TEORI SINGKAT
(2-3)
Keterangan :
W
: Usaha
(Joule)
: Daya Listrik
(Kilowatt)
: Waktu
(Hour)
Persamaan diatas adalah energi listrik yang dinyatakan dalam satuan watt
sekon. Bila dinyatakan dalam kilowatt jam, maka perlu diperhatikan 1 kilowatt
dengan t selama 1 jam, 1joule = watt sekon. sehingga
1 joule = 10-3 kilowat
1joule =
1 jam
3600
0.000001
kWh = 0, 028 x 10-5 Kwh
36
Gambar 2.5 Prinsip Medan Magnet Utama dan Medan magnet Bantu Motor 1 fasa
Grafik arus belitan bantu (I bantu) dan arus belitan utama (I utama) berbeda
fasa sebesar , hal ini disebabkan karena perbedaan besarnya impedansi kedua
belitan tersebut [2].
Gambar 2.6 grafik Gelombang arus medan bantu dan arus medan utama
Gambar 2.7 Rangkaian ekivalen motor listrik saat motor diam tak berputar
Keterangan :
V1
E1
I1
I11
R1
= Tahanan stator
E2
= GGL rotor
X1
= Reaktansi stator
R2
RC
X2
Xm
I2
IO
S=
nsnm
ns
(2-8)
ns =
60 x f 1
p
(2-9)
Dengan :
S
= Slip
nm
ns
f1
= Frekuensi sumber
(rpm)
(Hz)
Pada keadaan ini frekuensi arus rotor (f2= sf1) sehingga besar ggl rotor dan
reaktansi rotor sebagai fungsi frekuensi masingmasing berubah menjadi sE2 dan
sX2 [2].
sE2 = I2 (R2 + jsX2)
R2
s
E 2 = I2 (
R2
s
= I2 (
= I2 {(
= I2
R2
s
(2-10)
+ jX2)
- R2+ R2 +jX2)
- R2) + (R2 +jX2)}
R 2+ jX 2 + R2
( 1ss )]
(2-11)
Sehingga rangkaian ekvalen motor listrik saat berputar dengan slip s adalah
seperti yang ditunjukkan pada gambar berikut
Gambar 2.1 (a) Grafik konsumsi daya listrik pada refrigerator tanpa inverter
(b) Grafik konsumsi daya listrik pada refrigerator menggnakan inverter
2.4 Variable Frequency Drive
Variable Speed Drive (VSD) Pengaturan kecepatan motor dengan pengendali
VSD menggunakan dua jenis sistem :
1. VSD mekanis meliputi kopling hidrolik, kopling fluida, dan belts dan
pully yang dapat diatur-atur.
2. VSD listrik meliputi kopling arus eddy, pengendali motor dengan rotor
yang melingkar, pengendali frekuensi yang bervariasi/ variable frequency
drives (VFD). VFD adalah yang paling populer dan mengatur frekuensi
listrik dari daya yang dipasok ke motor untuk mengubah kecepatan
perputaran motor. [12]
Variable frequency drive merupakan sebuah alat pengatur kecepatan motor
dengan mengubah nilai frekuensi dan yang masuk ke motor. Pengaturan nilai
frekuensi dan tegangan ini dimaksudkan untuk mendapatkan kecepatan putaran
dan torsi motor yang di inginkan atau sesuai dengan kebutuhan. Secara sederhana
prinsip dasar inverter untuk dapat mengubah frekuensi menjadi lebih kecil atau
lebih besar yaitu dengan mengubah tegangan AC menjadi tegangan DC kemudian
dijadikan tegangan AC lagi dengan frekuensi yang berbeda atau dapat diatur.
T on
T total x 100%
(2-4)
Dimana :
D
: Duty cycle atau lamanya pulsa high dalam satu perioda (detik)
Misalkan suatu PWM memiliki resolusi 8 bit berarti PWM ini memiliki
variasi perubahan nilai sebanyak 28 = 256 dengan variasi mulai dari 0 255
Perubahan nilai yang mewakili duty cycle 0 100% dari keluaran PWM
digambarkan pada gambar berikut[17].
Gambar 2.3 Sinyal Output PWM Dengan Variasi Duty Cycle [17]
Sinyal PWM pada umumnya memiliki amplitudo dan frekuensi dasar yang
tetap, namun memiliki lebar pulsa yang bervariasi. Sinyal PWM memiliki
frekuensi gelombang yang tetap namun duty cycle bervariasi.
(2-5)
Vout = D x Vin
(2-6)
Vout =
Ton
Ttotal
x Vin
(2-7)
Dimana :
Ton
(detik)
Toff
(detik)
volumetrik ,
kecepatan
poros)
ini
berlaku
untuk pompa, kipas, dan turbin hidrolik. Dalam alat rotary, hukum afinitas berlaku
baik untuk arus sentrifugal dan aksial [9].
N2
N1
(2-12)
Hukum 1b. Torsi yang dibutuhkan sebanding dengan kecepatan kuadrat;
T2
T1
N2
)
N1
(2-13)
Hukum 1c. Daya sebanding dengan pangkat tiga kecepatan poros;
P2
P1
N2
)
N1
(2-14)
dimana :
N
Q
T
P
: Kecepatan putaran
: Kapasitas aliran
: Torsi
: Daya
(rpm)
(m3/s)
(N.m)
(Watt)
T st
Tf
I st
If
( )
. sf
dengan :
Tst, Ist
(2-15)
Tf, If
Sf
dengan :
n
fn
F
= Orde harmonik
= Frekuensi harmonik ke-n
= Frekuensi dasar / fundamental
h=max
THD =
h=2
M1
M 2h
(2-17)
dengan :
THD = Total Harmonic Distortion
Mh = Nilai RMS arus atau tegangan dari komponen harmonik ke-n
M1 = Nilai RMS arus atau tegangan dari frekuensi dasar.
d. Persamaan Fourier
Teori yang digunakan untuk memahami gelombang harmonik adalah
Teori dari deret fourier. Dalam metode fourier series dapat menunjukkan
komponen yang genap dan ganjil. Bentuk umum dari persamaan fourier
series dapat ditunjukkan ke dalam rumus sebagai berikut [18]:
f ( t ) =
a0
+ ( a cos nt +bn sin nt )
2 n=1 n
(2-18)
dengan :
T
2
a0 = f ( t ) d ( t )
T 0
(2-19)
T
2
an = f ( t ) cos (n t ) d ( t )
T 0
(2-20)
bn =
2
f ( t ) cos (n t ) d ( t )
T 0
(2-21)
Keterangan :
a0
an bn
n
= Koefisien deret
= Orde harmonik
v(t) =
a n cos ( h t +h ) d ( t )
h=1
(2-22)
i(t) =
b n sin ( h t +h ) d ( t )
h=1
(2-23)
h=1
h=1
h=1
h=1
P=
V 1 I1 cos ( h h )= P h Watt
Q=
V 1 I 1 sin ( h h) = Qh Watt
Variabel
persamaan
2-25
(2-24)
(2-25)
menunjukkan
jumlah
variabel
penggandaan dari nilai frekuensi dasar (50 atau 60 Hz). Daya kompleks
dinyatakan dengan satuan VA (Volt Ampere) adalah hasil kali antara
besarnya tegangan dan arus listrik yang mengalir pada beban, secara
umum, daya kompleks (S) dapat dinyatakan dengan :
S =V . I
(2-26)
Berikut ini memperlihatkan nilai rms tegangan dan arus listrik dari
gelombang yang terdistorsi [13]
Vh =
hmaks
(
hmaks
Ih =
2 V h
h=1
h=1
1
Ih
2
(2-27)
(2-28)
(2-29)
Daya sisa yang diduga mengalir di sekitar sistem disebut dengan daya
distorsi D dan diukur dengan satuan volt ampere. Sehingga dengan adanya
distorsi harmonisa. Dengan memasukkan komponen daya distorsi D, maka
hubungan daya listrik menjadi sebagai berikut [13]
S=
P +Q + D
2
1
2
1
(2-30)
Keterangan :
S = daya kompleks pada kondisi non sinusoidal
(VA)
(Watt)
(VAR)
(VA)
THD =
1
2
(2-31)
VTHD =
ITHD =
1
V1
dengan :
V1, I1
Vh, Ih
1
2 2
( )
( )
1
V1
h=2
h=2
Vh
I h2
(2-32)
1
2
(2-33)
(2-34)
(2-35)
(2-36)
keterangan :
h
= orde harmonik
sebagai berikut :
h = (1 x 6)
(ganjil)