Anda di halaman 1dari 3

Rabu, 03 Desember 2014 12:12:29Pecahkan Masalah SSJ, FIKOM UMRI Datangkan KPI

Pusat

PEKANBARU, UTUSANRIAU.CO - Komisi Penyiaran Indonesia Pusat mengandeng


Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Riau dalam hal penyelenggaraan
Media Literacy dan bentuk kerjasaman lainnya.
Bentuk kerjasama tersebut sudah ditandatangani dalam bentuk Nota Kesepahaman antara
Ketua Komisi Penyiaran Indonesi Dr. Judhariksawan, SH., MH. dengan Dekan Fakultas Ilmu
Komunikasi Universitas Muhammadiyah Riau, Jupendri, S.Sos., M.I.Kom.
Dalam nota kesepahaman tersebut disepakati beberapa item diantaranya adalah Pelibatan
fakultas Ilmu Komunikasi sebagai salah satu unsur dan/atau narasumber dalam rangka
mendukung fungsi dan tugas Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), kemudian Pemantapan
pemahaman khususnya di lingkungan civitas akademika Fakultas Ilmu Komunikasi
Universitas Muhammadiyah Riau tentang keterkaitan antara peraturan perundang-undangan
dan kebijakan di bidang penyiaran dan terakhir adalah Melakukan penelitian, edukasi,
sosialisasi, pelatihan dan penyuluhan bersama di bidang literasi mediapenyiaran.
Selain KPI Pusat, Fakultas Ilmu Komunikasi juga melakukan penandatangan Nota
Kesepahaman dengan Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Riau yang juga merupakan
turunan dari Nota Kesepahamana antara KPI Pusat dengan Fakultas Ilmu Komunikasi.
Kita sudah melibatkan kampus-kampus mana saja yang sudah melakukan MoU dengan Kita
dalam kegiatan dan agenda KPID Riau, baik dalam hal pemantauan isi siaran, seminarseminar dan kegiatan penelitian tentunya dalam ruanglingkup peniaran di Riau tegas Zainul
Ikhwan, Ketua KPID Riau dalam sambutannya.
Selain penandatangan MoU kedatangan orang nomor satu di Lembaga Negara Independen
tersebut adalah memberikan Kuliah Umum kepada mahasiswa Fakultas Ilmu Komunikasi
terkait isu-isu kekinian dalam dunia penyiaran yang ada di Indonesia. Dalam Kuliah
Umumnya Judha memaparkan tentang fenomena Stasiun Berjaringan di Indonesia dengan
tema Quo Vadis Stasiun Berjaringan; Meneroka Masa Depan Penyiaran di Indoensia.
Mengingat Judha juga bagian dari keluarga besar Muhammadiyah, Ketua KPI pusat tersebut
memberikan kuliah umumnya dengan nuasa penuh keakraban dan kekeluargaan. Judha
menegaskan amanah dari Undang-Undang 32 Tahun 2002 tersebut sudah melahirkan corak
baru penyiaran di Indonesia diantaranya adalah adanya Marketplace of Ideas (Demokrasi
Penyiaran), Diversity of Content (keberagaman isi), Diversity of Ownership Media
(pembatasan kepemilikan), adanya stasiun berjaringan, ranah publik, dan Independent
Regulatory Body (KPI).
Dalam hal stasiun berjaringan, tambah judha, akan memberikan rasa keadilan kepada
masyarakat. Isi siaran tidak lagi terpusat hanya dijakarta melainkan harus mengedepankan
muatan local (local Wisdom) sehingga potensi-potensi daerah bisa terekspose dengan baik.
Sejatinya, tambah Judha Dalam sistem stasiun jaringan, setiap stasiun lokal harus memuat
siaran lokal paling sedikit 10% (per seratus) dari seluruh waktu siaran per hari. Kemudian

Berdasarkan perkembangan kemampuan daerah dan Lembaga Penyiaran Swasta (LPS),


siaran lokal secara bertahap naik paling sedikit 50% dari seluruh waktu siaran per hari.
Dan yang terpenting Program Siaran Lokal : Program siaran dengan muatan lokal yang
mencakup siaran jurnalistik, program siaran faktual dan program siaran non-faktual, dalam
rangka pengembangan budaya dan potensi daerah setempat serta dikerjakan dan diproduksi
oleh sumber daya dan lembaga penyiaran daerah setempat.
Dalam pemateri tunggal tersebut, Ketua KPI juga menyinggung kendala yang dihadapi
mengapa Sistem Stasiun Berjaringan tersebut masih sulit diterapkan, dikarenakan ada tiga
factor yakni regulasi, teknis dan kelembagaan.
Dalam hal regulasi, kata pengajar di Fakultas Hukum Universitas Makasar Tersebut,
terlambatnya penerapan UU No.32 tahun 2002 tentang Penyiaran dikarenakan karena proses
constitusional review di MK. Selain itu, PP No.50 tahun 2005 tentang Peyelenggaraan
Penyiaran LPS mengalami keterlambatan karena adanya judicial review di MA juga
Secara Teknis, keterbatasan infrastruktur (transponder satelit, fiber optic, dan microwave)
untuk menghubungkan induk atau anggota stasiun jaringan serta stasiun relai di wilayah
provinsi yang sama.
Sedangkan secara kelembagaan ini kendalanya sangat kompleks lagi, diantaranya adalah
terkait pemecahan asset perusahaan menjadi beberapa badan hukum yang terpisah, khususnya
bagi LPS yang sudah go public, Investasi yang besar untuk membentuk stasiun-stasiun
penyiaran lokal di daerah seperti SDM, perangkat studio dan materi siaran local, Perlunya
peningkatan kuantitas dan kualitas SDM di daerah, Masih terbatasnya potensi pasar iklan
lokal (persaingan dengan tv lokal), dan Belum tersedianya regulasi yang mendukung
pelaksanaan sistem stasiun jaringan.
Ketika Sistem Stasiun Berjaringan (SSJ) sudah terlaksana dengan baik, tentunya ini akan
membuka kesempatan kerja baru apalagi jebolan ilmu komunikasi yang memang menekuni
seluk beluk penyiaran, artinya potensi daerah, SDM daerah akan termanfaatkan secara baik
Kemudian, dr. Taswin Yakub dalam sambutannya juga berharap, hendaknya kedepan
Universitas Muhammadiyah Riau bisa menjalin kerjasaman yang lebih banyak lagi baik
dalam hal penyiaran maupun dalam bentuk kerjasama-kerjasaman yang lain sembari
membuka acara dengan resmi.
Menurut Assyari Abdullah, S.Sos., M.I.Kom, Koordinator Penyelenggara Kuliah Umum yang
juga Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Riau mengatakan dalam
sambutannya goal dari kuliah umum ini adalah untuk memberikan pemahaman kepada
mahasiswa terkait problematika yang menyelimuti dunia penyiaran sebagai core dari ilmu
komunikasi khususnya bagi kawan-kawan mahasiswa yang mengambil konsentrasi
broadcasting (penyiaran).
Selain, mengetahui fenomena penyiaran pasca diundagkannya Undang-Undang No 32 tahun
2002 tentang penyiarna tersebut, diharapkan juga bisa memberikan pemaparan kepada
mahasiswa komunikasi prospektif kerja dalam dunia penyiaran kedepan.**rls
- See more at: http://www.utusanriau.co/?/det/9530#sthash.YKH89yIO.dpuf

Anda mungkin juga menyukai