Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Definisi
Syok adalah suatu sindrom klinis yang terjadi akibat gangguan hemodinamik dan
metabolik yang ditandai dengan kegagalan sistem sirkulasi untuk mempertahankan
perfusi yang adekuat ke organ-organ vital tubuh. Hal ini muncul akibat kejadian
pada hemostasis tubuh yang serius, seperti perdarahan masif, trauma dan luka
bakar yang berat (syok hipovolemik), infark miokard luas atau emboli paru (syok
kardiogenik), sepsis akibat bakteri yang tidak terkontrol (syok sepsis), tonus
vasomotor yang tidak adekuat (syok neurogenik) atau akibat respon imun (syok
anafilaktik).7
Syok diklasifikasikan menurut etiologi, yaitu :
1. Syok hipovolemik : dehidrasi, kehilangan darah dan luka bakar
2. Syok distributif : kehilangan tonus vascular (anafilakfik, septik, syok
toksik)
3. Syok kardiogenik : kegagalan pompa jantung
4. Syok obstruktif : hambatan terhadap sirkulasi oleh obstruksi instrinsik dan
ekstrinsik. Emboli paru, robekan aneurisma dan
tamponade perikardi.2
Syok hipovolemik merupakan kondisi medis atau bedah dimana terjadi kehilangan
cairan dengan cepat yang berakhir pada kegagalan beberapa organ, disebabkan
oleh volume sirkulasi yang tidak adekuat dan berakibat pada perfusi yang tidak
adekuat. Paling sering, syok hipovolemik merupakan akibat kehilangan darah yang
cepat (syok hemoragik).1, 5
2.2. Etiologi
Syok hipovolemik adalah terganggunya sistem sirkulasi akibat dari volume darah
dalam pembuluh darah yang berkurang. Hal ini bisa terjadi akibat dari volume
darah yang berkurang. Hal ini bisa terjadi akibat pendarahan yang masif atau
kehilangan plasma darah.7
Penyebab syok hipovolemik dapat diklasifikasikan dalam tiga kelompok yang terdiri
dari:
1. Perdarahan:
Hematom subkapsular hati
Aneurisma aorta pecah
Pendarahan gastrointestinal
Perlukaan berganda
2. Kehilangan plasma:
Luka bakar yang luas
Pankreatitis
Deskuamasi kulit
Sindrom Dumping
3. Kehilangan cairan ekstraselular:
Muntah (vomitus)
Dehidrasi
Diare
aliran darah balik ke jantung. Hal inilah yang menimbulkan penurunan curah
jantung. Curah jantung yang rendah di bawah normal akan menimbulkan beberapa
kejadian pada beberapa organ.
Mikrosirkulasi
Ketika curah jantung turun, tahanan vaskular sistemik akan berusaha untuk
meningkatkan tekanan sistemik guna menyediakan perfusi yang cukup bagi jantung
dan otak melebihi jaringan lain seperti otot, kulit dan khususnya gastrointestinal.
Kebutuhan energy untuk penalaksanaan metabolism di jantung dan otak sangat
tinggi tetapi kedua sel organ tersebut tidak mampu menyimpan cadangan energy.
Sehingga keduanya sangat bergantung akan kesediaan oksigen dan nutrisi tetapi
sangat rentan bila terjadi iskemia yang berat untuk waktu yang melebihi
kemampuan toleransi jantung dan otak. Ketika tekanan arterial rata-rata (mean
arterial pressure/MAP) jatuh hingga < 60 mmHg, maka aliran ke organ akan turun
drastis dan fungsi sel di semua organ akan terganggu.
Neuroendokrin
Hipovolemia, hipotensi dan hipoksia dapat dideteksi oleh baroreseptor dan
kemoreseptor tubuh. Kedua reseptor tadi berperan dalam respons autoimun tubuh
yang mengatur perfusi serta substrak lain.
Kardiovaskular
Tiga variabel seperti : pengisian atrium, tahanan terhadap tekanan (ejeksi) ventrikel
dan kontraksi miokard, bekerja keras dalam mengontrol volume sekuncup. Curah
jantung, penentu utama dalam perfusi jaringan, adalah hasil kali volume sekuncup
dan frekuensi jantung. Hipovolemia menyebabkan penurunan pengisian ventrikel,
yang pada akhirnya menurunkan volume sekuncup. Suatu peningkatan frekuensi
jantung sangat bermanfaat namun memiliki keterbatasan mekanisme kompensasi
untuk mempertahankan curah jantung.
Gastrointestinal
Akibat aliran darah yang menurun ke jaringan intestinal, maka terjadi peningkatan
absorpsi endotoksin yang dilepaskan oleh bakteri gram negatif yang mati dalam
usus. Hal ini memicu pelebaran darah serta peningkatan metabolisme dan bukan
memperbaiki sel dan menyebabkan depresi jantung.
Ginjal
Gagal ginjal akut adalah suatu komplikasi dari syok dan hipoperfusi, frekuensi
terjadinya sangat jarang karena cepatnya pemberian cairan pengganti. Yang banyak
terjadi kini adalah nekrosis tubular akut akibat interaksi antara syok, sepsis dan
pemberian obat yang nefrotoksik seperti aminoglikosida dan media kontras
angiografi. Secara fisiologi, ginjal mengatasi hipoperfusi dengan mempertahankan
garam dan air. Pada saat aliran darah di ginjal berkurang, tahanan arteriol aferen
1. Kulit dingin, pucat, dan vena kulit kolaps akibat penurunan pengisian kapiler
selalu berkaitan dengan berkurangnya perfusi jaringan.
2. Takikardia: peningkatan laju jantung dan kontraktilitas adalah respons
homeostasis penting untuk hipovolemia. Peningkatan kecepatan aliran darah ke
mikrosirkulasi berfungsi mengurangi asidosis jaringan.
3. Hipotensi: karena tekanan darah adalah produk resistensi pembuluh darah
sistemik dan curah jantung, vasokonstriksi perifer adalah faktor yang esensial
dalam mempertahankan tekanan darah. Autoregulasi aliran darah otak dapat
dipertahankan selama tekanan arteri turun tidak di bawah 70 mmHg.
4. Oliguria: produksi urin umumnya akan berkurang pada syok hipovolemik. Oliguria
pada orang dewasa terjadi jika jumlah urin kurang dari 30 ml/jam.3,8
Tanda-tanda vital ortostatik mungkin normal pada individu hipovolemik, atau
individu normal dapat memperlihatkan perubahan-perubahan ortostatik yaitu
hipotensi. Jadi, gunakan pertimbangan klinis. Sebagai tambahan, ingesti alkohol,
makan atau usia lanjut dapat menyebabkan perubahan-perubahan ortostatik dalam
tekanan darah dan nadi. Penurunan diastolik ortostatik sebesar 10-20 mmHg atau
peningkatan nadi sebesar 15 detak/detik dianggap bermakna.periksa tanda-tanda
vital ortostatik, berbaring dan setelah berdiri selama 1 sampai 2 menit. Takikardia
biasanya tetap ada tetapi mungkin tidak didapatkan bila ada iritasi diafragma, yang
menyebabkan stimulasi vagal. Hipoperfusi ditandai oleh berkurangnya jumlah urin,
daya pikir menurun, ekstremitas dingin, bercak-bercak, dll.3,8
Pada penderita yang mengalami hipovolemia selama beberapa saat, dia akan
menunjukkan adanya tanda-tanda dehidrasi seperti:
(1) Turunnya turgor jaringan
(2) Mengentalnya sekresi oral dan trakhea, bibir dan lidah menjadi kering; serta
(3) Bola mata cekung.3,8
Dehidrasi dapat timbul pada diare berat dan asupan oral terbatas karena nausea
dan muntah, terutama pada anak kecil dan lanjut usia. Dehidrasi bermanifestasi
sebagai rasa haus yang meningkat, berkurangnya jumlah buang air kecil dengan
warna urine gelap, tidak mampu berkeringat, dan perubahan ortostatik. Pada
keadaan berat dapat mengarah ke gagal ginjal akut dan perubahan status jiwa
seperti kebingungan dan pusing kepala.7
Dehidrasi menurut keadaan klinisnya dapat dibagi 3 tingkatan, yaitu :
1. Dehidrasi ringan (hilang cairan 2-5 % BB) : gambaran klinisnya turgor kurang,
suara serak (vox cholerica), pasien belum jatuh dalam presyok.
2. Dehidrasi sedang (hilang cairan 5-8 % BB) : turgor buruk, suara serak, pasien
jatuh dalam presyok atau syok, nadi cepat, nafas cepat dan dalam.
3. Dehidrasi berat (hilang cairan 8-10 % BB) : tanda dehidrasi sedang ditambah
kesadaran menurun (apatis sampai koma), otot-otot kaku, sianosis.7
Kelainan-kelainan yang ditemukan pada pemeriksaan fisik sangat berguna dalam
menentukan beratnya diare daripada menentukan penyebab diare. Status volume
dinilai dengan memperhatikan perubahan ortostatik pada tekanan darah dan nadi,
tempratur tubuh dan tanda-tanda toksisitas. Pemeriksaan abdomen yang seksama
merupakan hal yang penting. Adanya kualitas bunyi usus dan adanya distensi
gejala gangguan sirkulasi, sebagai akibat dari perembesan plasma. Kondisi ini dapat
diperberat dengan komplikasi yaitu asidosis metabolic, perdarahan saluran cerna
hebat atau pendarahan lain, hal ini pertanda prognosis buruk.4
Hipovolemia ringan (<20 % volume darah) menimbulkan takikardi ringan dengan
sedikit gejala yang tampak, terutama pada penderita muda yang sedang berbaring.
Pada hipovolemia sedang (20-40 % dari volume darah) pasien menjadi lebih cemas
dan takikardia lebih jelas, meski tekanan darah bisa ditemukan normal pada posisi
berbaring, namun dapat ditemukan dengan jelas hipotensi ortostatik dan takikardia.
Pada hipovolemia berat maka gejala klasik syok akan muncul, tekanan darah
menurun drastis dan tidak stabil walau posisi berbaring, pasien menderita
takikardia hebat, oliguria, agitasi atau bingung. Perfusi ke susunan saraf pusat
dipertahankan dengan baik sampai syok bertambah berat. Penurunan kesadaran
adalah gejala penting. Transisi dari syok hipovolemik ringan ke berat dapat terjadi
bertahap atau malah sangat cepat, terutama pada pasien usia lanjut dan yang
memiliki penyakit berat dimana kematian mengancam. Dalam waktu yang sangat
pendek dari terjadinya kerusakan akibat syok maka dengan resusitasi agresif dan
cepat.7
2.5. Stadium Syok
Syok secara klinis dapat dibagi menjadi tiga stadium, yaitu :
1. Stadium kompensasi
Pada stadium ini fungsi organ vital dipertahankan melalui mekanisme kompensasi
fisiologis tubuh dengan cara meningkatkan refleks simpatis, sehingga terjadi :
a. Resistensi sistemik meningkat :
- distribusi selektif aliran darah dari organ sekunder ke organ primer (jantung, paru,
otak)
- resistensi arteriol meningkat diastolic pressure meningkat.
b. Heart rate meningkat cardiac output meningkat.
c. Sekresi vasopressin, renin-angiotensin-aldosteron meningkat ginjal menahan air
dan sodium di dalam sirkulasi.
Manifestasi klinis : takikardia, gelisah, kulit pucat dan dingin, pengisian kapiler
lambat (lebih dari 2 detik).
2. Stadium dekompensasi
Pada stadium ini telah terjadi :
a. Perfusi jaringan buruk O2 sangat turun metabolism anaerob laktat
meningkat laktat asidosis, diperberat oleh penumpukan CO2 , dimana CO2
menjadi asam karbonat.
b. Gangguan metabolisme energy dependent Na+/K+ pump tingkat seluler
integritas membran sel terganggu, fungsi lisosom dan mitokondria memburuk
kerusakan sel.
c. Aliran darah lambat dan kerusakan rantai kinin serta sistem koagulasi, akan
diperburuk dengan terbentuknya agregasi trombosit dan pembentukan trombus
disertai tendensi perdarahan.
gastric lavage harus dilakukan. Foto polos dada posisi tegak dilakukan jika dicurigai
ulkus perforasi atau Sindrom Boerhaave. Endoskopi dapat dilakukan (biasanya
setelah pasien tertangani) untuk selanjutnya mencari sumber perdarahan.5
Tes kehamilan sebaiknya dilakukan pada semua pasien perempuan usia subur. Jika
pasien hamil dan sementara mengalami syok, konsultasi bedah dan ultrasonografi
pelvis harus segera dilakukan pada pelayanan kesehatan yang memiliki fasilitas
tersebut. Syok hipovolemik akibat kehamilan ektopik sering terjadi. Syok
hipovolemik akibat kehamilan ektopik pada pasien dengan hasil tes kehamilan
negatif jarang, namun pernah dilaporkan.5
Jika dicurigai terjadi diseksi dada karena mekanisme dan penemuan dari foto polos
dada awal, dapat dilakukan transesofageal echocardiography, aortografi, atau CTscan dada.5
Jika dicurigai terjadi cedera abdomen, dapat dilakukan pemeriksaan FAST (Focused
Abdominal Sonography for Trauma) yang bisa dilakukan pada pasien yang stabil
atau tidak stabil. CT-Scan umumnya dilakukan pada pasien yang stabil. Jika dicurigai
fraktur tulang panjang, harus dilakukan pemeriksaan radiologi.5
2.8. Differensial Diagnosis
Solusio plasenta Kehamilan ektopik
Aneurisma abdominal Pendarahan post partum
Aneurisma thoracis trauma pada kehamilan
Fraktur femur Syok hemoragik
Fraktur pelvis Syok hipovolemik
Gastritis dan ulkus peptikum Toksik
Plasenta previa 5
2.9. Penatalaksanaan
Tiga tujuan penanganan kegawatdaruratan pasien dengan syok hipovolemik antara
lain:
(1) memaksimalkan pengantaran oksigen-dilengkapi dengan ventilasi yang adekuat,
peningkatan saturasi oksigen darah, dan memperbaiki aliran darah
(2) mengontrol kehilangan darah lebih lanjut
(3) resusitasi cairan.5
Ketika hipovolemik diketahui maka tindakan yang harus dilakukan adalah
menempatkan pasien dalam posisi kaki lebih tinggi, menjaga jalur pernafasan dan
diberikan resusitasi cairan dengan cepat lewat akses intra vena atau cara lain yang
memungkinkan seperti pemasangan kateter CVP (central venous pressure) atau
jalur intraarterial. Cairan yang diberikan adalah garam isotonus yang diteteskan
dengan cepat (hati-hati terhadap asidosis hiperkloremia) atau dengan cairan garam
seimbang seperti Ringers laktat (RL) dengan jarum infus yang terbesar. Tidak ada
bukti medis tentang kelebihan pemberian cairan koloid pada syok hipovolemik.
Pemberian 2-4 L dalam 20-30 menit diharapkan dapat mengembalikan keadaan
hemodinamik.7
Resusitasi Cairan Manajemen cairan adalah penting dan kekeliruan manajemen
mencegah sensitasi dan komplikasi lanjut). Jika pasien sekarat dan hipotensi berat
(syok derajat IV), diberikan cairan kristaloid dan darah tipe O. Pedoman pemberian
kristaloid dan darah tidak diatur, terapi yang diberikan harus berdasarkan kondisi
pasien.5
Terapi cairan intravena atau infus merupakan salah satu aspek terpenting yang
menentukan dalam penanganan dan perawatan pasien. Terapi awal pasien
hipotensif adalah cairan resusitasi dengan memakai 2 liter larutan isotonis Ringer
Laktat. Namun, Ringer Laktat tidak selalu merupakan cairan terbaik untuk
resusitasi. Resusitasi cairan yang adekuat dapat menormalisasikan tekanan darah
pada pasien kombustio 1824 jam sesudah cedera luka bakar. Larutan parenteral
pada syok hipovolemik diklasifikasi berupa cairan kristaloid, koloid, dan darah.3,8
Cairan kristaloid cukup baik untuk terapi syok hipovolemik. Keuntungan cairan
kristaloid antara lain mudah tersedia, murah, mudah dipakai, tidak menyebabkan
reaksi alergi, dan sedikit efek samping. Kelebihan cairan kristaloid pada pemberian
dapat berlanjut dengan edema seluruh tubuh sehingga pemakaian berlebih perlu
dicegah. Larutan NaCl isotonis dianjurkan untuk penanganan awal syok hipovolemik
dengan hiponatremik, hipokhloremia atau alkalosis metabolik. Larutan RL adalah
larutan isotonis yang paling mirip dengan cairan ekstraseluler. RL dapat diberikan
dengan aman dalam jumlah besar kepada pasien dengan kondisi seperti
hipovolemia dengan asidosis metabolik, kombustio, dan sindroma syok. NaCl 0,45%
dalam larutan Dextrose 5% digunakan sebagai cairan sementara untuk mengganti
kehilangan cairan insensibel.Ringer asetat memiliki profil serupa dengan Ringer
Laktat. Tempat metabolisme laktat terutama adalah hati dan sebagian kecil pada
ginjal, sedangkan asetat dimetabolisme pada hampir seluruh jaringan tubuh dengan
otot sebagai tempat terpenting. Penggunaan Ringer Asetat sebagai cairan resusitasi
patut diberikan pada pasien dengan gangguan fungsi hati berat seperti sirosis hati
dan asidosis laktat. Adanya laktat dalam larutan Ringer Laktat membahayakan
pasien sakit berat karena dikonversi dalam hati menjadi bikarbonat.3,8
Pertanyaan apakah kristaloid atau koloid yang terbaik untuk resusitasi merupakan
bahan diskusi dan penelitian. Banyak cairan telah dikaji untuk resusitasi, antara lain
: NaCl 0,9%, larutan Ringer Laktat, NaCl hipertonik, albumin, fraksi protein murni,
plasma beku segar, hetastarch, pentastarch dan dekstran 70. Penganut resusitasi
koloid berkilah bahwa tekanan onkotik yang meningkat karena penggunaan zat-zat
ini adalah mengurangi edema paru. Namun, vaskular paru memungkinkan aliran zat
dalam jumlah besar, termasuk protein, di antara ruang intravaskular dan interstisial.
Dipertahankannya tekanan hidrostatik paru penting dalam mencegah edema paru.
Alasan lain adalah dengan koloid lebih sedikit jumlah yang dibutuhkan untuk
meningkatkan volume intravaskular. Infus Ringer Laktat sebanyak 1 L hanya
menambah volume intravaskular sebesar 194 ml. Banyak kajian membenarkan hal
ini. Resusitasi dengan kristaloid saja akan mengencerkan protein plasma dan
dengan mengurangi tekanan onkotik memudahkan filtrasi cairan dari inravaskular
ke interstisial. Edema perifer bisa mengurangi konsumsi oksigen secara mencolok
karena jarak anara sel dan kapiler menjadi bertambah. Walaupun demikian,
perbedaan prognosis belum ditunjukkan antara koloid dan kristaloid.2
Larutan koloid sintetik, seperti hetastarch, pentastarch dan deksran 70, memiliki
beberapa keunggulan dibandingkan koloid alamiah seperti fraksi protein murni,
plasma beku segar, dan albumin. Mereka memiliki sifat ekspansi volume sama,
tetapi karena struktur dan berat molekul yang tinggi, zat-zat koloid ini hampir
seluruhnya tetap di ruangan intravaskular, sehingga mengurangi edema
interstisial.2
Pendapat lain adalah koloid dalam jumlah sedikit dibutuhkan untuk meningkatkan
volume intravaskuler. Penelitian telah menunjukkan akan kebenaran hal ini. Namun,
mereka belum menunjukkan perbedaan hasil antara koloid dibandingkan dengan
kristaloid. Larutan koloid sintetik, seperti hetastarch, pentastarch, dan dextran 70
mempunyai beberapa keuntungan dibandingkan dengan koloid alami seperti fraksi
protein murni, fresh frozen plasma, dan albumin. Larutan ini mempunyai zat dengan
volume yang sama, tetapi karena strukturnya dan berat molekul yang tinggi, maka
kebanyakan tetap berada pada intravaskuler, mengurangi edema intertisiel.
Meskipum secara teoritis menguntungkan, penelitian gagal menunjukkan
perbedaan pada parameter ventilasi, hasil tes fungsi paru, lama penggunaan
ventilator, lama perawatan, atau kelangsungan hidup.5
Kombinasi salin hipertonis dan dextran juga telah dipelajari sebelumnya karena
fakta-fakta menunjukkan bahwa hal ini dapat meningkatkan kontraktilitas dan
sirkulasi jantung. Penelitian di Amerika Serikat dan Jepang gagal menunjukkan
perbedaan kombinasi ini jika dibandingkan dengan larutan natrium klorida isotonik
atau ringer laktat. Selanjutnya, meski ada banyak cairan resusitasi yang dapat
digunakan, tetap dianjurkan untuk menggunakan Saline Normal atau Ringer Laktat.
Di Amerika Serikat, satu alasan untuk menggunakan kristaloid untuk resusitasi
adalah harga cairan tersebut.2,5
Rekomendasi terbaru adalah resusitasi cairan yang agresif dilakukan dengan Ringer
Laktat atau Saline Normal pada semua pasien dengan tanda-tanda dan gejalagejala syok tanpa memperhatikan penyebab yang mendasari.5
Autortransfusi mungkin dilakukan pada beberapa pasien trauma. Beberapa alat
diizinkan untuk koleksi steril, antikoagulasi, filtrasi, dan retransfusi darah
disediakan. Pada penanganan trauma. Darah yang berasal dari hemothoraks
dialirkan melalui selang thorakostomi.5
Kontol perdarahan lanjut. Kontrol perdarahan tergantung sumber perdarahan dan
sering memerlukan intervensi bedah. Pada pasien dengan trauma, pendarahan luar
harus diatasi dengan menekan sumber perdarahan secara langsung, pendarahan
dalam membutuhkan intervensi bedah. Fraktur tulang panjang ditangani dengan
traksi untuk mengurangi kehilangan darah. Pada pasien dengan nadi yang tidak
teraba di unit gawat darurat atau awal tibanya, dapat diindikasikan torakotomi
emergensi dengan klem menyilang pada aorta diindikasikan untuk menjaga suplai
darah ke otak. Tindakan ini hanya bersifat paliatif dan butuh segera dibawa di ruang
operasi.5
Pada pasien dengan perdarahan varises, penggunaan Sengstaken-Blakemore tube
dapat dipertimbangkan. Alat ini memiliki balon gaster dan balon esofagus. Balon
gaster pertama dikembangkan dan dilanjutkan balon esofagus bila perdarahan
berlanjut. Penggunaan selang ini dikaitkan dengan akibat yang buruk, seperti ruptur
esofagus, asfiksi, aspirasi, dan ulserasi mukosa. Oleh karena alasan tersebut,
penggunaan ini dipertimbangkan hanya sebagai alat sementara pada keadaan yang
ekstrim. Pada dasarnya penyebab perdarahan akut pada sistem reproduksi
(contohnya kehamilan ektopik, plasenta previa, solusio plasenta, ruptur kista,
keguguran) memerlukan intervensi bedah.2,5
Hampir semua pendarahan ginekologi yang menyebabkan hipovolemia (misalnya
kehamilan ektopik, plasenta previa, abruptio plasenta, kista ruptur, keguguran)
membutuhkan intervensi bedah.2
Pada pasien dengan perdarahan gastrointestinal, vasopressin intravena dan H2
bloker telah digunakan. Vasopressin umumnya dihubungkan dengan reaksi negatif,
seperti hipertensi, aritmia, gangren, dan iskemia miokard atau splanikus. Oleh
karena itu, harus dipertimbangkan untuk penggunaannya secara tetap. H2 Bloker
relatif aman, tetapi tidak terlalu menguntungkan. Infus somatostatin dan ocreotide
telah menunjukkan adanya pengurangan perdarahan gastrointestinal yang
bersumber dari varises dan ulkus peptikum. Obat ini membantu kerja vasopressin
tanpa efek samping yang signifikan.2,5
Tujuan farmakoterapi adalah untuk mengurangi morbiditas dan mencegah
komplikasi. Obat anti sekretorik, obat ini memiliki efek vasokonstriksi dan dapat
mengurangi aliran darah ke sistem porta. Somatostatin (Zecnil), secara alami
menyebabkan tetrapeptida diisolasi dari hipotalamus dan pankreas dan sel epitel
usus. Berkurangnya aliran darah ke sistem portal akibat vasokonstriksi. Memiliki
efek yang sama dengan vasopressin, tetapi tidak menyebabkan vasokonstriksi
arteri koroner. Cepat hilang dalam sirkulasi, dengan waktu paruh 1-3 menit. Dosis
Dewasa : bolus intravena 250 mcg, dilanjutkan dengan 250-500 mcg/jam, infus
selanjutnya; maintenance 2-5 hari jika berhasil. Tindak dianjurkan interaksi
epinefrin, demeclocycline, dan tambahan hormon tiroid dapat mengurangi efek obat
ini. Kontraindikasi Hipersensitifitas dan kehamilan. Risiko yang fatal ditunjukkan
pada binatang percobaan, tetapi tidak diteliti pada manusia, dapat digunakan jika
keuntungannya lebih besar daripada risiko terhadap janin. Dapat menyebabkan
eksaserbasi atau penyakit kandung kemih; mengubah keseimbangan pusat
pengaturan hormon dan dapat menyebabkan hipotiroidisme dan defek konduksi
jantung. Ocreotide (Sandostatin) Oktapeptida sintetik, dibandingkan dengan
somatostatin memiliki efek farmakologi yang sama dengan potensi kuat dan masa
kerja yang lama. Digunakan sebagai tambahan penanganan non operatif pada
sekresi fistula kutaneus dari abdomen, duodenum, usus halus (jejunum dan ileum),
atau pankreas. Dosis Dewasa: 25-50 mcg/jam intravena, kontinyu; dapat dilanjutkan
dengan bolus intravena 50 mcg; penanganan hingga 5 hari. Anak-anak 1-10
mcg/kgBB intravena q 12 jam; dilarutkan dalam 50-100 ml Saline Normal atau D5W.
Kontraindikasi hipersensitivitas kehamilan risiko terhadap janin tidak diteliti pada
manusia, tetapi telah ditunjukkan pada beberapa penelitian pada binatang.
Perhatian Efek samping yang utama berhubungan dengan perubahan motilitas
gastrointestinal, termasuk mual, nyeri abdomen, diare, dan peningkatan batu
empedu dan batu kandung kemih; hal ini karena perubahan pada pusat pengaturan
KESIMPULAN
Syok hipovolemik merupakan kondisi medis atau bedah dimana terjadi kehilangan
cairan dengan cepat yang berakhir pada kegagalan beberapa organ, disebabkan
oleh volume sirkulasi yang tidak adekuat dan berakibat pada perfusi yang tidak
adekuat. Paling sering, syok hipovolemik merupakan akibat kehilangan darah yang
cepat (syok hemoragik).
Gejala dan tanda yang disebabkan oleh syok hipovolemik akibat non-perdarahan
serta perdarahan adalah sama meski ada sedikit perbedaan dalam kecepatan
timbulnya syok. Gejala klasik syok yaitu, tekanan darah menurun drastis dan tidak
stabil walau posisi berbaring, pasien menderita takikardia hebat, oliguria, agitasi
atau bingung, peningkatan kerja simpatis, hiperventilasi, pembuluh vena yang
kolaps, pelepasan hormone stress serta ekspansi besar guna pengisian volume
pembuluh darah dengan menggunakan cairan interstisial, interselular dan
menurunkan produksi urin.
Tiga tujuan penanganan kegawatdaruratan pasien dengan syok hipovolemik antara
lain: (1) memaksimalkan pengantaran oksigen-dilengkapi dengan ventilasi yang
adekuat, peningkatan saturasi oksigen darah, dan memperbaiki aliran darah, (2)
mengontrol kehilangan darah lebih lanjut, dan (3) resusitasi cairan.
Tenaga medis diharapkan dapat mengambil keputusan dan bertindak cepat saat
menghadapi pasien dalam kondisi syok terutama syok hipovolemik dimana terjadi
kehilangan cairan dalam jumlah besar. Diharapkan penanganan yang komprehensif
dan cepat pada pasien syok dapat membantu menyelamatkan jiwa pasien.
DAFTAR PUSTAKA
1. Corwin, Elizabeth J. 2001. Patofisiologi. EGC. Jakarta. Hal. 390.
2. Graber, Mark A. 2002. Terapi Cairan, Elektrolit, dan Metabolik. Farmamedia.
Jakarta. Hal. 1-9.
3. FH Feng, KM Fock. 1996. Pengantar Penuntun Pengobatan Darurat. Yayasan