Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN KASUS OBSTETRI

I.

II.

IDENTITAS PASIEN
Nama
No. Rekam Medis
Jenis Kelamin
Tanggal Lahir
Alamat
Agama
Pendidikan Terakhir
Status Perkawinan
Pekerjaan
Tanggal Masuk

: Ny. SK Br G
: 00-64-59-24
: Perempuan
: 8 Desember 1989 (25 tahun)
: Tangerang
: Kristen
: SLTA
: Menikah
: Ibu Rumah Tangga
: 16 April 2015

ANAMNESIS
Pasien datang ke Rumah Sakit Umum Siloam pada tanggal 16 April 2015 dan
dilakukan autoanamnesis pada pukul 03.05.

a. Keluhan Utama
Mulas teratur sejak 8 jam sebelum masuk rumah sakit (15 April 2015
pukul 19.00) dan keluar air-air sejak 3 jam SMRS (16 April 2015 pukul
00.30).

b. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien, 25 tahun, G1P0A0 gravidarum 38 minggu datang dengan
keluhan mulas teratur sejak 8 jam SMRS dan keluar air-air sejak 3 jam
SMRS. Pasien dirujuk oleh bidan karena pembukaan sudah lengkap dan
sudah dipimpin meneran, namun partus tidak maju.
Pasien teratur kontrol ke bidan setap bulan. Selama kehamilan pasien
menyangkal riwayat bengkak, hipertensi, sakit kepala, pandangan kabur,
nyeri ulu hati. BAK dan BAB pasien normal.

c. Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat penyakit asma, DM, hipertensi, jantung, kanker, dan penyakit
kronik disangkal. Pasien mengaku tidak pernah operasi atau dirawat di RS

sebelumnya. Pasien juga menyangkal riwayat alergi obat, makanan atau


debu.
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat penyakit asma, DM, hipertensi, jantung, kanker, dan penyakit
kronik disangkal.

e. Riwayat Menstruasi
Menarche pada usia 15 tahun. Siklus haid teratur, durasi haid 5 hari, ganti
pembalut sebanyak 3x/hari. Keluhan nyeri saat menstruasi disangkal.

f. Riwayat Obstetri
G1P0A0 gravidarum 38 minggu.
HPHT
: 24 Juni 2014
TP
: 31 Maret 2015
ANC
: teratur setiap bulan ke bidan

g. Riwayat Pemakaian Alat Kontrasepsi


Tidak pernah memakai kontrasepsi
h. Riwayat Pernikahan
Jumlah pasangan seksual pasien adalah 1 orang. Pernikahan pasien yang
sekarang merupakan pernikahan pertama, dengan usia pernikahan 1 tahun.
i. Riwayat Pengobatan
Pasien tidak mengonsumsi obat-obatan apapun.
j. Riwayat Sosial, Ekonomi, Pribadi
Pasien, merupakan ibu rumah tangga, tinggal bersama suami.
Kebiasaan merokok, minum alkohol, dan konsumsi NAPZA disangkal.
Keadaan ekonomi pasien menengah ke bawah.

III.

PEMERIKSAAN FISIK

A. Tanda-tanda Vital
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran
: Compos Mentis

Tekanan Darah
Pernapasan
Nadi
Suhu

B. Antropometri
Berat Badan
Tinggi Badan
BMI

: 120/90
: 18 kali per menit
: 60 kali per menit
: 36oC

: 68 kg (sebelum hamil 55 kg)


: 165 cm
: 20,2 Normal

C. Status Generalis
Kepala

: normocephal, deformitas (-), bekas luka (-) rambut hitam,


distribusi merata

Mata

: konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)

Hidung

: septum deviasi (-), sekret (-/-), hiperemis (-/-)

Telinga

: Bentuk normal di kedua telinga, serumen (-/-), sekret (-/-),


pendengaran kedua telinga normal

Mulut

: Mukosa normal, faring hiperemis (-), stomatitis (-), karies (-)

Leher

: Pembesaran kelenjar getah bening (-), pembesaran kelenjar


tiroid (-), deviasi trakea (-)

Axilla

: Tidak terlihat maupun teraba benjolan ataupun pembesaran


kelenjar getah bening

Mammae
Simetri
: (+)
Perubahan kulit
: (-)
Massa
: (-)
Nipple discharge
: (-)
Sistem Kardiovaskular
Regularitas : Reguler
S1/S2
: (+)
Murmur
: (-)
Gallop
: (-)
Sistem Respirasi
Simetri
: (+)
Suara Nafas : vesikuler
Ronki
: (-)
Wheezing
: (-)
Abdomen
: supel
Ekstrimitas

Edema
Kulit
Genitalia
Vulva

: (-)
: dbn
: terdapat edema

D. Pemeriksaan Obstetri
Tinggi Fundus Uteri
Taksiran Berat Janin
Leopold I
Leopold II
Leopold III
Leopold IV
Denyut Jantung Janin
Kontraksi Uterus
Lakmus

: 34 cm
: 3565 gram
: bokong
: punggung kiri
: kepala
: divergen
: 130-140 kali/menit
: 2-3 kali/10 menit; 30 detik
: (+)

E. Pemeriksaan Dalam
Dari pemeriksaan dalam, didapakan hasil portio tidak teraba, selaput
amnion
tidak utuh, pembukaan lengkap, effacement 100%, presentasi kepala,
caput +,
molase +, station +3
IV.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Darah Lengkap
Hb
: 13,95 g/dL
Hct
: 43.49%
RBC
: 4,77 x 106 /uL
WBC : 18,11 x 103/uL
Platelet : 194.20 x103/uL
MCV : 91.26 fL
MCH : 29.28 pg
MCHC : 32.08 g/dL
PT
: 9.80 seconds
APTT : 31.00 seconds
Pemeriksaan Kardiotokografi
Kesan
Baseline FHR
Akselerasi
Deselerasi
His

V.

Suspicious
130-140x/10 menit
(-)
(-)
3x/10 menit
Amp. 80-100 (kuat)
30 detik

RINGKASAN
Pasien, Ny. SK Br G, perempuan, G1P0A0, 25 tahun, datang ke Rumah
Sakit Umum Siloam dengan keluhan mulas sejak 8 jam SMRS dan keluar air-

air 3 jam SMRS. ANC teratur ke Bidan setiap bulan. Tanda-tanda vital dan
status generalis dalam batas normal. Dari inspeksi vulva didapatkan edema
vulva. Leopold I bokong, II punggung kiri, III kepala, IV divergen. DJJ 130140 kali/menit. Pada pemeriksaan dalam, selaput ketuban tidak utuh,
pembukaan lengkap, effacement 100%, presentasi kepala, station +3. Hasil
pemeriksaan darah lengkap dalam batas normal.

VI.

DIAGNOSIS
Diagnosis Kerja
: (03.05)
G1P0A0 parturian 38 minggu kala II dengan pemanjangan kala 2 + JPKTH
Diagnosis
: (05.30)
P1A0 partus maturus post-ekstraksi vakum
Lahir bayi laki-laki dengan BBL 3330 gram, PBL 48 cm dan Skor Apgar 1 dan
5 menit 8 dan 10

VII.

PENGKAJIAN
Pemanjangan Kala 2
Atas dasar:
Anamnesis: Pembukaan sudah lengkap sejak 3 jam SMRS,
sudah dipimpin meneran sejak 3 jam SMRS namun partus tidak

maju.
Pemeriksaan Fisik: Pada inspeksi vulva terdapat edema vulva.
Pada pemeriksaan dalam, didapatkan pembukaan lengkap,
effacement 100% dengan presentasi kepala dan station +3

VIII. PENATALAKSANAAN
Rencana Ekstraksi Vakum atas indikasi waktu
Pengisian Informed Consent untuk tindakan Ekstraksi Vakum oleh

IX.

pasien dan keluarga


Pemberian Dextrose 5% 500cc + Oksitosin 5 IU 40 tetes per menit
Cek Lab dan transfusi bila Hb <8 mg/dL

PROGNOSIS
Quo ad Vitam

: dubia ad bonam

Quo ad Functionam
: dubia ad bonam
Quo ad Sananctionam : dubia ad bonam
X.

LAPORAN PERSALINAN
Nama Pasien
Usia
Tgl Persalinan
SpOG
Tindakan
Lama Tindakan
Diagnosa Pra Tindakan

: Ny. SK Br G
: 25 tahun
: 16 April 2015
: dr. Dyana Safitri Velies, SpOG
: Ekstraksi Vakum
: 5 menit
: G1P0A0 parturian 38 minggu kala 2 dengan

Diagnosa Pasca Tindakan

pemanjangan kala 2 + JPKTH


: P1A0, 25 tahun, partus maturus post-ekstraksi
vakum atas indikasi waktu
Lahir bayi laki-laki dengan BBL 3330 gram,
PBL 48 cm, Skor APGAR 1 menit dan 5 menit

8 dan 10
Uraian:
Ekstraksi vakum dimulai pada pukul 05.25
Cup vakum dipasang pada flexion point
Tekanan vakum diturunkan -60 kPa sampai terbentuk caput
Ibu dipimpin meneran setiap ada his
Dilakukan tarikan setiap ibu meneran
Dilakukan episiotomi mediolateralis
Pada pukul 05.30 lahir bayi laki-laki dengan ekstraksi vakum, berat
badan 3330 gram, panjang badan 48 cm, Skor APGAR 1 menit dan 5

menit 8 dan 10
Pukul 05.30 disuntikkan oksitosin 10IU intra muskular, kontraksi baik

dan kemudian dilakukan peregangan tali pusat terkendali


Pukul 05.40 plasenta lahir spontan dan lengkap, kotiledon dan selaput
ketuban utuh, tali pusat 2 arteri dan 1 vena. Kemudian dilakukan
penjahitan luka episiotomi selama 30 menit dan selesai pukul 06.10.

XI.

KONSUL
Tidak dilakukan konsul ke departemen lain

XII.

FOLLOW UP
16 April 2015

S
O

Pasien mengeluhkan nyeri di bekas jahitan perinuem


Tanda Tanda Vital
KU: Baik
Kesadaran: Compos Mentis
6

TD: 120/70
RR: 20x/menit
Nadi: 84x/menit
Suhu: 36.40C
Skala Nyeri: 2/1
Kontraksi Uterus: Baik
TFU: 2 jari di bawah pusat
Lokia: Rubra (Normal)
Jahitan perineum: Baik
Vulva: Tidak edema
A

BAK: Spontan, lancar


P1A0 partus maturus post-ekstraksi vakum
Lahir bayi laki-laki dengan BBL 3330 gram, PBL 48 cm dan Skor Apgar 1 dan 5

menit 8 dan 10
R/ Tatalaksana:

Observasi KU, TTV (T,N,S,P), Urine Output


Rencana pulang (17 April 2015; pukul 11.00)

17 April 2015
S
O

Tidak ada keluhan


Tanda Tanda Vital
KU: Baik
Kesadaran: Compos Mentis
TD: 120/70
RR: 20x/menit
Nadi: 88x/menit
Suhu: 370C
Kontraksi uterus: Baik
TFU: 2 jari di bawah pusat
Lokia: Rubra (Normal)

Jahitan Perineum: Baik


A

ASI : (+/+)
P1A0 partus maturus post-ekstraksi vakum
Lahir bayi laki-laki dengan BBL 3330 gram, PBL 48 cm dan Skor Apgar 1 dan 5

menit 8 dan 10
R/ Tatalaksana:

Rencana Pulang (17 April 2015 pukul 11.00)

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Definisi Persalinan

Perslainan adalah proses fisiologik dimana uterus mengeluarkan atau berupaya


mengeluarkan janin dan plasenta setelah masa keamilan 20 minggu atau lebih dapat
hidup diluar kandungan melalui jalan lahir atau jalan lain dengan bantuan atau tanpa
bantuan.1

Klasifikasi Persalinan
Menurut cara persalinan dibagi menjadi:

Persalinan biasa atau normal (eutosia) adalah proses kelahiran janin pada
kehamilan cukup bulan (aterm, 37-42 minggu), pada janin letak memanjang,
presentasi belakang kepala yang disusul dengan pengeluaran plasenta dan
seluruh proses kelahiran itu berakhir dalam waktu kurang dari 24 jam tanpa

tindakan/pertolongan buatan dan tanpa komplikasi.2


Persalinan abnormal adalah persalinan pervaginam dengan bantuan alat-alat
maupun melalui dinding perut dengan operasi caesarea.3

Faktor-Faktor Dalam Persalinan


Ada beberapa faktor yang berperan dalam persalinan yaitu:

Tenaga atau Kekuatan (power): his (kontraksi uterus), kontraksi otot dinding
perut, kontraksi diafragma pelvis, ketegangan, kontraksi ligamentum

rotundum, efektifitas kekuatan mendorong dan lama persalinan.


Janin (passenger): letak janin, posisi janin, presentasi janin dan letak

plasenta.
Jalan Lintas (passage): ukuran dan tipe panggul, kemampuan serviks untuk
membuka, kemampuan kanalis vaginalis dan introitus vagina untuk

memanjang.
Kejiwaan (psyche): persiapa fisik untuk melahirkan, pengalaman persalinan,
dukungan orang terdekat dan integritas emosional.4

Tanda In-Partu3

Rasa sakit oleh adanya his yang datang lebih kuat, sering dan teratur.
Keluar lendir bercampur darah yang lebih banyak karena robekan-

robekan kecil pada serviks.


Dapat disertai ketuban pecah dini
Pada pemeriksaan dalam, serviks mendatar dan terjadi pembukaan
serviks.

Tahap Persalinan
Tahap Persalinan meliputi 4 tahapan:4,5

Kala I: dinamakan kala pembukaan, pada kala ini serviks membuka sampai
terjadi pembukaan 10 cm. Proses membukanya serviks dibagi atas 2 fase:
Fase laten berlangsung selama 7-8 jam pembukaan terjadi sangat
lambat sampai mencapai ukuran diameter 3 cm
Fase aktif dibagi dalam 3 fase yaitu fase akselerasi dalam waktu 2
jam, pembukaan 3 cm tadi menjadi 4 cm dan fase dilatasi maksimal
dalam waktu 2 jam pembukaan berlangsung sangat cepat dari 4
menjadi 9 cm dan fase deselerasi pembukaan menjadi lambat kendali
dalam waktu 2 jam pembukaan dari 9 cm menjadi lengkap 10 cm.
Kala I ini selesai apabila pembukaan serviks uteri telah lengkap. Pada
primigravida kala I berlangsung kira-kira 12 jam sedangkan pada
multigravida 8 jam. Pembukaan primigravida 1 cm tiap jam dan

multigravida 2 cm tiap jam.


Kala II: Kala pengeluaran karena berkat kekuatan his dan kekuatan mengedan
janin didorong keluar sampai lahir. Kala ini berlangsung 1,5 jam pada

primigravida dan 0,5 jam pada multipara


Kala III: Kala ari-ari/plasenta terlepas dari dinding uterus dan dilahirkan.

Prosesnya maksimal 30 menit setelah bayi lahir.


Kala IV: Observasi dilakukan mulai lahirnya plasenta selama 1 jam, hal ini
dilakukan untuk menghindari terjadinya perdarahan postpartum. Observasi
yang dilakukan melihat tingkat kesadaran penderita, pemeriksaan tanda-tanda

10

vital (tekanan darah, nadi dan pernapasan), kontraksi uterus dan terjadinya
pendarahan.

Tanda Partus Tak Maju6


Pada kasus persalinan macet/tidak maju akan ditemukan tanda-tanda kelelahan fisik
dan mental yang biasanya dapat diobservasi dengan:

Dehidrasi dan Ketoasidosis (ketonuria, nadi cepat, mulut kering)


Demam
Nyeri abdomen
Syok (nadi cepat, anuria, ekstremitas dingin, kulit pucat, tekanan
darah rendah) syok dapat disebabkan oleh ruptur uterus atau sepsis.

Epidemiologi Partus Tak Maju


Distribusi Partus Tak Maju
a) Orang
Penelitian Simbolon di Rumah Sakit Umum Daerah Sidikalang tahun 2007
diperoleh 273 kasus partus tak maju, 201 kasus terjadi pada wanita usia 20-35
tahun dengan proporsi 73,6%, 63 kasus terjadi pada wanita usia >35 tahun
dengan proporsi 23,1% dan 9 kasus terjadi pada wanita usia <20 tahun
dengan proporsi 3,3%. Sedangkan pada paritas diperoleh 118 kasus terjadi
pada paritas 0 dengan proporsi 43,2%, 98 kasus terjadi pada paritas 1-3
dengan proporsi 35,9% dan 57 kasus terjadi pada paritas >3 dengan proporsi
20,9%.8
b) Tempat dan Waktu
Di negara-negara maju, tingkat kejadian panggul kecil telah berkurang
sebagai penyebab distosia. Namun pada kelompok ekonomi lemah di negara
maju dan penduduk kota yang miskin di negara berkembang, kejadian
panggul kecil cukup tinggi dan menyebabkan banyak kejadian partus tak
maju. Di negara maju, 70% wanita memiliki bentuk panggul normal dan di
Asia 80% wanita memiliki bentuk panggul normal.9

11

Di Indonesia, proporsi partus tak maju 9% dari penyebab kematian ibu


langsung. Penelitian Olva di RSU Unit Swadana Subang Jawa Barat tahun
2001 diperoleh 300 persalinan terdapat 200 kasus partus tak maju dengan
proporsi 50%.11 Hasil penelitian Sidabutar di RS Santa Elisabeth Medan
tahun 2000-2004 diperoleh proporsi partus tak maju 19,7% yaitu 1.418 kasus
dari 7.163 persalinan.12 Hasil penelitian Idriyani di RSIA Fatimah Makasar
tahun 2006 diperoleh proporsi partus tak maju 2,9% yaitu 74 kasus dari 2.552
persalinan.13

Kelainan Kala II Kala II Memanjang


Tahap ini berawal saat pembukaan serviks telah lengkap dan berakhir dengan
keluarnya janin. Median durasinya adalah 2 jam untuk nulipara dan 1 jam untuk
multipara. Tetapi angka ini juga sangat bervariasi. Pada ibu dengan paritas tinggi
yang vagina dan perineumnya sudah melebar, dua atau tiga kali usaha mengejan
setelah pembukaan lengkap mungkin cukup untuk mengeluarkan janin. Sebaliknya,
pada seorang ibu dengan panggul sempit atau janin besar, atau dengan kelainan gaya
ekspulsif akibat anestesia regional ataus edasi yang berat, maka kala dua dapat
sangat memanjang. Kilpatrick dan Laros 14 melaporkan bahwa rata-rata persalinan
kala II, sebelum pengeluaran janin spontan, memanjang sekitar 1 jam oleh anestesia
regional. Seperti telah disebutkan, tahap panggul atau penurunan janin pada
persalinan umumnya berlangsung setelah pembukaan lengkap. Selain itu, kala II
melibatkan banyak gerakan pokok yang penting agar janin dapat melewati jalan lahir.
Selama ini terdapat aturan-aturan yang membatasi durasi kala II. Kala II persalinan
pada nulipara dibatasi 2 jam dan diperpanjang sampai 3 jam apabila digunakan
analgesia regional. Untuk multipara satu jam adalah batasnya, diperpanjang menjadi
2 jam pada penggunaan analgesia regional.
Pemahaman kita tentang durasi normal persalinan manusia mungkin tersamar
oleh banyaknya variabel klinis yang mempengaruhi pimpinan persalinan. Kilpatrick

12

dan Laros melaporkan bahwa rata-rata lama persalinan kala I dan kala II adalah
sekitar 9 jam pada nulipara tanpa analgesia regional, dan bahwa batas atas persentil
95 adalah 18,5 jam. Waktu yang serupa untuk ibu multipara adalaha sekitar 6 jam
dengan persentil 95 adalah 13,5 jam. Mereka mendefinisikan awitan persalinan
sebagai waktu saat ibu mengalami kontraksi teratur yang nyeri setiap 3 sampai 5
menit menyebabkan pembukaan serviks.
Setelah pembukaan lengkap, sebagian besar ibu tidak dapat menahan keinginan
untuk mengejan atau mendorong setiap kali uterus berkontraksi. Biasanya,
mereka menarik napas dalam, menutup glotisnya, dan melakukan kontraksi otot
abdomen secara berulang dengan kuat untuk menimbulkan peningkatan tekanan
intraabdomen sepanjang kontraksi. Kombinasi gaya yang ditimbulkan oleh kontraksi
uterus dan otot abdomen akan mendorong janin ke bawah.

Penyebab Partus Tak Maju


Penyebab partus tak maju yaitu:
Disproporsi sefalopelvik (pelvis sempit atau janin besar)
Keadaan panggul merupakan faktor penting dalam kelangsungan persalinan,
tetapi yang penting ialah hubungan antara kepala janin dengan panggul ibu.
Besarnya kepala janin dalam perbandingan luasnya panggul ibu menetukan
apakah ada disproporsi sefalopelvik atau tidak.5
Disproporsi sefalopelvik adalah ketidakmampuan janin untuk melewati
panggul. Panggul yang sedikit sempit dapat diatasi dengan kontraksi uterus
yang efisien, letak, presentasi, kedudukan janin yang menguntungkan dan
kemampuan kepala janin untuk mengadakan molase. Sebaliknya kontraksi
uterus yang jelek, kedudukan abnormal, ketidakmampuan kepala untuk
mengadakan molase dapat menyebabkan persalinan normal tidak mungkin.15
Kehamilan pada ibu dengan tinggi badan <145 cm dapat terjadi disproporsi
sefalopelvik, kondisi luas panggul ibu tidak sebanding dengan kepala bayi,

13

sehingga pembukaannya berjalan lembat dan akan menimbulkan komplikasi


obstetri.16
Disproporsi sefalopelvik terjadi jika kepala janin lebih besar dari pelvis, hal
ini akan menimbulkan kesulitan atau janin tidak mungkin melewati pelvis
dengan selamat. Bisa juga terjadi akibat pelvis sempit dengan ukuran kepala
janin normal, atau pelvis normal dengan janin besar atau kombinasi antara
bayi besar dan pelvis sempit. Disporporsi sefalopelvik tidak dapat didiagnosis
sebelum usia kehamilan 37 minggu karena sebelum usia kehamilan tersebut
kepala belum mencapai ukuran lahir normal.
Disporporsi sefalopelvik dapat terjadi:
o Marginal (ini berarti bahwa masalah bisa diatasi selama persalinan,
relaksasi sendi-sendi pelvis dan molase kranium kepala janin dapat
memungkinkan berlangsungnya kelahiran pervaginam). Pada Pasien
Ny SK Br G, disproporsi sefalopelvik marginal inilah yang paling
mungkin dialami pasien.
o Moderat (sekitar setengah dari pasien-pasien pada kelompok lanjutan
ini memerlukan kelahiran dengan tindakan operasi).
o Definit (ini berarti pelvis sempit, bentuk kepala abnormal atau janin
mempunyai ukuran besar yang abnormal, misalnya hidrosefalus,
operasi diperlukan pada kelahiran ini).6
Presentasi yang abnormal
Hal ini bisa terjadi pada dahi, bahu, muka dengan dagu posterior dan kepala
yang sulit lahir pada presentasi bokong.
o Presentasi Dahi
Presentasi Dahi adalah keadaan dimana kepala janin ditengah antara
fleksi maksimal dan defleksi maksimal, sehingga dahi merupakan
bagian terendah. Presentasi dahi terjadi karena ketidakseimbangan
kepala dengan panggul, saat persalinan kepala janin tidak dapat turun
ke dalam rongga panggul sehingga persalinan menjadi lambat dan
sulit.17
Presentasi dahi tidak dapat dilahirkan dengan kondisi normal kecuali
bila bayi kecil atau pelvis luas, persalinan dilakukan dengan tindakan

14

caesarea. IR presentasi dahi 0,2% kelahiran pervaginam, lebih sering


pada primigravida.
o Presentasi Bahu
Bahu merupakan bagian terbawah janin dan abdomen cenderung
melebar dari satu sisi ke sisi yang lain sehingga tidak teraba bagian
terbawah janin pada pintu atas panggul menjelang persalinan. Bila
pasien berada pada persalinan lanjut setelah ketuban pecah, bahu
dapat terjepit kuat di bagian atas pelvis dengan satu tangan atau
lengan keluar dari vagina.5
Presentasi bahu terjadi bila poros yang panjang dari janin tegak lurus
atau pada sudut akut panjangnya poros ibu, sebagaimana yang terjadi
pada letak melintang. Presentasi bahu disebabkan paritas tinggi
dengan dinding abdomen dan otot uterus kendur, prematuritas,
obstruksi panggul.
o Presentasi Muka
Pada presentasi muka, kepala mengalami hiperekstensi sehingga
oksiput menempel pada punggung janin dan dagu merupakan bagian
terendah. Presentasi muka terjadi akrena ekstensi pada kepala, bila
pelvis sempit atau janin sangat besar. Pada wanita multipara,
terjadinya presentasi muka karena abdomen yang menggantung yang
menyebabkan punggung janin menggantung ke depan atau ke lateral,
seringkali mengarah ke arah oksiput. Presnetasi muka tidak ada faktor
penyebab yang dapat dikenal, mungkin terkait dengan paritas tinggi
tetapi 34% presentasi muka terjadi pada primigravida.17
Abnormalitas pada janin
Hal ini sering terjadi bila ada kelainan pada janin misalnya: Hidrosefalus,
pertumbuhan janin lebih besar dari 4.000 gram, bahu yang lebar dan kembar
siam.
Abnormalitas sistem reproduksi
Abnormalitas sistem reproduksi misalnya tumor pelvis, stenosis vagina
kongenital, perineum kaku dan tumor vagina.6

15

Dampak Persalinan Lama pada Ibu


Persalinan lama dapat menimbulkan konsekuensi serius bagi salah satu atau
keduanya sekaligus.

Infeksi Intrapartum
Infeksi adalah bahaya yang serius yang mengancam ibu dan janinnya pada
partus lama, terutama bila disertai pecahnya ketuban. Bakteri di dalam cairan
amnion menembus amnion dan menginvasi desidua serta pembuluh korion
sehingga terjadi bakteremia dan sepsis pada ibu dna janin. Pneumonia pada
janin, akibat aspirasi cairan amnion yang terinfeksi, adalah konsekuensi
serius lainnya. Pemeriksaan serviks dengan jari tangan akan memasukkan
bakteri vagina ke dalam uterus. Pemeriksaan ini harus dibatasi selama

persalinan, terutama apabila dicurigai terjadi persalinan lama.


Ruptura Uteri1
Penipisan abnormal segmen bawah uterus menimbulkan bahaya serius selama
partus lama, terutama pada ibu dengan paritas tinggi dan pada mereka dengan
riwayat seksio sesarea. Apabila disproporsi antara kepala janin dan panggul
sedemikian besar sehingga kepala tidak cakap (engaged) dan tidak terjadi
penurunan, segmen bawah uterus menjadi sangat teregang kemudian dapat
menyebabkan ruptura. Pada kasus ini, mungkin terbentuk cincin retraksi
patologis yang dapat diraba sebagai sebuah krista transversal atau oblik yang
berjalan melintang di uterus antara simfisis dan umbilikus. Apabila dijumpai

keadaan ini, diindikasikan persalinan perabdominam segera.


Cincin Retraksi Patologis
Walaupun sangat jarang, dapat timbul konstriksi atau cincin lokal uterus pada
persalinan yang berkepanjangan. Tipe yang paling sering adalah cincin
retraksi patologis Bandl, yaitu pembentukan cincin retraksi normal yang
berlebihan. Cincin ini sering timbul akibat persalinan yang terhambat, disertai
peregangan dan penipisan berlebihan segmen bawah uterus. Pada situasi
semacam ini cincin dapat terlihat jelas sebagai suatu indentasi abdomen dan

16

menandakan ancaman akan rupturnya segmen bawah uterus. Konstriksi


uterus lokal jarang dijumpai saat ini karena terhambatnya persalinan secara
berkepanjangan tidak lagi dibiarkan. Konstriksi lokal ini kadang-kadang
masih terjadi sebagai konstriksi jam pasir (hourglass constriction) uterus
setelah lahirnya kembar pertama. Pada keadaan ini, konstriksi tersebut
kadang-kadang dapat dilemaskan dengan anestesia umum yang sesuai dan
janin dilahirkan secara normal, tetapi kadang-kadang seksio sesarea yang
dilakukan dengan segera menghasilkan prognosis yang lebih baik bagi

kembar kedua.
Pembentukan Fistula6
Apabila bagian terbawah janin menekan kuat ke pintu atas panggul, tetapi
tidak maju untuk jangka waktu yang cukup lama, bagian jalan lahir yang
terletak di antaranya dan dinding panggul dapat mengalami tekanan yang

berlebihan. Karena gangguan sirkulas, dapat terjadi nekrosis yang akan jelas
Sepsis puerperalis
Sepsis puerferalis adalah infeksi pada traktus genitalia yang dapat terjadi
setiap saat antara awitan pecah ketuban (ruptur membran) atau persalinan dan
42 hari setelah persalinan atau abortus dimana terdapat gejala-gejala: nyeri
pelvis, demam, 38.50C atau lebih yang diukur melalui oral kapan saja cairan
vagina yang abnormal, berbau busuk dan keterlambatan dalam kecepatan
penurunan ukuran uterus.18
Infeksi merupakan bagian serius lain bagi ibu dan janinnya pada kasus partus
lama dan partus tak maju terutama karena selaput ketuban pecah dini. Bahaya
infeksi akan meningkat karena pemeriksaan vagina yang berulang-ulang.6

Dampak Persalinan Lama Pada Bayi

Perubahan-perubahan tulang-tulang kranium dan kulit kepala


Akibat tekanan dari tulang-tulang pelvis, kaput suksadenum yang besar atau
pembengkakan kulit kepala sering kali terbentuk pada bagian kepala yang
paling dependen dan molase (tumpang tindih tulang-tulang kranium) pada
kranium janin mengakibatkan perubahan pada bentuk kepala. Selain itu dapat
17

terjadi sefalhematoma atau penggumpalan darah di bawah batas tulang

kranium, terjadi setelah lahir dan dapat membesar setelah lahir.


Kematian Janin
Jika partus tak maju dibiarkan berlangsung lebih dari 24 jam maka dapat
mengakibatkan kematian janin yang disebabkan oleh tekanan yang berlebihan
pada plasenta dan korda umbilikus.
Janin yang mati, belum keluar dari rahim selama 4-5 minggu mengakibatkan
pembusukan sehingga dapat mencetuskan terjadinya koagulasi intravaskuler
diseminata (KID) keadaan ini dapat mengakibatkan hemoragi, syok dan
kematian pada maternal.

Determinan dari Partus Tidak Maju


a) Host
Usia
Usia reproduksi yang optimal bagi seorang ibu untuk hamil dan melahirkan
adalah 20-35 tahun karena pada usia ini secara fisik dan psikologi ibu sudah
cukup matang dalam menghadapi kehamilan dan persalinan.
Usia <20 tahun organ-organ reproduksi belum sempurna secara keseluruhan
dan perkembangan kejiwaan belum matang sehingga belum siap menjadi ibu
dan menerima kehamilannya. Usia >35 tahun organ reproduksi mengalami
perubahan yang terjadi karena proses menuanya organ kandungan dan jalan
lahir kaku atau tidak lentur lagi. Selain itu peningkatan umur seseorang akan
mempengaruhi organ yang vital seperti sistem kardiovaskuler, ginjal dll (pada
umur tersebut mudah terjadi penyakit pada ibu yang akan memperberat tugas
organ-organ tersebut sehingga berisiko mengalami komplikasi pada ibu dan
janin).19
Sesuai dengan hasil penelitian di Makasar yang dilakukan oleh Idriyani tahun
2006 dengan menggunakan desain penelitian case control study menemukan
ibu yang mengalami partus tak maju kemungkinan 1,8 kali lebih besar

berumur <20 tahun dan <35 tahun dibandingkan umur 20-35 tahun.13
Paritas

18

Paritas 1-3 merupakan paritas paling aman ditinjau dari sudut kematian
maternal. Paritas 0 dan paritas lebih dari 3 mempunyai angka kematian
maternal yang lebih tinggi. Lebih tinggi paritas lebih tinggi kematian
maternal.5
Ibu hamil yang memiliki paritas 4 kali atau lebih, kemungkinan mengalami
gangguan kesehatan, kekendoran pada dinding perut dan kekendoran dinding
rahim sehingga berisiko mengalami kelainan letak pada janin, persalinan
letak lintang, robekan rahim, persalinan macet dan perdarahan pasca
persalinan.20
Sesuai dengan hasil penelitian di Subang, Jawa Barat yang dilakukan oleh
Olva tahun 2001 dengan menggunakan desain penelitian case control study
menemukan ibu yang mengalami partus tak maju kemungkinan 1,3 kali lebih

besar yang paritasnya 0 dan >3 dibandingkan paritas 1-3.11


Riwayat Persalinan
Persalinan yang pernah dialami oleh ibu dengan persalinan prematur, seksio
cesarea, bayi lahir mati, persalinan lama, persalinan dengan induksi serta
semua persalinan tisak normal yang dialami ibu merupakan risiko tinggi pada
persalinan berikutnya.6
Sesuai dengan hasil penelitian di Medan yang dilakukan oleh Sarumpaet
tahun 1998-1999 dengan menggunakan desain penelitian case control study
menemukan ibu yang mengalami komplikasi persalinan kemungkinan 7,3
kali lebih besar mempunyai riwayat persalinan buruk dibandingan yang tidak
mempunyai riwayat persalinan buruk. Riwayat persalinan buruk pada kasus
didapatkan partus tak maju 24,6%.21
Hasil penelitian di Kasongo Zaire tahun 1971-1975, Ibu yang memiliki
riwayat persalinan yang buruk kemungkinan 10 kali lebih besar untuk
mengalami persalinan macet dari pada ibu yang tidak memiliki riwayat

persalinan buruk.22
Anatomi Tubuh Ibu Melahirkan
Ibu bertubuh pendek <150 cm yang biasanya berkaitan dengan malnutrisi dan
terjadinya deformitas panggul merupakan risiko tinggi dalam persalinan,
tinggi badan <150 cm berkaitan dengan kemungkinan panggul sempit. Tinggi
19

badan Ibu <145 cm terjadi ketidakseimbangan antara luas panggul dan besar
kepala janin.6,20
Sebagian besar kasus partus tak maju disebabkan oleh tulang panggul ibu
terlalu sempit sehingga tidak mudah dilintasi kepala bayi waktu ebrsalin.
Proporsi wanita dengan rongga panggul yang sempit menurun dengan
meningkatnya tinggi badan, persalinan macet yang disebabkan panggul
sempit jarang terjadi pada wanota tinggi. Penelitian di Nigeria Utara dari
seluruh ibu yang mengalami persalinan macet, proporsi wanita dengan
panggul sempit memiliki tinggi badan <145 cm sebesar 40%, tinggi badan

150 cm sebesar 14% dan tinggi badan 160 cm sebesar 1%.23


Pendidikan
Ibu dengan pendidikan yang lebih tinggi lebih memerhatikan kesehatannya
selama kehamilan dibandingkan dengan ibu yang tingkat pendidikannya
rendah. Pendidikan ibu merupakan salah satu faktor penting dalam usaha
menjaga kesehatan ibu, anak dan juga keluarga. Semakin tinggi tingkat
pendidikan ibu semakin meningkat juga pengetahuan dan kesadarannya
dalam mengantisipasi kesulitan kehamilan dan persalinan sehingga
termotivasi untuk melakukan pengawasan kehamilan secara berkala dan

teratur.22
b) Agent
Partus tak maju disebabkan faktor mekanik pada persalinan yaitu
terhambatnya jalan lahir janin. Terhambatnya jalan lahir disebabkan
ketidakseimbangan bentuk dan ukuran panggul (passage), besarnya janin
(passenger) dan kontraksi uterus (power). Bentuk dan ukuran panggul yang
sempit menghambat jalan lahir janin, panggul yang sempit dipengaruhi faktor
nutrisi dalam pembentukan tulang panggul, penyakit dan cedera pada tulang
panggul.9
c) Lingkungan
Keadaan Sosial Ekonomi
Derajat sosial ekonomi masyarakat akan menunjukkan tingkat
kesejahteraan dan kesempatannya dalam menggunakan pelayanan
kesehatan. Jenis pekerjaan ibu maupun suaminya akan mencerminkan
20

keadaan sosial ekonomi keluarga. Berdasarkan jenis pekerjaan


tersebut dapat dilihat kemampuan mereka terutama dalam pemenuhan
makanan bergizi, khususnya bagi ibu hamil, pemenuhan kebutuhkan
makanan bergizi sangat berpengaruh terhadap kehamilannya.
Kekurangan gizi dapat berakibat buruk pada ibu dan anak, misalnya
terjadi anemia, keguguran, perdarahan saat hamil, sesudah hamil,
infeksi dan partus macet.
Perbedaan pemukimam antara daerah perkotaan dan pedesaan
ternyata

mempengaruhi

tinggi

rendahnya

kematian

maternal.

Kemiskinan, ketidaktahuan, kebodohan, transportasi yang sulit


ketidakmampuan membayar pelayanan yang baik, kurangnya fasilitas
pelayanan kesehatan, jarak rumah yang jauh untuk mendapatkan
bantuan tenaga ahli juga mempengaruhi persalinan, kebiasaan kawin
muda, kepercayaan masyarakat dan praktik tradisional, pantangan
makanan tertentu pada wanita hamil merupakan faktor yang ikut
berperan.5,6
Ketersediaan Tenaga Ahli dan Rujukan
Angka kematian maternal yang tinggi di suatu negara sesungguhnya
mencerminkan rendahnya mutu pelayanan. Pelayanan kesehatan
mempunyai peran yang sangat besar dalam kematian maternal. Faktor
tersebut meliputi: kurangnya kemudahan untuk pelayanan kesehatan
maternal, asuhan medik yang kurang dan kurangnya tenaga yang
terlatih.1 Petugas kesehatan yang tidak terlatih untuk mengenali
persalinan macet (partograf tidak digunakan). Kegagalan dalam
bertindak terhadap faktor risiko dan penundaan dalam merujuk ke
tingkat pelayanan yang lebih tinggi (misalnya untuk seksio sesarea)
merupakan faktor partus tak maju.6 Pada kasus yang ditangani oleh
dukun atau tenaga paramedis yang tidak kompeten, seringkali pasien
disuruh mengejan walaupun pembukaan belum lengkap. Akibatnya

21

vulva menjadi edema dan ibu mengalami kelelahan sehingga


persalinan berlangsung lama.31

Pencegahan
Pencegahan Primer6
Pencegahan primer merupakan upaya untuk mempertahankan orang yang sehat agar
tetap sehat atau tidak sakit. Untuk menghindari risiko partus tidak maju dapat
dilakukan dengan:

Memberikan informasi bagi ibu dan suaminya tentang tanda bahaya selama

kehamilan dan persalinan


Pendidikan kesehatan reproduksi sedini mungkin kepada wanita usia

reproduksi pra-nikah
Meningkatkan program keluarga berencana bagi ibu usia reproduksi yang

sudah berkeluarga
Memperbaiki perilaku diet dan peningkatan gizi
Antenatal care yang teratur untuk mendeteksi dini kelainan pada ibu hamil

terutama kehamilan risiko tinggi


Mengukur tinggi badan dan melakukan pemeriksaan panggul pada

primigravida
Menganjukan untuk melakukan senam hamil
Peningkatan pelayanan medik gawat darurat
Menyediakan sarana transportasi dan komunikasi bagi ibu-ibu yang
melahirkan di rumah (Maternity Waiting Home) apabila terjadi komplikasi,
sehingga harus dirujuk ke fasilitas yang lebih baik

Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder dapat dilakukan dengan diagnosis dini dan pengobatan yang
tepat untuk mencegah timbulnya komplikasi, yaitu:
Diagnosis dini partus tak maju meliputi

Pemeriksaan abdomen
Tanda-tanda partus tak maju dapat diketahui melalui pemeriksaan abdomen
sebagai berikut:
22

Kepala janin dapat diraba diatas rongga pelvis karena kepala tidak
dapat turun
Kontrkasi uterus sering dan kuat (tetapi jika seorang ibu mengalami
kontraksi yang lama dalam persalinannya maka kontraksi dapat
berhenti karena kelelahan uterus)
Uterus dapat mengalami kontraksi tetanik dan bermolase (kontraksi
uterus bertumpang tindih) ketat disekeliling janin.
Cincin Band/Bandles ring: cincin ini ialah nama yang diberikan pada
daerah diantara segmen atas dan segmen bawah uterus yang dapat
dilihat dan diraba selama persalinan. Dalam persalinan normal, daerah
ini disebut cincin retraksi. Secara normal daerah ini seharusnya tidak
terlihat atau teraba pada pemeriksaan abdomen, cincin bandl adalah
tanda akhir dari persalinan tidak maju. Bentuk uterus seperti kulit
kacang dan palpasi akan memastikan tanda-tanda yang terlihat pada

waktu observasi.
Pemeriksaan vagina
Tanda-tandanya sebagai berikut:
Bau busuk dari drainase mekonium
Cairan amniotik sudah keluar
Kateterisasi akan menghasilkan urine pekat yang dapat mengandung
darah
Pemeriksaan vagina: edema vulva (terutama jika ibu telah lama
mengedan),

vagina

panas

dan

mengering

akrena

dehidrasi,

pembukaan serviks tidak komplit. Kaput suksedanum yang ebsar


dapat diraba dan penyebab persalinan macet antara lain kepala sulit
bermolase akibat terhambat di pelvis, presentasi bahu dan lengan

prolaps.
Pencatatatan Partograf
Persalinan macet dapat juga diketahui jika pencatatan pada partograf
menunjukkan:
Kala I persalinan lama (fase aktif) disertai kemacetan sekunder
Kala II yang lama

23

Gawat janin (frekuensi jantung janin < dari 120 per menit, bau busuk
dari drainase mekonium sedangkan frekuensi jantung janin normal
120-160 per menit)
Pembukaan serviks yang buruk walaupun kontraksi uterus yang kuat
Melakukan penanganan secepat mungkin untuk mencegah terjadinya
komplikasi, partus tak maju berisiko mengalami infeksi sampai ruptur
uterus dan biasanya ditangani dengan tindakan bedah, seksio sesarea,
ekstraksi cunam atau vakum oleh sebab itu harus dirujuk ke rumah

sakit.
Pencegahan tersier
o Pencegahan tersier dilakukan dengan mecegah terjadinya komplikasi
yang lebih berat dan kematian, yaitu:
Rehidrasikan pasien untuk mepertahankan volume plasma
normal dan menangani dehidrasi, ketosis dengan memberikan
natrium laktata 1 liter dan dekstrosa 5% 1-2 liter dalam 6 jam.
Pemberian antibiotik untuk mencegah sepsis puerperalis dan
perawatan intensif setelah melahirkan.

Manajemen Kala 2 Memanjang


Pada kasus-kasus kala 2 memanjang dan bradikardia pada janin, maka
penggunaan instrumen seperti ekstraksi vakum atau forsep dapat digunakan untuk
membantu memperpendek kala 2 dan mengurangi perlunya seksio caesarea. Namun
instrumen-instrumen ini hanya boleh dipergunakan oleh tenaga medis yang sudah
terlatih untuk melakukannya secara aman.24 Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi
untuk penggunaan forsep, yaitu:25

Serviks harus sudah pembukaan lengkap


Selaput ketuban harus sudah pecah
Kepala harus sudah engaged.
Presentasi janin harus vertex, atau presentasi muka dengan dagu anterior.
Posisi dari kepala janin harus sudah diketahui secara pasti
Tidak boleh dicurigai adanya disproporsi sefalopelvik

24

Untuk penggunaan Ekstrasi Vakum, syarat-syarat yang harus dipenuhi juga sama
dengan syarat penggunaan forsep. Penggunaan ekstraksi vakum harus dihentikan
apabila cup dari vakum nya copot dari kepala bayi lebih dari 3 kali.25
Bila dibandingkan dengan penggunaan ekstraksi vakum, penggunaan forsep
mengakibatkan lebih banyak trauma maternal dan perdarahan.26 Akan tetapi, pada
penggunaan vakum dilaporkan terjadi peningkatan dari jaundice neonatal. Macleod
dkk27 menemukan tingkat episiotomi yang lebih rendah dengan Ekstraksi Vakum bila
dibandingkan dengan forsep. Bofill dkk28 menemukan bahwa terdapat lebih banyak
laserasi tingkat tiga dan empat pada penggunaan forsep. Untuk perdarahan retina
yang biasanya terjadi karena penggunaan Ekstraksi Vakum tidak perlu dikhawatirkan
karena tidak ada efek jangka panjangnya.29 Data data tentang kelainan neurologis
pada bayi yang dilahirkan dengan Ekstraksi Vakum menunjukkan bahwa skor IQ dan
perkembangan dari bayi-bayi yang lahir dengan Ekstraksi Vakum tidak berbeda
dengan rata-rata nasional.30

25

BAB III
KESIMPULAN

Pasien perempuan G1P0A0, 25 tahun, datang ke Rumah Sakit Umum


Siloam dengan keluhan mulas sejak 8 jam SMRS dan keluar air-air 3 jam
SMRS. ANC teratur ke Bidan setiap bulan. Tanda-tanda vital dan status
generalis dalam batas normal. Dari inspeksi vulva didapatkan edema vulva.
Leopold I bokong, II punggung kiri, III kepala, IV divergen 3/5. DJJ 130-140
kali/menit. Pada pemeriksaan dalam, selaput ketuban tidak utuh, pembukaan
10 cm, effacement 100%, presentasi kepala, station -1. Hasil pemeriksaan
darah lengkap dalam batas normal. Pada pasien ditegakkan diagnosis
pemanjangan kala 2, atas dasar anamnesis dan pemeriksaan fisik tersebut di
atas. Prognosis pada pasien adalah dubia ad bonam.
Pasien kemudian dilakukan tindakan ekstraksi vakum atas indikasi
waktu. Post-ekstraksi vakum, pasien tidak ada keluhan dan perdarahan
minimum. Hasil pemeriksaan Hb pasien juga dalam batas normal. Dilakukan
monitoring KU, TTV dan tatalaksana yang sesuai. Pasien pulang dari RSU
Siloam pada 17 April 2015.

DAFTAR PUSTAKA
26

1. Ben-Zion, T. Kapita Selekta Kedaruratan Obstetri dan Ginekologi. Jakarta:


Penerbit Buku Kedokteran; 1998.
2. Sumapraja S. Persalinan Normal. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 1993.
3. Mochtar R. Sinopsis Obstetri Jilid I Obstetri Fisiologi dan Patologi. Edisi 2.
Jakarta: EGC; 1998.
4. Ujiningtyas, HS. Asuhan Keperawatan Persalinan Normal. Jakarta: Salemba
Medika; 2009.
5. Prawihardjo, S. Ilmu Kebidanan. Edisi 3. Cetakan 9. Jakarta: Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawihardjo; 1999.
6. WHO. Modul Persalinan Macet. Jakarta: EGC Penerbit Buku Kedokteran;
2002.
7. Gessessew A, Mesfin M. Obstructed Labor in Adigrat Zonal Hospital, Tigray
Region, Ethiopia. Ethiop J. Health Dev. Vol. 17 No. 3; 2003.
8. Simbolon D. Karakteristik Ibu Dengan Persalinan Tak Maju yang di Rawat
Inap di Rumah Sakit Umum Daerah Sidikalang Tahun 2007. Skripsi, FKM
USU Medan; 2008.
9. Liewellyn D dkk. Dasar-Dasar Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: Hipokrates;
2001.
10. Ikojo, et al. Obstructed Labor in Enugu Nigeria. International Journal of
Gynecology & Obstetrics. Vol. 39, Issue 1, September 2004.
11. Olva M. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Lama Persalinan di RSU
Unit Swadana Daerah Kabupaten Subang Jawa Barat Tahun 2001. 2001.
12. Sidabutar D. Karakteristik Ibu Dengan Persalinan Tak Maju Rawat Inap di
RS Santa Elisabeth Medan Tahun 2000-2004. Skripsi, FKM USU Medan;
2005.
13. Idriyani AR. Faktor Risiko Kejadian Partus Lama di RSIA Siti Fatimah
Makassar Tahun 2006; 2007.
14. Depkes. Distribusi Penyakit Kehamilan, Persalinan dan Masa Nifas Pasien
Rawat Inap Menurut Golongan Sebab Sakit di Indonesia; 2004.
15. Hakimi M. Ilmu Kebidanan Fisiologi dan Patologi Persalinan. Jakarta:
Yayasan Essentia Medica; 2003.
16. Huda NL. Hubungan Status Reproduksi, Status Kesehatan, Akses Pelayanan
Kesehatan dengan Komplikasi Obstetri di Banda Sakti Lhoksumawe. Jurnal
Kesmas. Vol.1 No. 6; 2005.
17. Scott J. Danforth Buku Saku Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: Widya

27

Medika; 2002.
18. WHO. Modul Sepsis Puerperalis. Jakarta: EGC Penerbit Buku Kedokteran;
2002.
19. Rochjati P. Strategi Pendekatan Risiko Untuk Ibu Hamil Oleh Ibu-Ibu PKK
Dengan Menggunakan Skor Prakiraan di Kabupaten Sidoarjo. Airlangga
University Press; 1990.
20. Rochjati P. Skrining Atenatal Pada Ibu Hamil. Pusat Safe MotherhoodLab/SMF Obgyn RSU Dr. Sutomo/Fakultas Kedokteran UNAIR Surabaya;
2003.
21. Sarumpaet S. Komplikasi Persalinan dan Analisis Upaya Penanggulangan di
Propinsi Sumatera Utara. Pidato Pengukuhan Guru Besar Tetap Dalam Ilmu
Kesehatan Masyarakat. FKM USU Medan; 2001.
22. Kolbinsky M. Kesehatan Wanita. Sebuah Perspektif Global, Universitas
Gajah Mada; 1997.
23. Royston E. Pencegahan Kematian Ibu Hamil. Jakarta: Binarupa Aksara.
1994.
24. Darmstadt GL, Yakoob MY, Haws RA, Menezes EV, Soomro T, Bhutta ZA.
Reducing stillbirths: interventions during labour. BMC Pregnancy Childbirth
2009;9(Suppl.1):S6.
25. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Gilstrap LC, Wenstrom
KD. Implantation, embryogenesis and placental development. Williams
Obstetrics. 24th ed. New York: McGraw-Hill; 2014.
26. Vacca A, Grant A, Wyatt G, et al. Portsmouth operative delivery trial: A
comparison of vacuum extraction and forceps delivery. Br J Obstet Gynaecol
90:1007,1983.
27. Macleod M, Strachan B, Bahl R, et al. A prospective cohort study of maternal
and neonatal morbidity in relation to use of episiotomy at operative vaginal
delivery. BJOG 115(13):1688, 2008
28. Bofill JA, Rust OA, Schorr SJ, et al. A randomized prospective trial of the
obstetric forceps versus the M-cup. Am J Obstet Gynecol 174:354, 1996b
29. Johanson RB, Menon BK. Vacuum extraction forceps for assisted vaginal
delivery. Cochrane Database Syst Rev 2:CD000224, 2000b
30. Johanson RB, Heycock E, Carter J, et al. Maternal and child health after
assisted vaginal delivery: Fiver-year follow up of a randomised controlled

28

study comparing forceps and ventouse. Br J Obstet Gynaecol 106:544, 1999.


31. Siswosudarmo R. Obstetri Fisiologi. Yogyakarta: Pustaka Cendekia; 2008.

29

Anda mungkin juga menyukai