Anda di halaman 1dari 5

Tinjauan Pustaka

Indikasi dan Prosedur Pleurodesis

Zulkifli Amin, Ina Ariani Kirana Masna


Divisi Pulmonologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta, Indonesia

Abstrak: Pleurodesis adalah penyatuan pleura viseralis dengan parietalis baik secara kimiawi,
mineral ataupun mekanik, secara permanen untuk mencegah akumulasi cairan maupun udara
dalam rongga pleura. Tindakan tersebut umumnya diindikasikan untuk efusi pleura maligna
dan pneumotoraks spontan. Tidak ada kontraindikasi absolut untuk pleurodesis, namun perlu
dipertimbangkan kemungkinan tingkat keberhasilan prosedur serta risikonya agar pasien
mendapat manfaat optimal dari tindakan ini. Pemilihan teknik yang tepat, agen sklerosis,
kriteria pemilihan pasien merupakan hal yang sering diperdebatkan serta menentukan
keberhasilan tindakan. Telah dikenal banyak macam agen sklerosis seperti tetrasiklin,
doksisiklin, minosiklin, bleomisin, kuinakrin, dan darah pasien sendiri namun yang sering
digunakan adalah talk karena murah, cukup efektif, serta komplikasi yang minimal. Pleurodesis
menggunakan talk tidak membutuhkan anestesia umum maupun intubasi trakea. Sebelum
prosedur, perlu dilakukan evaluasi pasien meliputi foto toraks, bronkoskopi bila memungkinkan,
anamnesis dan pemeriksaan fisik ulang, menilai kembali hasil laboratorium, serta insersi chest
tube bila belum terpasang. Talk dimasukkan ke rongga pleura melalui chest tube dan pasien
diminta bernapas beberapa kali agar larutan talk tertarik ke rongga pleura. Setelah prosedur,
perlu dilakukan foto toraks dan pemantauan tanda vital, drainase chest tube harian, kebocoran
udara, serta kontrol nyeri. Komplikasi yang mungkin timbul meliputi nyeri, takikardia, takipnea,
pneumonitis, demam, ekspansi paru inkomplit, serta reaksi alergi.
Kata Kunci: efusi pleura maligna, pneumotoraks spontan

Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 4, April 2007

129

Indikasi dan Prosedur Pleurodesis

Indication and Procedures of Pleurodesis


Zulkifli Amin, Ina Ariani Kirana Masna
Division of Pulmonology, Departement of Internal Medicine Faculty of Medicine University of Indonesia
Cipto Mangunkusumo Hospital, Jakarta, Indonesia

Abstract: The aim of pleurodesis is to achieve symphysis between visceral and parietal pleural
layers, preventing accumulation of either air or fluid in pleural space. Its main indications are
malignant pleural effusions and spontaneous pneumothorax. There is no absolute contraindication for pleurodesis. However, several matters need to be taken in cosideration to achieve optimal
therapeutic effect. The right choice of technique, sclerosing agent, and criteria for patients selection are important and controversial issues. Many sclerosing agents have been introduced, such
as tetracyclin, doxycyclin, minocyclin, bleomycin, quinacrin, and patients own blood, but talc is
most often used because it is economis, effective, and cause relatively minor complication. Talc
pleurodesis does not require general anesthesia or tracheal intubation. Before the procedure,
patient evaluation such as chest x-ray, bronchoscopy if possible, reviewing patients history of
illness, and physical findings, is evaluated. Talc is instilled into the pleural cavity through the chest
tube and the patient is asked to breath several times so that the talc slurry enters the cavity. Patient
monitoring after the procedur includes chest x-ray, vital signs monitoring, daily chest tube
drainage, air leakage, and pain control. Possible complication includes pain, tachycardia, tachypnea, pneumonitis, fever, incomplete lung inflation, and allergic reaction.
Key words: pleurodesis, malignant pleural effusion, spontaneous pneumothorax

Pendahuluan
Pleurodesis adalah penyatuan pleura viseralis dengan
parietalis baik secara kimiawi, mineral ataupun mekanik,
secara permanen untuk mencegah akumulasi cairan maupun
udara dalam rongga pleura. Tindakan tersebut biasanya
diindikasikan untuk efusi pleura maligna dan pneumotoraks
spontan. Pemilihan teknik yang tepat, agen sklerosis, kriteria
pemilihan pasien, serta evaluasi hasil tindakan merupakan
hal yang sering diperdebatkan.1,2 Hal itu menyebabkan belum
didapat konsensus yang disepakati para ahli di dunia tentang
prosedur ini. Meskipun demikian, berdasarkan penelitian
yang telah dilakukan, terdapat beberapa rekomendasi dan
hal yang perlu dipertimbangkan sebelum melakukan
pleurodesis.3
Secara umum, tujuan dilakukannya pleurodesis adalah
untuk mencegah berulangnya efusi berulang (terutama bila
terjadi dengan cepat), menghindari torakosintesis berikutnya
dan menghindari diperlukannya insersi chest tube berulang,
serta menghindari morbiditas yang berkaitan dengan efusi
pleura atau pneumotoraks berulang (trapped lung, atelektasis, pneumonia, insufisiensi respirasi, tension pneumothorax). Pleurodesis merupakan terapi simptomatis jangka
panjang serta diharapkan dapat meningkatkan kualitas hidup
dan aktivitas kehidupan sehari-hari, sehingga pleurodesis

dapat dilakukan untuk terapi paliatif penderita efusi pleura


maligna.1
Bila pleurodesis gagal, perlu dipertimbangkan untuk
melakukan tindakan alternatif seperti pleurotomi operatif,
pemasangan shunt pleuroperitoneal, atau dengan drainase
torakostomi menggunakan kateter dan kantung.3
Pleurodesis pada Efusi Pleura Maligna
Efusi pleura maligna merupakan indikasi paling utama
pada pleurodesis.2-4 Hal itu disebabkan kurang efektifnya
terapi tumor lanjut sedangkan terapi paliatif perlu dilakukan
untuk mengurangi gejala pada pasien. Torakosintesis
berulang biasanya tidak dianjurkan karena meningkatkan
kehilangan protein serta meningkatkan risiko infeksi pada
pasien.1
Sebelum melakukan pleurodesis pada efusi pleura
maligna, perlu dipertimbangkan beberapa hal berikut:
1. Apakah gejala (terutama dispnea) berhubungan langsung
dengan efusi pleura?
Jika dispnea tidak disebabkan oleh efusi pleura (melainkan
karena gangguan pada parenkim atau jaringan ekstratoraks) maka pleurodesis tidak akan mengurangi gejala

Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 4, April 2007

Indikasi dan Prosedur Pleurodesis


- Sarung tangan steril
- Drape/duk steril
- Kassa steril
2. Bahan-bahan:
- Larutan povidon-iodine,
- 10 ampul lidokain 2%
- 1 ampul pethidin 50 mg
- cairan NaCl 0,9%
3. Bahan sclerosing (salah satu):
- Agen sitotoksik: bleomisin 40-80 unit, atau
mitoksantron 30 mg (20mg/m2), dicampur dengan
30-100 ml NaCl 0,9%,
- Tetrasiklin dan turunannya: tetrasiklin 1000 mg (35
mg/kgBB) atau minosiklin 300 mg (7 mg/kgBB) atau
doksisiklin 500-1000 mg, dicampur dengan 30-100
ml NaCl 0,9% dan 20 ml lidokain 2%
- Talk: 3-10 g bubuk talk steril dilarutkan dalam 100
ml NaCl 9%. Talk disterilkan dengan radiasi sigma
atau dimasukkan dalam autoclave dengan suku
270F. Bubuk dimasukkan dalam kolf NaCL 0,9%,
dikocok, lalu dituang ke dalam mangkuk steril.
Prosedur Tindakan:1
1. Tindakan dilakukan di ruangan pasien
2. Dipasang jalur infus NaCl 0,9%
3. Disiapkan O2
4. Posisi pasien setengah lateral dekubitus pada sisi kontralateral (sisi yang ada chest tube berada di atas), tempatkan handuk di antara pasien dan tempat tidur.
5. Pethidin 50 mg IM, 15-30 menit sebelum memasukkan zat
pleurodesis.
6. Chest tube di-klem dengan 2 klem, lalu dilepaskan dari
adaptor/WSD
7. Klem dibuka sesaat, agar paru sedikit kolaps dalam rongga
pleura
8. 20 ml lidokain 2% diinjeksikan melalui chest tube, kemudian
klem kembali dipasang. Posisi pasien diubah-ubah agar
lidokain merata di seluruh permukaan pelura
9. Dengan menggunakan teknik steril, agen sclerosing
dicampur dengan larutan saline di mangkuk steril.
Aspirasi campuran dengan syringe.
10. Syringe dipasangkan pada chest tube, kedua klem dibuka,
larutan diinjeksikan melalui chest tube. Bilas dengan NaCl
0,9%.
11. Pasien diminta bernapas beberapa kali agar larutan tertarik
ke rongga pleura
12. Klem segera dipasangkan kembali dan chest tube
dihubungkan dengan adaptor WSD
13. Hindari suction negatif selama 2 jam setelah pleurodesis.
Posisi tubuh pasien diubah-ubah (supine, dekubitus lateral kanan-kiri) selama 2 jam, lalu klem dicabut. Rong-

Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 4, April 2007

ga pleura dihubungkan dengan suction bertekanan -20


cm H2O.
Monitoring pasca tindakan:
1. Dilakukan foto toraks AP ulang untuk meyakinkan reekspansi paru, bila perlu setiap hari
2. Awasi tanda vital
3. Monitor drainase chest tube harian
4. Monitor kebocoran udara
5. Perban diganti tiap 48 jam
6. Kendalikan nyeri dengan analgetik
7. Bila perlu spirometri insentif
8. Mobilisasi bertahap, cegah thrombosis vena dalam
9. Pertimbangkan mencabut chest tube bila drainase pleura
harian < 100 ml atau tidak terlihat lagi fluktuasi pada botol
WSD.
Komplikasi yang mungkin timbul meliputi

Anda mungkin juga menyukai