Nim : 11-2013-147
19
I. PENDAHULUAN
Tuberkolosis paru (TB) adalah seuatu penyakit infeksi kronik yang sudah
sangat lama dikenal pada manusia, misalnya dia dihubungkan dengan tempat tinggal di
daerah urban, lingkungan yang padat, dibuktikan dengan adanya penemuan kerusakan tulang
vertebra torak yang khas TB dari kerangka yang digali di Heidelberg dari kuburan zaman
neolitikum, begitu juga penemuan yang berasal dari mumi dan ukiran dinding piramid di
Mesir kuno pada tahun 2000-4000SM. Hipokrates telah memperkenalkan terminologi
phthisis yang diangkat dari bahasa Yunani yang menggambarkan tampilan TB paru ini (Amin
& Bahar, 2009).TB paru adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh
Mycobacterium tubercolosis. Kuman batang aerobik dan tahan asam ini, dapat merupakan
organisme patogen maupun saprofit. Basil tuberkel ini berukuran 0,3x2 sampai 4mm, ukuran
ini lebih kecil daripada sel darah merah (Price, 2006).
Pada permulaan abad 19, insidensi penyakit tuberkolosis di Eropa dan Amerika
Serikat sangat besar. Angka kematian cukup tinggi yakni 400 per 100.000 penduduk, dan
angka kematian berkisar 15-30% dari semua kematian. Robert Koch mengidentifikasi basil
tahan asam M. tuberculosis untuk pertama kali sebagai bakteri penyebab TB dan
mendemonstrasikan bahwa basil ini bisa dipindahkan kepada binatang yang rentan, yang
akan memenuhi kriteria postulat Koch yang merupakan prinsip utama dari patogenesis
mikrobial (Amin & Bahar, 2009).
Pada tahun 1998, terdapat 18.361 kasus baru TB yang dilaporkan ke CDC.
Diperkirakan 10-15 juta orang akan terinfeksi TB. Lebih dari 80% kasus paru TB yang
dilaporkan pada tahun 1998 adalah berusia lebih dari 25 tahun, dan kebanyakan dari mereka
terinfeksi di masa lalu. Kira-kira 5-100 populasi yang baru terinfeksi akan berkembang
menjadi TB paru 1-2 tahun setelah terinfeksi (Price, 2006).Angka kejadian TB di Indonesia
menempati urutan ketiga terbanyak di dunia setelah India dan Cina. Diperkirakan setiap
20
tahun terdapat 528.000 kasus TB baru dengan kematian sekitar 91.000 orang. Prevalensi TB
di Indonesia pada tahun 2009 adalah 100 per 100.000 penduduk dan TB terjadi pada lebih
dari 70% usia produktif (15-50 tahun) (WHO, 2010).
II. DEFINISI
Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium
tuberculosis(Depkes, 2007). Menurut Bahar (2001) Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis
yang menyerang paru termasuk pleura dan merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh
mycobacterium tuberculosis kompleks.1-3
III.
EPIDEMIOLOGI
Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di dunia
ini. Pada tahun 1992 World Health Organization (WHO) telah mencanangkan tuberkulosis
sebagai Global Emergency . Laporan WHO tahun2004 menyatakan bahwa terdapat 8,8
juta kasus baru tuberkulosis pada tahun 2002, dimana 3,9 juta adalah kasusBTA (Basil Tahan
Asam) positif. Sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi kuman tuberkulosis dan menurut
regionalWHO jumlah terbesar kasus TB terjadi di Asia tenggara yaitu 33 % dari seluruh
kasus TB di dunia, namun bila dilihatdari jumlah penduduk terdapat 182 kasus per 100.000
penduduk. Di Afrika hampir 2 kali lebih besar dari Asiatenggara yaitu 350 per 100.000
pendduduk.`1-3
Diperkirakanangkakematianakibat TB adalah 8000 setiap hari dan 2 - 3 juta setiap
tahun. Laporan WHO tahun 2004 menyebutkan bahwa jumlah terbesar kematian akibat TB
terdapat di Asia tenggara yaitu 625.000 orang atau angka mortaliti sebesar 39 orang per
100.000 penduduk. Angka mortaliti tertinggi terdapat di Afrika yaitu 83 per 100.000
penduduk, dimana prevalensi HIV yang cukup tinggi mengakibatkan peningkatan cepat kasus
TB yang muncul.
21
Indonesia masih menempati urutan ke 4 di dunia untuk jumlah kasus TB setelah India
cina dan afrika . Setiap tahun terdapat 250.000 kasus baru TB dan sekitar 140.000 kematian
akibat TB. Di Indonesia tuberkulosis adalah pembunuh nomor satu diantara penyakit menular
dan merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit jantung dan penyakit
pernapasan akut pada seluruh kalangan usia.4-5
Berikut ini adalah gambaran penyebaran penyakit Tuberkulosis di seluruh dunia
ETIOLOGI
Penyakit TB disebabkan oleh
tuberculosis berbentuk batang lurus atau sedikit melengkung, tidak berspora dan tidak
berkapsul. Bakteri ini berukuran lebar 0,3 0,6 mm dan panjang 1 4 mm. Dinding M.
tuberculosis sangat kompleks, terdiri dari lapisan lemak cukup tinggi (60%). Penyusun utama
dinding sel M. tuberculosis ialah asam mikolat, lilin kompleks (complex-waxes), trehalosa
dimikolat yang disebut cord factor, dan mycobacterial sulfolipids yang berperan dalam
virulensi. Asam mikolat merupakan asam lemak berantai panjang (C60 C90) yang
22
dihubungkan dengan arabinogalaktan oleh ikatan glikolipid dan dengan peptidoglikan oleh
jembatan fosfodiester. Unsur lain yang terdapat pada dinding sel bakteri tersebut adalah
polisakarida seperti arabinogalaktan dan arabinomanan. Struktur dinding sel yang kompleks
tersebut menyebabkan bakteri M. tuberculosis bersifat tahan asam, yaitu apabila sekali
diwarnai akan tetap tahan terhadap upaya penghilangan zat warna tersebut dengan larutan
asamalkohol (Jawetz, 2008).6
Komponen antigen ditemukan di dinding sel dan sitoplasma yaitu komponen lipid,
polisakarida dan protein. Karakteristik antigen M. tuberculosis dapat diidentifikasi dengan
menggunakan antibodi monoklonal . Saat ini telah dikenal purified antigens dengan berat
molekul 14 kDa (kiloDalton), 19 kDa, 38 kDa, 65 kDa yang memberikan sensitifitas dan
spesifisitas yang berfariasi dalam mendiagnosis TB. Ada juga yang menggolongkan antigen
M.tuberculosis dalam kelompok antigen yang disekresi dan yang tidak disekresi (somatik).
Antigen yang disekresi hanya dihasilkan oleh basil yang hidup, contohnya antigen 30.000 a,
protein MTP 40 dan lain lain (PDPI, 2002).
Dari fokus primer, kuman TB menyebar melalui saluran limfe menuju kelenjar limfe
regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe ke lokasi fokus primer.
Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran limfe (limfangitis) dan di
kelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena. Jika fokus primer terletak di lobus paru bawah
atau tengah, kelenjar limfe yang akan terlibat adalah kelenjar limfe parahilus, sedangkan jika
fokus primer terletak di apeks paru, yang akan terlibat adalah kelenjar paratrakeal. Kompleks
primer merupakan gabungan antara fokus primer, kelenjar limfe regional yang membesar
(limfadenitis) dan saluran limfe yang meradang (limfangitis) (Werdhani, 2002).
Setelah imunitas seluler terbentuk, fokus primer di jaringan paru biasanya mengalami
resolusi secara sempurna membentuk fibrosis atau kalsifikasi setelah mengalami nekrosis
perkijuan dan enkapsulasi. Kelenjar limfe regional juga akan mengalami fibrosis dan
enkapsulasi, tetapi penyembuhannya biasanya tidak sesempurna fokus primer di jaringan
paru. Kuman TB dapat tetap hidup dan menetap selama bertahun-tahun dalam kelenjar ini
(Werdhani, 2002).
Kompleks primer dapat juga mengalami komplikasi. Komplikasi yang terjadi dapat
disebabkan oleh fokus paru atau di kelenjar limfe regional. Fokus primer di paru dapat
membesar dan menyebabkan pneumonitis atau pleuritis fokal. Jika terjadi nekrosis perkijuan
yang berat, bagian tengah lesi akan mencair dan keluar melalui bronkus sehingga
meninggalkan rongga di jaringan paru (kavitas). Kelenjar limfe hilus atau paratrakea yang
mulanya berukuran normal saat awal infeksi, akan membesar karena reaksi inflamasi yang
berlanjut. Bronkus dapat terganggu. Obstruksi parsial pada bronkus akibat tekanan eksternal
dapat menyebabkan ateletaksis. Kelenjar yang mengalami inflamasi dan nekrosis perkijuan
dapat merusak dan menimbulkan erosi dinding bronkus, sehingga menyebabkan TB
endobronkial atau membentuk fistula. Massa kiju dapat menimbulkan obstruksi komplit pada
24
bronkus sehingga menyebabkan gabungan pneumonitis dan ateletaksis, yang sering disebut
sebagai lesi segmental kolaps-konsolidasi (Werdhani, 2002).
Selama masa inkubasi, sebelum terbentuknya imunitas seluler, dapat terjadi
penyebaran limfogen dan hematogen. Pada penyebaran limfogen, kuman menyebar ke
kelenjar limfe regional membentuk kompleks primer. Sedangkan pada penyebaran
hematogen, kuman TB masuk ke dalam sirkulasi darah dan menyebar ke seluruh tubuh.
Adanya penyebaran hematogen inilah yang menyebabkan TB disebut sebagai penyakit
sistemik (Werdhani, 2002).2,3,5
Penyebaran hamatogen yang paling sering terjadi adalah dalam bentuk penyebaran
hematogenik tersamar (occult hamatogenic spread). Melalui cara ini, kuman TB menyebar
secara sporadik dan sedikit demi sedikit sehingga tidak menimbulkan gejala klinis. Kuman
TB kemudian akan mencapai berbagai organ di seluruh tubuh. Organ yang biasanya dituju
adalah organ yang mempunyai vaskularisasi baik, misalnya otak, tulang, ginjal, dan paru
sendiri, terutama apeks paru atau lobus atas paru. Di berbagai lokasi tersebut, kuman TB akan
bereplikasi dan membentuk koloni kuman sebelum terbentuk imunitas seluler yang akan
membatasi pertumbuhannya (Werdhani, 2002).
Di dalam koloni yang sempat terbentuk dan kemudian dibatasi pertumbuhannya oleh
imunitas seluler, kuman tetap hidup dalam bentuk dorman. Fokus ini umumnya tidak
langsung berlanjut menjadi penyakit, tetapi berpotensi untuk menjadi fokus reaktivasi. Fokus
potensial di apkes paru disebut sebagai Fokus SIMON. Bertahun-tahun kemudian, bila daya
tahan tubuh pejamu menurun, fokus TB ini dapat mengalami reaktivasi dan menjadi penyakit
TB di organ terkait, misalnya meningitis, TB tulang, dan lain-lain (Werdhani, 2002).
Bentuk penyebaran hamatogen yang lain adalah penyebaran hematogenik generalisata
akut (acute generalized hematogenic spread). Pada bentuk ini, sejumlah besar kuman TB
masuk dan beredar dalam darah menuju ke seluruh tubuh. Hal ini dapat menyebabkan
25
2. Patofisiologi
a. Batuk Berdarah
26
Setiap proses yang terjadi pada paru akan mengakibatkan hipervaskularisasi dari
cabang-cabang arteri bronkialis yang berperanan untuk memberikan nutrisi pada jaringan
paru bila terjadi kegagalan arteri pulmonalis dalam melaksanakan fungsinya untuk
pertukaran gas. Terdapatnya aneurisma Rasmussen pada kaverna tuberkulosis yang
merupakan asal dari perdarahan pada hemoptoe masih diragukan. Teori terjadinya
perdarahan akibat pecahnya aneurisma dari Ramussen ini telah lama dianut, akan tetapi
beberapa laporan autopsi membuktikan bahwa terdapatnya hipervaskularisasi bronkus
yang merupakan percabangan dari arteri bronkialis lebih banyak merupakan asal dari
perdarahan pada hemoptoe (Rab, 2006).
b. Berkeringat malam hari
Keluarnya mediator-mediator inflamasi seperti TNF
yang berlabihan
dikarenakan ada infeksi bakteri akan menyebabkan hipotalamus meningkatkan set point
suhu tubuh sesaat, terjadilah demam. Untuk mempertahankan panas supaya tidak keluar
terjadi vasokonstriksi PD, tubuh menahan panas dengan cara menggigil untuk
Inhalasi droplet
menghasilkan panas tambahan. Gigil berhenti, set point suhu tubuh kembali normal,
Bakteri ke alveolus
Sekret >>>
hormon leptin
27
kenyang
28
tertutup waktu ekspirasi sebelumnya secara tiba-tiba, mungkin disebabkan tekanan antara
Crackleshalus atau ronki basah halus, disebabkan oleh terbukanya alveoli yang
BB turun
Berdistribusi ke hipotalamus
Prostaglandin
Zat endogenpirogen
Merangsang IL-1
Basil berdistribusi (bakterimia)
Bakteri mencapai alveolus
Inhalasi droplet
M. tuberculosis
jalan nafas yang terbuka dengan yang menutup dengan cepat menjadi sama sehingga jalan
nafas perifer mendadak terbuka. Bunyi ini terjadi saat inspirasi, yang dapat terjadi saat
jalan nafas perifer mendadak terbuka pada waktu daerah-daerah kolaps (atelektasis)
terinflasi. Ronki basah halus yang terdengar pada daerah basal paru menunjukkan adanya
edema paru. Pada pneumonia lebih spesifik bila bunyi gemereletak ini didapatkan pada
akhir inspirasi (atau yang disebut krepitasi).4-6
6. Suara ronkhi basah kasar
Crackles kasar atau ronki basah kasar khas terjadi karena disebabkan oleh tekanan
inspirasi yang tinggi yang menyebabkan terjadinya pemasukan udara yang cepat ke dalam
unit-unit udara distal sehingga terjadi pembukaan yang cepat dari alveoli dan bronkus
yang mengandung sekret yang tertahan.
VI.
KLASIFIKASI
Klasifikasi TB Paru berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis, yaitu:
1. TB paru BTA positif
a. Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.
b. 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks
dada
menunjukkangambaran TB.
c. 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB positif.
d. 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak SPS pada
pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah
pemberian antibiotika non OAT.2,3,5
2. TB paru BTA negatif
Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif.Kriteria diagnostik TB
paru BTA negatif harus meliputi:
a.
b.
c.
d.
29
Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah minum
kurang dari 1 bulan
2. Kambuh (Relaps)
Adalah pasien TB yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan TB dan telah
dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA positif
(apusan atau kultur).
3. Pengobatan setelah putus berobat (Default)
Adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA
positif.
4. Gagal (Failure)
Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi
positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.
5. Pindahan (Transfer In)
Adalah pasien yang dipindahkan dari sarana pelayanan kesehatan yang memiliki
register TB lain untuk melanjutkan pengobatannya.
6. Lain-lain:
Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam kelompok ini
termasuk Kasus Kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif
setelah selesai pengobatan ulangan.
7. TB paru BTA negatif dan TB ekstra paru, dapat juga mengalami kambuh, gagal,
default maupun menjadi kasus kronik. Meskipun sangat jarang, harus dibuktikan
secara patologik, bakteriologik (biakan), radiologik, dan pertimbangan medis
spesialistik. (Permenkes RI, 2009).
VII. DIAGNOSIS
1.
Anamnesis
Dari anamnesis bisa didapatkan gejala sebagai berikut:
Gejala respiratori :
a. Batuk > 2 minggu
b. Rasa nyeri pada dada
c. Sesak nafas
30
d. Batuk darah
Gejala sistemik :
a.Dahak berwarna kuning-kehijauan
b.Keringat pada malam hari
c.Demam
d.Malaise
e.Anoreksia
f.Berat badan menurun
2.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaaan pertama terhadap keadaan umum pasien mungkin ditemukan
konjungtiva mata atau kulit yang pucat karena anemia, suhu demam (subfebris), badan kurus
atau berat badan menurun. Pada pemeriksaan fisik pasien sering tidak menunjukkan suatu
kelainan pun terutama pada kasus-kasus dini atau yang sudah terinfiltrasi secara asimtomatik.
Secara anamnesis dan pemeriksaan fisik, TB paru sulit dibedakan dengan pneumonia biasa
(Amin & Bahar, 2009).1-3
3.
Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Bakteriologik
Pemeriksaan bakeriologik merupakan salah satu hal yang penting dalam penegakan
diagnosis TB. Bahan untuk pemeriksaan ini dapat menggunakan dahak, cairan pleura,dan
bilasan bronkus. Cara pengambilandahakdilakukan 3 kali yaitu sewaktu, pagi, sewaktu
(SPS). Penilaian tingkat infeksi TB berdasarkan hasil pemeriksaan sputum menurut IUAT
(International Union Against Tuberculosis) adalah sebagai berikut:
31
1) Positif 1 (+)
: ditemukan
2) Positif 2 (+ +)
: ditemukan
3) Positif 3 (+ + +)
: ditemukan
10 sel BTA / 1 LP
b. Pemeriksaan Radiologis
Pada saat ini pemeriksaan radiologis dada merupakan cara yang praktis untuk
menemukan lesi tuberkolosis. Pemeriksaan ini memang membutuhkan biaya lebih
dibandingkan pemeriksaan sputum, tetapi dalam beberapa hal ia memberikan keuntungan.
Pada kasus TB anak dan TB milier, diagnosis dapat diperoleh melalui pemeriksaan
radiologis thorax, sedangkan pemeriksaan sputum hampir selalu negatif (Amin & Bahar,
2009).
Secara patologis, manifestasi dini TB paru biasanya berupa suatu kompleks
kelenjar getah bening parenkim. Pada orang dewasa, segmen apeks dan posterior lobus
atas atau segmen superior lobus bawah merupakan tempat-tempat yang sering
menimbulkan lesi yang terlihat homogen dengan densitas yang lebih pekat (Price, 2006).
c. Tes Tuberkulin Intradermal (Mantoux)
Teknik standar (tes Mantoux) adalan dengan menyuntikkan tuberkulin (PPD)
sebanyak 0,1ml yang mengandung 5 unit (TU) tuberkulin secara intrakutan, pada sepertiga
atas permukaan volar atau dorsal lengan bawah setelah kulit dibersihkan dengan alkohol.
Untuk memperoleh reaksi kulit yang maksimum diperlukan waktu antara 48-72jam
sesudah penyuntikan dan reaksi harus dibaca dalam periode tersebut, yaitu dalam cahaya
yang terang dan posisi lengan bawah sedikit ditekuk (Price, 2006).
d. Pemeriksaan Laboratorium Darah
32
Pada saat tuberkolosis baru mulai (aktif) akan didapatkan jumlah leukosit yang
sedikit meninggi dengan hitung jenis pergeseran ke kiri. Jumlah limfosit masih di bawah
normal. Laju endap darah mulai meningkat (Amin & Bahar, 2009).
Hasil dari pemeriksaan lab darah juga bisa didapatkan (namun nilainya tidak
spesifik):
1) Anemia ringan dengan gambaran normokrom dan normositer
2) Gama globulin meningkat
3) Kadar natrium darah menurun
4.
Gold Standar Diagnosis
Gold standar untuk TB aktif adalah pemeriksaan biakan karena masih sangat
sensitif.Pemeriksaan biakan harus dilakukan pada semua sediaan. Mikobakteri tumbuh
lambat dan membutuhkan suatu media yang kompleks. Koloni matur, akan berwarna krem
atau kekuningan, seperti kutil dan bentuknya seperti kembang kol. Jumlah sekecil 10
bakteri/ml media konsentrat yang telah diolah dapat dideteksi oleh media biakan ini (Price,
2006).
33
VIII.
PENATALAKSANAAN
Tujuan pengobatan TB adalah sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.
Menyembuhkan penderita
Mencegah kematian
Mencegah kekambuhan
Menurunkan risiko penularan
Prinsip pengobatan TB adalah sebagai berikut:
1. Tahap Intensif
Diberikan tiap hari dengan pengawasan yang sangat ketat untuk mencegah adanya kekebalan
obat
2. Tahap lanjutan
Diberikan setiap 3x/minggu untuk membunuh kuman agar tidak kambuh
Berdasarkan penggunaanya OAT dibedakan menjadi dua :
1. Obat primer : INH (isoniazid), Rifampisin, Etambutol, Streptomisin, Pirazinamid.
Memperlihatkan efektifitas yang tinggi dengan toksisitas yang masih dapat ditolerir,
sebagian besar penderita dapat disembuhkan dengan obat-obat ini.
2. Obat sekunder : Exionamid, Paraaminosalisilat, Sikloserin, Amikasin, Kapreomisin dan
Kanamisin.
Pengobatan tuberkulosis dibagi menjadi:
1. TB paru (kasus baru), BTA positif atau pada foto toraks: lesi luas
Paduan obat yang dianjurkan :
a. 2 RHZE / 4 RH atau
b. 2 RHZE / 4R3H3 atau
c. 2 RHZE/ 6HE.
Paduan ini dianjurkan untuk:
a. TB paru BTA (+), kasus baru
b. TB paru BTA (-), dengan gambaran radiologik lesi luas.
2. TB paru kasus kambuh
34
Pada TB paru kasus kambuh menggunakan 5 macam OAT pada fase intensif
selama 3 bulan (bila ada hasil uji resistensi dapat diberikan obat sesuai hasil uji
resistensi). Lama pengobatan fase lanjutan 5 bulan atau lebih, sehingga paduan obat yang
diberikan : 2 RHZES / 1 RHZE / 5 RHE. Bila diperlukan pengobatan dapat diberikan
lebih lama tergantung dari perkembangan penyakit. Bila tidak ada / tidak dilakukan uji
resistensi, maka alternatif diberikan paduan obat : 2 RHZES/1 RHZE/5 R3H3E3 (P2 TB).
35
b. Berobat > 4 bulan, BTA saat ini positif : pengobatan dimulai dari awal dengan paduan
obat yang lebih kuat dan jangka waktu pengobatan yang lebih lama. Jika telah diobati
dengan kategori II maka pengobatan kategori II diulang dari awal.
c. Berobat < 4 bulan, BTA saat ini positif atau negatif dengan klinik dan radiologik
positif: pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat yang sama.
36
: disebut negatif
kesehatan.6
Informasi yang disampaikan PMO ke pasien dan orang sekitarnya adalah:
a. TB bukan penyakit keturunan atau kutukan
37
X.
Sesak nafas
Dyspnea didefinisikan sebagai pernapasan yang abnormal atau kurang nyaman dibandingkan
dengankeadaan normal seseorang sesuai dengan tingkat kebugarannya. Dyspnea merupakan gejala yang
umum ditemui dan dapat disebabkan oleh berbagai kondisi dan etiologi. Organ yang
paling sering berkontribusi dalam dyspnea adalah jantung dan paru.3-5
Mekanisme pernafasan :
Inspirasi
menit.
Dalam
banyak
keadaan,
dyspnea
merupakan
salah
satu
Pasien
sebelum
pemeriksaan
sebaiknya
ditanyakan
penggambaran
dari
ketidaknyamanannya seperti efek dari posisi mereka, apakah ada infeksi, atau adanya
stimulus lingkungan dan posisi pada dyspnea, contohnya ada 3 :
1. Dispnea yang terjadi pada posisi berbaring.
2. Dispnea yang terjadi pada posisi tegak dan akan membaik dalam posisi berbaring.
3. Jika dengan posisi bertumpu pada sebuah sisi dapat bernafas lebih enak
Etiologi
Menurut etiologi berdasarkan organ yang penting :
1. Kardiak : Gagal jantung, Penyakit koroner, Kardimiopati, Disfungsi katup,
Hipertrofi ventrikel kiri, Hipertrofi katub asimetris, Perikarditis.1
2. Pulmonal : Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), Asma, Penyakit paru restriktif,
Penyakit paru herediter, Pneumotoraks.1
3. Gabungan kardiak atau pulmonal : PPOK dengan hipertensi pulmonal atau cor
pulmonal, Emboli paru kronik, Trauma
4.Pencernaan : Dispepsia,Hematemesis melena pada sirosis hepatis
5.Sistem syaraf pusat : stroke iskemik yang mengenai pusat pernafasan,sindroma
batang otak
6.Urogenital : chronic kidney disease (paru uremikum)
Etiologi Kardiak
AKUT
Iskemia atau infark miokard
Regurgitasi mitral akibat ruptur korda
Terjadi atrial fibrilation pada penyakit katub mitral
dan aorta
KRONIK
Disfungsi ventrikel kiri
Penyakit katup mitral dan aorta
Miksoma atrium
Non Kardiak
AKUT
Emboli paru
Pneumothorax
Asma
KRONIK
Penyakit paru obstruktif
Hipertensi pulmnal
Kelainan dinding dada
39
Sindroma hiperventilasi
Anemia
Kegemukan dan kurang fit
Untuk mengetahui sesak napas sudah berapa lama bermanifestasi, maka dibagi menjadi :
Akut, Subakut dan Kronis.
-
Penyakit paru obstruksi kronik, penyakit paru interstisial kronik, atau penyakit jantung kronik.
Gambaran klinis :
1. Dyspnea d effort (exertional dyspnea) : Sesak nafas pada waktu melakukan kerja fisik
tetapi menghilang setelah istirahat selama beberapa waktu.
2. Paroxysmal nocturnal dyspnea: Sesak nafas timbul sewaktu tidur malam hari sehingga
pasien terbangun dan harus duduk selama beberapa waktu sampai sesaknya hilang.
40
3. Ortopnea: Sesak nafas yang timbul ketika berbaring. Pada sikap berbaring, aliran balik
vena lebih lancar sehingga pengisian atrium dan ventrikel kanan jadi lebih banyak.
Akibatnya bendungan parulebih mudah terjadi
4. Asma kardial : Terjadi karena edema paru akut. Sesak nafas timbul tiba-tiba karena edema
paru mendadak akibat gagal jantung kiri akut. Gagal jantung kiri menimbulkan
bendungan paru dan akhirnyaterjadi edema paru akut. Cairan masuk ke dalam ruang
alveoli sehingga timbul gejala dispneayang agak berat.
41
Segala kondisi tersebut akan mengaktivasi refleks Hering-Breuer dimana usaha inspirasi akan
dihentikan sebelum inspirasi maksimal dicapai dan menyebabkan pernapasan yang cepat
dan dangkal. Reseptor jukstakapiler juga bertanggung jawab terhadap munculnya dyspnea
pada situasi dimana terdapat hambatan pada aktivitas paru, seperti pada edema pulmonal.
Dyspnea pada saat aktivitas fisik dapat disebabkan oleh output ventrikel kiri yang gagal untuk
meningkat selama berolahraga dan mengakibatkan meningkatnya tekanan vena pulmonal.
Pada asmakardiak, bronkospasme diasosiasikan dengan terhambatnya aktivitas paru dan
kemungkinandisebabkan karena cairan edema pada dinding bronkus
XI.
KOMPLIKASI
Komplikasi Penyakit TB paru bila tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan
komplikasi seperti: pleuritis, efusi pleura, empiema, laringitis,TB usus. Menurut Dep.Kes
(2003) komplikasi yang sering terjadi pada penderita TB Paru stadium lanjut:
1. Hemoptisis berat (perdarahan dari saluran nafas bawah) yang dapat mengakibatkan
2.
3.
4.
5.
6.
XII.
KESIMPULAN
penyakit tubercolosis merupakan penyakit infeksi kuman micobacterium tubercolosis yang
dapat bermanifestasi baik di paru-paru maupun diluar paru.Merupakan pada dasarnya
suatu penyakit yang mudah untuk disembuhkan.Peranan dari pengawasan langsung
pemerintah dan dokter dalam penanganan kasus ini sangat penting terutama mengingat
resistensi yang dapat terjadi bila obat tidak diminum secara teratur.
42
DAFTAR PUSTAKA
1. Amin, Z., A. Bahar. 2009. Tuberkulosis Paru dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Jilid III Edisi V. Jakarta: Interna Publishing.
2. Bahar, A.2001.Tuberkulosis Paru dalam Ilmu Penyakit Dalam Jilid 3.Jakarta:FKUI
3. Depkes R.I. 2003. Prosedur Tetap Pencegahan dan Pengobatan Tuberkulosis pada
Orang dengan HIV/AIDS. Depkes. RI. Jakarta.
4. Depkes RI, Ditjen PP & PL. 2005. Manual Pemberatasan Penyakit Menular.
5. Depkes RI. 2007. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta.
6. Jawetz. 2008. Mikrobiologi Kedokteran Edisi 23. Jakarta: EGC.
43
44