Anda di halaman 1dari 12

BAB 3

Tinjauan Pustaka
3.1. Anatomi Lensa
Lensa kristalina merupakan struktur yang transparan, bikonveks
dan memiliki kemampuan untuk membiaskan cahaya, berakomodasi dan
mempertahankan

transparansi

strukturnya

sendiri.

Lensa

terletak

dibelakang iris dan pupil. Bagian anterior lensa berhubungan langsung


dengan akuos, dan bagian posterior lensa berhubungan langsung dengan
vitreus. Lensa tidak memiliki suplai darah ( avaskular) atau inervasi
setelah perkembangan janin dan hal ini bergantung pada aqueus humor
untuk

memenuhi

kebutuhan

metaboliknya

serta

membuang

sisa

metabolismenya. Lensa terdiri dari 3 komponen, yaitu kapsul, epitel lensa,


korteks dan nukleus.
3.1.1 Kapsul
Lensa dilapisi oleh bungkus elastis, yang terdiri atas sertat sel
epitel yang memungkinkan molekul-molekul keluar dan masuk ke dalam
lensa. Ketebalan kapsul lensa bervariasi di setiap lokasinya dan berubah
sesuai umur kecuali pada kapsul posterior. Di bagian anterior ketebalan
kapsul berkisar antara 14m dan 21m, di bagian ekuator 17m dan
23m dan posterior 4m.

Anterio
Equato

Equato

Posteri

Gambar 3.1. Ketebalan kapsul lensa


3.1.2. Sel Epitel Lensa
Sel epitel mengandung banyak organel sehingga Sel-sel ini secara
metabolik aktif dan dapat melakukan semua aktivitas sel normal termasuk
biosintesis DNA, RNA, protein dan lipid, sehingga dapat menghasilkan
ATP untuk memenuhi kebutuhan energi dari lensa. Sel epitel akan
menggalami perubahan morfologis ketika sel-sel epitel memanjang
membentuk sel serat lensa yang sering disertai dengan peningkatan masa
protein dan pada waktu yang sama, sel-sel kehilangan organelorganelnya, termasuk inti sel, mitokondria, dan ribosom. Hilangnya
organel-organel ini sangat menguntungkan, karena cahaya dapat melalui
lensa tanpa tersebar atau terserap oleh organel-organel ini. Tetapi dengan
hilangnya organel maka fungsi metabolikpun akan hilang sehingga serat
lensa bergantung pada energi yang dihasilkan oleh proses glikolisis. Selsel epitel yang berubah bentuk menjadi serat-serat lensa akan memadat
dan merapat kepada serat yang baru saja dibentuk (korteks lensa) secara

konsentris dengan lapisan tertua menjadi bagian yang paling tengah dan
membentuk nukleus.
Transparansi lensa dipertahankan oleh keseimbangan air dan
kation (natrium dan kalium). Lensa secara fisiologis berada pada kondisi
dehidrasi dan memiliki kadar ion kalium dan asam amino yang lebih tinggi
dan kadar ion natrium dan klorida dan juga kadar air yang lebih rendah
dibandingkan

dengan

akuos

humor

dan

vitreus

disekitarnya.

Keseimbangan kation antara bagian dalam dan lingkungan luar lensa


diperoleh dari permeabilitas membran sel lensa dan pompa natrium pada
epitel lensa, mekanisme ini disebut juga dengan transpor aktif. Pompa
natrium memiliki fungsi untuk memompa ion natrium keluar lensa diiringi
dengan memasukkan ion kalium kedalam lensa. Mekanisme ini diregulasi
oleh enzim Na+, K+-ATPase. Teori lain juga menyebutkan adanya
mekanisme pump-leak, dimana merupakan kombinasi dari transpor aktif
dan permeabilitas membran sel lensa. Menurut teori ini, kalium dan
molekul-molekul lainnya seperti asam-asam amino secara aktif ditransport
ke anterior lensa melalui epitelium. Kemudian berdifusi keluar dengan
gradien konsentrasi melalui belakang lensa.di mana tidak ada sistem
transport aktif. Kebalikannya, natrium mengalir melalui belakang lensa
yang kemudian secara aktif diganti dengan kalium melalui epitel. 1,2,3

Gambar 3.1 Teori Pump-leak

Hilangnya kemampuan transpor aktif di epitel lensa akan


menyebabkan kondisi hidrasi lensa sehingga terjadi katarak. Katarak juga
dapat terjadi oleh proses penuaan dimana serabut kolagen pada lensa
akan bertambah padat sehingga hilang kemampuan lensa untuk
berakomodasi. Proses penuaan juga diiringi dengan modifikasi protein
lensa yang akan membentuk agregat protein dengan berat moloekul tinggi
sehingga terjadi hilangnya transparansi lensa. Stress oksidatif berperan
dalam pembentukan katarak dalam proses penuaan.
3.2. Klasifikasi katarak berdasarkan usia
Kekeruhan

terjadi akibat gangguan metabolisme normal lensa

yang dapat timbul pada berbagai usia tertentu. Katarak dapat terjadi pada
saat perkembangan serat lensa masih berlangsung atau sesudah serat

lensa berhenti dalam perkembangannya dan telah memulai proses


degenerasi. Jumlah dan bentuk kekeruhan pada setiap lensa mata dapat
bervariasi. Berdasarkan usia, katarak diklasifikasikan dalam :

Katarak kongenital, katarak yang sudah terlihat pada usia dibawah 1


tahun

Katarak juvenilis, katarak yang terjadi sesudah usia 1 tahun dan


sebelum 50 tahun

Katarak senilis, katarak yang terjadi setelah usia 50 tahun.

3.2.1. Katarak Juvenil


Katarak juvenil merupakan katarak yang terjadi pada orang muda,
yang mulai terbentuknya pada usia lebih dari 1 tahun dan kurang dari 50
tahun. Kekeruhan lensa pada katarak juvenil pada saat masih terjadi
perkembangan serat-serat lensa sehingga biasanya konsistensinya
lembek dan disebut sebagai soft cataract . Katarak juvenil biasanya
merupakan penyulit penyakit sistemik, metabolik dan penyakit lainnya.
3.3. Stress oksidatif pada pembentukan katarak
Hilangnya

transparansi

lensa

pada

proses

penuaan

dapat

diakibatkan oleh stress oksidatif. Stress oksidatif diakibatkan oleh adanya


ketidak seimbangan antara oksidan dan anti-oksidan.
Oksidan atau reactive oxygen species (ROS) mencakup berbagai
macam bentuk seperti anion superoksid (.O -), radikal hidroksil (.OH -), dan
hidrogen peroksida (H2O2). Sebagian besar ROS merupakan sisa

metabolisme dari mitokondria. Anti-oksidan merupakan molekul yang


mengikat oksidan atau ROS dan mencegah terjadinya kerusakan jaringan.
Anti-oksidan yang terdapat dalam tubuh antara lain adalah ferritin,
glutathione, peroxidase dan superoxide dismutase (SOD). Anti-oksidan
yang utama pada lensa mata adalah glutathione.
Pada stress oksidatif produksi oksidan atau reactive oxygen
species (ROS) yang melebihi anti-oksidan dapat merusak lipid, DNA dan
protein. Mitokondria pada korteks lensa berperan dalam menurunkan
kadar oksigen sehingga transparansi lensa tetap terjaga. Pada proses
penuaan fungsi mitokondria akan menurun dan produksi senyawa
superoksida yang merupakan sisa metabolisme mitokondria meningkat,
sehingga kadar oksidgen dan superoksida dalam nukleus lensa
meningkat. Pada proses penuaan, aliran antioksidan seperti glutathione
ke nukleus akan terhambat dan terjadi oksidasi protein lensa oleh
superoksida sisa hasil metabolisme.
3.4. Thalassemia
Thalassemia adalah sekelompok anemia hipokromik herediter
dengan berbagai derajat keparahan. Defek genetik yang mendasari
meliputi delesi total atau parsial gen globin dan subtitusi, delesi, atau
insersi nukleotida. Akibat dari berbagai perubahan ini adalah penurunan
atau tidak adanya mRNA bagi satu atau lebih rantai globin atau
pembentukan mRNA yang cacat secara fungsional sehingga terjadi
penurunan dan supresi total sintesis rantai polipeptida Hb. Penurunan

produksi dari satu atau lebih rantai globin tertentu (,,,) akan
menghentikan sintesis Hb dan menghasilkan ketidakseimbangan dengan
terjadinya produksi rantai globin lain yang normal. Karena dua tipe rantai
globin ( dan non-) berpasangan antara satu sama lain dengan rasio
hampir 1:1 untuk membentuk Hb normal, maka

akan terjadi produksi

berlebihan dari rantai globin yang normal dan terjadi akumulasi rantai
tersebut di dalam sel menyebabkan sel menjadi tidak stabil dan
memudahkan terjadinya destruksi sel. Ketidakseimbangan ini merupakan
suatu tanda khas pada semua bentuk thalassemia.
3.4.1. Thalassemia-
Pada -thalasemia terdapat kelebihan rantai globin -yang relatif
terhadap - dan -globin yang berinteraksi dengan membran eritrosit
sehingga memperpendek hidup eritrosit. Eritrosit yang mencapai darah
tepi memiliki inclusion bodies yang menyebabkan penghancuran di limpa
dan oksidasi membran sel akibat pelepasan heme dari denaturasi
hemoglobin dan penumpukan besi. Anemia pada thalassemia- terjadi
akibat hancurnya eritrosit dan umur eritrosit yang pendek. Kadar Hb
biasanya berada antara 5-6 g/dl atau lebih rendah, serum Fe dan serum
Ferritin meningkat, dan Hb elekrteoforesis memperlihatkan peningkatan
Hb Fetal (Hb F) dan Hb A2. Penimbunan eritrosit yang hancur di limpa
mengakibatkan terjadinya pembesaran limpa yang diikuti dengan
terperangkapnya leukosit dan trombosit sehingga menimbulkan gambaran
hipersplenisme. Gejala yang timbul pada thalassemia-, mungkin tidak

jelas sampai paruh kedua tahun pertama kehidupan; sampai waktu itu,
produksi rantai globin dan penggabungannya ke Hb F dapat menutupi
gejala untuk sementara. Bentuk thalassemia ringan sering ditemukan
secara kebetulan pada berbagai usia. Banyak pasien dengan kondisi
thalassemia- homozigot yang jelas (yaitu, hipokromasia, mikrositosis,
elektroforesis negatif untuk Hb A, bukti bahwa kedua orang tua
terpengaruh) mungkin tidak menunjukkan gejala atau anemia yang
signifikan selama beberapa tahun. Hampir semua pasien dengan kondisi
tersebut dikategorikan sebagai thalassemia- intermedia. Situasi ini
biasanya terjadi jika pasien mengalami mutasi yang lebih ringan.
Penderita thalassemia berat membutuhkan terapi medis, transfusi
darah merupakan terapi awal untuk memperpanjang masa hidup.
Transfusi darah harus dimulai ketika penderita mulai mengalami gejala
dan setelah periode pengamatan awal untuk menilai apakah penderita
dapat mempertahankan nilai Hb dalam batas normal tanpa transfusi.
3.4.2. Katarak Pada Thalassemia
Katarak pada thalassemia paling sering disebabkan adanya
penumpukan Fe pada tubuh yang disebabkan oleh penyakit thalassemia
itu sendiri dan transfusi berulang. Kadar Fe yang tinggi meningkatkan
kadar serum ferritin yang juga berperan dalam pembentukan katarak.
Kondisi penumpukan Fe dalam tubuh disebut juga dengan iron overload.

Kondisi iron overload dapat tegakkan dengan adanya kadar serum ferritin
yang melebihi normal (13-400 ng/ml)
Fe berperan penting dalam metabolisme selular, tetapi Fe yang
berlebih dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan. Fe yang
dikonsumsi ke dalam tubuh akan diabsorbsi oleh usus kecil dan akan
diekskresikan melalui keringat, namun tubuh manusia tidak dapat
menekskresikan Fe secara aktif dan terbatas 1 mg per hari. Mekanisme
outflow Fe pada mata belum diketahui secara pasti. Menurut Garcia et al
(2010), mekanisme Fe outflow Fe pada bola mata dimulai dari aliran Fe
koriokapiler ke RPE, pada sel Muller, didapatkan imunoreaktifitas yang
tinggi dari ferroportin yang memungkinkan Fe untuk memasuki vitreus. Di
dalam vitreus, Fe akan diikat oleh transferrin dan bergerak menuju lensa.
Aktivitas Fe didalam lensa belun diketahui secara terperinci. Sebagian Fe
yang diikat oleh transferrin akan diterima oleh reseptor transferin, dan
diubah lagi dalam bentuk Fe untuk diabsorbsi sel-sel epitel untuk
memenuhi kebutuhan metabolismenya, sebagian akan tersimpan dalam
bentuk non-toksik dalam bentuk ferritin, dan sebagian lagi akan dipompa
menembus epitel lensa dan mengikuti aliran akuos humor kembali ke
aliran sistemik.
Fe yang berlebih akan teroksidasi dan membentuk produk sisa
berupa reactive oxygen species yaitu radikal hidroksil (OH-). Radikal
hidroksil dapat menyebabkan kerusakan pada lipid, DNA dan protein yang

berperan dalam kataraktogenesis pada lensa mata melalui stress


oksidatif.

Gambar 3.2 Aliran Fe pada mata


Ferritin merupakan protein yang berperan dalam penyimpanan Fe
yang tidak termetabolisme untuk mencegah terjadinya reaksi oksidasi Fe
sehingga menghasilkan senyawa hidroksil, dan berperan dalam transpor
Fe ke bagian tubuh yang membutuhkan. Kadar ferritin akan meningkat
pada kondisi Fe yang berlebih. Mekanisme yang diperkirakan dapat
menyebabkan katarak adalah kadar ferritin yang meningkat akan
menyebabkan pembentukan agregat yang akan menumpuk didalam lensa
dalam bentuk kristal. Hal ini dibuktikan pada penelitian Brooks et al, 2002,

dengan adanya penumpukan kristal pada pemeriksaan mikroskop elektron


lensa penderita dengan kadan ferritin yang tinggi.

3.5. Klasifikasi kekeruhan lensa menurut LOCS III


Klasifikasi

kekeruhan

lensa

menurut

Classification System) III menampilkan

LOCS(Lens

Opacities

gambaran standar kekeruhan

lensa dari berbagai jenis dan tingkat kekeruhan.

Gambaran standar

LOCS III terdiri atas 6 gambar grading nuclear color (NC) dan nuclear
opalescence (NO) untuk katarak nuklearis, 5 gambaran retroiluminasi slit
lamp katarak kortikalis (C), dan 5 gambaran retroiluminasi slit lamp
katarak subkapsular posterior (P). Klasifikasi ini dianggap menjadi standar
klasifikasi kekeruhan lensa karena memiliki tingkat reproduktifitas yang
tinggi, dan memberikan gambaran kondisi lensa bagi operator dan
tindakan yang akan diambilnya.

Gambar 3.3 Klasifikasi kekeruhan lensa LOCS III

Anda mungkin juga menyukai