Anda di halaman 1dari 9

MODIFIKASI TEPUNG SORGUM MELALUI

PROSES FERMENTASI MENGGUNAKAN


BAKTERI ASAM LAKTAT
Rizky Priambodo dan Renita Dyah Ayuningtyas
Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro
Jl. Prof. Sudharto, SH, Tembalang, Semarang, 50275, Telp/Fax: (024)7460058
*)
Penulis korespondensi: risky.xa@gmail.com, renitadyah@gmail.com
Abstrak
Sorgum merupakan bahan alternatif pangan yang dapat dikembangkan di Indonesia karena siklus
hidupnya yang lebih mudah dan dapat tumbuh di daerah kering. Kandungan protein dalam sorgum cukup
unggul jika dibandingkan dengan serealia lainnya seperti beras, gandum, dan jagung. Namun, tepung sorghum
memiliki sifat fisikokimia yang rendah bila dibandingkan dengan tepung gandum, sehingga perlu adanya suatu
upaya modifikasi yang mampu mengubah sifat fisik maupun sifat kimia. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji
pengaruh waktu fermentasi (12, 24, 36, 48, dan 60 jam) dan jumlah bakteri asam laktat kultur campuran (1,5;
2; 2,5; 3; 3,5 ml) yang ditambahkan terhadap sifat fisikokimia tepung sorghum (solubility, swelling power, DE,
dan gula reduksi). Tahapan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini meliputi pembuatan tepung
sorghum, fermentasi tepung sorghum, dan analisa sifat fisikokimia tepung. Biji sorghum yang digunakan
merupakan varietas soghum putih dari demak (PD), sorghum putih (PW), dan sorghum merah dari wonogiri
(MW). Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin lama waktu fermentasi dari ketiga varietas sorghum maka
solubility dari tepung sorghum semakin menurun. Sifat swelling power dari varietas PD semakin menurun,
sebaliknya nilai swelling power dari vaarietas PW dan MW semakin meningkat. Penambahan jumlah bakteri
dapat menurunkan solubility tepung PD, namun solubility varietas PW dan MW semakin naik. Semakin banyak
jumlah bakteri yang diberikan juga mampu menurunkan swelling power dari tepung sorghum PD, namun
tepung PW dan MW mengalami kenaikan swelling power. Analisa dextrose equivalent dan gula reduksi dari
tepung sorgum modifikasi menunjukkan bahwa terjadi peningkatan yang disebabkan oleh terputusnya ikatan
disulfide yang menyelubungi granular pati, sehingga daya cerna tepung sorgum modifikasi ini lebih baik
dibandingkan dengan tepung sorgum tanpa modifikasi.
Kata kunci: modifikasi sorghum, fermentasi, asam laktat
PENDAHULUAN
Ketahanan pangan yang terlalu bergantung pada satu komoditas, yaitu beras mengandung resiko bahwa
kebutuhan pangan rumah tangga dan nasional akan rapuh (Husodo, 2002). Indonesia sebagai Negara kepulauan
yang memiliki beragam ekosistem, akan sangat cocok bila bahan pangan pokok penduduknya beranekaragam,
karena akan memudahkan penyediaan sesuai potensi daerah atau spesifik lokasi. Dengan kata lain, kebutuhan
masyarakat suatu daerah dapat terpenuhi dengan hasil budidaya tanaman pangan setempat. Untuk mencapai hal
itu perlu adanya budidaya dan pengolahan produk pangan daerah. Sayangnya hingga saat ini pengembangan
bahan pangan non-beras masih sangat kurang. Padahal, bahan pangan lokal sebagai pendamping beras sangat
banyak ragamnya. Sorgum merupakan salah satu komoditas yang berpeluang untuk dikembangkan sebagai
produk pangan pendamping beras. Kandungan tepung biji sorgum juga cukup tinggi yaitu sekitar 83%,
sedangkan kadar lemak dan proteinnya sebesar 3.60% dan 12.3% (Direktorat Jenderal Tanaman Pangan dan
Hortikultura, 1996). Kandungan tepung sorgum yang cukup tinggi, sangat berpotensi untuk dijadikan sebagai
tepung. Beras mempunyai kandungan tepung sekitar 82%, lemak 0.8%, dan protein 6%. Hal tersebut
menunjukkan bahwa komposisi ketiga zat gizi (protein, lemak, tepung) pada sorgum setara dengan beras,
bahkan lebih baik. Sorgum merupakan bahan pangan pokok di beberapa Negara subtropis di Asia maupun
Afrika dan merupakan andalan sumber karbohidrat, protein, vitamin, dan mineral jutaan penduduk marginal di
wilayah tersebut. Akan tetapi sorgum memiliki kekurangan dibandingkan tanaman serealia lainnya yaitu
kandungan tannin pada sorgum yang menyebabkan rasa pahit. Tannin pada sorgum diikat oleh prolamin,
prolamin tersebut yang juga mengikat karbohidrat pada sorgum, sehingga mengurangi daya cerna nutrient
sorgum. Protein dan tepung sorgum memiliki daya cerna yang rendah diakibatkan oleh adanya ikatan disulfide
yang terdapat pada protein, karena adanya ikatan disulfide yang bersifat hidrophobik hal itu yang menyebabkan
protein menjadi sulit dicerna, protein yang sulit dicerna tersebut melingkupi granular tepung sorgum yang
mengandung tepung, sehingga tepung juga menjadi lebih sulit dicerna (Wong dkk, 2009).

Untuk meningkatkan daya cerna tepung sorgum, dapat dilakukan beberapa cara, yaitu dekortikasi,
fermentasi, germinasi, dan perlakuan kimiawi lainnya (Beta, Rooney, Marovatsanga, & Taylor, 2000). Pada
penelitian ini, digunakan metode fermentasi dengan kultur campuran bakteri asam laktat yang terdiri dari bakteri
Lactobacillus bulgaricus, Lactobacillus casei, Lactobacillus acidophilus, Lactobacillus plantarum dan
Streptococcus sp yang telah berhasil untuk memodifikasi tepung singkong dengan kualitas yang lebih baik. Oleh
karena itu, pada penelitian ini akan mencoba menerapkannya pada tepung sorgum untuk memodifikasi daya
cernanya. Berdasarkan penelitian terdahulu yang telah dilakukan oleh Yudi Pranoto dkk, proses yang digunakan
adalah fermentasi dengan menggunakan Lactobacillus plantarum, di sini kita akan mencoba dengan
menggunakan metode yang sama, yaitu metode fermentasi namun dengan kultur campuran, kultur campuran
tersebut telah dipakai untuk penelitian moddified cassava dan penelitian tersebut telah berhasil.
Permasalahan yang harus dijawab adalah bagaimana daya cerna tepung dan protein tepung sorgum
sebelum dan setelah difermentasi dengan kultur campuran bakteri asam laktat yang terdiri dari bakteri
Lactobacillus bulgaricus, Lactobacillus casei, Lactobacillus acidophilus, Lactobacillus plantarum dan
Streptococcus sp, serta kondisi seperti apa yang dibutuhkan untuk mencapai tahap optimum fermentasi tepung
sorgum dengan kultur campuran bakteri asam laktat yang terdiri dari bakteri Lactobacillus bulgaricus,
Lactobacillus casei, Lactobacillus acidophilus, Lactobacillus plantarum dan Streptococcus sp. ditinjau dari
waktu fermentasi, penambahan bakteri asam laktat, serta penggunaan varietas sorgum.
METODE PENELITIAN
Pembuatan Tepung Sorgum
Siapkan biji sorgum yang telah dikupas kulitnya dan Menghaluskan biji sorgum tersebut dengan alat penumbuk.
Ayak biji sorgum yang telah dihaluskan dengan metode sieving menggunakan ayakan 100 mesh.
Fermentasi Tepung Sorgum
Tepung sorgum sebanyak 100 gr untuk masing-masing varietas dicampur dengan aquadest sampai bentuk berupa
slurry dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer. Campuran tersebut dipanaskan selama 1 menit sambil diaduk
(untuk menghilangkan endogenus mikroorganisme). Setelah itu disimpan pada suhu ruangan, setiap sampel
diinokulasikan 0,5 ml kultur campuran selama 12 jam, 24 jam, 36 jam, 48 jam, dan 60 jam. Setelah penentuan
waktu optimum diperoleh, setiap sampel diinokulasikan 1,5 ml, 2 ml, 2,5 ml, 3 ml, dan 3,5 ml kultur campuran
dan fermentasi dilakukan dengan menggunakan waktu optimum yang telah diperoleh. Setelah fermentasi,
volumenya diatur menjadi 150 ml dan disentrifugasi pada 15.000 rpm selama 20 menit. Residu dikeringkan pada
suhu 70oC dan dihaluskan menggunakan mortar.
Analisa Kelarutan (Solubility)
Sampel sebanyak 1 gr ditimbang dan diletakkan pada test tube. Tambahkan 50 ml aquadest. Panaskan campuran
60oC selama 30 menit dalam waterbath. Dinginkan campuran dan sentrifugasi selama 15 menit pada 3000 rpm.
Ambil 5 ml supernatant dan keringkan pada cawan petri pada 110 oC. Setelah kering, timbang beratnya sampai
konstan. Catat berat tersebut, kemudian hitung solubility dengan rumus :
(Olufunmi. O, 2006)
Analisa Swelling Power
Sampel sebanyak 1 gr ditimbang dan diletakkan pada test tube. Tambahkan 50 ml aquadest. Panaskan campuran
60oC selama 30 menit dalam waterbath. Dinginkan campuran dan sentrifugasi selama 15 menit pada 3000 rpm.
Pisahkan supernatant dari pastanya. Timbang berat pasta. Kemudian hitung swelling power dengan
menggunakan rumus :
(Olufunmi. O, 2006)
Analisa Dextrose Equivalent
Standarisasi Larutan Fehling
Larutan fehling A sebanyak 5 ml dan larutan fehling B 5 ml dicampur, lalu ditambah 15 ml larutan glukosa
sampel. Campuran dididihkan selama 2 menit. Kemudian masih dalam keadaan mendidih, penetesan
glukosa sampel dilanjutkan sampai warna biru hampir hilang. Setelah itu campuran ditambah 3 tetes indikator
methylen blue (MB), dan titrasi dilanjutkan sampai warna merah bata dan catat volume glukosa standart yang
dibutuhkan (F) dan hitung nilai FF :
(Israel Salinas, dkk., 2006)

Penentuan Nilai DE
Aquades sebanyak 50 ml dimasukkan kedalam erlenmeyer. Kemudian ditambahkan larutan fehling A dan B
masing-masing sebanyak 5 ml. Panaskan larutan tersebut hingga mendidih dan ditambahkan indikator methylen
blue (MB) sebanyak 3 tetes. Lalu dititrasi dengan menggunakan 10 gram tepung hasil fermentasi yang dilarutkan
dalam 200 ml aquades. Menghentikan titrasi sampai warna merah bata, catat kebutuhan titrannya, nilai DE
dihitung dengan rumus :
(Israel Salinas, dkk., 2006)
Analisa Gula Reduksi
Standarisasi Larutan Fehling
Larutan fehling A sebanyak 5 ml dan larutan fehling B 5 ml dicampur, lalu ditambah 15 ml larutan glukosa
standart. Campuran dididihkan selama 2 menit. Kemudian masih dalam keadaan mendidih, penetesan
glukosa dilanjutkan sampai warna biru hampir hilang. Setelah itu campuran ditambah 3 tetes indikator
methylen blue (MB), dan titrasi dilanjutkan sampai warna merah bata dan catat volume glukosa standart yang
dibutuhkan (F).
Penentuan kadar pati
Membuat larutan sampel tepung sorgum termodifikasi (0,5 gr tepung ditambahkan aquadest sampai 50 ml).
Mengambil 5 ml dari larutan sampel kemudian ditambahkan 5 ml fehling A, 5 ml fehling B, dan 15 ml glukosa
standar. Larutan campuran tersebut dipanaskan hingga mendidih kemudian ditambahkan 3 tetes indikator
methylen blue (MB). Larutan dititrasi dengan glukosa standar hingga warna merah bata. Catat kebutuhan titran
(M) dan hitung kadar gula reduksi dengan rumus :

Keterangan :
F : Volume titran saat standarisasi larutan glukosa standar (ml).
M : Volume titran saat analisa sampel (ml).
N : Kadar glukosa standar (0,0025 gr/ml).
B : Volume pengenceran tepung sorgum modifikasi (50 ml).
W : Berat tepung sorgum yang dianalisa (0,5 gr).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisa Bahan Baku Awal
Jenis
Sorgum
Merah
Wonogiri
Putih
Wonogiri
Putih Demak

Kadar Air
(%)
15,1202

Kadar Abu
(%)
1,9755

Serat Kasar
(%)
0,9935

Lemak Kasar
(%)
0,8194

Protein Kasar
(%)
8,1539

Karbohidrat
(%)
72,9375

14,1495

2,3862

2,1264

0,8374

7,2758

73,2247

14,0402
1,6282
0,0101
1,3844
8,0213
74,9158
Tabel 1 Hasil Analisa Proximate Tepung Sorgum Native per 100 gr
Tabel diatas menunjukkan berbagai kandungan awal tepung sorgum yang digunakan dalam penelitian
modifikasi tepung sorgum melalui proses fermentasi bakteri asam laktat kultur campuran. Sorgum jenis merah
Wonogiri memiliki kandungan protein dan karbohidrat sebesar 8,1539% dan 72,9375%, sorgum jenis putih
Wonogiri 7,2758% dan 73,2247%, sedangkan sorgum jenis putih Demak sebesar 8,0213% dan 74,9158.
Kandungan sorgum tersebut rata-rata hampir mendekati dengan kandungan sorgum pada umumnya yaitu protein
sebesar 11% dan karbohidrat sebesar 73%. Perbedaan kandungan sorgum pada beberapa jenis ini dapat terjadi
disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya adalah varietasnya, kondisi lingkungan tumbuhnya sorgum, dan
umur tanaman sorgum saat dipetik bijinya. (Moorthy,1985). Faktor tersebut yang menyebabkan komposisi setiap
jenis sorgum berbeda.

Pengaruh Waktu Fermentasi (jam) Terhadap pH Tepung Sorgum Modifikasi


Dalam penelitian ini, dilakukan pengecekan pH selama dilakukan fermentasi tepung sorgum, dan
berikut dapat terlihat dalam gambar 1 :

Gambar 1 Pengaruh Waktu Fermentasi Terhadap pH Selama Fermentasi


Dari gambar diatas diketahui bahwa ketiga jenis sorgum mempunyai pH fermentasi fluktuatif terhadap
waktu. Penurunan pH fermentasi terjadi diakibatkan karena aktivitas dari bakteri selama proses fermentasi.
Bakteri ini akan memproduksi asam organik dari glukosa dalam proses fermentasi tepung sorgum seperti asam
laktat, asam asetat, asam formiat, asam succinic, asam sitrus, asam piruvic, asam pyroglutamic, dan asam uric.
Bakteri-bakteri asam laktat kultur campuran ini dikenal sebagai penghasil asam laktat dan asam organik lainnya
yang mendukung bakteri-bakteri tersebut mempunyai ketahanan terhadap pH rendah sehingga bakteri ini akan
tetap hidup dalam kondisi pH rendah dan tetap melaukan aktivitasnya sampai kondisi jenuhnya (Yudi Pranoto,
2013).
Pengaruh Waktu Fermentasi (jam) Terhadap Solubility (g/100 g) Tepung Sorgum Modifikasi
Dalam penelitian ini dilakukan analisa solubility atau analisa kelarutan bahan dalam air terhadap
modifikasi tepung sorgum melalui proses fermentasi menggunakan bakteri asam laktat kultur campuran.
Solubility merupakan banyaknya air yang berpenetrasi ke dalam granular pati suatu bahan sehingga bobot tepung
yang terlarut dapat diukur dengan cara mengeringkan dan menimbang sejumlah larutan supernatant.
Pada penelitian sebelumnya dilakukan modifikasi tepung sorgum dengan proses Heat Moisture
Treatment, diperoleh solubility tepung sorgum modifikasi sebesar 0,33 g/100 g tepung. Sedangkan pada
penelitian ini dengan waktu optimum 24 jam dan penambahan bakteri asam laktat kultur campuran 1,5 ml dalam
100 gr tepung, solubility tepung sorgum termodifikasi untuk varietas putih Demak, putih Wonogiri, dan merah
Wonogiri masing-masing sebesar 3 g/100 g, 3 g/100 g, dan 4 g/100 g.

Gambar 2 Solubility (g/100 g) Run I : Penentuan Waktu Optimum Fermentasi Tepung Sorgum
Dari gambar diatas diketahui bahwa dengan semakin lamanya waktu fermentasi solubility ketiga jenis
sorgum cenderung mengalami penurunan. Hal ini dapat terjadi karena adanya komponen non-karbohidrat dalam
tepung yang dapat mempengaruhi daya ikat dalam granular seperti lemak dalam tepung sorgum. Lemak yang
terserap di permukaan granular tepung akan berikatan dengan amilosa membentuk ikatan kompleks bersifat
hidrofobik yang akan menghambat pengikatan air oleh granular tepung sehingga amilosa tidak dapat keluar dari
granular mengakibatkan kelarutan tepung sorgum terhadap air menurun seiring semakin lamanya waktu
fermentasi (Olufunmi. O, 2006).

Pengaruh Waktu Fermentasi (jam) Terhadap Swelling Power (g/g) Tepung Sorgum Modifikasi
Dalam penelitian ini dilakukan analisa swelling power yaitu analisa daya kembang dari tepung sorgum
termodifikasi melalui proses fermentasi menggunakan bakteri asam laktat kultur campuran. Pada penelitian
sebelumnya dilakukan modifikasi tepung sorgum dengan proses Heat Moisture Treatment, diperoleh swelling
power tepung sorgum modifikasi sebesar 2,98 g/ g tepung. Sedangkan pada penelitian ini dengan waktu
optimum 24 jam dan penambahan bakteri asam laktat kultur campuran 1,5 ml dalam 100 gr tepung, swelling
power tepung sorgum termodifikasi untuk varietas putih Demak, putih Wonogiri, dan merah Wonogiri masingmasing sebesar 3,05 g/g, 2,75 g/g, dan 3,07 g/g.

Gambar 3 Swelling Power (g/g) Run I : Penentuan Waktu Optimum Fermentasi Tepung Sorgum
Dari gambar diketahui bahwa sorgum putih Demak memiliki kecenderungan penurunan swelling
power dengan bertambahnya waktu fermentasi hal ini dapat terjadi karena penurunan dari kestabilan granular
tepung, hasil dari penguraian double heliks yang ada pada susunan kristalin, sehingga amilosa yang ada pada
granular tepung berikatan dengan lipid membentuk ikatan kompleks hal ini yang menyebabkan swelling power
tepung sorgum menurun seiring semakin lamanya waktu fermentasi (Olufunmi, et al., 2006).
Sedangkan pada sorgum putih dan merah Wonogiri terlihat bahwa semakin lama waktu fermentasi
swelling power akan semakin naik. Hal tersebut terjadi karena swelling power dipengaruhi oleh gugus amilosa
sebagai komponen penyusun tepung. Semakin lama waktu fermentasi akan mengakibatkan semakin banyak
amilosa yang tereduksi, penurunan jumlah amilosa tersebut menyebabkan kenaikan swelling power (Sasaki T,
1998).
Pengaruh Penambahan Jumlah Bakteri Asam Laktat Kultur Campuran Terhadap Solubility (g/100 g)
Tepung Sorgum Modifikasi
Dalam penelitian ini dilakukan analisa solubility atau analisa kelarutan bahan dalam air terhadap
modifikasi tepung sorgum melalui proses fermentasi menggunakan bakteri asam laktat kultur campuran.
Solubility merupakan banyaknya air yang berpenetrasi ke dalam granular pati suatu bahan sehingga bobot tepung
yang terlarut dapat diukur dengan cara mengeringkan dan menimbang sejumlah larutan supernatant. Pada
penelitian sebelumnya dilakukan modifikasi tepung sorgum dengan proses Heat Moisture Treatment, diperoleh
solubility tepung sorgum modifikasi sebesar 0,33 g/100 g tepung. Sedangkan pada penelitian ini dengan waktu
optimum 24 jam diperoleh penambahan bakteri asam laktat kultur campuran optimum sebesar 2 ml dalam 100 gr
tepung dengan solubility tepung sorgum termodifikasi untuk varietas putih Demak, putih Wonogiri, dan merah
Wonogiri masing-masing sebesar 4 g/100 g, 5 g/100 g, dan 2 g/100 g.

Gambar 4 Solubility (g/100 g) Run II : Penentuan Penambahan Bakteri Asam Laktat Kultur Campuran Optimum

Dari gambar diketahui bahwa semakin lamanya waktu fermentasi solubility tepung sorgum Putih
Demak cenderung mengalami penurunan. Hal ini dapat terjadi karena adanya komponen non-karbohidrat dalam
tepung yang dapat mempengaruhi daya ikat dalam granular seperti lemak dalam tepung sorgum. Lemak yang
terserap di permukaan granular tepung akan berikatan dengan amilosa membentuk ikatan kompleks bersifat
hidrofobik yang akan menghambat pengikatan air oleh granular tepung sehingga amilosa tidak dapat keluar dari
granular mengakibatkan kelarutan tepung sorgum terhadap air menurun seiring semakin lamanya waktu
fermentasi (Olufunmi, et al., 2006).
Sedangkan pada jenis sorgum merah dan putih Wonogiri cenderung mengalami kenaikan solubility
disebabkan oleh kemudahan molekul air berinteraksi dengan molekul dalam granular tepung yang akan
menggantikan interaksi hidrogen antar molekul, sehingga granular tersebut lebih mudah menyerap air dan
mempunyai pengembangan yang tinggi. Pengembangan tersebut akan menekan granular dari dalam sehingga
granular akan pecah dan molekul tepung terutama amilosa akan keluar, dengan demikian semakin lama waktu
fermentasi semakin banyak pula molekul amilosa yang keluar dari granular tepung (Herawati & Dian, 2009).
Pengaruh Penambahan Jumlah Bakteri Asam Laktat Kultur Campuran Terhadap Swelling Power (g/g)
Tepung Sorgum Modifikasi
Dalam penelitian ini dilakukan analisa swelling power yaitu analisa daya kembang dari tepung sorgum
termodifikasi melalui proses fermentasi menggunakan bakteri asam laktat kultur campuran. Pada penelitian
sebelumnya dilakukan modifikasi tepung sorgum dengan proses Heat Moisture Treatment, diperoleh swelling
power tepung sorgum modifikasi sebesar 2,98 g/g tepung. Sedangkan pada penelitian ini dengan waktu optimum
24 jam diperoleh penambahan bakteri asam laktat kultur campuran optimum sebesar 2 ml dalam 100 gr tepung
dengan swelling power tepung sorgum termodifikasi untuk varietas putih Demak, putih Wonogiri, dan merah
Wonogiri masing-masing sebesar 2,87 g/g, 2,16 g/g, dan 2,05 g/g.

Gambar 5 Swelling Power (g/g) Run II : Penentuan Penambahan Bakteri Asam Laktat Kultur Campuran Optimum
Dari gambar diketahui bahwa sorgum putih Demak memiliki kecenderungan penurunan swelling power
dengan bertambahnya penambahan bakteri asam laktat. Hal ini dapat terjadi karena hasil dari penguraian double
heliks yang ada pada susunan kristalin, sehingga amilosa yang ada pada granular tepung berikatan dengan lipid
membentuk ikatan kompleks hal ini yang menyebabkan swelling power tepung sorgum menurun seiring semakin
lamanya waktu fermentasi (Olufunmi, et al., 2006).
Sedangkan pada sorgum putih dan merah Wonogiri terlihat bahwa semakin banyak penambahan bakteri
asam laktat swelling power akan semakin naik. Hal tersebut terjadi karena swelling power dipengaruhi oleh
gugus amilosa sebagai komponen penyusun tepung. Semakin bertambahnya jumlah bakteri akan mengakibatkan
semakin banyak amilosa yang tereduksi, penurunan jumlah amilosa tersebut menyebabkan kenaikan swelling
power (Sasaki T, 1998).

Analisa Dextrose Equivalent pada Tepung Sorgum Modifikasi

Gambar 6 Analisa Dextrose Equivalent Run I : Penentuan Waktu Optimum Fermentasi Tepung Sorgum
Dari gambar diketahui bahwa nilai DE dari ketiga jenis sorgum memiliki kecenderungan naik seiring
semakin lamanya waktu fermentasi. Kenaikan ini terjadi karena semakin lama kontak antara bakteri dengan
tepung sorgum akan mengakibatkan bakteri sebagai agen pereduksi lebih lama berinteraksi untuk meningkatkan
gelatinisasi tepung yang akan mengurangi ikatan intermolekuler disulfide antara matriks dan protein bodies yang
melingkupi granular tepung. Oleh karena itu granular tepung menjadi sedikit tidak stabil atau bahkan kehilangan
struktur aslinya, sehingga dengan semakin lama waktu fermentasi DE akan meningkat (Israel Salinas, dkk.,
2006).

Gambar 7 Analisa DE Run II : Penentuan Penambahan Bakteri Asam Laktat Kultur Campuran Optimum
Dari gambar diketahui bahwa nilai DE dari ketiga jenis sorgum memiliki kecenderungan naik seiring
semakin besar penambahan bakteri asam laktat. Kenaikan ini terjadi karena bakteri sebagai agen pereduksi
mampu meningkatkan gelatinisasi tepung yang akan mengurangi ikatan intermolekuler disulfide antara matriks
dan protein bodies yang melingkupi granular tepung. Oleh karena itu granular tepung menjadi sedikit tidak stabil
atau bahkan kehilangan struktur aslinya, sehingga dengan semakin besar penambahan bakteri asam laktat DE
akan meningkat (Israel Salinas, dkk., 2006).
Analisa Gula Reduksi pada Tepung Sorgum Modifikasi

Gambar 8 Analisa Gula Reduksi Run I : Penentuan Waktu Optimum Fermentasi Tepung Sorgum

Dari gambar diketahui bahwa nilai gula reduksi pada sorgum jenis putih dan merah Wonogiri
mengalami kenaikan seiring dengan bertambahnya waktu. Hal tersebut terjadi karena dengan semakin lamanya
waktu, aktifitas bakteri akan menyebabkan semakin seringnya terjadi reaksi. Reaksi yang terjadi mengakibatkan
putusnya ikatan intermolekuler disulfide yang melingkupi granular tepung, sehingga tepung akan keluar dari
granularnya dan glukosa akan pecah selama proses fermentasi. Oleh karena itu semakin lama waktu fermentasi
maka akan semakin besar gula reduksi. Sedangkan pada sorgum jenis putih Demak mengalami penurunan gula
reduksi hal ini dapat terjadi saat nutrisi yang dibutuhkan oleh bakteri untuk tetap hidup tidak mencukupi,
sehingga bakteri tidak optimal dalam memutus ikatan disulfide pada tepung sorgum (Putri Anggraeni, dkk.,
2013).

Gambar 9 Analisa Gula Reduksi Run II : Penentuan Penambahan


Bakteri Asam Laktat Kultur Campuran Optimum
Dari gambar diketahui bahwa sorgum jenis putih Demak dan merah Wonogiri memiliki kecenderungan
gula reduksinya naik seiring bertambahnya penambahan bakteri asam laktat. Hal ini disebabkan karena dengan
jumlah bakteri yang semakin banyak, semakin tinggi pula aktivitas enzimnya sehingga gula reduksi yang
dihasilkan semakin tinggi karena adanya gula reduksi sangat tergantung dari aktivitas enzimatiknya. Sedangkan
pada sorgum putih Wonogiri mengalami kecenderungan penurunan gula reduksi, hal ini dapat terjadi saat nutrisi
yang dibutuhkan oleh bakteri untuk tetap hidup tidak mencukupi, sehingga bakteri tidak optimal dalam memutus
ikatan disulfide pada tepung sorgum (Putri Anggraeni, dkk., 2013).
KESIMPULAN
Dalam penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Olufumin. O, 2006 didapatkan hasil swelling power
sebesar 2,98 g/g dengan metode Heat Moisture Treatment, sedangkan dalam penelitian ini swelling power untuk
sorgum putih Demak sebesar 2,87 g/g, 2,16 g/g untuk sorgum putih Wonogiri, dan 2,05 g/g untuk sorgum merah
Wonogiri. Sedangkan solubility didapatkan dalam penelitian sebesar 4 g/100g untuk sorgum putih Demak, 5
g/100g untuk sorgum putih Wonogiri, dan 2 g/100g untuk sorgum merah Wonogiri dan hasil penelitian oleh
Olufumin diperoleh solubility sebesar 0,33 g/100g. Analisa dextrose equivalen tepung sorgum putih Demak,
putih Wonogiri, dan merah Wonogiri diperoleh sebesar 6,9 ; 6,1 ; 13,44. Sedangkan analisa gula reduksi tepung
sorgum putih Demak, putih Wonogiri, dan merah Wonogiri diperoleh sebesar 0,345 ; 0,755 ; 0,925. Kondisi
optimum dalam modifikasi tepung sorgum melalui proses fermentasi menggunakan bakteri asam laktat kultur
campuran dilakukan dalam waktu 24 jam dengan penambahan bakteri asam laktat sebesar 2 ml per 100 gram
tepung.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terimakasih kepada Tuhan Yang Maha Esa dengan segala limpahan rahmat-Nya,
orang tua kami yang selalu member doa dan dukungan, serta Ir. Kristinah Haryani, M.T. sebagai dosen
pembimbing yang telah banyak memberi masukan untuk penulis hingga selesainya laporan penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Abdelhaleem, W. H., El Tinay, A. H., Mustafa, A. I., & Babiker, E. E, 2008, Effect of Fermentation,
Malt-Pretreatment and Cooking on Antinutirional Factors and Protein Digestibility of Sorgum Cultivars,
Pakistan Journal of Nutrition, 7, 335341.
B. A., Susila, 2005, Keunggulan Mutu Gizi dan Sifat Fungsional Sorgum (Sorgum vulgare), 529-531.
Beta, T., Rooney, L. W., Marovatsanga, L. T., & Taylor, J. R. N, 2000, Effect of Chemical Treatment on
Polyphenols and Malt Quality in Sorgum, Journal of Cereal Science, 31, 295302.
Butler, L. G., Riedl, D. J., Lebryk, D. G., & Blytt, H. J, 1984, Interaction of Proteins with Sorghum
Tannin : Mechanism, Specificity and Significance, Journal of the American Oil Chemists Society, 61, 916920.

De Mesa-Stonestreet, D. J., Alavi, S., & Bean, S. R, 2010, Sorgum Proteins: the Concentration,
Inokulumion, Modification, and Food Applications of Kafirins, Journal of Food Science, 75, R90R104.
Dicko M. H., Gruppen H., Traore A. S., Berkel V. W. J., Voragen A. G., 2005, Evaluation of The Effect
of Germination on Phenolic Compounds and Antioxidant Activities in Sorghum Varieties, J. Agricultural and
Food Chemistry, 53 (1), 2581-2588.
Direktorat Jenderal Perkebunan, 1996, Sorgum Manis Komoditi Harapan di Propinsi Kawasan Timur
Indonesia. Risalah Simposium Prospek Tanaman Sorgum untuk Pengembangan Agroindustri, 17-18 Januari
1995. Edisi Khusus Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian No.4-1996: 6-12.
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan dan Hortikultura, 1996, Prospek Sorgum sebagai Bahan Pangan
dan Industri Pangan. Risalah Simposium Prospek Tanaman Sorgum untuk Pengembangan Agroindustri, 17-18
Januari 1995. Edisi Khusus Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian No. 4-1996: 2-5.
Dykes L., Rooney L. W., 2006, Sorghum and Millet Phenols and Antioxidants, J. Cereal Science, 44 (3),
236-251.
Elkhalifa, A. E. O., Bernhard, R., Bonomi, F., Iametti, S., Pagani, M. A., & Zardi, M, 2006,
Fermentation Modifies Protein/Protein and Protein/Starch Interactions in Sorghum Dough, European Food
Research and Technology, 222, 559564.
Elkhalifa, A. E. O, Schiffler, B., & Bernhardt, R, 2005, Effect of Fermentation on the Functional
Properties of Sorgum Flour, Food Chemistry, 92, 15.
El Tinay, A. H., Abdel Gadir, A. M., & El Hidai, M, 1979, Sorghum Fermented Kisra Bread I. Nutritive
Value of Kisra, Journal of the Science of Food and Agriculture, 30, 859863.
FAO (Food and Agriculture Organization), 1995, Sorghum and Millets in Human
Hassan, I. A. G., & El Tinay, A. H, 1995, Effect of Fermentation on Tannin Content and In-Vitro
Protein and Starch Digestibilities of Two Sorghum Cultivars, Food Chemistry, 53, 149151.
Herawati, Dian , 2009, Modifikasi Pati Sagu dengan Teknik Heat Moisture-Treatment dan Aplikasinya
dalam Memperbaiki Kualitas Bihun, IPB, Bogor.
Isabel Correla, N., Alecandra, G., Sofia, S. B., Antonio, D., Ivonne, 2010, Screening of Latic Acid
Bacteria Potentially Useful for Sorghum Fermentation, Jounal of Cereal Science, 52, 9-15.
Israel, S., Arturo, P., Yolanda, S., Eliseo, S., Carlos, M., Manuel, C., Miguel, C., Jaime, G., 2006,
Compositional Variation Amongst Sorghum Hibrids : Effect of Kafirin Concentration on Metabolised Energy,
Journal of Cereal Science, 44, 342-346.
James N. Be Miller, Roy Lester Whistler, 2009, Starch: Chemistry and Technology, 3rd edition.
Mudjisohono, R., dan Suprapto, 1987, Budidaya dan Pengolahan Sorghum, Penebar Swadaya, Jakarta.
Olufunmi, O., Kayode, O., Bamidele, I., Olu-Owolabi., 2006, Effect of Heat-Moisture Treatment on
Physicochemical Propertise of White Sorghum Strach, Food Hydrocolloids, 22, 225-230.
Osman, M. A., 2004, Changes in Sorghum Enzyme Inhibitors Phytic Acid, Tannins and In Vitro Protein
Digestibility Occurring During Khamir (Localbread) Fermentation, Food Chemistry, 88, 129134.
Putri, A., Zaqiyah, A., Didi, D., 2013, Hidrolisis Selulosa Enceng Gondok (Eichhornia crassipe)
Menjadi Glukosa dengan Katalis Arang Aktif Tersulfonasi, Jurnal Teknologi Kimia dan Industri, 2, 63-69.
Randazzo C. L., Restuccia C., Romano A. D., Caggia C., 2004, Lactobacillus Casei, Dominant Species
in Naturally Fermented Sicilian Green Olives, Int. J. Food Microbiol. 90 (1) : 914.
Rismunandar, 1989, Sorghum Tanaman Serba Guna, Sinar Baru, Bandung.
R. O,. Balogun, J. B., Rowe, S. H,. Bird, 2005, Fermentability and Degradability of Sorghum Grain
Following Soaking, Aerobic or Anaerobic Treatment, Animal Sciene, University of New England.
Rooney, L. W., 2003, Food and Nutritional Quality of Sorghum and Millet, Project TAM 226, Texas A
& M University, Texas.
Salovaara, H., 1998, Lactic Acid Bacteria in Cereal Based Products, Pages 115-138 in Lactic Acid Bacteria
- Technology and Health Effects, 2nd edition, S. Salminen and A. von Wright, (eds)., Marcel Dekker.
Sasaki, T., Matsuki, J., 1998, Effect of Wheat Starch on Structure on Swelling Power, Journal of Cereal
Chemistry,75, 525-529.
Schlegel, Hans. G., 1994, Mikrobiologi Umum, Penterjemah Tedjo Baskoro. Edisi keenam.Yogyakarta :
Gajah Mada University Press.
Singh, J., Dartois, A., & Kaur, L., 2010, Starch Digestibility in Food Matrix: Areview, Trends in Food
Science & Technology, 21, 168180.
Suarni, 2004, Pemanfaatan Tepung Sorgum Untuk Produk Olahan, Jurnal Litbang Pertanian, 23 (4).
Wong, J. H., Lau, T., Cai, N., Singh, J., Pedersen, J. F. Vensel, W. H., 2009, Digestibility of Protein and
Starch from Sorgum (Sorgum Bicolor) is Linked to Biochemical and Structural Features of Grain Endosperm.
Journal of Cereal Science, 49, 7382.
Yudi Pranoto, A,. Sri, E,. Zulman, 2013, Effect of Natural and Lactobacillus plantarum Fermentation
on In Vitro Protein and Starch Digestibilities of Sorghum Flour, Food Bioscience.

Anda mungkin juga menyukai