot yang bekerja, dapat dilakukan dengan peningkatan secara bertahap beban

11

atau tahanan yang diberikan dengan penurunan frekuensi pengulangan


(Kisner, 1996). Mekanime peningkatan kekuatan otot melalui gerakan resisted
active execise adalah dengan adanya irradiasi atau over flow reaction akan
mempengaruhi rangsangan terhadap motor unit, motor unit merupakan suatu
neuron dan group otot yang disarafinya. Komponen-komponen serabut otot
akan berkontraksi bila motor unit tersebut diaktifir dengan memberikan
rangsangan pada cell (AHC) nya. Jadi kekuatan kontraksi otot ditentukan
motor unitnya, otot akan berkontraksi secara kuat bila otot tersebut semakin
banyak menerima rangsangan motor unitnya. Karena otot terdiri dari serabutserabut dengan motor unit yang mensyarafinya, maka kontraksi otot secara
keseluruhan tergantung dari jumlah motor unit yang mengaktifir otot tersebut
pada saat itu. Jumlah motor unit yang besar akan menimbulkan kontraksi otot
yang kuat, sedangkan kontraksi otot yang lemah hanya membutuhkan
keaktifan motor unit relatif lebih sedikit.(Heri Priatna, 1983).
Latihan jalan
Aspek terpenting pada penderita fraktur tungkai bawah adalah kemampuan
berjalan ,latihan yang yang dilaksanakan adalah ambulasi non weight bearing,
dengan menggunakan alat bantu berupa 2 buah kruk, caranya kedua kruk
dilangkahkan kemudian diikuti kaki yang sehat sementara kaki yang sakit
menggantung (Cash, 1966). Syarat berjalan dengan alat Bantu (1) Otot-otot
lengan harus kuat, (2) Harus mempertahankan keseimbangan dalam posisi
berdiri dengan alat bantu, (3) Bisa berdiri lama minimal 15 menit.(Tidys,
1961).
Pentalaksanaan dengan konservatif dan operatif
1.

Cara konservatif

Dilakukan pada anak-anak dan remaja dimana masih memugkinkan


terjadinya pertumbuhan tulang panjang . Selain itu, dilakukan karena adanya
infeksi atau diperkirakan dapat terjadi infeksi. Tindakan yang dilakukan
adalah gips dan traksi
a.

Gips

Gips yang ideal adalah yang membungkus tubuh sesuai dengan bentuk tubuh
Indikasi pemasangan gips adalah:
1.

Perlu immobilisasi dan penyangga fraktur

2.

Mengistirahatkan dan stabilisasi bagian tubuh yang


fraktur

3.

Koreksi deformitas

12

4.

Mengurangi aktifitas bagian tubuh yang fraktur

5.

Membuat cetakan tubuh yang orthotik

Sedangkan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemasangan gips adalah:


1.

Gips yang pas tidak akan menimbulkan perlukaan

2.

Gips patah tidak bias digunakan

3.

Gips yang terlalu longgar atau terlalu kecil sangat


membahayakan klien

4.

Jangan merusak/menekan gips

5.

Jangan pernah memasukkan benda asing ke dalam


gips/menggaruk

6.

Jangan meletakkan gips lebih rendah dari tubuh terlalu


lama

b.

Traksi

Secara umum traksi dilakukan dengan menempatkan beban dengan tali pada
ekstremitas pasien. Tempat tarikan disesuaikan sedemikian rupa sehingga
arah tarikan segaris dengan sumbu panjang tulang yang patah. Tujuan
penggunaan traksi mekanik adalah perbaikan dislokasi, mengurangi fraktur,
dan pada keadaan emergensi. Traksi mekanik ada 2 macam:
1.

Traksi kulit (skin traction)

Dipasang pada dasar system skeletal untuk struktur yang lain missal otot.
Digunakan dalam waktu 4 minggu dan beban 5 kg.
2.

Traksi skeletal

Merupakan traksi definitif pada orang dewasa yang merupakan balanced


traction. Dilakukan untuk menyempurnakan luka operasi dengan kawat metal/
penjepit melaului tulang/ jaringan metal.
Kegunaan pemasangan traksi, antara lain:
1.

Mengurangi nyeri akibat spasme otot

2.

Memperbaiki dan mencegah deformitas

3.

Immobilisasi

4.

Difraksi penyakit (dengan penekanan untuk nyeri tulang sendi)

5.

Menegencangkan pada perlekatannya

2.

Operatif

Pada saat ini metode penatalaksanaan yang paling banyak keunggulannya


mungkin adalah pembedahan. Metode perawatan ini disebut fiksasi interna
dan reduksi terbuka. Pada umumnya insisi dilakukan pada tempat yang
mengalami cedera dan diteruskan sepanjang bidang anatomic menuju tempat

13

yang mengalami fraktur. Hematoma fraktur kemudian direposisi dengan


tangan agar menghasilkan posisi yang sudah normal kembali. Sesudah
direduksi, fragmen-fragmen tulang ini dipertahankan dengan alat-alat
ortopedik berupa pen, sekrup, pelat, dan paku.
Keuntungan perawatan fraktur dengan pembedahan antara lain;
1.

Ketelitian reposisi fragmen tulang yang patah

2.

Kesempatan untuk memeriksa pembuluh darah dan saraf yang


berada di dekatnya

3.

Dapat mencapai stabilitas fiksasiyang cukup memadai

4.

Tidak perlu memasang gips dan alat-alat stabilisasi yag lain

5.

Perawatan di RS dapat ditekan seminimal mungkin, terutama


pada kasus-kasus yang tanpa komplikasi dan dengan kemampuan
mempertahankan fungsi sendi dan fungsi otot hamper normal selama
penatalaksanaan dijalankan.

14

DAFTAR PUSTAKA
Apley, A. Graham , 1995. Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem Apley, Widya
Medika, Jakarta
Black, J.M, et al, 1995. Luckman and Sorensens. Medikal Nursing : A Nursing
Process Approach, 4 th Edition, W.B. Saunder Company
Carpenito, Lynda Juall. 1999. Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan.
EGC, Jakarta
Dudley, Hugh AF. 1986. Ilmu Bedah Gawat Darurat, Edisi II. FKUGM
Henderson, M.A, 1992. Ilmu Bedah untuk Perawat, Yayasan Essentia Medika,
Yogyakarta
Hudak and Gallo, 1994. Keperawatan Kritis, Volume I EGC, Jakarta
Ignatavicius, Donna D, 1995. Medical Surgical Nursing : A Nursing Process
Approach, W.B. Saunder Company
Long, Barbara C, 1996.Perawatan Medikal Bedah, Edisi 3 EGC, Jakarta
Mansjoer, Arif, et al, 2000. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid II, Medika
Aesculapius FKUI. Jakarta
Oswari, E, 1993. Bedah dan Perawatannya, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
Price, Evelyn C, 1997. Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis, Gramedia,
Jakarta
Reksoprodjo, Soelarto, 1995. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah FKUI/RSCM,
Binarupa Aksara, Jakarta
Tucker, Susan Martin, 1998. Standar Perawatan Pasien, EGC, Jakarta
http://www.betterhealth.vic.gov.au/bhcv2/bhcarticles.nsf/pages/Bone_fract
ures_treatment_options?OpenDocument. diunduh tgl 29 agustus 2009 jam 20.30
http://health.yahoo.com/musculoskeletal-living/hip-fracture-hometreatment/healthwise--aa7033.html. diunduh tgl 29 agustus 2009 jam 20.35

Anda mungkin juga menyukai