Anda di halaman 1dari 16

6

BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Asma Bronkhial
A. 1. Pengertian
Asma adalah penyakit implamasi koronik saluran nafas dimana banyak
sel berperan terutama sel mast, esonofil, limposit T magropag, neuropil
dan sel epitel. (Slamet Hariadi, dkk 2010). Asma merupakan sebuah
penyakit kronik saluran napas yang terdapat di seluruh dunia dengan
kekerapan

bervariasi

yang

berhubungan

dengan

dengan

peningkatan kepekaan saluran napas sehingga memicu episode


mengi berulang (wheezing), sesak napas (breathlessness), dada
rasa

tertekan

(chest

tightness),

dispnea,

dan

batuk

(cough)

terutama pada malam atau dini hari. (PDPI, 2006; GINA, 2006).
Menurut National Heart, Lung and Blood Institute (NHLBI, 2007),
pada individu yang rentan, gejala asma berhubungan dengan
inflamasi yang akan menyebabkan obstruksi dan hiperesponsivitas
dari saluran pernapasan yang bervariasi derajatnya.
A. 2. Patofisiologi
Asma merupakan obstruksi jalan napas yang reversibel. Obstruksi
tersebut dapat disebabkan oleh faktor berikut, seperti penyempitan
jalan napas; pembengkakan membran pada bronki; pengisian bronki
dengan mucus kental. Beberapa penderita mengalami respon imun
yang buruk terhadap lingkungan mereka. Antibodi yang dihasilkan
(IgE) menyerang sel-sel mast dalam paru yang menyebabkan
pelepasan sel-sel mast, seperti histamin dan prostaglandin. Pelepasan

ini mempengaruhi otot polos dan kelenjar jalan napas, bronkospasme,


pembengkakan membran mukosa, pembentukan mukus berlebihan
(Smeltzer & Bare, 2006).
Penderita asma idiopatik atau nonalergi, ketika ujung saraf pada jalan
napas dirangsang oleh beberapa faktor, seperti udara dingin, emosi,
olahraga, merokok, polusi dan infeksi sehingga jumlah asetilkolin yang
dilepaskan meningkat. Peningkatan asetilkolin ini secara langsung bisa
menimbulkan bronkokonstriksi. Penderita dapat mempunyai toleransi
rendah terhadap respon parasimpatis (Smeltzer & Bare, 2006).
A. 3. Klasifikasi Asma
a. Berdasarkan berat ringan gejala
Asma dapat dibagi dalam 3 tahap menurut berat ringannya
gejala, yaitu asma intermitten, asma persisten ringan, asma
persisten sedang, daan asma persisten berat (Tabrani Rab, 2010)
b. Berdasarkan serangan asma
Klasifikasi ini mencerminkan berbagai kelainan patologi yang
menyebabkan gangguan aliran udara serta mempunyai dampak
terhadap pengobatan. Serangan asma ringan timbul kadangkadang, tidak terdapat atau ada hiperreaktivitas bronkus yang
ringan. Serangan asma persisten timbul sering dan terdapat
hiperreaktivitas bronkus. Penderita asma berat mempunyai
saluran pernafasan yang sensitif, berisiko tinggi untuk
mengalami eksaserbasi tiba-tiba yang berat dan mengancam
jiwa (Maj Kedokteran Indonesia,, 2008)

Dalam GINA 2006 asma diklasifikasikan berdasarkan etiologi,


derajat penyakit asma, serta pola obstruksi aliran udara di
saluran napas. Walaupun berbagai usaha telah dilakukan,
klasifikasi berdasarkan etiologi sulit digunakan karena terdapat
kesulitan dalam penentuan etiologi spesifik dari sekitar pasien.
Derajat penyakit asama ditentukan berdasarkan gabungan
penilaian gambaran klinis, jumlah penggunaan agonis 2 untuk
mengatasi gejala, dan pemeriksaan fungsi paru pada evaluasi
awal pasien . Pembagian derajat penyakit asma menurut GINA
adalah sebagai berikut :
1. Intermitten
a) Gejala kurang dari 1 kali/minggu
b) Serangan singkat
c) Gejala nokturnal tidak lebih dari 2 kali/bulan ( 2 kali)
FEV180% predicted atau PEF 80% nilai terbaik
individu
Variabilitas PEF atau FEV1 < 20%
2. Persisten ringan
a) Gejala lebih dari 1 kali/minggu tapi kurang dari 1 kali/hari
b) Serangan dapat mengganggu aktivitas dan tisur
c) Geajala nokturnal >2 kali/bulan
FEV180% predicted atau PEF 80% nilai terbaik
individu
Variabilitas PEF atau FEV1 20-30%
3. Persisten sedang
a) Gejala terjadi setiap hari
b) Serangan dapat mengganggu aktivitas dan tidur
c) Gejala nokturnal > 1 kali dalam seminggu
d) Menggunakan agonis 2 kerja pendek setiap hari
FEV1 60-80% predicted atau PEF 60-80% nilai terbaik
individu
Variabilitas PEF atau FEV1 > 30%
4. Persisten berat

a) Gejala terjadi setiap hari


b) Serangan sering terjadi
c) Gejala asma nokturnal sering terjadi
FEV1 predicted atau PEF 60% nilai terbaik
individu
Variabilitas PEF atau FEV1 > 30%
A. 4. Tanda dan Gejala
Kejadian utama pada serangan asma adalah obstruksi jalan napas
secara luas yang merupakan kombinasi dari spasme otot polos
bronkus, edema mukosa karena sumbatan mukus. Tanda serangan
asma yang dapat kita ketahui adalah napas cepat, merasa cemas
dan ketakutan, tak sanggup bicara lebih dari 1-2 kata setiap kali
tarik napas, dada dan leher tampak mencekung bila tarik napas,
bersin-bersin, hidung mampat atau hidung ngocor, gatal-gatal
tenggorokan, susah tidur, turunnya toleransi tubuh terhadap
aktivitas. (Iwan Hadibroto, 2010)
Tiga gejala yang sering muncul pada asma adalah sesak napas,
napas bunyi/ wheezing, batuk-batuk terutama malam hari. Tingkat
keparahan serangan asma tergantung pada tingkat obstruksi
saluran napas, kadar saturasi oksigen, pembawaan pola napas,
perubahan status mental, dan bagaimana tanggapan penderita
terhadap status pernapasannya (Smeltzer & Bare, 2006).
B. Faktor Resiko Asma
Beberapa faktor resiko timbulnya asma bronkial telah diketahui secara pasti,
antara lain: riwayat keluarga, tingkat sosial ekonomi rendah, etnis, daerah

10

perkotaan, letak geografi tempat tinggal, memelihara anjing atau kucing dalam
rumah, terpapar asap rokok. Secara umum faktor risiko asma dibagi kedalam
dua kelompok besar, factor resiko yang berhubungan dengan terjadinya atau
berkembangnya asma dan faktor resiko yang berhubungan dengan terjadinya
eksaserbasi atau serangan asma yang disebut trigger faktor atau faktor
pencetus (GINA,2006). Adapun faktor resiko pencetus asma bronkial antara
lain
B . 1. Asap Rokok
Asap rokok dapat menyebabkan asma, baik pada perokok itu sendiri
maupun orang-orang yang terkena asap rokok. Suatu penelitian di
Finlandia menunjukkan bahwa orang dewasa yang terkena asap rokok
berpeluang menderita asma dua kali lipat dibandingkan orang yang tidak
terkena asap rokok (Jaakkola et al, 2001). Studi lain menunjukkan bahwa
seseorang penderita asma yang terkena asap rokok selama satu jam, maka
akan mengalami sekitar 20% kerusakan fungsi paru. Pada anak-anak, asap
rokok akan memberikan efek lebih parah dibandingkan orang dewasa, ini
disebabkan lebar saluran pernafasan anak lebih sempit, sehingga jumlah
nafas anak akan lebih cepat dari orang dewasa. Akibatnya, jumlah asap
rokok yang masuk ke dalam saluran pernapasan menjadi lebih banyak
dibanding berat badannya. Selain itu, karena sistem pertahanan tubuh yang
belum berkembang, munculnya gejala asma pada anak-anak jauh lebih
cepat dibanding orang dewasa (Ramaiah, 2006). Hasil analisis 4.000 orang
anak berumur 0-5 tahun menunjukkan bahwa anak-anak yang orang

11

tuanya merokok 10 batang perhari, menyebabkan peningkatan jumlah


kasus asma serta mempercepat munculnya gejala asma pada anakanaknya. Begitu juga anak yang kembali dari rumah sakit setelah
perawatan asma akut, penyembuhan akan terganggu karena orang tua yang
merokok (Basyir 2005). Efek asap rokok ini tidak hanya memberikan efek
negatif pada anak-anak yang telah lahir, tapi juga pada janin yang masih
ada di dalam rahim. Karena itu, di negara maju seperti Jepang, diseluruh
rumah sakit bersalin tidak tersedia tempat yang bisa merokok. Ini karena
mereka benar-benar mengerti akan bahaya rokok tersebut. Bayi yang akan
dilahirkan dari seorang ibu yang merokok selama dalam masa kehamilan
akan lebih sering mengalami penyakit saluran pernafasan termasuk asma
bronkial pada masa anak-anak (Ramaiah, 2006). Pembakaran tembakau
sebagai sumber zat iritan dalam rumah yang menghasilkan campuran gas
yang komplek dan partikel-partikel berbahaya. Lebih dari 4500 jenis
kontaminan telah dideteksi dalam tembakau, diantaranya hidrokarbon
polisiklik, karbon monoksida, karbon dioksida, nitrit oksida, nikotin, dan
akrolein (GINA,2006).
Secara umum tipe perokok di bagi menjadi beberapa kategori yakni tipe
perokok yang berhubungan dengan udara atau asap yang dihirup, tipe
perokok berdasarkan jumlah rokok yang dikonsumsi dalam 1 hari, dan tipe
perokok yang dipengaruhi oleh perasaan diri.
Berdasarkan udara atau asap yang dihirup, perokok dikategorikan menjadi:
Perokok pasif yakni mereka yang tidak merokok, tetapi berada di

12

sekeliling perokok dan menghirup asap rokok yang dihembuskan oleh


perokok. Perokok aktif, yakni mereka yang menghisap rokok secara
langsung (www.kppk.com). Adapun berdasarkan jumlah rokok yang
dikonsumsi, tipe perokok dikategorikan menjadi ; Perokok sangat berat,
adalah jika mengkonsumsi rokok lebih dari 31 batang perhari, Perokok
berat yakni mereka yang merokok sekitar 21-30 batang perhari, Perokok
sedang adalah perokok yang menghabiskan rokok 11-21 batang perhari,
dan Perokok ringan yang merokok sekitar 10 batang/hari (Basyir 2005).
B . 2. Tungau Debu Rumah
Tungau debu adalah penyebab paling umum diseluruh dunia. Alergi tungau
lebih sering terjadi di kota dan Negara berkembang. Hal ini terjadi karena
rumah modern dan penggunaan teknik insulasi memuningkankan tungau
hidup lebih baik (Elek Media, 2007). Asma bronkial dikaitkan oleh
masuknya suatu alergen misalnya tungau debu. Tungau debu akan
mengeluarkan feses yang dilapisi protein pada setiap butir partikelnya.
yang menyebabkan reaksi alergi bagi penderita asma apabila masuk ke
dalam saluran nafas. Ketika tungau ini mati, tubuhnya yang membusuk
bercampur dengan debu rumah tangga (Elek Media, 2007). Tungau debu
rumah memiliki ukuran 0,1 - 0,3 mm dan lebar 0,2 mm biasanya terdapat
di tempat-tempat atau benda-benda yang banyak mengandung debu
(Vitahealth, 2006). Misalnya debu yang berasal dari karpet dan jok kursi,
terutama yang berbulu tebal dan lama tidak dibersihkan, juga dari
tumpukan koran,buku, pakaian lama (Elek Media, 2007).
B. 3. Jenis Kelamin dan usia

13

Jumlah kejadian asma pada anak laki-laki lebih banyak dibandingkan


dengan anak perempuan (Sundaru, 2006). Perbedaan jenis kelamin pada
insidensi penyakit asma bervariasi, tergantung usia dan perbedaan karakter
biologi. Insidensi penyakit asma pada anak laki-laki usia 2-5 tahun
ternyata 2 kali lebih sering dibandingkan anak perempuan sedangkan pada
usia 14 tahun risiko asma anak laki- laki 4 kali lebih sering. Kunjungan ke
rumah sakit 3 kali lebih sering dibanding anak perempuan pada usia
tersebut, tetapi pada usia 20 tahun kekerapan asma pada laki-laki
merupakan kebalikan dari insiden ini (Yunus, 2006). Peningkatan resiko
pada anak laki-laki disebabkan semakin sempitnya saluran pernapasan,
perubahan pada pita suara, dan mungkin terjadi peningkatan IgE pada lakilaki yang cenderung membatasi respon bernapas (Sundaru, 2006)
Didukung lagi oleh adanya hipotesis dari observasi yang menunjukkan
tidak ada perbedaan ratio diameter saluran pernafasam laki laki dan
perempuan setelah berumur 10 tahun, kemungkinan disebabkan perubahan
ukuran rongga dada yang terjadi pada masa puber laki-laki dan tidak pada
perempuan. Predisposisi perempuan yang mengalami asma lebih tinggi
pada laki-laki mulai ketika masa puber, sehingga prevalensi asma pada
anak yang semula laki-laki lebih tinggi dari pada perempuan mengalami
perubahan dimana nilai prevalensi pada perempuan lebih tinggi dari pada
laki-laki (GINA, 2006).
B .4. Binatang Peliharaan
Binatang peliharaan yang berbulu seperti anjing, kucing, hamster, burung
dapat menjadi sumber alergen inhalan. Sumber penyebab asma adalah

14

alergen protein yang ditemukan pada bulu binatang di bagian muka dan
ekskresi. Alergen tersebut memiliki ukuran yang sangat kecil (sekitar 3-4
mikron) dan dapat terbang di udara sehingga menyebabkan serangan asma,
terutama dari burung dan hewan menyusui karena bulu akan rontok dan
terbang mengikuti udara (Wibisono jusuf, dkk 2010)
B .5. Jenis Makanan
Alergi makanan seringkali tidak terdiagnosis sebagai salah satu pencetus
asma meskipun penelitian membuktikan alergi makanan sebagai pencetus
bronkokontriksi pada 2% - 5% anak dengan asma (Ramaiah, 2006).
Meskipun hubungan antara sensitivitas terhadap makanan tertentu dan
perkembangan asma masih diperdebatkan, tetapi bayi dan anak-anak yang
sensitif terhadap makanan tertentu atau menderita enteropathy atau colitis
karena alergi makanan tertentu akan cenderung menderita asma. (GINA,
2006). Beberapa makanan penyebab alergi makanan seperti susu sapi, ikan
laut, kacang, berbagai buah-buahan seperti tomat, strawberry, mangga,
durian berperan menjadi pencetus seranga asma (Gershwin Eric dkk,2006).
Makanan produk industri dengan pewarna buatan (misal: tartazine),
pengawet (metabisulfit), vetsin (monosodium glutamat-MSG) juga bisa
memicu serangan asma. Makanan yang terutama sering mengakibatkan
reaksi yang fatal adalah kacang, ikan laut dan telor (Gershwin Eric
dkk,2006). Penelitian di Arab Saudi membandingkan makanan pengidap
asma dengan tidak asma. Anak Arab Saudi yang tinggal di daerah
perkotaan banyak menunjukkan gejala nafas berbunyi atau mengi. Anakanak ini sering bersantap di gerai-gerai makanan cepat saji dan secara

15

signifikan kurang mendapatkan asupan makanan tradisional, termasuk


sayuran, susu, makanan yang kaya serat, vitamin dan mineral (Sundaru,
2006).
B .6. Perabot Rumah Tangga
Bahan polutan indoor dalam ruangan meliputi bahan pencemar biologis
(virus, bakteri, jamur), formadehyde, volatile organic coumpounds (VOC),
combustion products (CO1, NO2, SO2) yang biasanya berasal dari asap
rokok dan asap dapur. Sumber polutan VOC berasal dari semprotan
serangga, cat, pembersih, kosmetik, Hairspray, deodorant, pewangi
ruangan, segala sesuatu yang disemprotkan dengan aerosol sebagai
propelan dan pengencer (solvent) seperti thinner. Sumber formaldehid
dalam ruangan adalah bahan bangunan, insulasi, furnitur, karpet (Ramaiah,
2006). Paparan polutan formaldehid dapat mengakibatkan terjadinya iritasi
pada mata dan saluran pernapasan bagian atas. Partikel debu, khususnya
respilable dust disamping menyebabkan ketidak nyamanan juga dapat
menyebabkan reaksi peradangan paru.
B .7. Perubahan Cuaca
Kondisi cuaca seperti temperatur dingin, tingginya kelembaban dapat
menyebabkan asma lebih parah, epidemik yang dapat membuat asma
menjadi lebih parah berhubungan dengan badai dan meningkatnya
konsentrasi partikel alergenik (Ramaiah, 2006) Dimana partikel tersebut
dapat menyapu pollen sehingga terbawa oleh air dan udara. Perubahan
tekanan atmosfer dan suhu memperburuk asma sesak nafas dan
pengeluaran lendir yang berlebihan. Ini umum terjadi ketika kelembaban

16

tinggi, hujan, badai selama musim dingin. Udara yang kering dan dingin
menyebabkan sesak di saluran pernafasan (Ramaiah, 2006). asma
berhubungan dengan iklim, Kota besar seperti Auckland, Brisbane,
Hongkong dan New Orleans yang mempunyai suhu panas >24oC dan rata
rata curah hujan tahunan >100cm, mempunyai prevalensi asma yang
tinggi. RS Cipto menunjukkan penderita dengan perubahan udara
kemungkinan akan mengalami asma 31.83 x lebih besar dari penderita
tanpa perubahan cuaca. Hal ini diperkuat dengan penelitian di Amerika
seikat yang membuktikan bahwa ada hubungan antara kunjungan asma
dengan cuaca dingin dan kering pada musim semi.
B .8. Riwayat Penyakit Keluarga
Genetik merupakan faktor pendukung timbulnya asma. Bakat alergi
merupakan hal yang diturunkan, meskipun belum diketahui bagaimana
cara penurunannya yang jelas. Bakat alergi ini membuat penderita sangat
mudah terkena penyakit asma bronkial jika terpapar factor pencetus.
Penderita biasanya mempunyai keluarga dekat yang juga menderita
penyakit alergi (Slamet Hariadi, dkk 2010). Apabila kedua orang tua
memiliki riwayat penyakit asma maka hampir 50% dari anak-anaknya
memiliki kecenderungan asma, sedangkan jika hanya salah satu orang
tuanya yang menderita asma maka kecenderungannya hanya 35%.
Lebih kurang 25% penderita penyakit asma, keluarga dekatnya juga
menderita asma, meskipun asmanya tidak aktif lagi, diantara keluarga
penderita asma 2/3 memperlihatkan test alergi positif ( Sundaru, 2006).
Resiko orang tua dengan asma mempunyai anak dengan asma adalah tiga

17

kali lipat lebih tinggi jika riwayat keluarga dengan asma disertai dengan
salah satu riwayat atopi. Predisposisi keluarga untuk mendapatkan
penyakit asma yaitu kalau anak dengan satu orangtua yang terkena
mempunyai risiko menderita asma 25%, risiko bertambah menjadi sekitar
50% jika kedua orang tua asmatisk. Asma tidak selalu ada pada kembar
monozigot, tingkat stabilitas bronkokontriksi pada olahraga ada pada
kembar identik, tetapi tidak pada kembar dizigot (Sundaru, 2006) Orang
tua asma kemungkinan 8-16 kali menurunkan asma dibandingkan dengan
orang tua yang tidak asma, terlebih lagi bila anak alergi terhadap tungau
debu rumah (Wibisono jusuf, dkk 2010).

C. Penatalaksanaan
Prinsip umum pengobatan asma adalah menghilangkan obstruksi jalan
napas segera; mengenal dan menghindari faktor-faktor pencetus serangan
asma; memberi penjelasan pada penderita atau keluarga tentang penyakit
asma, baik pengobatannya maupun tanda gejalanya. Strategi pengobatan
asma ditinjau dari berbagai hal, seperti mengurangi respon saluran napas,
mencegah ikatan alergen dengan IgE, dan merelaksasi otot polos bronkus
(Smeltzer & Bare, 2006).
C.1 Medis
C. 1 Perawatan Asma Bronkial
a. Menghindari faktor pencetus

18

Penderita dan keluarga perlunya mengetahui apa penyebab,


pencegahan, dan perawatan serta bagaimana menghindari pencetus
serangan asma, dan inti dari preventif adalah menghindari alergen.
b. Relaksasi atau Kontrol Emosi
Untuk mencapai ini perlu disiplin yang keras, relaksasi fisik dalam
dan dibantu dengan latihan nafas.

D. Kerangka teori
Menurut gina (2006) kerangka teori asma bronchial adalah, asop rokok
stress, lingkungan kerja, perubahan cuaca dan olah raga. Menurut
Gershwin, M Eric dkk. (2006) penyebab asma dapat digolongkan dalam
faktor predisposisi yaitu genetik, presipitasi yaitu lingkungan kerja dan
faktor penguat yang terdiri dari petugas kesehatan.

19

Variabel
Independen

Variabel
Dependen

Faktor presipita

Faktor Presipitasi
- Asap rokok
- stress
- lingkungan kerja
- perubahan cuaca
- olah raga
Faktor Predisposisi
Genetik

Asma

Faktor Penguat
dukungan petugas
kesehatan

Gambar 1. Kerangka teori


Sumber : Global Initiative for Asthma (GINA, 2006), Gershwin, M Eric dkk. (2006)

Daftar Pustaka
Alsagaf Hood, dkk. (2010) Dasar-dasar ilmu penyakit paru. Airlangga university
perss.
Basyir. (2005). Perilaku Merokok Pada Remaja. Jakarta: Rineka Cipta.
Depkes R.I (2009) Pedoman pengendalian penyakit asma.

20

Djojodibroto, Darmanto. (2009). Respirologi (Respiratory Medicine). Penerbit


Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Gershwin, M Eric dkk. (2006) Bronchial Asthma, A guide for practical
understanding and treatmet . Edisi V
GINA (Global Initiative for Asthma); Pocket Guide for Asthma Management
and Prevension In Children . www. Ginaasthma.org. 2006
Hadibroto, Iwan & Syamsir Alam. (2006). Asma. Jakarta: Penerbit PT Gramedia
Pustaka Utama
Notoatmojo,Soekidjo.2012.Metodologi penelitian kesehatan.Jakarta:Rineka
Cipta.
Notoatmodjo. (2005). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : PT Rineka
Cipta
Nursalam. (2005). Pendekatan Praktis Metodologi Riset Keperawatan. Jakarta :
Sagung Seto
Nursalam. (2009). Proses dan Dokumentasi Keperawatan : Konsep dan Praktik,
Jakarta: Salemba Medika.
Ramaiah, Savitri. 2006. Asma Mengetahui Penyebab Gejala dan Cara
Penanggulangannya. Jakarta : Bhuana Ilmu Populer
Sabri, Luknis & Sutanto. Statistik Kesehatan. Edisi Revisi. Jakarta : PT
Rajagrafindi Persada
Sutanto. (2007). Analisis Data Kesehatan. Jakarta : Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Indonesia
Sundaru H, Sukamto. (2006) Asma Bronkial , Departemen Ilmu Penyakit Dalam
Fakulas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.

21

Potter, Patricia A. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep,


Proses, dan Praktik, (Yasmin Asih, dkk, Penerjemah). Edisi 4. Jakarta : EGC
World Health Organization. Facts about Asthma (cited 2006, September 4).
Available
Wibisono jusuf, dkk (2010) buku ajar ilmu penyakit paru. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai