Anda di halaman 1dari 22

1

BAB I
PENDAHULUAN
Kehamilan normal umumnya berlangsung selama 40 minggu atau 280 hari
dihitung dari hari pertama haid terakhir. Kehamilan aterm antara 38-42 minggu
minggu dan ini adalah periode terjadinya persalinan normal. namun, sekitar 3,4-14%
atau rata-rata 10% kehamilan berlangsung sampai 42 minggu atau lebih.
Kehamilan postterm ataua post date pregnancy atau serotinus adalah
kehamilan yang berangsung sampai 42 minggu atau lebih. Kehamilan postterm
mempunyai pengaruh terhadap perkembangan janin sampai kematian janin.
Kehamilan posterm berhubungan dengan mortalitas, morbiditas perinatal, atau pun
makrosomia. Sementara risiko untuk ibu karena kehamilan posterm adalah
perdarahan pascapersalinan dan tindakan obstetri yang meningkat.
Sebagian besar kehamilan lewat bulan tidak diketahui penyebab pastinya.
Meskipun demikian beberapa ahli telah mengajukan teori-teori yang diduga berkaitan
dengan penyebab kehamilan postterm ini. Sebagai salah satu bentuk kehamilan
patologik, kehamilan postterm menyebabkan gangguan kehamilan akibat kehamilan
postterm berkaitan dengan adanya insufisiensi aliran darah uteroplasenta. Hal ini
menurunkan kesejahteraan janin intrauterine. Dampaknya adalah meningkatnya
mortalitas janin dan morbiditas perinatal.
Kunci sukses penatalaksanaan kehamilan postterm adalah penegakkan
diagnosis yang tepat dan tatalaksana segera yang adekuat.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Defenisi

Kehamilan postterm atau serotinus atau post date pregnancy adalah kehamilan
yang telah berlangsung sampai 42 minggu (294) atau lebih dihitung sejak hari
pertama haid terakhir dengan rumus Naegelle.
B. Etiologi
Sampai saat ini sebeb terjadinya kehamilan postterm masih belum
jelas.beberapa teori tentang etiologi kehamilan postterm antara lain:
a. Pengaruh progesterone
Penurunan kadar progesterone pada akhir kehamilan dipercaya sebagai
penyebab

perubahan

meningkatkan

biomolekular

sensitivitas

uterus

selama

terhadap

proses

persalinan

dan

oksitosin.

Beberapa

ahli

menyebutkan kehamilan postterm terjadi karena masih berlangsungnya


pengaruh progesterone hingga kahir kehamilan
b. Teori oksitosin
Pelepasan oksitosin dari neurohipofisis yang kurang pada ibu dengan
kehamilan postterm dipercaya sebagai penyebab kehamilan postterm.
c. Teori kortisol/ACTH janin
Peningkatan mendadak kadar kortisol dalam plasma janin pada akhir
kehamilan diduga merupakan pemberi tanda dimulainya persalinan. Kortisol
janin

mempengaruhi

plasenta

menyebabkan

menurunnya

produksi

progesterone, meningkatkan produksi esterogen, dan prostaglandin. Pada


cacat bawaan di mana produksi ACTH janin tidak adekuat, seperti
anensefalus, hipoplasia kelenjar adrenal, dan tidak adanya hipofisis akan
menyebabkan terjadinya kehamilan postterm.
d. Saraf uterus

Tekanan pada ganglion servikalis dari pleksus frankenhauser akan


membangkitkan kontraksi uterus. Pada keadaan di mana tidak ada tekanan
pada ganglion ini, seperti kelainan letak, tali pusar pendek, dan bagian bawah
janin masih tinggi, diduga menyebabkan kehamilan postterm.
e. Herediter
Ibu yang mengalami kehamilan postterm, memiliki kecenderungan untuk
mengalami kehamilan postterm pada kehamilan berikutnya. Mogren (1999)
menyebutkan anak perempuan yang lahir dari kehamilan postterm cenderung
mengalami kehamilan postterm juga.

C. Diagnosis
Diagnosis kehamilan postterm ditegakkan berdasarkan usia kehamilan, bukan
kondisi kehamilan.kasuskehamilan postterm yang tidak dapat ditentukan secara
pasti sebesar 22%.

Beberapa kasus yang dinyatakan kehamilan postterm

merupakan kesalahan dalam penentuan usia kehamilan.


a. Riwayat Haid
Penegakkan diagnosis kehamilan postterm berdasarkan riwayat haid
memerlukan data tentang HPHT yang dapat dipercaya. Kriteria HPHT yang
dapat dipercaya adalah:

Pasien yakin betul dengan HPHT nya


Siklus 28 hari yang teratur
Tidak minum pil antihamil selama 3 bulan terakhir

Ketepatan diagnosis kehamilan postterm berdasarkan HPHT hanya 20-30%.


b. Riwayat pemeriksaan antenatal

Tes kehamilan: tes kehamilan positif setelah terlambat haid 2 minggu

kemungkinan kehamilan sudah 6 minggu.


Gerak janin: 18-20 minggu. primigravida (mulai 18 minggu),

multigravida (mulai 16 minggu)


Denyut Jantung Janin (DJJ): Laennec (mulai 18-20 minggu), doppler
(mulai 10-12 minggu)

Kehamilan postterm ditegakkan bila memenuhi 3 atau lebih dari 4 kriteria


berikut:

Lewat 36 minggu sejak tes kehamilan (+)


Lewat 32 minggu sejakDJJ terdengar dengan Doppler
Lewat 24 minggu sejak terasa gerakan pertama janin
Lewat 22 minggu sejak terdengar DJJ dengan Laennec

c. Pemeriksaan Ultrasonografi (USG)


Pemeriksaan panjang kepala-tungging (Crown-rump length) dapat
memprediksi usia kehamilan dengan ketepatan kurang lebih 4 hari. Pada usia
kehamian 16-24 minggu diameter biparietal member taksiran usia kehamilan
dengan ketepatan kurang lebih 7 hari. Setelah trimester III USG digunakan
untuk perkiraan berat janin, keadaan air ketuban, dan keadaan plasenta.
d. Pemeriksaan radiologi
Cara ini dilakukan untuk menentukan usia kehamilan berdasarkan letak
pusat penulangan janin.
e. Pemeriksaan laboratorium
Kadar lesitin/spingomielin
Aktivitas tromboplastin cairan amnion
Sitologi cairan amnion
Sitologi vagina
D. Permasalahan Kehamilan Postterm

a. Perubahan pada plasenta


Fungsiplasenta mencapai puncak pada usia kehamilan 38 minggu dan
mulai menurun setelah usia kehamilan mencapai 42 minggu atau lebih.
Setelah usia kehamilan >42 minggu biasanya sirkulasi uteroplasenta menurun
hingga 50% menjadi 250 mL/menit. Perubahan pada plasenta kehamian
postterm antara lain:

Penimbunan

kalsium:

kalsifikasi

pada

villi

plasenta

dapat

meningkatkan risiko kematian janin intrauterine sebesar 2-4 kali sesuai

dengan progesivitas degenerasi plasenta.


Penebalan selaput vaskulosinsitial: menurunkan proses transport

plasenta
Degenerasi jaringan plasenta: edema, thrombosis, fibrosis, timbunan

fibrinoid, thrombosis intervilli, dan infark villi


Perubahan biokimia: penurunan kadar protein dan DNA plasenta,
peningkatan kadar RNA plasenta, penurunan transport (Na, K, dan
glukosa), gangguan transport bahan dengan berat molekul tinggi
(lemak, asam amino, gama globulin) hambatan pertumbuhan

intrauterine.
b. Pengaruh pada janin
Berat janin: perubahan anatomic yang besar akan menyebabkan
penurunan berat janin. Sesudah usia kehamilan 36 minggu biasanya
grafik pertumbuhan janin akan mendatar, kemudian menurun sesudah
usia kehamilan 42 minggu. Namun adakalanya bila keadaan plasenta
tetap baik di usia akhir kehamilan, janin akan terus tumbuh mengikuti
pertambahan usia kehamilan sehingga risiko melahirkan bayi >4000

gram meningkat 2-4 kali pada kehamilan postterm.


Sindroma postmaturitas: gangguan pertumbuhan, dehidrasi, kulit
kering, kehilangan lemak subkutan (keriput), kuku tangan dan kaki
panjang, tulang tengkorak lebih keras, hilangnya verniks caseosa dan

lanugo, maserasi kulit, rambut banyak dan tebal, warna kekuningan


pada kulit dan tali pusar. Timbulnya sindroma postmaturitas
tergantung pada derajat insufisiensi plasenta.
o Stadium I: hilangnya verniks caseosa dan maserasi kulit
o Stadium II: sda + pewarnaan mekonium pada kult
o Stadium III: sda + pewarnaan kekuningan pada kuku dan tali

pusat
Gawat janin dan kematian perinatal:
o Makrosomia menyebabkan

distosia

klavikula, sampai kematian bayi


o Insufisiensi plasenta berakibat:

persalinan,

gangguan

fraktur

pertumbuhan,

oligohidramnion, hipoksia janin, aspirasi mekonium


o Cacat bawaan
c. Pengaruh pada ibu
Makrosomia dan tulang tengkorak yang keras menyebabkan: distosia
persalinan, incoordinated uterine action, partus lama, persalinan
traumatic, peningkatan kebutuhan akan tindakan obstetric, dan

perdarahan postpartum akibat bayi besar.


Aspek emosional berkaitan dengan kecemasan ibu

E. Pengelolaan Kehamilan Postterm


Beberapa masalah yang dihadapi dalam pengelolaan kehamilan postterm
adalah:
a. Usia kehamilan terkadang sulit ditentukan secara tepat
b. Sukar menentukan prognosis janin bila tetap dalam rahim
c. Sebagian janin tetap tumbuh dengan baik sesuai pertambahan usia
kehamilan
d. Pada usia kehamilan 42 minggu,pada sebagian ibu hamil didapatkan
serviks belum matang sehingga induksi tidak selalu berhasil
e. Persalinan yang berlarut-larut merugikan janin postmature
f. Sering terjadi disproporsi kepala-panggul dan distosia bahu

g. Janin postmature lebih peka terhadap obat penenang dan narkose


h. Pada oligohidramnion, pemecahan selaput ketuban akan meningkatkan
risiko kompresi tali pusar
Pengelolaaan kehamilan postterm terbagi menjadi:
a. Pengelolaan aktif (terminasi kehamilan)
b. Pengelolaan pasif/ekspektatif
Pada umumnya tatalaksana kehamilan postterm dilakukan dengan menilai
kematangan serviks dan mempertimbangkan bahwa dengan bertambahnya usia
kehamilan, maka akan terjadi kondisi yang tidak menguntungkan ibu dan janin.
Bila serviks telah matang, (skor bishop >5) dilakukan induksi persalinan.
Induksi persalinan pada serviks yang telah matang menurunkan risiko kegagalan
dan persalinan dengan tindakan.
Bila serviks belum matang, perlu penilaian keadaan janin bila kehamilan tidak
diakhiri;
a. NST dan penilaian volume kantong amnion. Bila keduanya normal, maka
kehamilan boleh berlanjut dengan penilaian janin 2x/minggu.
b. Bila ditemukan oligohidramnion (<2 cm pada kantong vertical, atau indeks
cairan amnion <5) makan dilakukan induksi persalinan
c. Bila volume cairan amnion normal dan NST tidak reaktif, perlu dilakukan
CST. Bila CST (+), terjadi deselerasi lambat berulang, variabilitas abnormal
(<5/20

menit)

menunjukkan

penurunan

fungsi

plasenta,

maka

dipertimbangkan terminasi kehamilan dengan bedah sesar. Bilas CST


negative, kahamilan dapat diteruskan dan pemeriksaan janin dapat dilakukan
3 hari kemudian.
d. Kehamilan > 42 minggu diupayakan diakhiri
Pengawasan selama persalinan:

Pemantauan terhadap aktivitas uterus dan kesejahteraan janin (continous

electronic fetal monitoring)


Hindari penggunaan obat penenang dan analgetik selama persalinan
Awasi jalannya persalinan
Persiapan oksigen dan bedah sesar bila diperlukan
Cegah aspirasi mekonium pada neonates
Periksa kemungkinan hipoksia, hipoglikemia, hipotermia, dan polisitemia

pada neonates
Pengawasan ketat pada neonates dan tanda-tanda sindrom postmaturitas
Waspada distosia bahu

BAB III
PENYAJIAN KASUS

A. Identitas Pasien
Nama
Usia
Jenis kelamin
Agama
Suku/Bangsa
Alamat
Status perkawinan
Pekerjaan
Tanggal masuk RS
Waktu masuk RS

: Ny. RW
: 19 tahun
: perempuan
: islam
: Melayu/WNI
: Dusun Senggang, Kuala Behe, Landak
: Kawin
: Ibu Rumah Tangga
: 20 januari 2012
: 18.45

B. Anamnesis (autoanamnesis tanggal: 22 januari 2012 pukul 14.00)


Keluhan utama:
Nyeri bekas operasi
Riwayat Penyakit Sekarang:

Nyeri dirasakan pada daerah bekas operasi melahirkan dirasakan sejak tadi
malam. Operasi melahirkan tadi malam jam 21.30. Bayi laki-laki, hidup. BB:
2600 gram, PB: 49 cm.
Flatus (+), BAB (-), mual (-), Muntah (-).
Pasien mengeluh agak pusing sejak tadi pagi.
Darah keluar dari kemaluan sejak tadi malam, warna merah kehitaman,
sedikit-sedikit, bekuan (-).
ASI belum keluar. Payudara tidak bengkak dan tidak nyeri.
Riwayat Penyakit Dahulu
kehamilan lewat bulan dan ada tanda-tanda mau melahirkan.
Riwayat Penyakit Keluarga:
Tidak ada anggota keluarga yang mengalami kehamilan lewat bulan.
Riwayat Perkawinan:
Menikah 1 kali pada tahun 2011
Riwayat Kehamilan Sekarang:
Kehamilan saat ini adalah kehamilan pertama dan merupakan kehamilan yang
direncanakan. Pasien mengaku tidak menggunakan metode kontrasepsi apa
pun sejak menikah.
Riwayat Obstetrik:
P1A0
C. Pemeriksaan Fisik
Status Generalis:
Berat Badan

: 51 Kg

Tinggi Badan

: 152 cm

Keadaan Umum : tampak sakit ringan


Kesadaran

: komposmentis

Tekanan Darah

: 100/60 mmHg

10

Nadi

: 100x/menit

Pernapasan

: 20x/menit

Suhu

: 35,7oC

Mata

: konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik

THT

: DBN

Leher

: DBN

Jantung

: DBN

Paru

: DBN

Ekstremitas

: DBN

Pemeriksaan Nifas:
Uterus:
Kontraksi

: baik

TFU

: 16 cm (setinggi pusat)

Lokia:
warna merah kehitaman, volume tidak diketahui, bekuan (-)

Gastrointestinal:
Bising usus

: (+) 6 x/menit

11

Genitourinaria:
Terpasang D. Catheter (volume urine: 600 mL)
Kardiovaskular:
DBN

D. Diagnosis
Post Operasi Sectio Caessarean Hari ke-2
P1A0M0
E. Tatalaksana
a. Observasi keadaan umum dan tanda-tanda vital ibu
b. Tirah baring
c. Diet lunak TKTP per oral
d. Infuse RL 20 tpm drip ketorolac 30 mg
e. Ceftriaxone 1 gram/12 jam IV
f. Pemasangan D. Catheter

F. Prognosis
Bonam

G. Follow Up Pasien
a. 20 Januari 2012
S:

hamil sudah lewat bulan, mulas sejak jam 11.00 (20/1/2012),


pengeluaran darah dan lender sejak jam 05.00 (20/1/2012),
pengeluaran air ketuban (-)
HPHT: 22/3/2011

HPL: 29/12/2011

12

Haid teratur dengan siklus 28 hari


O:

KU: baik
TD

: 120/70 mmHg

: 78x/menit

: 20x/menit

: 36,2oC

Pemeriksaan Luar (20-1-2012 jam 19.10)


TFU

: 25 cm

TBJ

: 2170 gram

DJJ

: 138x/menit (punggung kiri)

His

: tidak ada data

Pemeriksaan Dalam (20-1-2012 jam 19,10)


Portio

: tebal lunak

Pembukaan

: 2 cm

Ketuban

: (+)

Terbawah

: kepala

Penurunan

: H II

Skor bishop: 5 + x + x
Pemeriksaan Laboratorium:

13

Leukosit

: 12.600 /uL

Hb

: 12,9 g%

Eritrosit

: 4,25

Hematokrit

: 40,7 %

Trombosit

: 308.000/uL

BT

: 200

CT

: 730

A:

Hamil 43 minggu, inpartu kala I fase laten. G1P0A0

P:

observasi KU dan TTV ibu


Observasi DJJ
Observasi kemajuan persalinan
Infuse metronidazole IV
Injeksi cefotaxime IV
Persiapan SC atas indikasi serotinus dan permintaan ibu (SC jam
21.30 tanggal 20/1/2012)

b. 21 Januari 2012
S:

nyeri bekas operasi, flatus (-). ASI (-), BAB (-), pusing (-)

O:

KU

: baik

TD

: 100/55 mmHg

: 80x/menit

14

: 20x/menit

: 36,5oC

Konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik


Kontraksi uterus baik, TFU: 16 cm (setinggi pusar)
Lokia: merah kehitaman, bekuan (-)
BU: (+) 6 x/menit
Leukosit: 15.800 /uL
Hb: 12,00
Eritrosit: 3,97
Hematokrit: 36,2 %
Trombosit: 298.000/uL
A:

Post OP SC hari ke-1


P1A0

P:

observasi KU dan TTV ibu


Infuse RL 20 tpm drip ketorolac 30 mg
Injeksi Ceftriaxone 1 gram/12 jam IV
Observasi produksi urine / 24 jam

c. 22 Januari 2012
S:

nyeri bekas operasi, Flattus (+), ASI (-)

15

O:

KU

: baik

TD

: 100/60 mmHg

: 100 x/menit

: 20x/menit

: 35,7oC

TFU

: 16 cm (setinggi pusar)

Lokia : merah kehitaman, bekuan (-)


Urine: Kuning pekat volume: 500 mL
A:

Post SC hari ke-2


P1A0M0

P:

Observasi TTV dan KU ibu


Mulai diet lunak TKTP per oral
Lanjut terapi

d. 23 januari 2012
S;

tidak ada keluhan, ASI (+)

O:

KU

: baik

TD

: 110/70 mmHg

: 80x/menit

16

: 20x/menit

: 35,7oC

TFU: 14 cm (1 jari di bawah pusar)


Lokia: merah kehitaman, bekuan (-)
Luka operasi: bengkak (-), pus (-)
A:

Post SC hari ke-3


P1A0M0

P:

observasi KU dan TTV ibu


Lanjut terapi
Perawatan luka Operasi dan ganti perban
Mobilisasi aktif
Lepaskan D. catheter
Toilet training

e. 24 januari 2012
S:

ASI (+), belum mulai menyusui, kedua payudara bengkak dan nyeri,
Tadi malam demam

O:

KU: tampak sakit ringan

17

TD

: 110/70 mmHg

: 80 x/menit

: 20 x/menit

: 36,9oC

TFU: 14 cm (1 jari di bawah pusar)


Lokia: merah kehitaman, bekuan (-)
Payudara: eritema (-/-), nyeri tekan (+/+)
A:

Post SC hari ke-4


P1A0M0

P:

observasi KU dan TTV ibu


terapi oral (Amoxcilin 500 mg/8 jam, As mefenamat 500 mg/8 jam,
Vit B complex / 8 jam
menganjurkan ibu segera mulai menyusui
kompres hangat pada payudara
(pasien boleh pulang)
BAB IV
PEMBAHASAN

A. Diagnosis Kehamilan Postterm

18

Kehamilan postterm didefenisikan sebagai kehamilan yang berlangsung


sampai 42 minggu atau lebih terhitung sejak HPHT berdasarkan rumus
Naegele. Penentuan usia kehamilan yang tepat atau paling tidak mendekati
adalah kunci utama dalam penegakkan diagnosis kehamilan postterm. Selain
dengan rumus Naegele, usia kehamilan juga dapat ditentukan melalui
pemeriksaan antenatal (DJJ, Quickening, TFU, dan USG).
Pasien dalam laporan kasus ini adalah seorang wanita berusia 19 tahun
primigravida. Kedaan umum pasien baik dan tanda-tanda vital pasien dalam
batas normal. pemeriksaan laboratorium darah dalambatas normal.
Pada pasien dalam laporan kasus ini, metode penentuan usia kehamilan
yang digunakan adalah penghitungan berdasarkan HPHT dengan rumus
Naegele. Hal ini dilakukan karena tidak ada data lain yang adekuat untuk
penentuan usia kehamilan dengan metode lain.
Berdasarkan perhitungan dengan rumus Naegele, usia kehamilan pada saat
pasien masuk RS (20/1/2012) adalah 43 minggu.
Saat masuk RS, pasien sudah mengeluhkan adanya mulas (His) yang
berlangsung sejak 7 jam yang lalu, dan pengeluaran darah dan lendir sejak 13
jam yang lalu. Belum ada pengeluaran cairan ketuban sampai saat pasien tiba
di RS. Dari pemeriksaan Vaginal Touche, didapatan portio tebal lunak,
pembukaan 2 cm, ketuban masih ada, bagian terbawah janin adalah kepala
yang sudah turun hingga bidang hodge II. Skor bishop hanya dapat dihitung
dari konsistensi serviks, pembukaan, dan penurunan bagian terbawah janin.
Sementara data tentang pendataran serviks dan posisi portio tidak ada (skor
bishop: 5 + x + x).
Tabel metode scoring Bishop
Skor

19

Pendataran serviks
Pembukaan
Penurunan kepala HIII
Konsistensi
Posisi

0-30%
0 cm
-3
Keras
posterior

40-50%
1-2 cm
-2
Sedang
Searah sumbu lahir

60-70%
3-4 cm
-1
Lunak
Anterior

80%
5-6 cm
+1/+2

Diagnosis yang dapat ditegakkan pada pasien saat pasien masuk IGD
adalah hamil 43 minggu (postterm), inpartu kala I fase laten, G1P0A0.
Pasien dioperasi sectio caesarean pada jam 21.30 (20/1/2012) dan laporan
kasus dibuat pada jam 14.00 (22/1/2012). Sehingga diagnosisnya menjadi
Post Operasi Sectio Caessarean atas indikasi serotinus pada ibu G1P0A0.
B. Tatalaksana
Tatalaksana pada kehamilan postterm meliputi penatalaksanaanaktif
(terminasi kehamilan) dan penatalaksanaan pasif (ekspektatif). Adapun dasar
pertimbangan untuk kedua pendekatan tatalaksana ini adalah:
1. Bila serviks telah matang, (skor bishop >5) dilakukan induksi persalinan.
Induksi persalinan pada serviks yang telah matang menurunkan risiko
kegagalan dan persalinan dengan tindakan.
2. Bila serviks belum matang, perlu penilaian keadaan janin bila kehamilan
tidak diakhiri;
a. NST dan penilaian volume kantong amnion. Bila keduanya normal,
maka kehamilan boleh berlanjut dengan penilaian janin 2x/minggu.
b. Bila ditemukan oligohidramnion (<2 cm pada kantong vertical, atau
indeks cairan amnion <5) makan dilakukan induksi persalinan
c. Bila volume cairan amnion normal dan NST tidak reaktif, perlu
dilakukan CST. Bila CST (+), terjadi deselerasi lambat berulang,
variabilitas abnormal (<5/20 menit) menunjukkan penurunan fungsi
plasenta, maka dipertimbangkan terminasi kehamilan dengan bedah

20

sesar. Bilas CST negative, kahamilan dapat diteruskan dan


pemeriksaan janin dapat dilakukan 3 hari kemudian.
d. Kehamilan > 42 minggu diupayakan diakhiri
Dalam kasus ini, kematangan serviks tidak dapat dinialai secara tepat
karena data tentang keadaan serviks yang kurang memadai. Akan tetapi
kehamilan telah berlangsung >42 minggu, sehingga mendukung terminasi
kehamilan.
Terdapat 2 metode terminasi persalinan yang dapat digunakan pada
pasien ini, yaitu: pematangan serviks yang diikuti induksi persalinan atau
sectio caessarean. Pada pasien ini keadaan janin baik dan kondisi ibu dan
serviks memungkinkan untuk dilaksanakan induksi persalinan. Akan tetapi
pasien menolak usulan induksi persalinan dan memilih sectio caessarian.
Kehamilan diterminasi dengan sectio caesarean. Bayi laki-laki lahir
hidup dengan BB: 2600 dan PB: 49 cm.
Terapi yang diberikan pada hari ke-2 pasca operasi adalah:
a.
b.
c.
d.
e.

Tirah baring
Diet lunak TKTP per oral
Infuse RL 20 tpm drip ketorolac 30 mg
Ceftriaxone 1 gram/12 jam IV
Pemasangan D. Catheter

Tirah baring untuk mengistirahatkan ibu. Hal ini bertujuan untuk


mempercepat pemulihan dan menghindari peregangan yang tidak perlu pada
luka bekas operasi. Diet lunak TKTP per oral diberikan mengingat aktivitas
peristaltic gastrointestinal pasca operasi telah kembali normal (BU (+) dan
flatus (+)). Diet TKTP berguna untuk mempercepat penyembuhan luka pasca
operasi. Pemasangan catheter intravena dan pemberian cairan ringer laktat
bertujuan untuk menjamin kebutuhan cairan pasca operasi tercukupi dan

21

menyediakan jalur intravena untuk

injeksi obat-obat

parenteral. Drip

ketorolac 30 mg diberikan sebagai terapi simptomatik untuk meredakan nyeri


pasca operasi. Injeksi ceftriaxone sebagai profilaksis infeksi spectrum luas.
Pemasangan dower catheter bertujuan untuk monitor produksi urine pasca
operasi dan menghindarkan ibu terlalu banyak bergerak untuk miksi ke WC.
Pada hari ke-3 dilakukan perawatan luka operasi. Kondisi luka baik
dan tidak ditemukan tanda-tanda infeksi local pada luka operasi.
ASI sudah mulai diproduksi pada hari ke-3 pasca operasi. Namun,
hingga hari ke-4 ibu belum bisa menyusui karena belum rawat gabung dengan
bayi. Pada hari ke-4 pasien mengeluhkan bengkak dan nyeri tekan pada kedua
payudara. Pasien dianjurkan untuk memompa keluar ASI yang diproduksi dan
kompres hangat pada payudara untuk mengurangi keluhan.
Terapi oral dimulai pada hari ke-4 berupa pemberian amoksilin 500
mg/8 jam, Asam mefenamat 500 mg/8 jam untuk analgesic, dan vitamin B
complex sebagai suplemen vitamin. Pasien diperbolehkan pulang.

DAFTAR PUSTAKA
Prawirohardjo, S. 2008. Ilmu Kebidanan Edisi IV. Jakarta: PT Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo.
Cunningham. G., et al. 2007. Williams Obstetrics, 22th Edition. New York:
Mc Graw Hill.
Camberlain G and Morgan M. 2002. ABC of Antenatal Care. BMJ Publishing

22

Group.

Anda mungkin juga menyukai