Anda di halaman 1dari 12

Inkontinensia Urin pada Manusia Lanjut Usia

Claudia Marissa
102013281
Jl. Arjuna Utara No.06 Jakarta 11510. Telepon : (021)5694-2051
Email : marissa.claudia@yahoo.com

Abstrak
Pada orang yang sudah berusia lanjut atau lansia banyak sekali perubahan-perubahan
yang terjadi, salah satunya masalah inkontinensia urin yang seringkali dianggap merupakan
hal yang tabu untuk dibicarakan. Inkontinensia urin merupakan keluarnya urin yang tidak
terkendali, berbagai komplikasi pun dapat muncul menyertai masalah ini. Tapi ada banyak
upaya untuk mengatasi maslah ini baik bersifat nonfarmakologis maupun terapi obat jika
diketahui dengan tepat jenis atau tipe inkontinensianya. Oleh karena itu perlu adanya
kerjasama dari pihak kesehatan untuk menangani masalah ini dengan tepat dan cepat, juga
adanya kesadaran dari kita sendiri agar dapat menjaga pola hidup yang sehat sehingga
mengurangi resiko untuk nantinya terserang penyakit-penyakit yang lebih membahayakan
keadaan kita.
Kata kunci : Lansia, Inkontinensia Urin.
Abstract
In people who are elderly or elderly a lot of changes that occur, one problem of
urinary incontinence which is often considered a taboo to talk about. Urinary incontinence is
an uncontrolled release of urine, various complications can emerge accompany this problem.
But there are many attempts to address this issue is both non-pharmacological and drug
therapy if known the exact type or types inkontinensianya. Therefore there is a need for
cooperation from health authorities to deal with this issue properly and quickly, as well as an
awareness of our own in order to maintain a healthy lifestyle to reduce the risk for future
disease-a disease that is more harmful to our state.
Keywords: Elderly, Urinary Incontinence.

Pendahuluan
Inkontinensia urin merupakan masalah kesehatan yang cukup sering dijumpai pada
orang berusia lanjut, khususnya perempuan. Inkontinensia urin sering kali tidak dilaporkan
oleh pasien atau keluarganya, antaralain karena menganggap bahwa masalah tersebut
merupakan masalah yang memalukan atau tabu untuk diceritakan, ketidaktahuan mengenai
masalah inkontinensia urin, dan menganggap bahwa kondisi tersebut merupakan sesuatu
yang wajar yang terjadi pada orang usia lanjutserta tidak perlu diobati.
Oleh karena itu pada makalah ini akan dibahas lebih lanjut mengenai masalah
inkontinensia urin yang khususnya terjadi pada orang berusia lanjut, yang akan dibahas pada
makalah ini antara lain penyebab terjadinya masalah ini, penyebarannya, gejala-gejala yang
terjadi pada masalah ini, proses bagaimana terjadinya, penatalaksanaan, komplikasi yang
dapat terjadi hingga prognosis terhadap inkontinensia urin ini. Dengan harapan agar makalah
ini dapat diterima dengan baik oleh para pembacanya dan memberikan dampak yang positif
serta ilmu yang lebih mendalam lagi.
Anamnesis
Di dalam ilmu kedokteran wawancara terhadap pasien disebut anamnesis. Teknik
anamnesis yang baik disertai dengan empati merupakan seni tersendiri dalam rangkaian
pemeriksaan secara keseluruhan dalam usaha untuk membuka saluran komunikasi antara
dokter dan pasien. Perpaduan keahlian mewawancarai dan pengetahuan mendalam tentang
gejala dan tanda dari suatu penyakit akan memberikan hasil yang memuaskan dalam
menentukan diagnosis banding sehingga dapat membantu menentukan langkah pemeriksaan
selanjutnya, termasuk pemeriksaan fisis dan pemeriksaan penunjang.1
Anamnesis dapat langsung dilakukan terhadap pasien (auto-anamnesis) atau terhadap
keluarganya atau pengantarnya (alo-anamnesis) bila keadaan pasien tidak memungkinkan
untuk diwawancarai, misalnya keadaan gawat-darurat dan sebagainya. Anamnesis harus
dilakukan secara tenang, ramah dan sabar, dalam suasana yang nyaman dan menggunakan
bahasa yang mudah dimengerti oleh pasien. Tanyakanlah hal-hal yang logik mengenai
penyakit pasien, dengarkan dengan baik apa yang dikatakan pasien, jangan memotong
pembicaraan pasien bila tidak perlu.1
Selain pengetahuan kedokterannya, seorang dokter diharapkan juga mempunyai
kemampuan untuk menciptakan dan membina komunikasi dengan pasien dan keluarganya
untuk mendapatkan data yang lengkap dan akurat dalam anamnesis. Lengkap artinya

mencakup semua data yang diperlukan untuk memperkuat ketelitian diagnosis, sedangkan
akurat berhubungan dengan ketepatan atau tingkat kebenaran informasi yang diperoleh. 2
Hal-hal yang bersangkutan dengan anamnesis :
1. Identitas
Identitas meliputi nama lengkap pasien, umur, atau tanggal lahir, jenis
kelamin, alamat, pendidikan, pekerjaan, suku bangsa dan agama. Identitas diperlukan
untuk memastikan bahwa pasien yang dihadapi adalah memang benar pasien yang
dimaksud, serta diperlukan juga untuk data penelitian, asuransi dan lain sebagainya. 1
Pada skenario didapatkan bahwa pasien berjenis kelamin perempuan berusia 70 tahun.
2. Keluhan Utama
Keluhan utama adalah keluhan yang dirasakan pasien sehingga membawa
pasien pergi ke dokter atau mencari pertolongan. Keluhan utama disertai dengan
indikator waktu, berapa lama pasien mengalami hal tersebut.1 Pasien memiliki
keluhan utama yaitu tidak dapat menahan kencing.
3. Riwayat Penyakit Sekarang (RPS)
Riwayat perjalanan penyakit merupakan ceritakan yang kronologis, terinci dan
jelas mengenai keadaan kesehatan pasien sejak sebelum sakit sampai pasien datang
berobat. Pasien menjelaskan keluhan berdasarkan kualitas, kuantitas, latar belakang,
waktu termasuk kapan keluhan mulai muncul, faktor yang mempengaruhi keluhan,
konstan atau tidaknya keluhan, dan sebagainya. Informasi sebaiknya dalam susunan
yang kronologis, termasuk obat-obatan yang sebelumnya telah dikonsumsi pasien
juga harus ditanyakan. Keluhan sampingan seperti demam, nyeri kepala, pusing, nyeri
otot, anoreksia, mual, muntah, dan sebagainya juga dapat menunjang pemeriksaan. 1
Selain tidak bisa menahan kencing , pasien juga tidak bisa jalan dengan cepat, harus
pelan-pelan nyeri sendi lututnya untuk berjalan, depresi dan takut jatuh karena
sebelumnya pernah terjatuh.
4. Riwayat Penyakit Dahulu (RPD)
Bertujuan untuk mengetahui kemungkinan adanya hubungan antara penyakit
yang pernah diderita dengan penyakit sekarang. 1
5. Riwayat Kesehatan Keluarga
Untuk mencari kemungkinan penyakit herediter, familial atau penyakit infeksi.
Terdiri dari umur, status anggota keluarga (hidup / mati), dan penyakit yang ada atau
pernah diderita pada anggota keluarga. 1,3
6. Riwayat Pribadi

Meliputi data-data sosial, ekonomi, riwayat kelahiran, imunisasi, makan,


kebiasaan misal rokok, alkohol dan narkoba. Tidak kalah penting adalah termasuk
keadaan rumah, lingkungan tempat tinggal, sanitasi, sumber air minum, ventilasi,
tempat pembuangan sampah, dan sebagainya. 1
Anamnesis Sistem
Anamnesis sistem organ bertujuan mengumpulkan data-data positif dan negatif yang
berhubungan dengan penyakit yang diderita pasien berdasarkan sistem organ yang terkena.
Anamnesis ini juga dapat menjaring masalah pasien yang terlewat pada waktu pasien
menceritakan riwayat penyakit sekarang. Anamnesis sistem ini berurtan dari kepala, mata,
telinga, hidung, mulut, tenggorok, dada (jantung dan paru), abdomen (lambung dan usus),
saluran kemih atau alat kelamin, saraf dan otot, serta ekstremitas. 1
Pemeriksaan Fisik
Pada kasus didapati seorang wanita 70 tahun datang dengan keluhan sering tidak
dapat menahan keinginan berkemih sehingga sering miksi di celana terutama saat tertawa
hingga kemudian miksi tanpa sadar. Pada pemeriksaan fisik didapat keadaan umum tampak
sakit ringan compos mentis dengan berat badan 60 kg dan tinggi badan 150 cm. Denyut nadi
85 kali per menit dengan tekanan darah 130/80 mmHg serta suhu 37oC dan respiratory rate 20
kali per menit. Pemeriksaan fisik lebih ditekankan pada pemeriksaan abdomen, rektum,
genital dan evaluasi persyarafan lumbosakral. Pemeriksaan pelvis perempuan penting untuk
menemukan beberapa kelainan seperti prolaps, inflamasi, keganasan.1
Pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan pada pasien dengan keluhan demikian adalah
cotton swab test, pad test, paper towel test dan stress testing. Cotton Swab Test biasanya
digunakan untuk menilai mobilitas uretral pada wanita. Pemeriksaan ini dilakukan dengan
memasukan cotton swab lubrikasi steril kedalam uretra hingga masuk ke kandung kemih.
Kemudian cotton swab ditarik hingga sekitar leher kandung kemih. Wanita dengan keadaan
lantai pelvis normal akan menunjukkan cotton swab yang membentuk sudut nol derajat
dengan lantai rata. Kemudian pasien diminta untuk mengkontraksikan ototnya seperti saat
menahan pada saat ingin berkemih dan perubahan sudut yang diharapkan adalah kurang dari
30 derajat. Apabila lebih dari 30 derajat maka pemeriksan ini menunjukkan adanya
hipermobilitas uretra yang merupakan salah satu penyebab inkontinensia urin.4
Pad Test biasanya dilakukan sebagai tes objektif untuk melihat apakah cairan yang
keluar adalah benar urin biasanya menggunakan agen pewarna seperti phenyl salicylate,
4

benzoic acid, atropine sulfate, methylene blue dan agen lainnya dan pasiennya menggunakan
bantalan seperti pampers kemudian melakukan aktivitas biasa dan kenaikan satu gram pada
bantalan tersebut mengindikasikan adanya satu mililiter urin. Test ini disebut negatif apabila
perubahan beratnya kurang dari satu gram. Pad Test tidak dilakukan pada wanita yang sedang
dalam fase menstruasi. 4
Paper Towel Test merupakan uji dengan hasil yang cepat dan sesuai dengan berapa
banyak stress yang didapat hingga adanya urin yang keluar mengindikasikan inkontinensia
urin. Pasien diminta untuk batuk beberapa kali dengan menadahkan uretra ke arah tissue
toilet dan terdapat tetesan pada tissue toilet tersebut. Luas permukaan yang basah dapat
dihitung dan dapat mengindikasikan volume urin yang keluar akibat stress yang didapat. 4
Stress Testing merupakan uji paling sensitif yang merupakan uji pelvis dengan
observasi langsung terhadap hilangnya urin dengan uji pemberian stress yakni batuk. Uji ini
dapat mengarah pada kesalahan apabila keadaan kandung kemih pasien sedang dalam
keadaan kosong. Prinsipnya, kandung kemih pasien dimasukkan air steril kira-kira 250
hingga 500 mL dan setelah pasien diinstruksikan untuk batuk pada posisi litotomi. Apabila
adanya urin yang keluar berarti pasien tersebut terkena kondisi inkontinensia urin. Apabila
tidak maka dapat dilakukan pada posisi lain. Apabila hasil uji negatif pada pemeriksaan
penunjang cystometrogram maka pasien tersebut dapat didiagnosa menderita inkontinensia
urin. 4
Pemeriksaan Penunjang

Kultur urin adalah untuk menyingkirkan infeksi. 5


IVU dilakukan untuk menilai saluran bagian atas dan obstruksi atau fistula. 5
Urodinamik terdiri dari :
Uroflowmetri : mengukur kecepatan aliran. 5
Sistometri : menggambarkan kontraktur detrusor. 5
Sistometri video : menunjukkan kebocoran urin saat mengedan pada pasien
dengan inkontinensia stres. 5
Flowmetri tekanan uretra : mengukur tekanan uretra dan kandung kemih saat

istirahat dan selama berkemih. 5


Sistoskopi dilakukan jika dicurigai terdapat batu atau neoplasma kandung kemih. 5
Pemeriksaan spekulum vagina sistogram jika dicurigai terdapat fistula
vesikovagina.5

Diagnosis

Diagnosis Kerja
Pada kasus didapatkan seorang wanita 70 tahun dengan keadaan umum yang
tampak sakit ringan dan kesadaran yang kompos mentis. Pasien mengeluh tidak dapat
menahan rasa keinginan bermiksinya sehingga sering terjadi miksi involunter. Pasien
juga mengatakan miksi involunter terjadi terutama saat tertawa bersemangat dan
secara tidak sadar urin telah keluar secara involunter. Dari anamnesis pasien yang
sedemikian rupa dan tidak didapati tanda-tanda adanya infeksi atau lainnya, maka
dapat dibuatkan working diagnosis bahwa pasien mengidap Inkontinensia Urin Tipe
Urgensi. Dimana tipe ini ditandai dengan ketidakmampuan menunda berkemih setelah

sensasi berkemih muncul. Kelainan ini dibagi 2 subtipe yaitu motorik dan sensorik.1
Diagnosis Banding
o Inkontinensia stress
Keluarnya urin yang tidak disadari ketika tekanan intraabdomen
meningkat secara mendadak (misalnya batuk, mengedan, atau mengankat
beban), biasanya pada gejala inkompetensi uretra.5 Faktor-faktor penyebabnya
meliputi defek anatomi penyokong uretra dan jaringan leher kandung kemih,
kurangnya tonus otot-otot disekitar uretra bagian proksimal dan leher kandung
kemih dan defek gerakan uretra. Uretra tidak mampu mencegah jalannya urin
pada peningkatan tekananintraabdomen yang tiba-tiba.6
o Inkontinensia overflow
Kerusakan pada serat eferen dari refleks sakralis menyebabkan atonia
kandung kemih. Kandung kemih terisi oleh urin dan menjadi sangat membesar
dengan menetesnya urin yang konstan, misalnya distensi kandung kemih
kronis akibat obstruksi.5
o Inkontinensia fungsional
Inkontinensia fungsional yaitu karena ketidakmampuan mencapai
kamar kecil pada waktunya, terjadi karena imobilitas, defisit kognitif,
paraplegia, atau daya kembang kandung kemih yang buruk. 5 Pada orang tua,
khususnya mereka dengan keterbatasan dalam kemampuan berjalan atau yang
kebingungan akibat penyakit sistem saraf pusat ataupun obat-obat.7

Etiologi
Inkontinensia urin didefinisikan sebagai keluarnya urin yang tidak terkendali pada
waktu yang tidak dikehendaki tanpa memperhatikan frekuensi dan jumlahnya yang men
gakibatkan masalah sosial dan higienis penderitanya. Penyebab dari Inkontinensia Urin
seperti pada kasus dapat terjadi akibat beberapa hal. Pada wanita, penyebab umum terjadinya
6

Inkontinensia urin adalah lemahnya sokongan dari pelvis. Wanita dapat kehilangan support
dari pelvis setelah melahirkan, operasi, ataupun penyakit yang dapat melemahkan kekuatan
jaringan atau juga setelah kehilangan esterogen postmenopausal. Atau sebab yang kurang
ditemui seperti defisiensi kekuatan sphincter intrinsic utethra yang dapat terjadi karena proses
penuaan, trauma pelvis, atau operasi seperti histerektomi, urethropexy atau pubovaginal sling.
5

Penuaan dapat menyebabkan inkontinensia akibat adanya pelemahan kekuatan


jaringan ikat, hipoesterogisme, peningkatan gangguan medis, peningkatan diuresis malam
hari. Obesitas, melahirkan, COPD dan merokok dapat menyebabkan inkontinensia, bersama
dengan aktivitas musculus detrusor yang berlebihan yang masih belum diketahui sebabnya. 4
Selain itu juga ada penyebab lain dari inkontinensia urin yaitu disfungsi dari relaksasi dasar
panggul, infeksi, atrofi, obat-obatan, keluarnya urin yang berlebihan, imobilitas dan disfungsi
usus.8
Epidemiologi
Inkontinensia urin biasanya tidak sempat didiagnosis dan juga tidak dilaporkan.
Perkiraannya adalah 50-70% wanita dengan inkontinensia urin gagal untuk mencari
pertolongan medis akibat stigma sosial. Sekitar 10-13 juta orang diperkirakan mengalami
inkontinensia urin di USA dan sekitar 200 juta di dunia dengan perawatan inkontinensia urin
di USA memakan biaya 16.3 miliar dollar.1
Inkontinensia urin lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan pada pria dengan
perbandingan dua banding satu. 7% pada anak diatas 5 tahun, 10-35% pada orang dewasa dan
50-84% pada pasien geriatri. Survei inkontinensia urin yang dilakukan oleh Divisi Geriatri
Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo pada 208 orang usia lanjut
di lungkungan Pusat Santunan Keluarga di Jakarta pada tahun 2002 mendapatkan angka
kejadian inkontinensia urin tipe stress sebesar 32,2%. Sedangkan pada tahun 2003 di tempat
yang sama pada 179 pasien geriatri didapatkan angka kejadian inkontinensia urin sebesai
20,5% pada laki-laki dan 32.5% pada perempuan. Sedangkan penelitian lain yang melakukan
penelitian pada 1150 orang yang diambil secara random dan diatas 60 tahun, 434 orang
diantaranya mengalami inkontinensia urin. Dari mereka yang mengalami inkontinensia urin
55,5% merupakan inkontinensia urin tipe campuran, 26,7% dengan inkontinensia urin tipe
stress saja, 9% dengan inkontinensia urin tipe urgensi dan 8,8% dengan diagnosis lain.1,4
Dibandingkan dengan ras dan suku, wanita kulit putih memiliki prevalensi terkena
inkontinensia urin yang lebih besar dibadingkan dengan wanita kulit hitam. Sekitar 46%
7

wanita kulit putih menderita inkontinensia urin sedangkan hanya 30% wanita kulit hitam
yang menderita inkontinensia urin.4
Patofisiologi
Proses berkemih normal merupakan proses dinamis yang memerlukan rangkaian
koordinasi proses fisiologik yakni fase penyimpanan dan fase pengosongan. Diperlukan
keutuhan struktur dan fungsi komponen saluran kemih bawah, kognitif fisik, motivasi dan
lingkungan. Sfingter uretra eksternal dan otot dasar panggul berada dibawah kondisi volunter
dan disuplai oleh saraf pudendal, sedangkan otot detrusor kandung kemih dan sfingter uretra
internal berada di bawah kontrol sistem saraf otonom yang mungkin dimodulasi oleh korteks
otak.1
Ketika pengisian kandung kemih terjadi, otot dalam kandung kemih yang dinamakan
muskulus detrusor berelaksasi, sebaliknya saat pengosongan. Kontraksi kandung kemih
disebabkan karena aktivitas parasimpatis yang dipicu oleh asetilkolin pada reseptor
muskarinik. Sphincter uretra internal akan tertutup karena akvitas saraf simpatis yang dipicu
oleh nor-adrenalin. 1
Invervasi sphincter uretra interna dan eksterna terjadi oleh persarafan nervus pudendal
somatik setinggi sakral 4. Pada inkontinensia urin, inervasi tidak terjadi dengan baik
menyebabkan uretra tidak dapat menutup dengan baik sehingga urin dapat keluar, yang dapat
menyebabkan inkontinensia urin tipe urgensi akibat tidak dapat menahan keinginan berkemih
dan dengan melemasnya sphincter uretra eksterna (dipersarafi oleh saraf motorik). 1
Inkontinensia tipe urgensi terbagi menjadi 2 subtipe yaitu sensorik dan motorik.
Subtipe motorik disebabkan oleh lesi pada sistem saraf pusat seperti stroke, parkinson, tumor
otak, dan sklerosis multipel atau adanya lesi pada medula spinalissuprasakral. Subtipe
sensorik disebebkan oleh hipersensitivitas kandung kemih akibat sistitis, uretritis dan
divertikulitis. Manifestasinya berupa urgensi, frekuensi dan nokturia. 1

Penatalaksanaan
Untuk penatalaksanaan inkontinensia urine, dapat dilakukan beberapa cara, yaitu :
1. Terapi non-medikamentosa
Meliputi terapi nonfarmakologis yang merupakan terapi suportif non spesifik
seperti edukasi, manipulasi lingkungan, pakaian dan pods tertentu. Intervensi tingkah

laku biasanya yang dilakukan dalam terapi ini ialah dengan cara melatih otot panggul,
latihan kandung kemih, penjadwalan berkemih dan latihan kebiasaan.1
Bladder training merupakan salah satu terapi yang efektif yang bertujuan
memperpanjang interval berkemih yang normal dengan teknik distraksi atau teknik
relaksasi sehingga frekuensi berkemih hanya 6-7 kali perhari atau 3-4 jam sekali.
Latihan dasar otot panggul juga merupakan terapi yang efektif, latihan dilakukan tiga
sampai lima kali sehari dengan 15 kontraksi dan menahan hingga 10 detik. Latihan
dilakukan dengan membuat kontraksi berulang-ulag pada otot dasar panggul.1
Habit training memerlukan penjadwalan waktu berkemih. Diupayakan agar
waktu berkemih sesuai dengan pola berkemih pasien sendiri. Prompted voiding
dilakukan dengan cara mengajari pasien mengenalu kondisi kontinensia mereka.
Terapi biofeedback agar pasien mampu mengontrol atau menahan kontraksi
involunter otot detrusor kandung kemihnya. Selain itu ada simulasi elektrik yang
menggunakan alat dasar kejutan listrik pada kontraksi otot pelvis yang dipasang pada
vagina atau rektum. Neuromodulasi merupakan terapi dengan menggunakan stimulasi
saraf sakral. Yang terakhir adalah penggunaan kateter menetap yang sebaiknya tidak
digunakan secara rutin karena dapat menyebabkan efek samping yang cukup
berbahaya. 1

2. Terapi medikamentosa
Tabel 1. Obat-obat yang Dipakai Untuk Inkontinensia Urin1
Obat
Hycosamin

Dosis
3 x 0,125 mg

Tipe Inkontinensia
Urge atau campuran

Efek Samping
Mulut kering, mata kabur,

Toterodin
Impiramin
Pseudo-ephedrin

2 x 4 mg
3 x 25-50 mg
3 x 30-60 mg

Urgensi dan OAB


Urgensi
Stres

glaukoma, delirium, konstipasi


Mulut kering , konstipasi
Delirium, hipotensi ortostatik
Sakit kepala, takikardi, tekanan

Urgensi dan stres


BPH dengan urgensi

darah tinggi
Iritasi lokal
Hipotensi postural

Topikal estrogen
Doxazosin

4 x 1-4 mg

Tamsulosin
Terazosin

1x 0,4-0,8 mg
4x 1-5 mg

Komplikasi
Komplikasi yang dapat menyertai Inkontinensia Urin adalah infeksi saluran kemih,
kelainan kulit, gangguan tidur, depresi, mudah marah dan rasa terisolasi dan juga dehidrasi
akibat kurang asupan air dan decubitus.1
Prognosis
Baik dengan perawatan yang baik pula dari tim medis. Pada Inkontinensi tipe stress
dengan terapi alpha-agonist keadaan dapat membaik sekitar 19-74%, dengan terapi dan
operasi dapat membaik sekitar 88%. Sedangkan pada Inkontinensi tipe urgensi, keadaan
dapat membaik sekitar 75% dengan pelatihan kandung kemih dan 44% dengan obat golongan
antikolinergik. Tindakan pembedahan memiliki angka morbiditas yang tinggi pada
Inkontinensia tipe Urgensi.4
Pencegahan
Tidak mengangkat barang yang berat sewaktu muda serta menjalani tindakantindakan operasi yang melemahkan dasar panggul dapat menjadi tindakan pencegahan
Inkontinensia Urin. Mengurangi kejadian obesitas juga dapat mengurangi prevalensi
Inkontinensia, sejalan dengan tidak merokok dapat mengurangi prevalensi Inkontinensia.4
Masalah-Masalah pada Manusia Lanjut Usia
1. Osteoartritis
Didefinisikan sebagai berbagai kelompok kondisi yang menyebabkan gejala
dan tanda sendi yang berhubungan dengan kerusakan integritas kartilago artikular
selain perubahan pada tulang yang mendasarinya. Penyakit ini mengenai 60% sampai
70% orang berusia lebih dari 65 tahun. Komponen kartilago mengalami disorganisasi
dan degradasi pada OA. Beberapa pasien ditemukan memiliki berbagai bentuk kristal
kalsium yang terkonsentrasi dalam kartilago artikular yang rusak. Instabilitas sendi
berhubungan dengan resiko tinggi OA. Nyeri OA dipercaya diakibatkan oleh tiga
penyebab mayor yaitu nyeri akibat gerakan dari faktor mekanis, nyeri saat istirahat
akibat inflamasi sinovial, dan nyeri malam hari akibat hipertensi intraoseus.9
10

2. Depresi
Depresi merupakan penyakit yang paling sering pada pasien berusia diatas 60
tahun dan merupakan contoh penyakit yang paling umum dengan tampilan gejala
yang tidak spesifik atau tidak khas pada populasi geriatri. Terrdapat beberapa faktor
biologis, fisis, psikologis, dan sosial yang membuat seseorang beusia lanjut rentan
terhadap depresi. Depresi pada pasien geriatri sulit diidentifikasi sehingga tidak atau
terlambat diterapi, mungkin karena perbedaan pola gejala tiap kelompok umur. Selain
itu, depresi pada geriatri sering tidak diakui pasien dan tidak dikenali dokter karena
gejala yang tumpang tindih.1
3. Gangguan Keseimbangan dan Jatuh
Gangguan keseimbangan dan jatuh merupakan salah satu masalah yang sering
terjadi pada orang berusia lanjut akibat berbagai perubahan fngsi organ, penyakit, dan
faktor lingkungan. Akibat yang ditimbulkan oleh jatuh tidak jarang tidak ringan,
seperti cedera kepala, cedera jaringan lunak, sampai dengan patah tulang. Jatuh juga
seringkali merupakan petanda kerapuhan dan merupakan faktor predikator kematian
atau penyebab tidak langsung kematian melalui patah tulang. Kejadian jatuh
dipalorkan terjadi pada sekitar 30% orang berusia 65 tahun ke atas setiap tahunnya,
dan 40% sampai 50% dari mereka yang berusia 80 tahun ke atas.1

Penutup
Inkontinensia urin adalah masalah mengenai keluarnya urin yang tidak terkendali dan
juga merupakan salah satu penyakit yang banyak diderita oleh orang yang sudah lanjut usia
(lansia). Dari skenario, dapat diketahui bahwa pasien menderita inkontinensia urin tipe
urgensi. Diagnosis ini dikarenakan gejala-gejala yang dialami yaitu pasien tidak dapat
menahan kencing pada saat batuk ataupun tertawa dan tidak dapat menahan miksi sebelum
sampai ke WC. Inkontinensia urin dapat diringankan dengan terapi medikamentosa dan terapi
non-medikamentosa.
Daftar Pustaka

11

Setiati S, et al. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid I. Ed 6. Jakarta: Interna

Publishing; 2014.h.125-33, 595-602, 633, 3772-6, 3811, 3743.


Gleadle, Jonathan.At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta : Penerbit

3
4

Erlangga; 2007.h.1-17.
Welsby PD. Pemeriksaan fisik dan anamnesis klinis. Jakarta : EGC; 2009.h.2-7.
Vasavada SP, Kim ED [editor]. Urinary Incontinence. Diunduh dari Medscape for

5
6

iPad. 15 Desember 2013.


Grace AP, Borley NR. At a glance ilmu bedah. Jakarta: Erlangga ; 2007.h.181.
Taber BenZion. Kapita selekta kedaruratan obstetri dan ginekologi. Jakarta : EGC;

7
8

1994.h.433.
Harrison. Harrisons Principles of internal medicine. Jakarta: EGC; 1995 .h.279.
Morgan G, Hamilton C. Obstetri dan ginekologi panduan praktis. Jakarta: EGC;

2009.h.292.
Brashers VL. Aplikasi klinis patofisiologi pemeriksaan dan manajemen. Jakarta:
EGC;2008.h.351-2.

12

Anda mungkin juga menyukai