Anda di halaman 1dari 16

PENDAHULUAN

Teori belajar behaviorisme ini berorientasi pada hasil yang dapat diukur
dan diamati. Pengulangan dan pelatihan digunakan supaya perilaku yang
diinginkan dapat menjadi kebiasaan. Hasil yang diharapkan dari penerapan teori
behavioristik ini adalah terbentuknya suatu perilaku yang diinginkan. Perilaku
yang diinginkan mendapat penguatan positif dan perilaku yang kurang sesuai
mendapat penghargaan negatif. Evaluasi atau Penilaian didasari atas perilaku yang
tampak. Dalam teori belajar ini guru tidak banyak memberikan ceramah, tetapi
instruksi singkat yang diikuti contoh baik dilakukan sendiri maupun melalui
simulasi.
Di awal abad 20 sampai sekarang ini teori belajar behaviorisme mulai
ditinggalkan dan banyak ahli psikologi yang baru lebih mengembangkan teori
belajar kognitif dengan asumsi dasar bahwa kognisi mempengaruhi prilaku.
Penekanan kognitif menjadi basis bagi pendekatan untuk pembelajaran. Walaupun
teori belajar tigkah laku mulai ditinggalkan diabad ini, namun mengkolaborasikan
teori ini dengan teori belajar kognitif dan teori belajar lainnya sangat penting
untuk menciptakan pendekatan pembelajaran yang cocok dan efektif, karena pada
dasarnya tidak ada satu pun teori belajar yang betul-betul cocok

untuk

menciptakan sebuah pendekatan pembelajaran yang pas dan efektif.

Page | 1

PEMBAHASAN
A. Pengertian Belajar Menurut Pandangan Teori Behavioristik
Behaviorisme adalah teori perkembangan perilaku, yang dapat diukur, diamati
dan dihasilkan oleh respons pelajar terhadap rangsangan. Tanggapan terhadap
rangsangan dapat diperkuat dengan umpan balik positif atau negatif terhadap
perilaku kondisi yang diinginkan. Hukuman kadang-kadang digunakan dalam
menghilangkan atau mengurangi tindakan tidak benar, diikuti dengan menjelaskan
tindakan yang diinginkan.
Menurut teori behavioristik, belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai
hasil dari pengalaman (Gage, Berliner, 1984). Belajar merupakan akibat adanya
interaksi antara stimulus dan respon (Slavin, 2000). Seseorang dianggap telah
belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori
ini dalam belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang
berupa respon. Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada siswa,
sedangkan respon berupa reaksi atau tanggapan siswa terhadap stimulus yang
diberikan oleh guru tersebut. Proses yang terjadi antara stimulus dan respon tidak
penting untuk diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur.
Yang dapat diamati adalah stimulus dan respon, oleh karena itu apa yang
diberikan oleh guru (stimulus) dan apa yang diterima oleh siswa (respon) harus
dapat diamati dan diukur.

B. Ciri dari Teori Belajar Behaviorisme


Mengutamakan

unsur-unsur

dan

bagian

kecil,

bersifat

mekanistis,

menekankan peranan lingkungan, mementingkan pembentukan reaksi atau respon,


menekankan pentingnya latihan, mementingkan mekanisme hasil belajar,
mementingkan peranan kemampuan dan hasil belajar yang diperoleh adalah
munculnya perilaku yang diinginkan. Guru yang menganut pandangan ini

Page | 2

berpandapat bahwa tingkah laku siswa merupakan reaksi terhadap lingkungan dan
tingkah laku adalah hasil belajar. Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab
pengukuran merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi atau tidaknya
perubahan tingkah laku tersebut.

C. Tokoh-tokoh Aliran Behavioristik

1. Teori Belajar Menurut Thorndike


Menurut Thorndike, belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan
respon. Stimulus adalah apa yang merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti
pikiran, perasaan, atau hal-hal lain yang dapat ditangkap melalui alat indera.
Sedangkan respon adalah reaksi yang dimunculkan peserta didik ketika belajar,
yang dapat pula berupa pikiran, perasaan, atau gerakan/tindakan. Jadi perubahan
tingkah laku akibat kegiatan belajar dapat berwujud konkrit, yaitu yang dapat
diamati, atau tidak konkrit yaitu yang tidak dapat diamati. Meskipun aliran
behaviorisme sangat mengutamakan pengukuran, tetapi tidak dapat menjelaskan
bagaimana cara mengukur tingkah laku yang tidak dapat diamati. Teori Thorndike
ini disebut pula dengan teori koneksionisme, koneksi disebut sebagai koneksi
saraf yang disebut sambungan saraf antara stimuli (S) dan respon (R). Agar
tercapai hubungan antara stimulus dan respons, perlu adanya kemampuan untuk
memilih respons yang tepat sertamelalui percobaan-percobaan (trials) dan
kegagalan-kegagalan (error) terlebih dahulu (Slavin, 2000).
Hukum Efek Thorndike
Pada saat yang hampir sama dengan dilakukannya sebuah eksperimen
pengkondisian klasik anjing oleh Ivan Pavlov, E.L. Thorndike(1906) sedang
mempelajari kucing dalam kotak. Thorndike menempatkan kucing yang lapar
dalam sebuah kotak dan meletakkan ikan diluar kotak. Untuk bisa keluar dari
kotak, kucing itu harus mengetahui cara membuka palang di dalam kotak tersebut.
Pertama-tama kucing itu melakukan beberapa respons yang tidak efektif. Dia
mencakar atau menggigit palang. Akhirnya, kucing itu secara tidak sengaja

Page | 3

menginjak pijakan yang membuka palang pintu. Saat kucing dikembalikan ke


kotak, dia melakukan aktivitas acak sampai dia menginjak pijakan itu sekali lagi.
Pada percobaan berikutnya, kucing itu semakin sedikit melakukan gerakan acak,
sampai dia akhirnya bisa langsung menginjak pijakan itu untuk membuka pintu.
Hukum efek (law effect) Thorndike menyatakan bahwa perilaku yang di ikuti
dengan hasil positif akan diperkuat dan bahwa perilaku yang diikuti hasil negatif
akan diperlemah. Pertanyaan utama untuk Thorndike adalah bagaimana respons
stimulus yang benar (S-R) ini menguat dan akhirnya mengalahkan respons
stimulus yang tidak benar. Menurut Thorndike, asosiasi S-R yang tepat akan
diperkuat, dan asosiasi yang tidak tepat akan melemah, karena konsekuensi dari
tindakan organisme. Pandangan Thorndike disebut teori S-R karena perilaku
organisme itu dilakukan sebagai akibat dari hubungan antara stimulus dan
respons. Seperti yang akan kita lihat selanjutnya, pendekatan Skinner memperluas
ide dasar Thorndike ini.

2. Teori Belajar Menurut Watson


Watson mendefinisikan belajar sebagai proses interaksi antara stimulus dan
respon, namun stimulus dan respon yang dimaksud harus dapat diamati
(observable) dan dapat diukur. Jadi walaupun dia mengakui adanya perubahanperubahan mental dalam diri seseorang selama proses belajar, namun dia
menganggap faktor tersebut sebagai hal yang tidak perlu diperhitungkan karena
tidak dapat diamati. Watson adalah seorang behavioris murni, karena kajiannya
tentang belajar disejajarkan dengan ilmu-ilmu lain seperi Fisika atau Biologi yang
sangat berorientasi pada pengalaman empirik semata, yaitu sejauh mana dapat
diamati dan diukur.

Page | 4

3. Teori Belajar Menurut Clark Hull


Clark Hull juga menggunakan variabel hubungan antara stimulus dan respon
untuk menjelaskan pengertian belajar. Namun dia sangat terpengaruh oleh teori
evolusi Charles Darwin. Bagi Hull, seperti halnya teori evolusi, semua fungsi
tingkah laku bermanfaat terutama untuk menjaga agar organisme tetap bertahan
hidup. Oleh sebab itu Hull mengatakan kebutuhan biologis (drive) dan pemuasan
kebutuhan biologis (drive reduction) adalah penting dan menempati posisi sentral
dalam seluruh kegiatan manusia, sehingga stimulus (stimulus dorongan) dalam
belajarpun hampir selalu dikaitkan dengan kebutuhan biologis, walaupun respon
yang akan muncul mungkin dapat berwujud macam-macam. Penguatan tingkah
laku juga masuk dalam teori ini, tetapi juga dikaitkan dengan kondisi biologis
(Bell, Gredler, 1991).
4. Teori Belajar Menurut Edwin Guthrie
Azas belajar Guthrie yang utama adalah hukum kontiguiti. yaitu gabungan
stimulus-stimulus yang disertai suatu gerakan, pada waktu timbul kembali
cenderung akan diikuti oleh gerakan yang sama (Bell, Gredler, 1991). Guthrie
juga menggunakan variabel hubungan stimulus dan respon untuk menjelaskan
terjadinya proses belajar. Belajar terjadi karena gerakan terakhir yang dilakukan
mengubah situasi stimulus sedangkan tidak ada respon lain yang dapat terjadi.
Penguatan sekedar hanya melindungi hasil belajar yang baru agar tidak hilang
dengan jalan mencegah perolehan respon yang baru. Hubungan antara stimulus
dan respon bersifat sementara, oleh karena dalam kegiatan belajar peserta didik
perlu sesering mungkin diberi stimulus agar hubungan stimulus dan respon
bersifat lebih kuat dan menetap. Guthrie juga percaya bahwa hukuman
(punishment) memegang peranan penting dalam proses belajar. Hukuman yang
diberikan pada saat yang tepat akan mampu mengubah tingkah laku seseorang.
Saran utama dari teori ini adalah guru harus dapat mengasosiasi stimulus
respon secara tepat. Siswa harus dibimbing melakukan apa yang harus dipelajari.
Dalam mengelola kelas guru tidak boleh memberikan tugas yang mungkin
diabaikan oleh anak (Bell, Gredler, 1991).

Page | 5

5. Teori Belajar Menurut Skinner


Konsep-konsep yang dikemukanan Skinner tentang belajar lebih mengungguli
konsep para tokoh sebelumnya. Ia mampu menjelaskan konsep belajar secara
sederhana, namun lebih komprehensif. Menurut Skinner hubungan antara stimulus
dan respon yang terjadi melalui interaksi dengan lingkungannya, yang kemudian
menimbulkan perubahan tingkah laku, tidaklah sesederhana yang dikemukakan
oleh tokoh-tokoh sebelumnya. Menurutnya respon yang diterima seseorang tidak
sesederhana itu, karena stimulus-stimulus yang diberikan akan saling berinteraksi
dan interaksi antar stimulus itu akan mempengaruhi respon yang dihasilkan.
Respon yang diberikan ini memiliki konsekuensi-konsekuensi. Konsekuensikonsekuensi inilah yang nantinya mempengaruhi munculnya perilaku (Slavin,
2000). Oleh karena itu dalam memahami tingkah laku seseorang secara benar
harus memahami hubungan antara stimulus yang satu dengan lainnya, serta
memahami konsep yang mungkin dimunculkan dan berbagai konsekuaensi yang
mungkin timbul akibat respon tersebut. Skinner juga mengmukakan bahwa
dengan

menggunakan

perubahan-perubahan

mental

sebagai

alat

untuk

menjelaskan tingkah laku hanya akan menambah rumitnya masalah. Sebab setiap
alat yang digunakan perlu penjelasan lagi, demikian seterusnya.
D. Analisis Tentang Teori Behavioristik
Kaum behavioris menjelaskan bahwa belajar sebagai suatu proses perubahan
tingkah laku dimana reinforcement dan punishment menjadi stimulus untuk
merangsang siswa dalam berperilaku. Pendidik yang masih menggunakan
kerangka behavioristik biasanya merencanakan kurikulum dengan menyusun isi
pengetahuan

menjadi

bagian-bagian

kecil

yang

ditandai

dengan

suatu

keterampilan tertentu. Kemudian, bagian-bagian tersebut disusun secara hirarki,


dari yang sederhana sampai yang komplek (Paul, 1997).
Pandangan teori behavioristik telah cukup lama dianut oleh para pendidik.
Namun dari semua teori yang ada, teori Skinnerlah yang paling besar
pengaruhnya terhadap perkembangan teori belajar behavioristik. Program-

Page | 6

program pembelajaran seperti Teaching Machine, Pembelajaran berprogram,


modul dan program-program pembelajaran lain yang berpijak pada konsep
hubungan

stimulus-respon

serta

mementingkan

faktor-faktor

penguat

(reinforcement), merupakan program pembelajaran yang menerapkan teori belajar


yang dikemukakan Skiner.
Teori behavioristik banyak dikritik karena seringkali tidak mampu
menjelaskan situasi belajar yang kompleks, sebab banyak variabel atau hal-hal
yang berkaitan dengan pendidikan dan/atau belajar yang dapat diubah menjadi
sekedar hubungan stimulus dan respon. Teori ini tidak mampu menjelaskan
penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dalam hubungan stimulus dan respon.
Pandangan behavioristik juga kurang dapat menjelaskan adanya variasi tingkat
emosi siswa, walaupun mereka memiliki pengalaman penguatan yang sama.
Pandangan ini tidak dapat menjelaskan mengapa dua anak yang mempunyai
kemampuan dan pengalaman penguatan yang relatif sama, ternyata perilakunya
terhadap suatu pelajaran berbeda, juga dalam memilih tugas sangat berbeda
tingkat kesulitannya. Pandangan behavioristik hanya mengakui adanya stimulus
dan respon yang dapat diamati. Mereka tidak memperhatikan adanya pengaruh
pikiran atau perasaan yang mempertemukan unsur-unsur yang diamati tersebut.
Teori behavioristik juga cenderung mengarahkan siswa untuk berfikir linier,
konvergen, tidak kreatif dan tidak produktif. Pandangan teori ini bahwa belajar
merupakan proses pembentukan atau shaping, yaitu membawa siswa menuju atau
mencapai target tertentu, sehingga menjadikan peserta didik untuk tidak bebas
berkreasi dan berimajinasi. Padahal banyak faktor yang berpengaruh yang
mempengaruhi proses belajar. Jadi teori belajar tidak sesederhana yang dilukiskan
teori behavioristik.
Skinner dan tokoh-tokoh lain pendukung teori behavioristik memang tidak
menganjurkan digunakannya hukuman dalam kegiatan pembelajaran. Namun apa
yang mereka sebut dengan penguat negatif (negative reinforcement) cenderung
membatasi siswa untuk berpikir dan berimajinasi.

Page | 7

Menurut Guthrie hukuman memegang peranan penting dalam proses belajar.


Namun ada beberapa alasan mengapa Skinner tidak sependapat dengan Guthrie,
yaitu:
1) Pengaruh hukuman terhadap perubahan tingkah laku sangat
bersifat sementara.
2) Dampak psikologis yang buruk mungkin akan terkondisi (menjadi
bagian dari jiwa si terhukum) bila hukuman berlangsung lama.
3) Hukuman yang mendorong si terhukum untuk mencari cara lain
(meskipun salah dan buruk) agar ia terbebas dari hukuman. Dengan kata
lain, hukuman dapat mendorong si terhukum melakukan hal-hal lain yang
kadangkala lebih buruk daripada kesalahan yang diperbuatnya.
Skinner lebih percaya kepada apa yang disebut sebagai penguat negatif.
Penguat negatif tidak sama dengan hukuman. Ketidaksamaannya terletak pada
bila hukuman harus diberikan (sebagai stimulus) agar respon yang muncul
berbeda dengan respon yang sudah ada, sedangkan penguat negatif (sebagai
stimulus) harus dikurangi agar respon yang sama menjadi semakin kuat.
Misalnya, seorang siswa perlu dihukum karena melakukan kesalahan. Jika siswa
tersebut masih saja melakukan kesalahan, maka hukuman harus ditambahkan.
Tetapi jika sesuatu tidak mengenakkan siswa (sehingga ia melakukan kesalahan)
dikurangi (bukan malah ditambah) dan pengurangan ini mendorong siswa untuk
memperbaiki kesalahannya, maka inilah yang disebut penguatan negatif. Lawan
dari penguatan negatif adalah penguatan positif (positive reinforcement).
Keduanya bertujuan untuk memperkuat respon. Namun bedanya adalah penguat
positif menambah, sedangkan penguat negatif adalah mengurangi agar
memperkuat respon.
E. Aplikasi Teori Behavioristik dalam Kegiatan Pembelajaran
Aliran psikologi belajar yang sangat besar mempengaruhi arah pengembangan
teori dan praktek pendidikan dan pembelajaran hingga kini adalah aliran
behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak
sebagai hasil belajar. Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus
responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon

Page | 8

atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode drill atau pembiasaan semata.
Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan reinforcement dan akan
menghilang bila dikenai hukuman.
Istilah-istilah seperti hubungan stimulus respon, individu atau siswa pasif,
perilaku sebagai hasil yang tampak, pembentukan perilaku (shaping) dengan
penataan kondisi secara ketat, reinforcement dan hukuman, ini semua merupakan
unsur-unsur yang sangat penting dalam teori behavioristik. Teori ini hingga
sekarang masih merajai praktek pembelajaran di Indonesia. Hal ini tampak dengan
jelas pada penyelenggaraan pembelajaran dari tingkat yang paling dini, seperti
kelompok bermain, Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah,
bahkan sampai Perguruan Tinggi, pembentukan perilaku dengan cara drill
(pembiasaan) disertai dengan reinforcement atau hukuman masih sering
dilakukan.
Aplikasi teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran tergantung dari
beberapa hal seperti: tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik
siswa, media dan fasilitas pembelajaran yang tersedia. Pembelajaran yang
dirancang dan berpijak pada teori behavioristik memandang bahwa pengetahuan
adalah obyektif, pasti, tetap, tidak berubah. Pengetahuan telah terstruktur dengan
rapi, sehingga belajar adalah perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah
memindahkan pengetahuan (transfer of knowledge) ke orang yang belajar atau
siswa. Siswa diharapkan akan memiliki pemahaman yang sama terhadap
pengetahuan yang diajarkan. Artinya, apa yang dipahami oleh pengajar atau guru
itulah yang harus dipahami oleh murid (Degeng, 2006).
Demikian halnya dalam proses belajar mengajar, siswa dianggap sebagai
objek pasif yang selalu membutuhkan motivasi dan penguatan dari pendidik. Oleh
karena itu, para pendidik mengembangkan kurikulum yang terstruktur dengan
menggunakan standart-standart tertentu dalam proses pembelajaran yang harus
dicapai oleh para siswa. Begitu juga dalam proses evaluasi belajar siswa diukur
hanya pada hal-hal yang nyata dan dapat diamati sehingga hal-hal yang bersifat
unobservable kurang dijangkau dalam proses evaluasi.

Page | 9

Implikasi dari teori behavioristik dalam proses pembelajaran dirasakan kurang


memberikan

ruang

gerak

yang

bebas

bagi

siswa

untuk

berkreasi,

bereksperimentasi dan mengembangkan kemampuannya sendiri. Karena sistem


pembelajaran tersebut bersifat otomatis-mekanis dalam menghubungkan stimulus
dan respon sehingga terkesan seperti kinerja mesin atau robot. Akibatnya siswa
kurang mampu untuk berkembang sesuai dengan potensi yang ada pada diri
mereka.
Karena teori behavioristik memandang bahwa sebagai pengetahuan telah
terstruktur rapi dan teratur, maka siswa atau orang yang belajar harus dihadapkan
pada aturan-aturan yang jelas dan ditetapkan terlebih dulu secara ketat.
Pembiasaan dan disiplin menjadi sangat esensial dalam belajar, sehingga
pembelajaran lebih banyak dikaitkan dengan penegakan disiplin. Kegagalan atau
ketidakmampuan

dalam

penambahan

pengetahuan

dikategorikan

sebagai

kesalahan yang perlu dihukum dan keberhasilan belajar atau kemampuan


dikategorikan sebagai bentuk perilaku yang pantas diberi hadiah. Demikian juga,
ketaatan pada aturan dipandang sebagai penentu keberhasilan belajar. Siswa atau
peserta didik adalah objek yang berperilaku sesuai dengan aturan, sehingga
kontrol belajar harus dipegang oleh sistem yang berada di luar diri siswa (Degeng,
2006).
Tujuan

pembelajaran

menurut

teori

behavioristik

ditekankan

pada

penambahan pengetahuan, sedangkan belajar sebagi aktivitas mimetic, yang


menuntut siswa untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah
dipelajari dalam bentuk laporan, kuis, atau tes. Penyajian isi atau materi pelajaran
menekankan pada ketrampian yang terisolasi atau akumulasi fakta mengikuti
urutan dari bagian ke keseluruhan. Pembelajaran mengikuti urutan kurikulum
secara ketat, sehingga aktivitas belajar lebih banyak didasarkan pada buku
teks/buku wajib dengan penekanan pada ketrampilan mengungkapkan kembali isi
buku teks/buku wajib tersebut.
Pembelajaran dan evaluasi menekankan pada hasil belajar. Evaluasi
menekankan pada respon pasif, ketrampilan secara terpisah, dan biasanya
menggunakan tes tulis. Evaluasi hasil belajar menuntut jawaban yang benar.

Page | 10

Maksudnya bila siswa menjawab secara benar sesuai dengan keinginan guru,
hal ini menunjukkan bahwa siswa telah menyelesaikan tugas belajarnya. Evaluasi
belajar dipandang sebagi bagian yang terpisah dari kegiatan pembelajaran, dan
biasanya dilakukan setelah selesai kegiatan pembelajaran. Teori ini menekankan
evaluasi pada kemampuan siswa secara individual.
Menyikapi Perilaku yang Sulit di Kelas

Mengurangi dan menghilangkan perilaku yang tidak diinginkan


Jangan memberikan penguatan pada perilaku yang tidak diinginkan
Berikan isyarat pada para siswa ketika anda melihat mereka
berperilaku tidak sesuai
Doronglah dan beri penguatan terhadap perilaku yang berlawanan
dengan perilaku yang tidak diinginkan
Jelaskan baik perilaku yang tepat maupun tidak tepat, juga
konsekuensi-konsekuensinya, dengan kata-kata yang jelas dan eksplisit.
Tekankan bahwa perilakulah, dan bukan siswa, yang tidak
diinginkan.
Bantulah siswa memahami mengapa perilaku tertentu tidak dapat
diterima.
Ketika perilaku yang tidak patut terus berulang kendati telah
mengerahkan segenap usaha untuk memperbaikinya, carilah nasehat ahli.

F. Prosedur-prosedur pengembangan tingkah laku baru


Di samping penggunaan reinforcement untuk memperkuat tingkah laku, ada dua
metode lain yang penting untuk mengembangkan pola tingkah laku baru yakni
shaping dan modelling.
1. Shaping
Kebanyakan yang diajarkan di sekolah adalah urutan tingkah laku yang kompleks,
bukan hanya simple response. Tingkah laku yang kompleks ini dapat diajarkan
melalui proses shaping atau successive approximations (menguatkan
komponen-komponen respon final dalam usaha mengarahkan subyek kepada

Page | 11

respon final tersebut), beberapa tingkah laku yang mendekati respon terminal.
Bila guru membimbing siswa menuju pencapaian tujuan dengan memberikan
reinforcement pada langkah-langkah menuju keberhasilan, maka guru itu
menggunakan teknik yang disebut shaping. Reinforcement dan extinction
merupakan alat agar terbentuknya tingkah laku operant baru.
Frazier dalam (Sri Esti,2006: 139) menyampaikan penggunaan shaping untuk
memperbaiki tingkah laku belajar. Ia mengemukakan lima langkah perbaikan
tingkah laku belajar murid antara lain:

Datang di kelas pada waktunya.


Berpartisipasi dalam belajar dan merespon guru.
Menunjukkan hasil-hasil tes dengan baik.
Mengerjakan pokerjaan rumah.
Penyempurnaan.

2. Modelling.
Dalam modelling, seorang individu belajar menyaksikan tingkah laku orang lain
sebagai model. Tingkah laku manusia lebih banyak dipelajari melalui modeling
atau imitasi, sehingga kadang-kadang disebut belajar dengan pengajaran langsung.
Pola bahasa, gaya pakaian, dan musik dipelajari dengan mengamati tingkah laku
orang lain. Modelling dapat terjadi, baik dengan direct reinforcement maupun
dengan vicarious reinforcement. Misalnya, seseorang yang menjadi idola kita
menawarkan produk tertentu di layar TV. Kita akan merasa senang jika bisa
memakai produk serupa.
Sangat mungkin kita belajar meniru karena di-reinforced untuk melakukannya.
Hampir sebagian besar anak mempunyai pengalaman belajar pertama termasuk
reinforcement langsung dengan meniru model (orang tuanya). Hal yang biasa jika
kita mendengar bahwa anak kita dengan bangga mengatakan, bahwa dia telah
mengerjakan

sebagaimana

yang

telah

dikerjakan

orang

tuanya.

Modelling juga dapat dipakai untuk mengajarkan ketrampilan-ketrampilan


akademis dan motorik.

Page | 12

Clarizio (1981) memberi contoh bagus tentang bagaimana guru menggunakan


modelling untuk mengembangkan minat murid-murid terhadap literatur bahasa
Inggris. la memberi contoh membaca buku bahasa Inggris kadang-kadang tertawa
terbahak-bahak,

tersenyum,mengerutkan

dahi

dan

sebagainya,

untuk

membangkitkan minat anak terhadap buku itu. Modelling bisa diterapkan di


sekolah dengan mengambil guru maupun orang lain atau anak lain yang sebaya
sebagai model dari suatu tingkah laku, mungkin pelajaran Bahasa Arab, Bahasa
Inggris, dan lain-lain. Berkaitan dengan pengajaran keterampilan motorik dan
akademis, misal siswa diajak ke suatu tempat di mana terdapat sesuatu yang bisa
ditiru oleh anak atau menghadirkan model tersebut ke dalam kelas/sekolah.
G. Prosedur-prosedur Pengendalian atau Perbaikan Tingkah
Laku
1. Memperkuat Tingkah Laku Bersaing
Dalam usaha merubah tingkah laku yang tak diinginkan diadakan
penguatan tingkah laku yang diinginkan misalnya dengan kegiatan-kegiatan
kerjasama, membaca dan bekerja di satu meja untuk mengatasi kelakuan-kelakuan
menentang, melamun, dan hilir mudik. Contohnya, sekelompok siswa yang
memperlihatkan tingkah laku yang tidak diinginkan, yaitu menarik rambut,
mengabaikan perintah guru, berkelahi, berjalan sekeliling kelas. Sesudah
menerapkan aturan-aturan kelas kepada siswa, guru melupakan atau mengabaikan
tingkah laku siswa yang mengacau dan memuji tingkah laku siswa yang memberi
kesempatan guru untuk mengajar. Dalam beberapa waktu, social reinforcement
untuk tingkah laku yang tepat mengurangi tingkah laku yang tidak diinginkan.
2. Ekstinksi
Ekstinksi ialah proses di mana suatu operant yang telah terbentuk tidak mendapat
reinforcement lagi. Ekstinksi dilakukan dengan membuat/meniadakan peristiwaperistiwa penguat tingkah laku. Ekstinksi dapat dipakai bersama-sama dengan
metode lain seperti modelling dan social reinforcement. Misalnya, Ana salah
seorang siswi kelas tiga yang selalu mengacungkan tangan ketika guru meminta

Page | 13

para siswa untuk menjawab pertanyaan. Tetapi guru tidak memberikan perhatian
pada Ana yang ingin menjawab pertanyaan gurunya tersebut. Suatu ketika Ana
tidak mau lagi mengacungkan tangan ketika guru meminta para siswa untuk
menjawab pertanyannya meskipun ia bisa menjawabnya.
Ekstinksi berlangsung terutama jika reinforcement adalah perhatian. Apabila
murid memperhatikan ke sana ke mari, maka perubahan interaksi guru akan
menghentikan tingkah laku murid tersebut.
3. Satiasi
Satiasi adalah suatu prosedur menyuruh seseorang melakukan perbuatan berulangulang sehingga ia menjadi lelah atau jera. Contoh: seorang ayah yang memergoki
anak kecilnya merokok menyuruh anak merokok sampai habis satu pak sehingga
anak itu bosan.
4. Perubahan Lingkungan Stimuli
Beberapa tingkah laku dapat dikendalikan oleh perubahan kondisi stimuli yang
mempengaruhi tingkah laku itu. Jika suatu tugas yang sulit mengecewakan murid,
maka guru dapat mengganti dengan tugas yang kurang begitu sulit. Jika di kelas
ada dua orang murid yang melamun, guru dapat menghampiri atau duduk di dekat
mereka.
5. Hukuman
Untuk memperbaiki tingkah laku, hukuman hendaknya diterapkan di kelas dengan
bijaksana. Hukuman dapat mengatasi tingkah laku yang tak diinginkan dalam
waktu singkat, untuk itu perlu disertai dengan reinforcement. Hukuman
menunjukkan apa yang tak boleh dilakukan murid, sedangkan reward
menunjukkan apa yang mesti dilakukan oleh murid. Bukti menunjukkan, bahwa
hukuman atas kelakuan murid yang tak pantas lebih efektif daripada tidak
menghukum. Ada dua bentuk hukuman:
Pemberian stimulus derita, misalnya: bentakan, cemoohan, atau
ancaman.

Page | 14

Pembatalan perlakuan positif, misalnya: mengambil kembali suatu


mainan atau mencegah anak untuk bermain-main bersama temantemannya.

PENUTUP
Kesimpulan
Bahwa behaviorisme adalah teori perkembangan perilaku, yang dapat diukur,
diamati dan dihasilkan oleh respons pelajar terhadap rangsangan. Tanggapan
terhadap rangsangan dapat diperkuat dengan umpan balik positif atau negatif
terhadap perilaku kondisi yang diinginkan. Hukuman kadang-kadang digunakan
dalam menghilangkan atau mengurangi tindakan tidak benar, diikuti dengan
menjelaskan tindakan yang diinginkan.
Teori belajar behavioristik menekankan pada perubahan tingkah laku serta sebagai
akibat interaksi antara stimulus dan respon. Belajar merupakan suatu proses
perubahan tingkah laku sebagai akibat dari interaksi antara stimulus dan respon.
Seseorang dianggap telah belajar apabila ia bisa menunjukkan perubahan tingkah
lakunya.

Page | 15

DAFTAR PUSTAKA
Bell Gredler, E. Margaret. 1991. Belajar dan Membelajarkan. Jakarta: CV.
Rajawali
Degeng, I Nyoman Sudana. 1989. Ilmu Pengajaran Taksonomi Variable. Jakarta:
Depdikbud
Haryanto. 2010. Teori Belajar Behaviorisme. dalam
http://belajarpsikologi.com/teori-belajar-behaviorisme.
Ormrod, Jeanne Ellis . 2012 . Psikologi Pendidikan . United States of America :
Pearson Education.
Slavin, Robert E . 2008 . Psikologi Pendidikan : Teori dan Praktik . Jakarta :
PT.Indeks.
Teori belajar Behavioristik. dalam http://id.wikipedia.org
Hadi,

Ahmad.

2013.

Teori

Belajar

Behavioristik.

dalam

http://nudisaku.blogspot.com

Page | 16

Anda mungkin juga menyukai