OLEH :
I.
Judul Percobaan
Pesawat Atwood.
II.
Tujuan Percobaan
Menunjukan berlakunya hokum Nerton dan menghitung momen inersia katrol.
III.
Landasan Teori
2.1 Hukum Newton tentang Gerak
Gerak merupakan perubahan posisi suatu benda terhadap suatu titik acuan
tertentu. Apabila posisi suatu benda terhadap suatu acuan tertentu selalu tetap, maka
benda tersebut dikatakan diam terhadap acuan tersebut. Pada awalnya orang-orang
berpendapat bahwa sifat alamiah benda adalah diam. Mereka berfikir bahwa benda
tersebut hanya akan bergerak apabila benda tersebut diberikan gaya luar berupa tarikan
atau dorongan. Namun setelah Galileo melakukan percobaan, pendapat ini berubah dan
terkenallah dengan prinsip Galileo atau lebih baku dikenal dengan nama Hukum pertama
Newton. Hukum ini menyatakan bahwa:
Setiap benda akan tetap diam atau bergerak lurus beraturan jika resultan gaya-gaya yang
bekerja pada benda sama dengan nol
Hukum ini menunjukkan sifat benda yaitu sifat inersia atau kelembaman, namun tidak
terdeteksi secara kuantitatif.
Berdasarkan eksperimen serta dorongan intuitif dari hukum pertama Newton,
selanjutnya Newton merumuskan hukum keduanya yang mendefinisikan massa secara
kuantitatif serta memperlihatkan hubungan gaya dengan gerak benda secara kuantitatif
pula. Hukum ini menyatakan bahwa:
Percepatan sebuah benda berbanding lurus dengan gaya total yang bekerja padanya
dan berbanding terbalik dengan massanya.
Secara matematis persamaannya adalah:
F m
dv
...........................................................................................................(1)
dt
Laboratorium Fisika 2 | 1
Atau
F m.a ............................................................................................................(2)
Dengan :
m = massa benda (kg).
a = percepatan yang dialami benda ( m
)
s2
F = besarnya gaya yang bekerja pada benda (Newton).
Jadi salah satu kesimpulan dari hukum kedua Newton adalah jika besar gaya
yang mempengaruhi benda adalah tetap maka benda akan mengalami percepatan yang
tetap juga.
Dari persamaan a
dv
diperoleh: dv a dt . Bila diintegrasi terhadap v dan t
dt
vv0 dv t0 adt
v v0 at .............................................................................................................(3)
dx
diperoleh persamaan:
dt
dx vdt
dx v0 at dt
Bila diintegrasi terhadap x dan t dengan batas x0x dan 0t, persamaan dx v0 a dt
menjadi:
xx0 dx t0 v0 at dt
x x0 v0 t
1 2
at
2
Laboratorium Fisika 2 | 2
1 2
at ................................................................................................................(4)
2
Jika kita perhatikan lebih lanjut, ternyata gaya merupakan hasil interaksi antara
dua benda serta mempunyai sifat-sifat tertentu. Sifat ini pertama kali dikemukakan oleh
Newton dalam hukum ketiga Newton sebagai hukum aksi-reaksi, yang menyatakan
bahwa:
Ketika suatu benda memberikan gaya pada benda kedua, benda kedua tersebut
memberikan gaya yang sama besar tetapi berlawanan arah terhadap benda yang pertama
Bentuk persamaannya adalah:
F aksi F reaksi ........................................................................................................(5)
Persamaan (5) menunjukaan bahwa gaya aksi sama dengan gaya reaksi. Artinya Kalau
benda I mengerjakan gaya pada benda II, maka benda II juga akan mengerjakan gaya
pada benda I yang besarnya sama tetapi aranya berlawanan.
2.2 Gerak Rotasi
Bila benda mengalami gerak rotasi melalui porosnya , maka pada gerak ini akan
berlaku persamaan gerak yang ekivalen dengan persamaan gerak linear. Setiap kuantitas
dalam gerak linier mempunyai padanan dalam gerak rotasi. Beberapa persamaan gerak
linier yang analog dengan gerak rotasi yaitu:
Nama besaran fisika
Perpindahan
Kecepatan
Percepatan
Gerak linier
Gerak rotasi
x
v=
dx
dt
d
dt
a=
dv
dt
d
dt
Massa
F = m.a
= I , = momen gaya
P = mv
P=I
Gaya
momentum
Dari analogi di atas dapat dikatakan bahwa penyebab perubahan gerak rotasi adalah
momen gaya (sesuai dengan Hukum kedua Newton).
2.3 Persamaan Gerak untuk Katrol
Suatu benda tegar memiliki suatu besaran yang menyatakan kencenderungan
suatu benda tersebut untuk dapat diputar terhadap sumbu tertentu yang disebut momen
inersia, di mana momen inersia ini dapat dihitung dengan persamaan:
i
I mi ri r 2 dm ............................................................................................(6)
2
Bila suatu katrol hanya dapat berputar pada porosnya yang diam, maka geraknya
dapat dianalisa sebagai berikut:
N
R
Mg
T1
T2
F 0
T1 Mg T2 N 0 .........................................................................................(7)
I
T1 R T2 R I ..................................................................................................(8)
Laboratorium Fisika 2 | 4
a
....................................................................................................................(9)
R
a merupakan percepatan tangensial tepi katrol yang mana percepatan ini sama dengan
percepatan tali penggantung yang dililitkan pada katrol tanpa slip.
Bila suatu benda digantung seperti pada gambar 2 di bawah ini, maka percepatan
yang dialami benda dapat dihitung sebagai berikut:
a
R
T1
T1
T2
T2
M1g
(m + M2)g
Pada Katrol:
T1 T2 I ....................................................................................................(10)
R
Karena
a
, maka:
R
T1 T2
I
...................................................................................................(11)
R2
Laboratorium Fisika 2 | 5
F m.a
m M 1 g m M 1 a T1 ................................................................................(12)
Pada M2 (hukum kedua Newton):
F m.a
M 2 g M 2 a T2 ...............................................................................................(13)
m M1 g M 2 g m M1 a M 2 a T1 T2 ...............................................(14)
Substitusi (T1-T2) dari persamaan (11) ke persamaan (14), akan diperoleh:
m M1 M 2
I
m M1 M 2 2
R
g ....................................................................................(15)
Berdasarkan persamaan a
m M1 M 2
m M1 M 2 I
semakin besar beban tambahan m, maka percepatan sistem akan lebih besar.
Untuk massa tambahan m yang lebih besar, maka waktu yang diperlukan untuk
menempuh CA harus lebih singkat karena percepatannya lebih besar, serta kecepatan
akhir di titik A akan lebih besar pula, sehingga saat bergerak lurus beraturan dari A ke B,
waktu tAB juga harus lebih singkat dibandingkan dengan sistem dengan massa tambahan
m yang lebih kecil.
IV.
V.
Langkah-langkah Percobaan
5.1 Set Up Percobaan
Set Up alat percobaan seperti gambar berikut.
P
C
m+M1
A
B
M2
Laboratorium Fisika 2 | 7
4. Mengatur tali agar sejajar dengan tiang bersekala, lalu menambahkan beban m1
pada M1 dan memasang M2 dan dipegang, sehingga posisi m1+M1 pada titik C.
5. Melepaskan genggaman terhadap M2 dan mengamati hal yang terjadi. M2 akam
bergerak ke atas dan M1+m1 akan bergerak ke bawah. Apabila pesawat bekerja
dengan baik, maka kedua beban akan bergerak dipercepat dengan percepatan a, dan
ketika M1+m1 melalui A, m1 akan tersangkut di A dan selanjutnya system aka
bergerak lurus beraturan dengan kecepatan tetap. Tetapi, apabila hal ini tidak terjadi
maka praktikan perlu membetulkan letak penahan beban tambahan A.
6. Memasang M2 pada genggaman G setelah pesawat bekerja dengan baik dan
tambahkan m1 dan M1. Catat kedudukan C, penahan beban B dan penahan beban
A pada tiang pada tiang bersekala.
7. Melepaskan M2 dari genggaman G dan mencatat yaitu waktu yang diperlukan
oleh M1 (setelah m1 tersangkut pada A) untuk menempuh jarak dari A ke B ( ).
8. Melakukan langkah 7 sebannyak lima kali.
9. Mengganti m1 dengan m2. Dan melakukan lagi percobaan seperti pada langkah 7
dan 8.
10. Mengubah jarak antara A dan B ( ) dengan cara mengubah kedudukan B (B
digeser ke atas kira-kira 10cm) sedangkan kedudukan C dan A tetap. Melakukan
langkah 7, 8 dan 9.
11. Mengubah sekali lagi jarak seperti langkah 10, dan melakukan lagi langkah 7,
8, dan 9.
12. Mengatur kembali kedudukan A, B, C seperti semula dengan membuat jarak CA
cukup jaub, sedangkan jarak AB dekat, dan mencatat kedudukan C dan A.
memasang M2 pada G dan tambahkan m1 dan M1.
13. Melepaskan M2 dari G dan mencatat tac.
14. Melakukan langkah 13 sebanyak 5 kali.
15. Mengganti m1 dengan m2 dan melakukan lagi percobaan seperti langkah 13 dan
14.
16. Mengubah jarak dengan cara mengubah kedudukan G. Mencatat kedudukan
C dan melakukan lagi langkah 13, 14, dan 15.
Laboratorium Fisika 2 | 8
17. Mengubah jarak sekali lagi, mencatat kedudukan C dan melakukan lagi
langkah 13, 14 dan 15.
VI.
= 100,00 gram
M2
= 100,00 gram
m1
= 33,58 gram
m2
= 22,58 gram
= 8,0 cm
Tabel 1.
Data Hasil Percobaan untuk Variasi AB
Nomor
(xAB)
Percobaan
m1 M 1
m2 M 1
0,5
0,6
0,5
0,6
0,5
0,6
0,5
0,6
0,5
0,6
0,6
0,9
0,6
0,9
0,6
0,9
0,6
0,9
0,6
0,9
0,9
1,1
40,0 cm
50,0 cm
60,0 cm
t AB (sekon)
tAB (sekon)
Jarak AB
m1 M 1
m2 M 1
0,5
0,6
0,6
0,9
0,9
1,1
Laboratorium Fisika 2 | 9
0,9
1,1
0,9
1,1
0,9
1,1
0,9
1,1
Tabel 2.
Data Hasil Percobaan untuk Variasi CA
Jarak
CA
Nomor
tAB (sekon)
Percobaan
m1 M 1
m2 M 1
0,3
0,4
0,3
0,4
0,3
0,4
0,3
0,4
0,3
0,4
0,2
0,3
0,2
0,3
0,2
0,3
0,2
0,3
0,2
0,3
0,1
0,2
0,1
0,2
t AB (s
t AB 2 (s 2 )
m1 M 1
m2 M 1
m1 M 1
m2 M 1
0,3
0,4
0,09
0,16
0,2
0,3
0,04
0,09
(XCA)
65,0
cm
75,0
cm
Laboratorium Fisika 2 | 10
85,0
cm
VII.
0,1
0,2
0,1
0,2
0,1
0,2
0,1
0,2
0,01
0,04
1 m M1 M 2
x
g t 2 ...........................................................................(16)
1
2
m M1 M 2 2
Persamandi atas identik dengan persamaan analisis regresi linier sederhana, yaitu:
Y a bx ...........................................................................................................(17)
dengan konstanta a = 0. Dengan demikian, maka analisis data digunakan teknik analisis
regresi linier sederhana berdasarkan azas kuadrat terkecil sebagai hasil modifikasi dari
persamaan (17) yaitu:
Yi bX i ..............................................................................................................(18)
dengan Yi dan Xi masing-masing menyatakan jarak sepanjang CA dan kuadrat waktu yang
diperlukan untuk menempuh jarak tersebut pada pengukuran ke-i. Sedangkan b memenuhi
persamaan:
m M1 M 2
1
b
g ..............................................................................(19)
1
2
m M1 M 2 2
Laboratorium Fisika 2 | 11
N X i Yi ( X i )( Yi )
N X i ( X i ) 2
2
.............................................................................(20)
b S y
N
N X i ( X i ) 2
2
............................................................................. (21)
Dalam hal ini, Sy adalah penduga terbaik untuk nilai b terhadap garis lurus Yi = bXi yang
dapat dihitung dengan persamaan:
Sy
2
X i2 ( Yi ) 2 2 X i ( X i Yi ) Yi N ( X i Yi ) 2
1
2
i
.........(22)
N 2
N X i2 ( X i ) 2
Untuk memudahkan dalam menghitung Sy, b dan b diperlukan tabel kerja seperti tabel
di bawah ini:
Tabel nilai hasil percobaan dan nilai yang akan dihitung
No.
Xi = ti2
Yi = xi
Xi2
Yi2
XiYi
1.
2.
3.
Laboratorium Fisika 2 | 12
Untuk menghitung besarnya momen inersia katrol digunakan persamaan (19) yang
bentuk
lainnyaadalah:
R2
m1 M 1 M 2 g R 2 m1 M 1 M 2 ...................................................(23)
2b
R 2 m1 M 1 M 2
g b ........................................................................ (24)
2b 2
Dengan demikian maka hasil perhitungan besarnya momen inersia katrol pada
pesawat atwood yang diusulkan dapat dinyatakan dengan:
I = ( I I) ..........................................................................................................(25)
dengan:
I
I
100% ..................................................................................................(26)
I
Laboratorium Fisika 2 | 13
VIII.
Analisis Data
8.1 Untuk sistem dengan menggunakan massa tambahan m1 (M1 + m1)
Untuk memudahkan dalam melakukan perhitungan, dapat dibantu dengan tabel berikut:
No.
Xi = ti2
Yi = xi
Xi2
Yi2
XiYi
1.
0,25
0,40
0,06
0,16
0,10
2.
0,36
0,50
0,13
0,25
0,18
3.
0,81
0,60
0,66
0,36
0,49
1,42
1,50
0,85
0,77
0,77
N X i Yi ( X i )( Yi )
N X i ( X i ) 2
2
30,77 1,421,50
30,85 1,42
2,31 2,13
2,55 2,02
= 0,34
Menentukan nilai Sy (Taksiran terbaik simpanga baku Yi terhadap garis lurus Y = bX)
dengan menggunakan persamaan:
Sy
X i2 ( Yi ) 2 2 X i ( X i Yi ) Yi N ( X i Yi ) 2
1
2
N 2
N X i2 ( X i ) 2
Sy
2
32
30,85 1,42
0,77
2,55 2,02
Laboratorium Fisika 2 | 14
2,84
0,77
0,53
0,77 5,35
= 6,13
Maka dapat dihitung nilai Sy yaitu:
Sy Sy
= 6,13
= 2,48
Menentukan nilai ketidakpastian pada b yaitu b:
b S y
2,48
N
N X i ( X i ) 2
2
30,85 1,42
2,48
3
2,55 2,02
2,48
3
0,53
= 5,90
=5,90
Menentukan momen inersia katrol, menggunakan persamaan:
Laboratorium Fisika 2 | 15
R2
m1 M 1 M 2 g R 2 m1 M 1 M 2
2b
0,00640,2940 0,0014
0,68
0,00640,2926
0,68
0,0019
0,68
= 0,0027 kgm2
Menentukan ketidakpastian I menggunakan rumus:
R 2 m1 M 1 M 2
g b
2b 2
(0,0064)0,03
9,8 5,90
0,2312
I 0,0081 5,90
I = 0,0477
Jadi dengan memperhatikan aturan angka penting, momen inersia katrol didapat sebagai
berikut:
I ( I I )
Laboratorium Fisika 2 | 16
I
x100%
I
0,0477
x100%
0,0027
= 1766,66 %
Untuk sistem dengan menggunakan massa tambahan m2 (M1 + m2)
Untuk memudahkan dalam mencari nilai-nilai tersebut, dapat dibantu dengan tabel
sebagai berikut:
No.
Xi = ti2
Yi = xi
Xi2
Yi2
XiYi
1.
0,36
0,40
0,1296
0,1600
0,1440
2.
0,81
0,50
0,6561
0,2500
0,4050
3.
1,21
0,60
1,4641
0,3600
0,7260
2,38
1,50
2,2498
0,7500
1,2750
N X i Yi ( X i )( Yi )
N X i ( X i ) 2
2
31,2750 2,381,50
32,2498 2,38
3,8250 3,5700
6,7494 5,6644
0,2550
1,0850
Laboratorium Fisika 2 | 17
= 0,23
Sy
X i2 ( Yi ) 2 2 X i ( X i Yi ) Yi N ( X i Yi ) 2
1
2
N 2
N X i2 ( X i ) 2
Sy
2
3 2
32,2498 2,38
0,7500
6,7494 5,6644
3,3147
0,7500
1,0850
0,7500 3,0550
= 3,8050
Maka dapat dihitung nilai Sy yaitu:
Sy Sy
= 3,8050
= 1,9506
b S y
N
N X i ( X i ) 2
1,9506
32,2498 2,38
Laboratorium Fisika 2 | 18
1,9506
3
6,7494 5,6644
1,9506 2,7649
= 3,2435
= 3,24
R2
m2 M 1 M 2 g R 2 m2 M 1 M 2
2b
0,00640,2205 0,0014
0,46
0,00640,2191
0,46
0,0014
0,46
= 0,0030 kgm2
Menghitung ketidakpastian I menggunakan rumus:
R 2 m2 M 1 M 2
I
g b
2b 2
I
(0,0064)0,2205
3,24
0,1058
I 0,0133 3,24
Laboratorium Fisika 2 | 19
I = 0,0430
Jadi dengan memperhatikan aturan angka penting, momen inersia katrol didapat:
I ( I I )
I
x100%
I
0,0430
x100%
0,0030
= 1433,00 %
IX.
Laboratorium Fisika 2 | 20
X.
Pembahasan
Kesalahan-kesalahan
Adapun kesalahan-kesalahan yang dilakukan dalam melakukan percobaan ini
sehingga menyebabkan kesalahan relatifnya sangat besar yakni lebih dari 1000 % yang
di sebabkan oleh beberapa faktor sebagai berikut:
1. Kesalahan praktikan dalam pembacaan skala alat ukur, seperti pembacaan skala
ukur pada neraca ohaus dan dalam mengukur jari-jari katrol yang kurang tepat.
Posisi mata kurang tegak lurus yang menyebabkan timbulnya kesalahan dan
menyebabkan data yang dilaporkan menjadi kurang akurat.
2. Kesalahan yang yang disebabkan oleh faktor manusia, seperti kurangnya
pemahaman
praktikan
terhadap
praktikum
yang dilakukan
dan
dalam
penganalisisan data.
3.
Kendala-Kendala
Adapun kendala-kendala yang dialami dalam melakukan praktikum ini
adalah sebagai berikut:
1. Mengalami kesulitan dalam mengukur jari-jari katrol karena letaknya yang terlalu
tinggi, sehingga menyulitkan untuk melihat skala penggaris dengan tegak lurus.
2. Kurang tepatnya dalam melakukan atau menekan stopwatch pada saat mulai
maupun pada saat mengakhiri sehingga data yang diperoleh agak menyimpang.
Laboratorium Fisika 2 | 21
XI.
Laboratorium Fisika 2 | 22
Daftar Pustaka
Giancoli, D. 2001. Fisika/Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga.
Pujani, M & Rapi, K. 2006. Petunjuk Praktikum FIS LAB II. Singaraja: Universitas Pendidikan
Ganesha.