PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seperti kita ketahui target Millenium Development Goals (MDGs) salah
satunya adalah mengurangi angka kematian ibu (AKI) di seluruh dunia sebesar 75%
dari tahun 1900 ke 2015. Sebagai gambaran pada tahun 1990 AKI di Indonesia masih
sekitar 408/100.000 kelahiran hidup, sesuai target MDGs di tahun 2015 akan menjadi
102/100.000 kelahiran hidup. Di sisi lain berdasarkan analisis trend penurunan AKI
periode 1900 2015 ternyata diperkirakan hanya akan mencapai 52-55% sehingga
kemungkinan besar target MDGs tetang AKI di Indonesia sulit tercapai (Bapenas,
2007).
Hasil SDKI 2012 Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) mendapatkan
menggembirakan.Pasalnya, dari 1.318 kasus kematian bayi di tahun 2011 menurun
menjadi 635 kasus hingga Juni 2012. Sementara dari 130 kasus kematian ibu di tahun
2011 juga turun menjadi 48 kasus hingga Juni 2012 ini menunjukkan angka kematian
ibu dan bayi di tahun 2012 ini menurun drasti mencapai lebih dari 50 persen. Hal ini
membuat pemerintah daerah setempat semakin optimis program gerakan Angka
Kematian Ibu Nol (AKINO) dan Bayi Sakit Nol (BASNO) bisa tercapai (DIKES
NTB, 2012).
Masalah kesehatan ibu merupakan masalah nasional yang perlu mendapat
prioritas utama, karena sangat menentukan kualitas sumber daya manusia mendatang.
Tingginya angka kematian ibu (AKI) serta lambatnya penurunan angka kematian ibu
menunjukkan bahwa pelayanan KIA sangat mendesak untuk ditingkatkan baik dari
segi jangkauan maupun kualitas pelayanan.
Organisasi kesehatan dunia (WHO) memperkirakan di seluruh dunia lebih dari
585.000 ibu meninggal tiap tahun saat hamil atau bersalin. Artinya, setiap menit ada
satu perempuan yang meninggal. Di kawasan Asia Tenggara, total kematian ibu dan
bayi baru lahir diperkirakan berturut-turut 170.000 dan 1,3 juta pertahun. Di Indonesia
menurut Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2008 Angka Kematian
Ibu (AKI) masih cukup tinggi, yaitu 248/100.000 kelahiran hidup.
Sri Hermiyati (2008) mengatakan terdapat 4.692 jiwa ibu melayang karena
ketiga kasus (kehamilan, persalinan dan nifas). Kematian langsung ibu hamil dan
melahirkan tersebut akibat terjadinya perdarahan (28%), eklampsia (24%), infeksi
(11%), partus lama (5%) dan abortus (5%). Perdarahan yang menyebabkan kematian
ibu sekarang yang banyak ditemui adalah abortus (Saleh, 2010).
Di dunia terjadi 20 juta kasus abortus tiap tahun dan 70.000 wanita meninggal
karena bortus tiap tahunnya. Angka kejadian abortus di Asia Tenggara adalah 4,2 juta
pertahun termasuk Indonesia, sedangkan frekuensi abortus spontan di Indonesia
adalah 10% - 15% dari 6 juta kehamilan setiap tahunnya atau 600-900 ribu,
sedangkan abortus buatan sekitar 750 ribu 1,5 juta setiap tahunnya (Ulfa Anshor,
2006). Dari data kasus poned puskesmas Kediri pada tahun 2014 terdapat 185 kasus
abortus.
Manuaba (2007), mengemukakan diperkirakan terjadi gugur kandung secara
ilegal pada kehamilan yang tidak di inginkan sebanyak 2,5 3 juta orang pertahun
dengan kematian sekitar 125.000 130.000 orang pertahun di Indonesia.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa diharapkan mampu mengerti dan memahami teori yang didapatkan
selama proses belajar mengajar sehingga dapat menerapakan secara nyata sesuai
tugas dan wewenang bidan dan untuk menambah pengetahuan tentang ibu hamil
dengan abortus inkompit.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian data subyektif pada Ny F dengan
Abortus Inkomplit.
b. Mahasiswa mampu mengumpulkan data obyektif pada Ny F dengan Abortus
Inkomplit.
c. Mahasiswa mampu menganalisis dan mengidentifikasi diagnosa atau masalah
potensial pada Ny F dengan Abortus Inkomplit.
d. Mahasiswa mampu melakukan penatalaksanaan sesuai asuhan kebidanan pada
Ny F dengan Abortus Inkomplit.
C. Manfaat
1. Puskesmas Kediri
Puskesmas kediri telah memberikan pelayanan yang komprehensif sesuai
dengan teori yang ada dan di harapakan puskesmas tetap mempertahankannya.
2. Untuk Institusi
Diharapkan Institusi pendidikan tetap meningkatakan mutu pembelajaran
sehingga menghasilkan mahasiswa yang kompeten.
3. Untuk Masyarakat
Diharapkan masyarakat dapat mengerti dan melaksanakan penyuluhan yang
diberikan oleh tenaga kesehatan mengenai persiapan menghadapi persalinan.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Abortus
1. Definisi
Abortus adalah berakhirnya kehamilan melalui cara apapun sebelum janin
mampu bertahan hidup. Di AS, definisi ini terbatas pada terminasi kehamilan
sebelum 20 minggu didasarkan pada tanggal hari pertama haid normal terakhir.
Definisi lain yang sering digunakan adalah keluarnya janin neonatus yang
beratnya kurang dari 500 gram (Cunningham, 2005).
lstilah abortus dipakai untuk menujukkan pengeluaran hasil konsepsi sebelum
janin dapat hidup di luar kandungan. Sampai saat ini janin yang terkecil yang,
yang dilaporkan dapat hidup di luar kandungan, mempunyai berat 297 gram
waktu lahir. Akan tetapi, karena jarang janin yang dilahirkan dengan berat badan
di bawah 500 gram dapat hidup terus, maka abortus ditentukan sebagai
pengakhiran kehamilan sebelum janin mencapai berat 500 gram atau umur
kehamilan kurang dari 2.0 minggu (Wiknjosastro, 2005).
2. Klasifikasi
a. Menurut mekanisme terjadnya abortus:
1) Abortus spontan adalah abortus yang terjadi dengan sendirinya tanpa
provokasi dan intervensi, (Saifudin, 2005 )
2) Abortus provokatus adalah abortus yang terjadi karena di provokasi
yang dibedakan atas:
a) Abortus provokatus terapeutikus yaitu abortus provokatus yang
dlakukan atas indikasi medis dengan alasan bahwa kehamilan
membahayakan ibu dan janin
b) Abortus provokatus kriminalis : abortus provokatus yang dilakukan
tnapa indikasi medis (winkjosastro, 2005)
b. Menurut klinis (Mansjoer, 2004)
1. Abortus iminens
2. Abortus insipiens
3. Abortus inkomplit
4. Abortus komplit
5. Abortus habitualis
6. Abortus infeksius
7. Missed abortion
3. Etiologi
Mekanisme pasti yang menyebabkan abortus tidak selalu jelas, tetapi pada
bulan-bulan awal kehamilan, ekspulsi ovum secara spontan hampir selalu
didahului oleh kematian mudigah atau janin. Karena itu, pertimbangan etiologis
pada abortus dini antara lain mencakup kepastian kausa kematian janin (apabila
mungkin). Pada bulan-bulan selanjutnya, janin sering belum meninggal in utero
sebelum ekspulsi, dan penyebab ekspulsi tersebut perlu diteliti (Cuninngham,
2005).
Etiologi menurut winkjosastro, 2005
1) Kelainan hasil konsepsi misalnya :
a. Blighted ovum
b. Kelainan kromosom
2) Kelainan atau penyakit uterus ,misalnya:
a. Kelainan kongenital
4. Patofisiologi
Pada permulaan atau awal abortus terjadilah perdarahan dalam desi dua basalis
kemudian diikuti oleh nekrosis jaringan disekitarnya. Hal tersebut menyebabkan
hasil konsepsi terlepas sebagian atau seluruhnya, sehingga rnerupakan benda
asir.b dalam uterus. Keadaan ini menyebabkan uterus berkontraksi untuk
mengeluarkan isinya. Pada kehamilan kurang dari 8 minggu hasil konsepsi itu
biasanya dikeluarkan seluruhnya karena vili korialis belum menembus desidua
secara mendalam. Pada kehamilan antara 8- 14 minggu vili korealis menembus
desidua lebih mendalam, schingga umumnya plasenta tidak dilepaskan sernpurna
yang dapat menyebabkan banyak perdarahan. Pada kehamilan 14 minggu ke atas
umumnya yang dikeluarkan setelah ketuban pecah ialah janin, disusul beberapa
waktu kemudian plasenta. Perdarahan tidak banyak jika plasenta segera terlepas
dengan lengkap. Peristiwa abortus ini menyerupai persalinan dalam bentuk
miniatur. (Wiknjosastro, 2005)
Proses terjadinya adalah berawal dari pendarahan pada desidua basalis
menyebabkan nekrosis jaringan diatasnya,selanjutnya sebagian atau seluruh hasil
konsepsi terlepas dari dinding uterus.hasil konsepsi yang terlepas menjadi benda
asing terhadap uterus sehingga akan di keluarkan langsung atau tertahan untuk
beberapa waktu. (Saifudin, 2005)
5. Komplikasi
Komplikasi abortus menurt (winkjosastro, 2005) yaitu :
a. Perdarahan
Spekulum Sim
b. Persiapan penolong
1. Baju kamar tindakan, celemek, masker, kacamata pelindung.
2. Sarung tangan DTT 4 pasang
3. Alas kaki ( sepatu boot )
4. Instrumen
a. Lampu sorot
b.
Mangkok Logam
c.
bersihkan jaringan dan darah dalam vagina, tentukan bagian servik yang akan di akan
dijepit ( posisi jam 11 & 13 )
8. Dengan tangan kanan jepit servik dengan tenakulum dengan tangan kiri.
9. Lakukan pemeriksaan dalam dan lengkung uterus dengan sonde uterus.
10. Sementara tangan kiri menahan servik, masukkan klem ovum yang sesuai dengan
bukaan kanalis servikalis hingga menyentuh fundus kemudian tutup dan tarik, pilih
klem ovum yang mempunyai bulatan halus, dan rata, agar tidak melukai dinding
dalam uterus.
11. Keluarkan klem ovum jika dirasakan sudah tidak ada lagi jaringan yang terjepit.
12. Pegang gagang sendok kuret dengan ibu jari dan telunjuk, masukkan ujung sendok
kuret, ( sesuai lengkung uterus) melalui kanalis dan kedalam uterus hingga menyentuh
fundus uteri.
13. Lakukan kerokan dinding uterus secara sistimatis dan searah jarum jam, hingga
bersih.
14. Untuk dinding kavum uteri yang berlawanan dengan lengkung kavum uteri,
masukkan sendok kuret sesuai dengan lengkung uteri, setelah mencapai fundus, putar
gagang sendok 180 derajat baru lakukan pengerokan
15. Keluarkan semua jaringan dan bersihkan darah yang mengenai lumen vagina bagian
belakang.
16. Lepaskanjepitan tenakulum pada servik
17. Keluarkan spikulum bawah,dan atas.
KONTAMINASI
1. Sebelum melepas sarung tangan,kumpulkan dan masukkan Instrumen kedalam wadah
yang berisi larutan klorin 0,5 %
2. Kumpulkan bahan habis pakai yang terkena darah atau cairan tubuh pasien kemudian
lepaskan sarung tangan secara terbalik dan rendam kedalam larutan klorin 0,5 %
3. Cuci tangan dengan sabun diair yang mengalir, keringkan tangan dengan handuk atau
tisu.
4. Periksa tanda-tanda vital pasien, segera lakukan tindakan dan beri inruksi apabila
terjadi kelainan atau komplikasi.
5. Catat kondisi pasien dan buat laporan tindakan di dalam kolomyang tersedia dalam
status pasien. Bila keadaan umum pasien cukup baik, setelah cairan habis, lepaskan
peralatan infus.
6. Buat intruksi pengobatanlanjutan dan pemantauan kondisi pasien.
7. Beritahukan kepada pasien dan keluarganya bahwa tindakan telah selesai dilakukan
tetapi pasien masih memerlukan perawatan
8. Bersama petugas yang akan merawat pasien, jelaskan jenis perawatan yang masih
diperlukan, lama perawatan dan laporkan kepada petugas tersebut bila ada
keluhan/gangguan pasca tindakan.
9. Tegaskan kepada petugas yang merawat untuk menjalankan dan pengobatan serta
laporkan segera bila ada pemantauan lanjut ditemukan perubahan-perubahan seperti
yang ditulis dalam catatan pasca tindakan.