Anda di halaman 1dari 17

BAB II

TEORI SINGKAT

2.1 Energi Dan Daya Listrik


Energi atau tenaga adalah kemampuan suatu benda untuk melakukan usaha
atau kerja. sesuai dengan hukum kekekalan enargi, energi tidak dapat diciptakan
dan tidak dapat dimusnahkan. Yang artinya bahwa energi hanya berubah bentuk
dari satu energi ke energi lain. Seperti energi listrik berubah menjadi energi gerak,
energi panas, energi cahaya, energi bunyi. Dari perubahan energi tersebut tentu
tidak ada hal yang ideal, perubahan bentuk energi ke bentuk energi lain, hal ini
disebabkan dalam suatu perubahan tidak hanya satu wujud energi tetapi diikuti
oleh perubahan yang lain, misal energi listrik berubah menjadi energi cahaya, juga
disertai oleh perubahan energi panas. [16]
Satuan daya adalah joule persekon atau lebih umum disebut Watt, watt juga
merupakan satuan Sistem Internasional. Joule merupakan sistem internasional
energi listrik, tetapi dalam kehidupan sehari-hari energi listrik biasa dinyatakan
dalam satuan kWh (kilowatt-hour) dapat ditulis
W = P. t

(2-3)

Keterangan :
W

: Usaha

(Joule)

: Daya Listrik

(Kilowatt)

: Waktu

(Hour)

Persamaan diatas adalah energi listrik yang dinyatakan dalam satuan watt
sekon. Bila dinyatakan dalam kilowatt jam, maka perlu diperhatikan 1 kilowatt
dengan t selama 1 jam, 1joule = watt sekon. sehingga
1 joule = 10-3 kilowat

1joule =

1 jam
3600

0.000001
kWh = 0, 028 x 10-5 Kwh
36

Atau 1 Kwh = 3, 6 x 10 6 joule


Harga langganan listrik didasarkan pada banyak energi listrik yang digunakan
oleh pelanggan listrik tersebut. Alat ukur untuk menentukan besarnya energi
listrik yang digunakan disebut kWh-meter. Biasanya alat ini dipasang dirumahrumah atau bangunan yang memanfaatkan energi listrik. [16]
2.2 Motor Induksi Pada Kompresor Refrigerator
Motor induksi satu phasa merupakan motor yang disuplai oleh sumber
tegangan AC satu phasa. Motor ini paling banyak digunakan dalam kebutuhan
rumah tangga, misalnya kipas angin dan pompa air. Motor ini memiliki jenis yang
beragam, seperti motor kapasitor start, motor kapasitor run, motor universal,
motor split phase, dan beberapa jenis lainnya.

Gambar 2.5 Prinsip Medan Magnet Utama dan Medan magnet Bantu Motor 1 fasa
Grafik arus belitan bantu (I bantu) dan arus belitan utama (I utama) berbeda
fasa sebesar , hal ini disebabkan karena perbedaan besarnya impedansi kedua
belitan tersebut [2].

Gambar 2.6 grafik Gelombang arus medan bantu dan arus medan utama

Gambar 2.7 Rangkaian ekivalen motor listrik saat motor diam tak berputar
Keterangan :
V1

= Tegangan sumber ke stator

E1

= GGL pada stator

I1

= Arus masuk ke stator

I11

= Ekivalen arus rotor pada stator

R1

= Tahanan stator

E2

= GGL rotor

X1

= Reaktansi stator

R2

= Tahanan lilitan rotor

RC

= Tahanan ekivalen inti besi

X2

= Reaktansi lilitan rotor

Xm

= reaktansi ekivalen inti besi

I2

= Arus pada lilitan rotor

IO

= Arus tanpa beban

Penjelasan gambar 2.7 bila motor berputar dengan beban sehingga


mengakibatkan terjadinya slip sebesar s, belum dapat diekspresikan pada
rangkaian ekivalen tersebut. Untuk menyatakan keadaan tersebut dilakukan
perubahan terhadap rangkaian ekivalen rotor seperti yang ditunjukkan pada
gambar 3a dan 3b [2].
Pada saat motor dibebani putarannya akan berubah sehingga slipnya juga
berubah sesuai persaman berikut

S=

nsnm
ns

(2-8)

ns =

60 x f 1
p

(2-9)

Dengan :
S

= Slip

nm

= Kecepatan putar motor

ns

= Kecepatan putar medan singkron (rpm)

f1

= Frekuensi sumber

= jumlah pasang kutub

(rpm)
(Hz)

Pada keadaan ini frekuensi arus rotor (f2= sf1) sehingga besar ggl rotor dan
reaktansi rotor sebagai fungsi frekuensi masingmasing berubah menjadi sE2 dan
sX2 [2].
sE2 = I2 (R2 + jsX2)
R2
s

E 2 = I2 (
R2
s

= I2 (

= I2 {(

= I2

R2
s

(2-10)
+ jX2)

- R2+ R2 +jX2)
- R2) + (R2 +jX2)}

R 2+ jX 2 + R2

( 1ss )]

Gambar 2.8 Rangkaian ekivalen rotor

(2-11)

Sehingga rangkaian ekvalen motor listrik saat berputar dengan slip s adalah
seperti yang ditunjukkan pada gambar berikut

Gambar 2.9 Rangkaian ekivalen motor saat berbeban dengan slip s

2.3 Inverter Pada Refrigerator


Pada refrigerator terdapat kompresor yang diputar menggunakan motor
listrik. Motor listrik yang digunakan merupakan jenis motor listrik induksi yang
menggunakan sumber bolak-balik untuk menjalankannya. Motor listrik induksi
memiliki karakteristik daya listrik yang dibutuhkannya akan sebanding dengan
kecepatan putarannya dan torka (ukuran kekuatan dari putaran motor tersebut),
artinya semakin besar motor tersebut memutar sesuatu maka semakin besar pula
daya listrik yang dikonsumsinya.
Dengan menggunakan inverter, maka sumber tegangan bolak-balik yang
mensuplai motor dapat kita atur besar tegangannya maupun frekuensinya, dengan
cara sumber dari PLN disearah terlebih dahulu menggunakan penyearah,
kemudian dibuat menjadi bolak-balik dengan menggunakan inverter. Kecepatan
putaran motor sebanding dengan frekuensi sumbernya, sedangkan besar torka
motor sebanding dengan arus yang mengalir.

Gambar 2.1 (a) Grafik konsumsi daya listrik pada refrigerator tanpa inverter
(b) Grafik konsumsi daya listrik pada refrigerator menggnakan inverter
2.4 Variable Frequency Drive
Variable Speed Drive (VSD) Pengaturan kecepatan motor dengan pengendali
VSD menggunakan dua jenis sistem :
1. VSD mekanis meliputi kopling hidrolik, kopling fluida, dan belts dan
pully yang dapat diatur-atur.
2. VSD listrik meliputi kopling arus eddy, pengendali motor dengan rotor
yang melingkar, pengendali frekuensi yang bervariasi/ variable frequency
drives (VFD). VFD adalah yang paling populer dan mengatur frekuensi
listrik dari daya yang dipasok ke motor untuk mengubah kecepatan
perputaran motor. [12]
Variable frequency drive merupakan sebuah alat pengatur kecepatan motor
dengan mengubah nilai frekuensi dan yang masuk ke motor. Pengaturan nilai
frekuensi dan tegangan ini dimaksudkan untuk mendapatkan kecepatan putaran
dan torsi motor yang di inginkan atau sesuai dengan kebutuhan. Secara sederhana
prinsip dasar inverter untuk dapat mengubah frekuensi menjadi lebih kecil atau
lebih besar yaitu dengan mengubah tegangan AC menjadi tegangan DC kemudian
dijadikan tegangan AC lagi dengan frekuensi yang berbeda atau dapat diatur.

Gambar 2.2 Variable Frequency Drive


2.5 Modulasi Lebar Pulsa (Pulse Width Modulation )
Pulse width modulation secara umum adalah sebuah cara memanipulasi lebar
sinyal yang dinyatakan dengan pulsa dalam suatu perioda, untuk mendapatkan
tegangan rata-rata yang berbeda. Sinyal PWM pada umumnya memiliki amplitudo
dan frekuensi dasar yang tetap, namun memiliki lebar pulsa yang bervariasi. Lebar
Pulsa PWM berbanding lurus dengan amplitudo sinyal asli yang belum
termodulasi. Artinya sinyal PWM memiliki frekuensi gelombang yang tetap
namun duty cycle bervariasi (antara 0% hingga 100%). Dengan cara mengatur
lebar pulsa on dan off dalam satu perioda gelombang melalui pemberian besar
sinyal referensi output dari suatu PWM akan didapat duty cycle yang diinginkan,
Rumus duty cycle dapat ditulis [17].
D

T on
T total x 100%

(2-4)

Dimana :
D

: Duty cycle atau lamanya pulsa high dalam satu perioda (detik)

Misalkan suatu PWM memiliki resolusi 8 bit berarti PWM ini memiliki
variasi perubahan nilai sebanyak 28 = 256 dengan variasi mulai dari 0 255
Perubahan nilai yang mewakili duty cycle 0 100% dari keluaran PWM
digambarkan pada gambar berikut[17].

Gambar 2.3 Sinyal Output PWM Dengan Variasi Duty Cycle [17]
Sinyal PWM pada umumnya memiliki amplitudo dan frekuensi dasar yang
tetap, namun memiliki lebar pulsa yang bervariasi. Sinyal PWM memiliki
frekuensi gelombang yang tetap namun duty cycle bervariasi.

Gambar 2.4 Sinyal PWM Pulsa High Dan Low [17]


Ttotal = Ton+Toff

(2-5)

Vout = D x Vin

(2-6)

Vout =

Ton
Ttotal

x Vin

(2-7)
Dimana :
Ton

: Waktu pulsa High

(detik)

Toff

: Waktu pulsa Low

(detik)

Kebutuhan untuk mengatur kecepatan motor AC dengan menggunakan


pengaturan frekuensi dapat diterapkan untuk tegangan dan arus. Penerapan ini
harus menghasilkan distorsi yang sekecil mungkin. Hal ini dapat di atasi apabila
inverter yang digunakan dapat menghasilkan gelombang sinusoidal. Pada

dasarnya komponen dalam inverter yang menghasilkan gelombang PWM ini


dapat mengontrol frekuensi dan besarnya sudut penyulutan [17].
Harmonik merupakan salah satu masalah dalam sistem pengontrolan motor
induksi, untuk itu dalam sistem PWM harmonik dapat di kurangi tetapi tidak total
hilang sama sekali. Pengaturan yang dilakukan oleh PWM ini dapat berupa fasa
tunggal dan tiga fasa. Frekuensi dan tegangan inverter dikontrol oleh gate dengan
inverter switching.
2.6 Kompresor Refrigerator
Kompresor merupakan jantung dari sistem refrigerasi (J Roy Dossat, 1984).
Cara kerja kompresor adalah menghisap uap refrigeran yang bertekanan rendah
dari evaporator dan mengkompresinya menjadi uap bertekanan tinggi sehingga
uap akan tersirkulasi. Kebanyakan kompresor-kompresor yang dipakai saat ini
adalah dari jenis piston. Ketika piston bergerak turun dalam silinder, katup hisap
terbuka dan uap refrigerant masuk dari saluran hisap ke dalam silinder (J Roy
Dossat, 1984) .
Kompresor piston juga banyak dipakai pada sistem refrigerator satu pintu dan
dua pintu, Dalam hal kualitas sudah jelas compressor jenis pistonlah yg paling
handal dibandingkan dengan compressor jenis rotary pada sistem refrigerator.
Kompresor jenis piston cocok untuk menangani siklus refrigerant dimana
refrigerant yang digunakan mempunyai berat jenis tinggi sehingga menyebabkan
tekanan kondensingnya juga tinggi [9].

2.7 Hukum Afinitas (Affinity laws)


Hukum afinitas untuk pompa/kipas digunakan dalam hidrolik dan HVAC
(Heating, Ventilation, dan Air-Conditioning) untuk mengungkapkan hubungan
antara variabel yang terlibat dalam pompa atau kinerja kipas (seperti head, laju
alir

volumetrik ,

kecepatan

poros)

dan kekuasaan. Hal

ini

berlaku

untuk pompa, kipas, dan turbin hidrolik. Dalam alat rotary, hukum afinitas berlaku
baik untuk arus sentrifugal dan aksial [9].

Hukum 1. Dengan diameter impeller (D) tetap konstan:


Hukum 1a. Aliran berbanding lurus dengan kecepatan;
Q2
Q1

N2
N1

(2-12)
Hukum 1b. Torsi yang dibutuhkan sebanding dengan kecepatan kuadrat;
T2
T1

N2
)
N1

(2-13)
Hukum 1c. Daya sebanding dengan pangkat tiga kecepatan poros;
P2
P1

N2
)
N1

(2-14)
dimana :
N
Q
T
P

: Kecepatan putaran
: Kapasitas aliran
: Torsi
: Daya

(rpm)
(m3/s)
(N.m)
(Watt)

Hukum ini mengasumsikan bahwa efisiensi pompa/fan tetap yaitu konstan


dengan asumsi 1 = 2 dan hal ini tidak bisa terjadi, tetapi dapat menjadi
pendekatan. Hubungan yang tepat antara kecepatan, diameter, dan efisiensi
tergantung pada keterangan dari individu kipas atau pompa desain. Torsi adalah
gaya putar yang dihasilkan motor untuk memutar beban. [9].
Torsi starting =

T st
Tf

I st
If

( )

. sf

dengan :
Tst, Ist

= Torsi dan arus starting

(2-15)

Tf, If

= Torsi dan arus beban penuh

Sf

= Slip beban penuh

2.8 Harmonisa Pada Variable Freqeuncy Drive


Variable Freqeuncy Drive merupakan peralatan elektronika daya yang
termasuk kedalam beban non linier sehingga impedansinya tidak konstan dalam
setiap periode tengangan masukan. Akibat beban non linier adalah bentuk
gelombang keluarannya tidak sebanding dengan tegangan dalam setiap setengan
siklus sehingga bentuk gelombang arus maupun tegangan keluarannya tidak sama
dengan gelombang masukannya (mengalami distorsi) [18].
Harmonisa adalah deretan gelombang arus atau tegangan yang frekuensinya
merupakan kelipatan bilangan bulat dari frekuensi dasar tegangan atau arus itu
sendiri [7].

Gambar 2.11 Bentuk gelombang tegangan yang terdistorsi harmonik


a. Orde Harmonisa
Orde dari harmonisa merupakan perbandingan frekuensi harmonisa
dengan frekuensi dasar, dimana :
fn
n= F
(2-16)

dengan :
n
fn
F

= Orde harmonik
= Frekuensi harmonik ke-n
= Frekuensi dasar / fundamental

Sesuai dengan definisi diatas maka orde harmonik frekuensi dasar


(F) adalah 1. Artinya orde ke-1 bukan merupakan harmonik, sehingga
yang dianggap sebagai harmonik dimulai dari orde ke-2 hingga orde ke-n.
b. Spektrum
Spektrum merupakan perbandingan arus maupun tegangan antara
frekuensi dasar dengan frekuensi harmoniknya. Spektrum biasanya
ditampilkan dalam bentuk histogram. Berikut ini merupakan contoh dari
spektrum:

Gambar 2.12 Bentuk spektrum harmonik


c. Total Harmonic Distortion (Distorsi Harmonik Total)
Total Distorsi Harmonik (THD) merupakan rasio nilai rms dari
komponen harmonisa dengan nilai RMS dari komponen dasar yang
biasanya dinyatakan dalam persen (%)[7].
Nilai THD dijadikan batasan tegangan atau arus harmonik yang masih
dapat ditoleransi dalam suatu sistem tenaga listrik. Nilai ini dapat dihitung
untuk tegangan maupun arus [18]:

h=max

THD =

h=2

M1

M 2h

(2-17)

dengan :
THD = Total Harmonic Distortion
Mh = Nilai RMS arus atau tegangan dari komponen harmonik ke-n
M1 = Nilai RMS arus atau tegangan dari frekuensi dasar.
d. Persamaan Fourier
Teori yang digunakan untuk memahami gelombang harmonik adalah
Teori dari deret fourier. Dalam metode fourier series dapat menunjukkan
komponen yang genap dan ganjil. Bentuk umum dari persamaan fourier
series dapat ditunjukkan ke dalam rumus sebagai berikut [18]:

f ( t ) =

a0
+ ( a cos nt +bn sin nt )
2 n=1 n

(2-18)

dengan :
T

2
a0 = f ( t ) d ( t )
T 0
(2-19)
T

2
an = f ( t ) cos (n t ) d ( t )
T 0

(2-20)

bn =

2
f ( t ) cos (n t ) d ( t )
T 0

(2-21)

Keterangan :
a0
an bn
n

= Nilai rata-rata dari fungsi x (t)

= Koefisien deret
= Orde harmonik

Berdasarkan persamaan diatas, secara umum harmonik tegangan dan


arus dinyatakan dalam deret fourier [4]:

v(t) =

a n cos ( h t +h ) d ( t )
h=1

(2-22)

i(t) =

b n sin ( h t +h ) d ( t )
h=1

dimana : h = Orde harmonik (1,2,3,...)

(2-23)

Persamaan Fourier ini dapat digunakan untuk memecah gelombang


yang telah terdistorsi menjadi gelombang dasar dan gelombang harmonik.
Hal ini menjadi dasar dalam menganalisa harmonik pada sistem tenaga
listrik.
e. Pengaruh Harmonik Terhadap Konsumsi Energi
Dalam komponen harmonik terdapat Daya dan faktor daya, daya aktif
(daya nyata) adalah daya yang diserap oleh beban untuk melakukan kerja
yang sesungguhnya. Daya reaktif adalah daya yang tidak terlihat sebagai
kerja nyata dan biasanya dipengaruhi oleh komponen reaktif serperti
induktor. Berikut adalah persamaan daya aktif (P) dan reaktif (Q) rata-rata
pada kondisi non sinusoidal [7]:

h=1

h=1

h=1

h=1

P=

V 1 I1 cos ( h h )= P h Watt

Q=

V 1 I 1 sin ( h h) = Qh Watt
Variabel

persamaan

2-25

(2-24)

(2-25)

menunjukkan

jumlah

variabel

penggandaan dari nilai frekuensi dasar (50 atau 60 Hz). Daya kompleks
dinyatakan dengan satuan VA (Volt Ampere) adalah hasil kali antara
besarnya tegangan dan arus listrik yang mengalir pada beban, secara
umum, daya kompleks (S) dapat dinyatakan dengan :
S =V . I

(2-26)

Dari formula 2-26 dapat dijelaskan bahwa daya kompleks S


merupakan suatu ukuran terhadap potensial yang disebabkan oleh
perubahan beban. Kenaikan daya kompleks S juga sebanding dengan
kenaikan nilai rms arusnya yang terdistorsi sebagai akibat langsung dari
harmonisa. Karena daya kompleks S dipengaruhi oleh tegangan V dan arus
I, Sehingga jika tegangan dan arus merupakan suatu gelombang yang
terdistorsi, maka daya kompleks juga dipengaruhi oleh distorsi harmonisa.

Berikut ini memperlihatkan nilai rms tegangan dan arus listrik dari
gelombang yang terdistorsi [13]

Vh =

hmaks

(
hmaks

Ih =

2 V h
h=1

h=1

1
Ih
2

(2-27)

(2-28)

Sehingga tegangan dan arus yang terdistorsi mempunyai nilai rms


yang lebih besar dari pada tegangan dan arus yang sinusoidal murni.
S =Vh . I h

(2-29)

Daya sisa yang diduga mengalir di sekitar sistem disebut dengan daya
distorsi D dan diukur dengan satuan volt ampere. Sehingga dengan adanya
distorsi harmonisa. Dengan memasukkan komponen daya distorsi D, maka
hubungan daya listrik menjadi sebagai berikut [13]
S=

P +Q + D
2
1

2
1

(2-30)

Keterangan :
S = daya kompleks pada kondisi non sinusoidal

(VA)

P1 = daya aktif pada frekuensi dasar

(Watt)

Q1 = daya reaktif pada frekuensi dasar

(VAR)

D = distorsi daya akibat harmonik

(VA)

Berikut ini gambar diagram vektor tiga dimensi yang menunjukan


hubungan antara P, Q dan D [7]:

Gambar 2.13 Vektor hubungan komponen daya pada kondisi non


sinusoidal [7]

THD =

Jumlah kuadrat Amplitudo Semua Harmonik


Besar kuadrat fundamental

1
2

(2-31)

VTHD =

ITHD =

1
V1

dengan :
V1, I1
Vh, Ih

1
2 2

( )
( )

1
V1

h=2

h=2

Vh

I h2

(2-32)

1
2

(2-33)

= Nilai fundamental RMS tegangan dan arus.


= Nilai RMS harmonik dari tegangan dan arus.

Perhitungan daya yang merupakan perkalian dari arus dan tegangan


pada fase yang sama di sajikan sebagai berikut :
Pfundamental = Vfundamental . Ifundamental . cos q1

(2-34)

Sedangkan daya pada harmonik dirumuskan sebagai


Ph = Vh . Ih . cos qh

(2-35)

Karakteristik harmonisa didasarkan pada jumlah rectifier (jumlah


pulsa) yang digunakan di sirkuit dan dapat ditentukan dengan persamaan
berikut :
h = (n . p) 1

(2-36)

keterangan :
h

= orde harmonik

= nilai integer positif (1,2,3,4,5...)

= jumlah pulsa rectifier


sebagai contoh digunakan 6 pulsa, maka karakteristik harmonik

sebagai berikut :
h = (1 x 6)
(ganjil)

karakteristik harmoniknya orde 5 dan orde 7

Anda mungkin juga menyukai