Tinjauan Pustaka
3.1. Anatomi Lensa
Lensa kristalina merupakan struktur yang transparan, bikonveks
dan memiliki kemampuan untuk membiaskan cahaya, berakomodasi dan
mempertahankan
transparansi
strukturnya
sendiri.
Lensa
terletak
memenuhi
kebutuhan
metaboliknya
serta
membuang
sisa
Anterio
Equato
Equato
Posteri
konsentris dengan lapisan tertua menjadi bagian yang paling tengah dan
membentuk nukleus.
Transparansi lensa dipertahankan oleh keseimbangan air dan
kation (natrium dan kalium). Lensa secara fisiologis berada pada kondisi
dehidrasi dan memiliki kadar ion kalium dan asam amino yang lebih tinggi
dan kadar ion natrium dan klorida dan juga kadar air yang lebih rendah
dibandingkan
dengan
akuos
humor
dan
vitreus
disekitarnya.
yang dapat timbul pada berbagai usia tertentu. Katarak dapat terjadi pada
saat perkembangan serat lensa masih berlangsung atau sesudah serat
transparansi
lensa
pada
proses
penuaan
dapat
produksi dari satu atau lebih rantai globin tertentu (,,,) akan
menghentikan sintesis Hb dan menghasilkan ketidakseimbangan dengan
terjadinya produksi rantai globin lain yang normal. Karena dua tipe rantai
globin ( dan non-) berpasangan antara satu sama lain dengan rasio
hampir 1:1 untuk membentuk Hb normal, maka
berlebihan dari rantai globin yang normal dan terjadi akumulasi rantai
tersebut di dalam sel menyebabkan sel menjadi tidak stabil dan
memudahkan terjadinya destruksi sel. Ketidakseimbangan ini merupakan
suatu tanda khas pada semua bentuk thalassemia.
3.4.1. Thalassemia-
Pada -thalasemia terdapat kelebihan rantai globin -yang relatif
terhadap - dan -globin yang berinteraksi dengan membran eritrosit
sehingga memperpendek hidup eritrosit. Eritrosit yang mencapai darah
tepi memiliki inclusion bodies yang menyebabkan penghancuran di limpa
dan oksidasi membran sel akibat pelepasan heme dari denaturasi
hemoglobin dan penumpukan besi. Anemia pada thalassemia- terjadi
akibat hancurnya eritrosit dan umur eritrosit yang pendek. Kadar Hb
biasanya berada antara 5-6 g/dl atau lebih rendah, serum Fe dan serum
Ferritin meningkat, dan Hb elekrteoforesis memperlihatkan peningkatan
Hb Fetal (Hb F) dan Hb A2. Penimbunan eritrosit yang hancur di limpa
mengakibatkan terjadinya pembesaran limpa yang diikuti dengan
terperangkapnya leukosit dan trombosit sehingga menimbulkan gambaran
hipersplenisme. Gejala yang timbul pada thalassemia-, mungkin tidak
jelas sampai paruh kedua tahun pertama kehidupan; sampai waktu itu,
produksi rantai globin dan penggabungannya ke Hb F dapat menutupi
gejala untuk sementara. Bentuk thalassemia ringan sering ditemukan
secara kebetulan pada berbagai usia. Banyak pasien dengan kondisi
thalassemia- homozigot yang jelas (yaitu, hipokromasia, mikrositosis,
elektroforesis negatif untuk Hb A, bukti bahwa kedua orang tua
terpengaruh) mungkin tidak menunjukkan gejala atau anemia yang
signifikan selama beberapa tahun. Hampir semua pasien dengan kondisi
tersebut dikategorikan sebagai thalassemia- intermedia. Situasi ini
biasanya terjadi jika pasien mengalami mutasi yang lebih ringan.
Penderita thalassemia berat membutuhkan terapi medis, transfusi
darah merupakan terapi awal untuk memperpanjang masa hidup.
Transfusi darah harus dimulai ketika penderita mulai mengalami gejala
dan setelah periode pengamatan awal untuk menilai apakah penderita
dapat mempertahankan nilai Hb dalam batas normal tanpa transfusi.
3.4.2. Katarak Pada Thalassemia
Katarak pada thalassemia paling sering disebabkan adanya
penumpukan Fe pada tubuh yang disebabkan oleh penyakit thalassemia
itu sendiri dan transfusi berulang. Kadar Fe yang tinggi meningkatkan
kadar serum ferritin yang juga berperan dalam pembentukan katarak.
Kondisi penumpukan Fe dalam tubuh disebut juga dengan iron overload.
Kondisi iron overload dapat tegakkan dengan adanya kadar serum ferritin
yang melebihi normal (13-400 ng/ml)
Fe berperan penting dalam metabolisme selular, tetapi Fe yang
berlebih dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan. Fe yang
dikonsumsi ke dalam tubuh akan diabsorbsi oleh usus kecil dan akan
diekskresikan melalui keringat, namun tubuh manusia tidak dapat
menekskresikan Fe secara aktif dan terbatas 1 mg per hari. Mekanisme
outflow Fe pada mata belum diketahui secara pasti. Menurut Garcia et al
(2010), mekanisme Fe outflow Fe pada bola mata dimulai dari aliran Fe
koriokapiler ke RPE, pada sel Muller, didapatkan imunoreaktifitas yang
tinggi dari ferroportin yang memungkinkan Fe untuk memasuki vitreus. Di
dalam vitreus, Fe akan diikat oleh transferrin dan bergerak menuju lensa.
Aktivitas Fe didalam lensa belun diketahui secara terperinci. Sebagian Fe
yang diikat oleh transferrin akan diterima oleh reseptor transferin, dan
diubah lagi dalam bentuk Fe untuk diabsorbsi sel-sel epitel untuk
memenuhi kebutuhan metabolismenya, sebagian akan tersimpan dalam
bentuk non-toksik dalam bentuk ferritin, dan sebagian lagi akan dipompa
menembus epitel lensa dan mengikuti aliran akuos humor kembali ke
aliran sistemik.
Fe yang berlebih akan teroksidasi dan membentuk produk sisa
berupa reactive oxygen species yaitu radikal hidroksil (OH-). Radikal
hidroksil dapat menyebabkan kerusakan pada lipid, DNA dan protein yang
kekeruhan
lensa
menurut
LOCS(Lens
Opacities
Gambaran standar
LOCS III terdiri atas 6 gambar grading nuclear color (NC) dan nuclear
opalescence (NO) untuk katarak nuklearis, 5 gambaran retroiluminasi slit
lamp katarak kortikalis (C), dan 5 gambaran retroiluminasi slit lamp
katarak subkapsular posterior (P). Klasifikasi ini dianggap menjadi standar
klasifikasi kekeruhan lensa karena memiliki tingkat reproduktifitas yang
tinggi, dan memberikan gambaran kondisi lensa bagi operator dan
tindakan yang akan diambilnya.