Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

Herpes zoster adalah radang kulit akut dan setempat ditandai adanya rasa nyeri
radikuler unilateral serta timbulnya lesi vesikuler yang terbatas pada dermatom yang
dipersarafi serabut spinal maupun ganglion serabut saraf sensorik dari nervus kranialis.
Infeksi ini merupakan reaktivasi virus varisela zoster dari infeksi endogen yang menetap
dalam bentuk laten setelah infeksi primer oleh virus . 1
Herpes zoster terjadi secara sporadis sepanjang tahun tanpa prevalensi
musiman. Terjadinya herpes zoster tidak tergantung pada prevalensi varisela, dan tidak
ada bukti yang meyakinkan bahwa herpes zoster dapat diperoleh oleh kontak dengan
orang lain dengan varisela atau herpes. Sebaliknya, kejadian herpes zoster ditentukan
oleh faktor-faktor yang mempengaruhi hubungan host-virus.2 Salah satu faktor risiko
yang kuat adalah usia lebih tua.2,3,4 Ada peningkatan insidens dari zoster pada anak
anak normal yang terkena chicken pox ketika berusia kurang dari 2 tahun.5 Faktor
resiko utama adalah disfungsi imun selular. Pasien imunosupresif memiliki resiko 20
sampai 100 kali lebih besar dari herpes zoster daripada individu imunokompeten pada
usia yang sama.2 Immunosupresif kondisi yang berhubungan dengan risiko tinggi dari
herpes zoster termasuk human immunodeficiency virus (HIV), transplantasi sumsum
tulang, leukimia dan limfoma, penggunaan kemoterapi pada kanker, dan penggunaan
kortikosteroid.2
Pasien dengan herpes zoster kurang menular dibandingkan pasien dengan
varisela. Virus dapat diisolasi dari vesikel dan pustula pada herpes zoster tanpa
komplikasi sampai 7 hari setelah munculnya ruam, dan untuk waktu yang lebih lama
pada individu immunocompromised. Pasien dengan zoster tanpa komplikasi
dermatomal muncul untuk menyebarkan infeksi melalui kontak langsung dengan lesi
mereka.2 Pasien dengan herpes zoster dapat disebarluaskan, di samping itu, menularkan
infeksi pada aerosol, sehingga tindakan pencegahan udara, serta pencegahan kontak
diperlukan untuk pasien tersebut.6

Manifestasi dari herpes zoster biasanya ditandai dengan rasa sakit yang sangat
dan pruritus selama beberapa hari sebelum mengembangkan karakteristik erupsi kulit
dari vesikel berkelompok pada dasar yang eritematosa.
Gejala prodormal biasanya nyeri, disestesia, parestesia, nyeri tekan intermiten
atau terus menerus, nyeri dapat dangkal atau dalam terlokalisir, beberapa dermatom atau
difus.1 Nyeri prodormal tidak lazim terjadi pada penderita imunokompeten kurang dari
usia 30 tahun, tetapi muncul pada penderita mayoritas diatas usia 60 tahun.4 Nyeri
prodormal : lamanya kira kira 2 3 hari, namun dapat lebih lama.5
Tujuan dari pengobatan adalah menekan inflamasi, nyeri dan infeksi. 7
Pengobatan zoster akut mempercepat penyembuhan, mengkontrol sakit, dan
mengurangi resiko komplikasi. Obat yang biasa digunakan ialah asiklovir dan
modifikasinya.7

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.

Definisi

Herpes zoster merupakan sebuah manifestasi oleh reaktivasi virus Variselazoster laten dari saraf pusat dorsal atau kranial. Virus varicella zoster bertanggung
jawab untuk dua infeksi klinis utama pada manusia yaitu varisela atau chickenpox
(cacar air) dan Herpes zoster. Varisela merupakan infeksi primer yang terjadi
pertama kali pada individu yang berkontak dengan virus varicella zoster. Virus
varisela zoster dapat mengalami reaktivasi, menyebabkan infeksi rekuren yang
dikenal dengan nama Herpes zoster atau Shingles. Pada usia di bawah 45 tahun,
insidens herpes zoster adalah 1 dari 1000, semakin meningkat pada usia lebih tua.

B.

Patogenesis

Herpes zoster disebabkan oleh reaktivasi virus varicella zoster yang laten di
dalam ganglion posterior atau ganglion intrakranial. Virus dibawa ke tepi ganglion
spinal atau ganglion trigeminal, kemudian menjadi laten. Varicella zoster merupakan
virus rantai ganda DNA, anggota famili virus herpes yang tergolong virus neuropatik
atau neurodermatotropik. Reaktivasi virus varicella zoster dapat dipicu oleh berbagai
faktor seperti pembedahan, penyinaran, lanjut usia, dan keadaan tubuh yang lemah
meliputi malnutrisi, seseorang yang sedang dalam pengobatan imunosupresan jangka
panjang, atau menderita penyakit sistemik. Jika virus ini menyerang ganglion
anterior, maka menimbulkan gejala gangguan motorik.

3,4

Gambar Patogenesis infeksi herpes zoster (Sumber: medscape.com)

C.

Gambaran Klinis

Lesi herpes zoster dapat mengenai seluruh kulit tubuh maupun membran
mukosa. Herpes zoster biasanya diawali dengan gejala-gejala prodromal selama 2-4
hari, yaitu sistemik (demam, pusing, malaise), dan lokal (nyeri otot-tulang, gatal,
pegal). Setelah itu akan timbul eritema yang berubah menjadi vesikel berkelompok
dengan dasar kulit yang edema dan eritematosa. Vesikel tersebut berisi cairan
jernih, kemudian menjadi keruh, dapat menjadi pustul dan krusta. Jika mengandung
darah disebut sebagai herpes zoster hemoragik. Jika disertai dengan ulkus dengan
4

sikatriks, menandakan infeksi sekunder.

Masa tunas dari virus ini sekitar 7-12 hari, masa aktif berupa lesi baru yang
tetap timbul, berlangsung seminggu, dan masa resolusi berlangsung 1-2 minggu.
Selain gejala kulit, kelenjar getah bening regional juga dapat membesar. Penyakit
ini lokalisasinya unilateral dan dermatomal sesuai persarafan. Saraf yang paling
sering terkena adalah nervus trigeminal, fasialis, otikus, C3, T3, T5, L1, dan L2.
Jika terkena saraf tepi jarang timbul kelainan motorik, sedangkan pada saraf pusat
sering dapat timbul gangguan motorik akibat struktur anatomisnya. Gejala khas

lainnya adalah hipestesi pada daerah yang terkena.

4,5

Gambar. 1 Gambaran klinis herpes zoster (Sumber: Fitzpatrick)


D.

Dermatom

Dermatom adalah area kulit yang dipersarafi terutama oleh satu saraf spinalis.
Masing masing saraf menyampaikan rangsangan dari kulit yang dipersarafinya ke
otak. Dermatom pada dada dan perut seperti tumpukan cakram yang dipersarafi
oleh saraf spinal yang berbeda, sedangkan sepanjang lengan dan kaki, dermatom
berjalan secara longitudinal sepanjang anggota badan.
Dermatom sangat bermanfaat dalam bidang neurologi untuk menemukan
tempat kerusakan saraf saraf spinalis. Virus yang menginfeksi saraf tulang belakang
seperti infeksi herpes zoster (shingles), dapat mengungkapkan sumbernya dengan
muncul sebagai lesi pada dermatom tertentu.

Gambar.2 Gambaran dermatom sensorik tubuh manusia (Sumber: Duus )

E.

Komplikasi

Postherpetic neuralgia
Postherpetic neuralgia merupakan komplikasi herpes zoster yang paling
sering terjadi. Postherpetic neuralgia terjadi sekitar 10-15 % pasien herpes
zoster dan merusak saraf trigeminal. Resiko komplikasi meningkat sejalan
dengan usia.
Postherpetic neuralgia didefenisikan sebagai gejala sensoris, biasanya
sakit dan mati rasa. Rasa nyeri akan menetap setelah penyakit tersebut sembuh
dan dapat terjadi sebagai akibat penyembuhan yang tidak baik pada penderita
usia lanjut. Nyeri ini merupakan nyeri neuropatik yang dapat berlangsung lama
bahkan menetap setelah erupsi akut herpes zoster menghilang.

4,7

Gambar. 3 Jaras sensorik nyeri (Sumber: Fitzpatrick)


Postherpetic neuralgia merupakan suatu bentuk nyeri neuropatik yang
muncul oleh karena penyakit atau luka pada sistem saraf pusat atau tepi, nyeri
menetap dialami lebih dari 3 bulan setelah penyembuhan herpes zoster.
Penyebab paling umum timbulnya peningkatan virus ialah penurunan sel
imunitas yang terkait dengan pertambahan umur. Berkurangnya imunitas di
kaitkan dengan beberapa penyakit berbahaya seperti limfoma, kemoterapi atau
radioterapi, infeksi HIV, dan penggunaan obat immunesuppressan setelah
operasi

transplantasi

organ

atau

untuk

kortikoteroid) juga menjadi faktor risiko.

manajemen

penyakit

(seperti

8,9

Postherpetic neuralgia dapat diklasifikasikan menjadi neuralgia herpetik


akut (30 hari setelah timbulnya ruam pada kulit), neuralgia herpetik subakut (30120 hari setelah timbulnya ruam pada kulit), dan postherpetic neuralgia (di
defenisikan sebagai rasa sakit yang terjadi setidaknya 120 hari setelah timbulnya
ruam pada kulit).

Postherpetic neuralgia memiliki patofisiologi yang berbeda dengan nyeri


herpes zoster akut, dapat berhubungan dengan erupsi akut herpes zoster yang
disebabkan oleh replikasi jumlah virus varicella zoster yang besar dalam ganglia
yang ditemukan selama masa laten. Oleh karena itu, mengakibatkan inflamasi

atau kerusakan pada serabut syaraf sensoris yang berkelanjutan, hilang dan
rusaknya serabut-serabut syaraf atau impuls abnormal, serabutsaraf berdiameter
besar yang berfungsi sebagai inhibitor hilang atau rusak dan mengalami
kerusakan terparah. Akibatnya, impuls nyeri ke medulla spinalis meningkat
sehingga pasien merasa nyeri yang hebat.

5,8

Herpes Zoster Oftalmikus


Herpes zoster oftalmikus disebabkan oleh infeksi cabang pertama nervus
trigeminus sehingga manifestasinya pada mata, selain itu juga memengaruhi
cabang kedua dan ketiga. Jika cabang nasosiliar bagian luar terlibat, dengan
vesikel pada ujung dan tepi hidung (Hutchinsons sign), maka keterlibatan mata
dapat jelas terlihat. Vesikel pada margo palpebra juga harus diperhatikan.
Kelainan pada mata yang sering terjadi adalah uveitis dan keratitis, akan tetapi
dapat pula terjadi glaukoma, neuritis optik, ensefalitis, hemiplegia, dan nekrosis
retina akut.

4,5

Gambar.4 Gambaran klinis herpes zoster oftalmikus (Sumber: Fitzpatrick)

F.

Diagnosis
Penegakan diagnosis herpes zoster umumnya didasari gambaran klinis.

Komponen utama dalam penegakan diagnosis adalah terdapatnya :


1.

Gejala prodromal berupa nyeri,

2.

Distribusi yang khas dermatomal,

3.

Vesikel berkelompok, atau dalam beberapa kasus ditemukan papul,

4.

Beberapa kelompok lesi mengisi dermatom, terutama dimana terdapat


nervus sensorik,

5.

Tidak

ada

riwayat

ruam

serupa

pada

distribusi

yang

sama

(menyingkirkan herpes simpleks zosteriformis),


6.

Nyeri dan allodinia (nyeri yang timbul dengan stimulus yang secara
normal tidak menimbulkan nyeri) pada daerah ruam.

10

Pemeriksaan laboratorium direkomendasikan bila lesi atipikal seperti lesi


rekuren, dermatom yang terlibat multipel, lesi tampak krusta kronis atau nodul
verukosa dan bila lesi pada area sakral sehingga diragukan patogennya virus
varisela zoster atau herpes simpleks. Pemeriksaan laboratorium yang dapat
dilakukan adalah PCR yang berguna pada lesi krusta, imunoflouresensi direk
dari spesimen lesi vesikular, dan kultur virus yang tidak efektif karena
membutuhkan waktu 1-2 minggu.

1,10

Gambar. 5 Pemeriksaan Tzanck, dengan pewarnaan wright terlihat sel giant


multinuklear; sedangkan pada imunofluoresensi direk pendaran warna hijau
mengindikasikan terdapatnya antigen virus varisela zoster

G.

Diagnosis Banding

1. Herpes simpleks (bersinonim dengan cold sore, herpes febrilis, herpes labialis,
herpes gladiatorium, scrum pox, herpes genitalis)

11

Penyebabnya satu golongan (famili Herpesviridae). Umumnya infeksi awal


HHV asimptomatik kecuali pada virus golongan VZV yang simptomatik berupa
varicella. HHV akan laten di neuron atau sel limfoid, mengalami reaktivasi jika
sisstem imun tidak adekuat. Infeksi herpes simpleks umumnya melalui kontak
langsung kulit dan mukosa, jarang yang menyebar melalui aerosol. Untuk herpes
simpleks sendiri (HSV), bentuknya pada umumnya atipik berbentuk plakat
eritematosa, maupun erosi kecil.

10

Herpes primer umumnya asimptomatik atau gejala yang tidak khas,


berupa vesikel serta limfadenopati regional. Gejala prodromal berupa demam,
sakit kepala, malaise, dan mialgia yang terjadi 3-4 hari setelah lesi timbul,
membaik dalam 3-4 hari kemudian.
Virus HSV diklasifikasikan secara biologis menjadi HSV-1 yang sering
ditemukan di wajah dan bibir serta jarang di mukosa; serta HSV-2 yang sering
bermanifestasi

sebagai

gingivostomatitis,

vulvovaginitis,

uretritis

dan

cenderung ditransmisikan secara seksual. Erupsi yang berbentuk zosteriform


dapat terjadi pada HSV zosteriform yang pada umumnya jarang terjadi.
H.

Tatalaksana

Tujuan penatalaksanaan herpes zoster adalah mempercepat proses penyembuhan,


mengurangi keparahan dan durasi nyeri akut dan kronik, serta mengurangi risiko
komplikasi.

1,5

Untuk terapi simtomatik terhadap keluhan nyeri dapat diberikan

analgetik golongan NSAID seperti asam mefenamat 3 x 500mg per hari, indometasin 3
x 25 mg per hari, atau ibuprofen 3 x 400 mg per hari.
sekunder dapat diberikan antibiotik.

12

Kemudian untuk infeksi

Sedangkan pemberian antiviral sistemik

13

direkomendasikan untuk pasien berikut :

1. Infeksi menyerang bagian kepala dan leher, terutama mata (herpes


zoster oftalmikus). Bila tidak diterapi dengan baik, pasien dapat
mengalami keratitis yang akan menyebabkan penurunan tajam
penglihatan dan komplikasi ocular lainnya
2. Pasien berusia lebih dari 50 tahun
3. Herpes

zoster

diseminata

(dermatom

yang

terlibat

multipel)

direkomendasikan pemberian antiviral intravena


4. Pasien yag imunokompromais seperti koinfeksi HIV, pasien kemoterapi,
dan pasca transplantasi organ atau bone marrow. Pada pasien HIV, terapi
dilanjutkan hingga seluruh krusta hilang untuk mengurangi risiko relaps.
5. Pasien dengan dermatitis atopik berat.
11

Obat antiviral yang dapat diberikan adalah asiklovir atau modifikasinya,


seperti valasiklovir, famsiklovir, pensiklovir. Obat antiviral terbukti efektif bila
diberikan pada tiga hari pertama sejak munculnya lesi, efektivitas pemberian di
atas 3 hari sejauh ini belum diketahui.

13

Dosis asiklovir adalah 5 x 800mg per

hari dan umumnya diberikan selama 7-10 hari. Sediaan asiklovir pada umumnya
adalah tablet 200 mg dan tablet 400 mg. Pilihan antiviral lainnya adalah
valasiklovir 3 x 1000mg per hari, famsiklovir atau pensiklovir 3 x 250 mg per
hari, ketiganya memiliki waktu paruh lebih panjang dari asiklovir.

4,10

Obat

diberikan terus bila lesi masih tetap timbul dan dihentikan 2 hari setelah lesi
baru tidak timbul lagi.

Untuk pengobatan topikal, pada lesi vesikular dapat diberikan bedak


kalamin atau -zinc untuk pencegahan pecahnya vesikel. Bila vesikel sudah pecah
dapat diberikan antibiotik topical untuk mencegah infeksi sekunder. Bila lesi
bersifat erosif dan basah dapat dilakukan kompres terbuka.

4,12

Sebagai edukasi pasien diingatkan untuk menjaga kebersihan lesi agar


tidak terjadi infeksi sekunder. Edukasi larangan menggaruk karena garukan
dapat menyebabkan lesi lebih sulit untuk sembuh atau terbentuk skar jaringan
parut, serta berisiko terjadi infeksi sekunder. Selanjutnya pasien tetap dianjurkan
mandi, mandi dapat meredakan gatal. Untuk mengurangi gatal dapat pula
menggunakan losio kalamin. Untuk menjaga lesi dari kontak dengan pakaian
14

dapat digunakan dressing yang steril, non-oklusif, dan non-adherent.

Pasien dengan komplikasi neuralgia postherpetic dapat diberikan terapi


14

kombinasi atau tunggal dengan pilihan sebagai berikut :


1. Antidepresan trisiklik seperti amitriptilin dengan dosis 10-25 mg per hari
pada malam hari;
2. Gabapentin bila pemberian antidepresan tidak berhasil. Dosis gabapentin
100-300mg per hari;
3. Penambahan opiat kerja pendek, bila nyeri tidak tertangani dengan
12

gabapentin atau antidepresan trisiklik saja;


4. Kapsaicin topical pada kulit yang intak (lesi telah sembuh),
pemberiannya dapat menimbulkan sensasi terbakar; dan
5. Lidocaine patch 5% jangka pendek.
Pada herpes zoster otikus (sindroma Ramsay Hunt) diindikasikan pemberian
kortikosteroid. Kortikosteroid oral diberikan sedini mungkin untuk
mencegah paralisis dari nervus kranialis VII. Dosis prednisone 3 x 20 mg per
hari, kemudian perlu dilakukan tapering off setelah satu minggu.
Pemberiannya dikombinasikan dengan obat antiviral untuk mencegah
fibrosis ganglion karena kortikosteroid menekan imunitas. Namun perlu
diingat kontraindikasi relatif atau absolut kortikosteroid seperti diabetes
mellitus.

14

Pada komplikasi seperti ini, rujukan kepada spesialis terkait

sangat dianjurkan.

13

14

BAB III
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama

: Tn. Bambang Sugeng

Umur

: 71 tahun

Jenis Kelamin

: Laki-Laki

Alamat

: Villa Muka Kuning Blok A6 No. 32.B

Pekerjaan

: Petani

Suku Bangsa

: Indonesia

Agama

: Islam

Status

: Menikah

Tanggal Periksa

: 07 Januari 2015

II. ANAMNESA (AUTOANAMNESA)


A. Keluhan Utama
Terdapat bintil-bintil berisi cairan pada sekitar dada sebelah kiri yang
menjalar ke sekitar ketiak sampai punggung kiri.
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUD Embung Fatimah
dengan keluhan sejak 2 hari SMRS pasien mengeluhkan timbul bintilbintil pada sekitar dada sebelah kiri yang menjalar ke sekitar ketiak sampai
pungguh sebelah kiri, sejak 4 hari SMRS bintil-bintil muncul pada perut
bagian bawah sebelah kiri, bintil-bintil tersebut tampak kemerahan dan
saling melekat satu sama lain yang semula hanya sedikit kemudian

15

bertambah banyak dan bertambah besar. Bintil-bintil tersebut timbul


mendadak.
Selain keluhan tersebut, pasien juga mengeluhkan rasa nyeri dan panas pada
bagian dada dan punggung tersebut. Nyeri seperti di tusuk dan panas seperti
di bakar. Sejak 7 hari SMRS pasien juga mengeluhkan panas badan dan
seluruh tubuh terasa nyeri, selain itu juga pasien mengeluh nafsu makan
berkurang semenjak itu.
Pasien tidak mengeluhkan adanya keluhan kulit di bagian lain, tidak
mengeluhkan gangguan penglihatan dan pendengaran, tidak terdapat
kelemahan untuk menggerakkan kaki. Pasien mengatakan mandi dua kali
sehari, menggunakan sabun.
Pasien mengatakan belum pernah berobat sebelumnya, hanya
menggunakan salep yang dibelinya di apotik, tetapi lupa nama obatnya dan
tidak ada perubahan.
C. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien menyangkal pernah menderita cacar air, riwayat penyakit kulit
lainnya disangkal.
D. Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien mengatakan dalam keluarga tidak ada yang memiliki keluhan yang
sama dengan pasien
E. Riwayat Pengobatan
Pasien mengatakan belum pernah berobat sebelumnya, hanya menggunakan
salep yang dibelinya di apotik, tetapi lupa nama obatnya.
F. Riwayat Alergi
Pasien mengatakan tidak ada alergi obat maupun alergi makanan.

16

III. PEMERIKSAAN FISIK


A. Status Generalis
o Keadaan Umum

: Tampak Sakit Sedang

o Kesadaran

: Compos Mentis

o Tanda-tanda vital
- Tekanan Darah

: Dalam Batas Normal

Nadi

: Dalam Batas Normal

Respirasi

: Dalam Batas Normal

Suhu

: Dalam Batas Normal

o Kepala

: Dalam Batas Normal

o Leher

: Dalam Batas Normal

o Thorax

: Dalam Batas Normal

o Abdomen

: Dalam Batas Normal

o Extemitas

: Dalam Batas Normal

B. Status Dermatologis
o

Lokalisasi
Regio Thorax Anteroposterior sinistra, Linea axillaris anterior sisnistra dan
Linea mid axillaris sinistra

o Efloresensi
Pada regio thorax antero-posterior sinistra di linea axillaris dan linea mid
axillaris tampak vesikel multipel bergerombol yang tersebar secara dermatomal
(unilateral), dengan ukuran milier, terletak di atas kulit yang eritematosa. Pada
palpasi teraba kulit yang hangat, vesikel teraba lunak berisi cairan berwarna
jernih dengan permukaan yang licin letaknya setinggi Vertebrae Thorax III
sampai Thorax VI

17

o Gambaran Ruam

IV. RESUME
Pasien Laki-laki Usia 71 Tahun datang dengan keluhan sejak 2 hari SMRS
pasien mengeluhkan timbul bintil-bintil pada sekitar dada sebelah kiri yang
menjalar ke sekitar ketiak sampai pungguh sebelah kiri, bintil-bintil tersebut
tampak kemerahan dan saling melekat satu sama lain yang semula hanya sedikit
kemudian bertambah banyak dan bertambah besar. Sejak 7 hari SMRS pasien
juga mengeluhkan panas badan dan seluruh tubuh terasa nyeri, selain itu juga
pasien mengeluh nafsu makan berkurang semenjak itu.
Pada pemeriksaan dermatologis yaitu pada regio thorax antero-posterior
sinistra di linea axillaris dan linea mid axillaris tampak vesikel multipel
bergerombol yang tersebar secara dermatomal (unilateral), dengan ukuran milier,
terletak di atas kulit yang eritematosa. Pada palpasi teraba kulit yang hangat,
vesikel teraba lunak berisi cairan berwarna jernih dengan permukaan yang licin
letaknya setinggi Vertebrae Thorax III sampai Thorax VI
V. DIAGNOSIS BANDING

18

1. Herpes Zoster Thorakalis


2. Herpes Simplex
3. Varisela
VI. DIAGNOSIS KERJA
Herpes Zoster Thorakalis
VII. USULAN PEMERIKSAAN
Pemeriksaan Tzanck
VIII. PENGOBATAN
a.

Umum
Istirahat Cukup (Bed rest)
Usahakan agar lesi tidak terkena air
Tidak menggaruk-garuk lesi bila gatal

b. Medikamentosa
Topikal
Antibiotik Cream : Mupirocin cream 10 gram 2x1
Kompres dengan Nacl 0,9 %, 2 x 15 menit
Oral
Antiviral
: Asiklovir 5 x 800 mg / hari selama 7 hari
Analgetik
: Asam Mefenamat 3 x 500 mg
Roborantia : Vitamin B Kompleks

IX. PROGNOSIS
-

Qua ad Vitam
Qua ad Fungtionam
Qua ad Sanationam

: ad Bonam
: ad Bonam
: ad Bonam

BAB IV
PEMBAHASAN

19

Pasien Laki-laki Usia 71 Tahun datang dengan keluhan sejak 2 hari SMRS pasien
mengeluhkan timbul bintil-bintil pada sekitar dada sebelah kiri yang menjalar ke sekitar
ketiak sampai pungguh sebelah kiri, bintil-bintil tersebut tampak kemerahan dan saling
melekat satu sama lain yang semula hanya sedikit kemudian bertambah banyak dan
bertambah besar, tidak terdapat lokasi lain timbulnya kelainan kulit yang serupa.
Dengan timbulnya lesi seperti ini, perlu dipikirkan terjadinya kelainan kulit yang
manifestasinya merupakan bintil-bintil disertai dengan nyeri. Dengan melihat lesi, Pada
pemeriksaan dermatologis Pada regio thorax antero-posterior sinistra di linea axillaris
dan linea mid axillaris tampak vesikel multipel bergerombol yang tersebar secara
dermatomal (unilateral), dengan ukuran milier, terletak di atas kulit yang eritematosa.
Pada palpasi teraba kulit yang hangat, vesikel teraba lunak berisi cairan berwarna jernih
dengan permukaan yang licin letaknya setinggi Vertebrae Thorax III sampai Thorax VI
Lesi yang terlihat cukup karakteristik untuk herpes zoster, yang mana timbul gejala
kulit yang unilateral, bersifat dermatomal sesuai dengan persarafan. Pada pasien
ditanyakan pula apakah terdapat kelemahan pada tungkai tersebut, namun pasien
menyangkal kelemahan motorik. Dengan demikian keterlibatan elemen motorik pada
persarafan ini tidak ada. Lesi yang timbul juga khas berupa vesikel yang berkelompok,
dengan dasar berupa kulit yang eritematosa (kemerahan). Keseluruhan penampakan
kulit maupun gejala subjektif berupa nyeri sangat menyokong ke arah herpes zoster,
mengingat penyakit ini memiliki perjalanan berupa masa tunas 7-12 hari, dengan
timbulnya lesi dalam 1 minggu berikutnya, kemudian masa penyembuhan sendiri
selama 1-2 minggu berikutnya. Pada pasien ini, keterlibatan dermatomal yang terlibat
adalah V.T.III sampai T.VI.
Pada reaktivasi herpes zoster, perlu ditanyakan gejala prodromal. Gejala
prodromal yaitu pasien mengeluhkan panas badan dan seluruh tubuh terasa nyeri, selain
itu juga pasien mengeluh nafsu makan berkurang semenjak itu.

Setelah yakin bahwa terjadi reaktivasi herpes zoster, perlu dipikirkan mengapa
terjadi reaktivasi. Pada literatur

11

dikatakan bahwa tidak jelas sebetulnya pemicu

reaktivasi, namun herpes zoster dapat terjadi akibat penurunan fungsi sistem imun,
20

seperti yang ditemui pada seorang berusia di atas 50 tahun. Usulan pemeriksaan dengan
test Tzanck digunakan untuk melakukan pemeriksaan terhadap sel-sel yang berasal dari
vesikel atau bulla pada herpes zoster ataupun varisella.
Pasien kemudian diberikan pengobatan, berupa edukasi dan medikamentosa.
Lenting yang timbul jangan digaruk sebab dapat menimbulkan infeksi sekunder. Pasien
perlu diedukasi bahwa pada orang yang belum pernah mengalami cacar air, dapat terjadi
penyebaran virus VZV ke pejamu lain, yang dapat menimbulkan varicela pada orang
lain. Terapi medikamentosa yaitu dengan kompres Nacl 0,9 %, kompres dilakukan 2x
selama 15 menit supaya lesi menjadi kering, melunakan krusta dan meringankan
keluhan pasien, selain itu diberikan topikal cream yaitu antibiotik golongan mupirocin
untuk mencegah infeksi sekunder akibat lesi, terapi oral asiklovir 5 x 800 mg terapi ini
dapat diberikan secara efektif maksimal 72 jam setelah lesi terakhir muncul, yang pada
pasien ini masih terpenuhi (onset hari ke-4). Di atas 72 jam, pemberian asiklovir
dikatakan tidak efektif lagi. Perlu diingat pula bahwa konsumsi obat harus teratur,
termasuk jam-jamnya, sebab pemberian asiklovir sebanyak 5 hari dalam sehari.
Asiklovir diberikan selama tujuh hari.
Untuk nyeri yang timbul pada pasien diberikan asam mefenamat 3x500 mg
sebagai analgesik. Pasien kemudian dianjurkan untuk kontrol selama 7 hari kemudian
kepada dokter, untuk melihat perbaikan pada pasien. Berdasarkan anamnesa, faktorfaktor yang mendukung timbulnya herpes zoster pada pasien ini yaitu awalnya terjadi
panas badan dan nyeri badan, kemudian timbul suatu gelembung gelembung (vesikel)
pada hari ke empat sejak keluhan muncul dengan disertai rasa nyeri dan panas, selain
itu juga diberikan vitamin B kompleks sebagai neurotropik.

Adapun diagnosis banding pada kasus ini adalah Herpes simplex yaitu Gejala
Efloresensi pada Herpes Zoster sama dengan Efloresensi pada Herpes simpleks ditandai
dengan erupsi berupa vesikel yang bergerombol, di atas dasar kulit yang kemerahan.

21

Sebelum timbul vesikel, biasanya didahului oleh rasa gatal atau seperti terbakar yang
terlokalisasi, dan kemerahan pada daerah kulit. Namun, yang membedakannya dengan
herpes simpleks yaitu Lesi yang disebabkan herpes simpleks tipe 1 biasanya ditemukan
pada bibir, rongga mulut, tenggorokan, dan jari tangan. Lokalisasi penyakit yang
disebabkan oleh herpes simpleks tipe 2 umumnya adalah di bawah pusat, terutama di
sekitar alat genitalia eksterna. Sedangkan Herpes Zoster bisa di semua tempat, paling
sering pada Servikal IV dan Lumbal II.

Selain Herpes simplex diagnonis banding

lainnya yaitu Varisela dimana gejala klinis berupa papul eritematosa yang dalam waktu
beberapa jam berubah menjadi vesikel. Bentuk vesikel ini seperti tetesan embun (tear
drops). Vesikel akan berubah menjadi pustul dan kemudian menjadi krusta. Lesi
menyebar secara sentrifugal dari badan ke muka dan ekstremitas.7 Prognosis penyakit
pada pasien ini adalah baik yaitu tidak ditemukan keterlibatan sistem saraf motorik dan
tidak ditemukan tanda-tanda resiko terjadinya komplikasi. 1.7

22

DAFTAR PUSTAKA

1. Handoko RP, Djuanda A, Hamzah M. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Ed.4.
Jakarta: FKUI; 2005.
2. Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffel DJ. Varicella
and Herpes Zoster. In :Fitzpatrick. Dermatology in General Medicine. 7 thed.
New York : McGraw Hill Company.2008.p. 1885-1898.
3. Marks James G Jr, Miller Jeffrey. Herpes Zoster. In: J Lookingbill and Marks
Principles of Dermatology. 4th ed. Philadelphia : Elseiver Saunders. 2006
.p.145-148.
4. Habif P.Thomas. Warts, Herpes Simplex, and Other Viral Infection. In :Clinical
Dermatology. 5 thed. United States of America : Elseiver Saunders. 2010.p. 479
490
5. Mandal BK, dkk. Lecture Notes :Penyakit Infeksi.6th ed. Jakarta : Erlangga
Medical Series. 2008 : 115 119
6. Habif, T.P. Viral Infection. In :Skin Disease Diagnosis and Treatment. 3rd ed.
Philadelphia : Elseiver Saunders. 2011 .p. 235 -239
7.

Siregar, RS. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Edisi 2. EGC. Jakarta.
2009.

8. Schalock C.P, Hsu T.S, Arndt, K.A. Viral Infection of the Skin. In :Lippincotts
Primary Care Dermatology. Philadelphia : Walter Kluwer Health. 2011 .p. 148
-151.
9. Daili SF, B Indriatmi W. Infeksi Virus Herpes. Jakarta : Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. 2002.
10. Indrarini, Soepardiman L. Penatalaksaan Infeksi Virus Varisela-Zoster pada Bayi
dan Anak. Media Dermato-Venereologica Indonesiana. Volume 27. Jakarta:
Perdoski, 2000; 65s-71s.
11. . Andrews. Viral Diseases. Diseases of the Skin. Clinical Dermatology. 9th
Edition. Philadelphia: WB Saunders Company, 2000; 486-491.
12. Wilmana PF. Antivirus dan Interferon. Farmakologi dan Terapi. Edisi Ke-4.
Jakarta: Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1995;
617.

Anda mungkin juga menyukai