Jurnal Depresi Viks
Jurnal Depresi Viks
Jurnal Depresi Viks
Diajukan Kepada :
Pembimbing : Dr. Hesti Anggriani, Sp.KJ
Disusun Oleh :
Ayu Rindwitia Indah Peanasari
H2A010008
Depresi mayor merupakan disabilitas, gangguan yang bisa diobati yang terjadi
pada lebih dari 12% wanita hamil
Depresi yang tidak terobati selama kehamilan berhubungan dengan
meningkatnya risiko bunuh diri, abortus spontan, lahir prematur, pertumbuhan
janin yang buruk, dan gangguan prekembangan janin dan postnatal
Terapi meliputi psikoterapi, pengobatan antidepresan, atau keduanya; yang
terakhir disebut diindikasikan untuk depresi berat
Data studi randomized, controlled trials mengenai antidepresan selama
kehamilan masih kurang, namun data hasil observasi menyarankan SSRI dan
SNRI cukup aman digunakan
Beberapa efek samping yang timbul sedikit lebih sering pada wanita offspring
yang menggunakan antidepresan selama kehamilan, termasuk diantaranya
prematur, kesulitan adaptasi neonatus, hipertensi pulmonal persisten neonatus,
dan malformasi jantung pada neonatus
Wanita dengan depresi harus diberikan informasi mengenai risiko penggunaan
obat antidepresan dan risiko bila depresi tidak terobati, dan mereka harus
dimonitor selama kehamilan dan tahun pertama post partus.
bipolar, kekerasan saat masa kanak-kanak, pendapatan rendah, usia kurang dari 20
tahun, kurangnya dukungan sosial, dan domestik violence. 6-8
Dampak depresi selama kehamilan termasuk didalamnya kesulitan
melakukan aktivitas seperti biasa dan kegagalan perawatan prenatal, diet yang
inadekuat, penggunaan tembakau, alkohol, dan zat-zat lain yang berbahaya, dan
risiko membahayakan diri sendiri atau bunuh diri.8 Depresi bisa mempengaruhi
pertumbuhan janin dan juga sifat janin, dan kemudian perilaku di masa kanak. 9-11
Depresi post partus lebih sering terjadi pada wanita dengan depresi prenatal
daripada pada wanita yang tidak mengalami depresi prenatal, dan hal ini bisa
menyebabkan kesulitan dalam merawat bayi, pendekatan ibu-anak, perawatan
anak yang lain, dan hubungan dengan pasangan wanita.7
Depresi seringkali rekuren, sekitar 90% orang dengan depresi mengalami
lebih dari satu episode.12 Kondisi alami pada episode depresi mayor (baik
berhubungan maupun tidak berhubungan dengan kehamilan) bervariasi. Data
longitudinal pasien yang tidak hamil menunjukkan kemungkinan perbaikan tanpa
terapi sekitar 20% pada minggu pertama setelah kriteria diagnostik terpenuhi atau
menurun dengan adanya peningkatan lamanya depresi (contoh, setelah 6 bulan,
kemungkinan perbaikan selama minggu berikutnya adalah kurang dari 1%).13
Depresi bisa memberat atau resisten terhadap terapi yang terlalu lama, dan risiko
membahayakan diri sendiri atau bunuh diri perlu dipertimbangkan.7
Tabel 1. Kriteria Diagnosis Episode Depresi Mayor
Terdapat lima atau lebih gejala selama periode 2 minggu dan terlihat adanya
perubahan dari fungsi sebelumnya paling sedikit satu gejala lainnya, 1)
mood depresif 2) hilangnya minat dan rasa nyaman
Mood depresi hampir sepanjang hari, hampir setiap hari
Hilangnya minat atau kesenangan secara jelas dalam semua atau hampir
semua aktivitas sepanjang hari, hampir setiap hari
Penurunan berat badan yang bermakna ketika tidak sedang melakukan
diet atau penambahan berat badan (misalnya perubahan berat badan
lebih dari 5% dalam satu bulan) atau penurunan atau peningkatan nafsu
makan hampir setiap hari.
Insomnia atau hiperinsomnia hampir setiap hari
Agitasi atau retardasi psikomotor hampir setiap hari
Kelelahan atau hilangnya energi hampir setiap hari
Wanita dengan hasil skrining depresi positif atau yang suspek depresi harus
menjalani evaluasi menyeluruh5 untuk menentukan lama dan intensitas gejala saat
ini, efek pada fungsi dan kualitas hidup pasien, dan pikiran dan rencana pasien
yang membahayakan diri atau bunuh diri, dan juga tingkat kecemasannya, gejala
psikotik, dukungan sosial, hubungannya dengan pasangan, perilaku terhadap
kehamilannya, keamanan finansial, riwayat kerja, dan keamanan (misal. Risiko
mengalami kekerasan fisik). Dia juga harus ditanyai mengenai penyesuaian
dirinya dengan kejadian menegangkan serta riwayat psikiatrinya (misal episode
depresi dan lamanya, kecemasan, obsesi, kompulsi, mania, keinginan bunuh diri,
ata gejala psikotik dan respon terhadap terapi). Riwayat mania atau hipomania
mengindikasikan gangguan bipolar, faktor risiko utama untuk depresi post partus
berat dan psikosis post partus.5,8 Riwayat keluarga harus secara spesifik mengenai
gangguan bipolar dan gangguan mood lainnya (khususnya yang berhubungan
dengan kehamilan), diagnosa psikiatri lainnya, dan keinginan bunuh diri. Pada
anamnesa harus ditanyakan mengenai kondisi medis, pengobatan (termasuk
pengobatan tanpa resep dokter), dan penggunaan alkohol, tembakau dan
penyalahgunaan obat. Pemeriksaan harus menilai status mental pasien. Evaluasi
kondisi medis yang bisa menyebabkan depresi harus dilakukan bila ada indikasi
klinis.5
Tata Laksana
Pengobatan holistik sangat direkomendasikan dengan melibatkan ahli
obstetri pasien, internist atau dokter keluarga; psikiater atau kesehatan mental
profesional, bila perlu; dan spesialis anak (bila ada).7
Pasien harus diberitahukan mengenai risiko bila depresi tidak terobati.
Pilihan terapi, termasuk psikoterapi (lihat bawah) dan farmakoterapi, keduanya
memiliki potensi menguntungkan dan risiko penggunaan antidepresan selama
kehamilan harus terawasi dan terdokumentasi. 8 Adanya penyalahgunaan zat dan
psikiatri lain serta gangguan medis harus diarahkan. Penggunaan tembakau,
alkohol, dan zat membahayakan lainnya perlu dihambat. 5,7 Indikasi perujukan ke
psikiater dirangkum pada Tabel 3.
kedua agen lainnya. Wanita yang menerima terapi antidepresan mengalami depresi
yang lebih berat daripada mereka yang tidak menerima pengobatan; sehingga
penjelasan risiko akibat penggunaan obat diperoleh pada penyakit yang berat atau
kondisi yang ada (yaitu ditemukan berdasar indikasi). Selain itu, sekitar 13%
wanita mendapat antidepresan,26 dan setidaknya lebih dari 80% mengambil satu
dosis pengobatan (selain vitamin) selama kehamilan, 27 sehingga sulit untuk
menilai efek terpisah antidepresan. Akhirnya, neonatus yang terpapar antidepresan
harus dievaluasi dengan baik daripada neonatus lainnya, mengarah pada bias yang
tidak tentu.21
Beberapa risiko komplikasi maternal, termasuk diantaranya diabetes
gestasional, preeklampsia, gangguan placenta, PROM, perdarahan, induksi
persalinan, dan sectio caesaria, 23 dilaporkan sedikit meningkat pada wanita yang
menerima antidepresan. Dua studi meta analysis 20,28 menunjukkan sedikit
peningkatan risiko abortus spontan yang berhubungan dengan penggunaan
berbagai antidepresan pada wanita dengan depresi, dibandingkan dengan wanita
pada populasi umum.
Risiko terjadinya malformasi kongenital janin pada populasi umum
sebanyak 2-4%. Kebanyakan studi menunjukkan rata-rata tidak ada peningkatan
signifikan risiko malformasi struktural kongenital pada penggunaan antidepresan
di awal kehamilan.20,29,30 Meskipun begitu, analisis data dari Swedish Medical
Birth Register, dimana lebih dari 15.000 janin yang terpapar antidepresan,
menunjukkan peningkatan signifikan risiko malformasi kongenital cukup berat
(odds ratio disesuaikan dengan penyerta, termasuk index masa tubuh dan status
merokok, 1:36; interval kepercayaan 95%, 1,07-1,72). Kebanyakan malformasi
berupa defek septum jantung yang dihubungkan dengan penggunaan antidepresan
trisiklik maternal (terutama clomipramine)23 tapi tidak terjadi pada ibu yang
menggunakan SSRI atau SNRI. Beberapa studi, termasuk meta analysis 21 dari
tujuh studi menunjukkan hubungan antara penggunaan paroxetine dengan defek
jantung kongenital.23,24,31 Studi berdasarkan populasi Danish tidak mengkonfirmasi
hal ini, tapi menunjukkan peningkatan signifikan risiko terjadinya defek septum
jantung kongenital dengan paparan lebih dari satu SSRI di dalam uterus. 22
Beberapa studi menghubungkan sertraline, citalopram, dan fluoxetine dengan
sedikit peningkatan risiko defek jantung pada bayi, 22-24,32 meningkatkan
kemungkinan efek golongan ini. Beberapa studi, bukan lainnya,33 menunjukkan
peningkatan sedang risiko anencephaly,30 craniosynostosis,30 omphalocele,30 dan
hipospadia pada penggunaan SSRI oleh ibu hamil. Citalopram berhubungan
dengan meningkatnya defek neural-tube.24 Observasi bayi pada studi Finnish, 24
gangguan spektrum alkohol janin 10 kali lebih sering pada bayi yang terpapar
SSRI dibanding pada bayi yang tidak terpapar, hal ini menandai efek penyerta
alkohol diantara faktor lainnya.
Pada sembilan studi meta-analysis, penggunaan antidepresan selama
kehamilan berhubungan dengan sedikit peningkatan risiko kelahiran sebelum usia
gestasi 37 minggu (odd ratio, 1,85; interval kepercayaan 95%, 0,79-4,29) dan berat
badan lahir kurang dari 2500 gram (odd ratio, 3,64; interval kepercayaan 95%,
1,01-13,08).19 Hubungan ini lebih kuat untuk antidepresan trisiklik daripada SSRI
atau SNRI.23 Peningkatan risiko lahir prematur dan BBLR berhubungan dengan
penggunaan SSRI tetap signifikan pada studi yang menyesuaikan dengan penyakit
ibu,34-36 termasuk diantaranya depresi yang tidak terobati, atau menggunakan
pencocokan skor propensitas.35,36
Dalam Registrasi Kelahiran Medis Swedia (Swedish Medical Birth
Register), laju hipoglikemia, jaundice, masalah pernafasan, Apgar score rendah,
sedikit meningkat pada neonatus yang terpapar antidepresan, dengan laju tertinggi
berhubungan dengan paparan antidepresan trisiklik, SNRI, dan SSRI. 23 Sindroma
Adaptasi Neonatus 15-30% terjadi pada neonatus yang terpapar SSRI di akhir
masa kehamilan25,37,38; tanda dan gejalanya meliputi irritabilitas, menangis lemah
hingga tidak menangis, takipneu, instabilitas suhu, hipoglikemia, dan terkadang
kejang; tanda dan gejala ini menghilang 2 minggu setelah lahir. Mekanisme yang
memungkinkan antara lain efek lepas obat, toksisitas obat, dan berubahnya fungsi
otak.8 Tanda dan gejala yang sama juga terjadi pada neonatus yang terpapar
antidepresan trisiklik selama kehamilan.25,30 Sembilan studi meta-analysis
menunjukkan bayi yang terpapar SSRI sebaiknya dimasukkan ke NICU daripada
bayi yang tidak terpapar.19 Dalam studi case-control, terpaparnya bayi oleh SSRI
pada usia gestasi lebih dari 20 minggu39 berhubungan dengan meningkatnya risiko
terjadinya hipertensi pulmonal resisten pada neonatus, kondisi yang jarang terjadi
namun serius; dalam studi registrasi Swedia, kondisi ini berhubungan dengan
paparan SSRI baik di awal maupun akhir kehamilan, namun risikonya rendah 23
(0,56 kasus dari 1000 kelahiran).
Kurangnya penelitian mengenai efek jangka panjang pada anak dengan ibu
yang mengalami depresi antenatal dan terpaparnya janin oleh antidepresan; seperti
penelitian mengenai komplikasi dari depresi maternal yang sedang terjadi terhadap
anak. Satu studi berdasarkan populasi dan studi case control menunjukkan
peningkatan sedang risiko gangguan autisme setelah janin terpapar antidepresan
pada trimester pertama,40 tapi penemuan ini perlu dikaji lebih lanjut. Kebanyakan
studi menunjukkan tidak ada perbedaan signifikan antara perkembangan anak
dengan paparan antidepresan saat di rahim dengan anak yang tidak terpapar, tapi
ketersediaan data masih terbatas.25
Psikoterapi
Terapi perilaku kognitif bertujuan untuk mengubah tingkah laku yang
berhubungan dengan depresi. Psikoterapi interpersonal bertujuan meningkatkan
faktor interpersonal, seperti kurangnya kemampuan sosial, yang berhubungan
dengan depresi.5 Keduanya, terapi kognitif dan psikoterapi interpersonal dilakukan
selama 6 hingga 12 minggu selama 1 jam, menghasilkan terapi depresi yang
efektif.5 Meskipun data dari randomized trial, yang melibatkan ibu hamil terbatas,
41
guidelines profesional merekomendasikan terapi ini untuk depresi selama
kehamilan.5,7,8
Rekomendasi Terapi
Terapi harus melibatkan pendekatan bertahap. Respon klinis harus
dimonitor, dan sebaiknya menggunakan skala validasi seperti PHQ-9.16
Wanita dengan depresi sedang dengan onset 2 minggu bisa dirawat
dengan watchful waiting, konseling tak berarah, atau memberi semangat untuk
latihan.7 Bila tidak ada perbaikan yang terjadi dalam 2 minggu, klinisi harus
merekomendasikan terapi perilaku kognitif atau psikoterapi interpersonal.7
Meskipun penggunaan antidepresan untuk depresi ringan hingga sedang masih
kontroversial, tapi mungkin antidepresan diperlukan untuk beberapa wanita yang
lebih menyukai terapi ini, wanita yang tidak ingin melakukan terapi kognitif atau
psikoterapi interpersonal atau yang berrespon jelek terhadap terapi ini, dan wanita
yang tidak mampu melakukan aktivitas seperti biasanya, riwayat depresi berat,
atau sebelumnya berrespon terhadap antidepresan.5,7,8
Terapi kognitif individual, kelompok, atau yang dibantu komputer, atau
psikoterapi interpersonal harus direkomendasikan pada ibu hamil dengan depresi
sedang.7 Bila tidak terjadi perbaikan lebih dari 8 minggu (atau lebih awal pada
wanita dengan gangguan fungsi, riwayat depresi berat, atau respon sebelumnya
terhadap antidepresan), atau bila ada pertimbangan adanya risiko bunuh diri,
antidepresan harus dipertimbangkan.8
Untuk depresi berat, antidepresan, terapi kognitif dan psikoterapi
interpersinal merupakan pilihan yang tepat.5,7,8 Pilihan pasien, kesulitan menilai
atau berespon terhadap terapi kognitif atau psikoterapi interpersonal, dan perlunya
respon yang cepat, menjadi pertimbangan pengunaan antidepresan.5,8 Meskipun
hal ini tidak dipelajari khusus pada ibu hamil, kombinasi terapi antidepresan dan
psikoterapi ditunjukkan pada 3 studi meta analysis, yang menghasilkan laju remisi
lebih tinggi dan laju relaps lebih rendah daripada pemberian satu jenis terapi.5
Bagi wanita dengan riwayat depresi, yang berencana hamil atau sudah
hamil, beratnya episode depresi yang lalu dan sekarang, respon terapi, dan pilihan
pasien bisa digunakan untuk menentukan terapi.8 Bila depresi di masa lampau atau
sekarang berupa depresi ringan hingga sedang, bisa diberikan pertimbangan, jika
wanita lebih menyukai antidepresan bertahap selama pergantian ke psikoterapi
interpersonal atau terapi kognitif.7,8 Bagaimanapun, perlu monitoring yang baik
untuk melihat adanya penurunan atau relaps, yang sering timbul selama masa
kehamilan dan periode post partus, biasanya bila antidepresan dihentikan tibatiba.43
Pemilihan antidepresan didasarkan pada efek samping, respon pasien
sebelumnya, dan golongan dengan risiko terendah bagi ibu dan janin berdasarkan
data yang ada. Umumnyam SSRI memiliki efikasi yang sama dengan lainnya,
dengan efek samping bagi ibu dan janin lebih kecil dibandingkan antidepresan
trisiklik.5 Kebanyakan studi menyarankan SSRI dan SNRI berisiko sama, 8
meskipun data dari Register Kelahiran Medis Swedia menunjukkan SNRI
memiliki risiko antara risiko trisiklik dan SSRI. 23 Paroxetine harus dihindari bila
memungkinkan21,23-25,31 karena diantara berbagai antidepresan, dia memiliki
hubungan terkuat dengan terjadinya malformasi jantung. Antidepresan mulai
diberikan dengan dosis efektif terendah dan meningkat bertahap sesuai kebutuhan
untuk mencapai remisi.5 Hambatan fisiologis selama kehamilan bisa menyebabkan
dosis yang dibutuhkan lebih tinggi pada ibu hamil dibandingkan pada wanita yang
tidak hamil.5
Monoterapi umumnya lebih disukai dibandingkan dengan antidepresan
kombinasi atau kombinasi antidepresan dengan benzodiazepine,36 karena
pendekatan selanjutnya berhubungan dengan tingginya laju malformasi jantung
pada janin, setelah disesuaikan dengan beratnya depresi ibu hamil.36 Data
mengenai penggunaan duloxetine, desvenlafaxine, bupropion, dan mirtazapine
pada ibu hamil masih sedikit. Antidepresan dengan data penggunaan selama
kehamilan lebih banyak merupakan pilihan yang lebih aman.
Terapi Elektrokonvulsif dilakukan untuk depresi resisten berat atau depresi
yang berhubungan dengan gejala psikotik atau berisiko tinggi bunuh diri.5,7,8,44
Laporan kasus menyarankan bahwa risiko yang berhubungan dengan penggunaan
terapi elektrokonvulsif selama kehamilan rendah dengan monitoring yang baik.44
diinformasikan bahwa risiko timbulnya hal tersebut rendah dan ada juga risiko bila
depresi tidak terobati.
Wanita yang dimaksud dalam literatur adalah mereka yang memiliki
riwayat depresi dengan percobaan bunuh diri dan saat ini tidak dapat beraktivitas
seperti biasa. Bila wanita tersebut berespon terutama dengan sertraline, saya akan
mengawali terapi menggunakan sertraline dengan dosis 50 mg per hari dan
memantaunya selama 1 minggu untuk memonitor responnya terhadap terapi dan
menilai kemungkinan bunuh diri, dan efek samping lain. Dosis bisa ditingkatkan
50 mg tiap 2 minggu, bila diperlukan, hingga dosis maximum 200 mg. Dengan ijin
pasien, pasangannya juga harus diedukasi mengenai depresi dan terapinya. Pasien
ditawarkan terapi interpersonal atau kognitif sebagai terapi tambahan, dan
diberitahukan mengenai keuntungan lebih dari terapi kombinasi dibandingkan
farmakoterapi saja. Pasien harus dimonitor secara teratur selama masa
kehamilannya dan tahun pertama post partus, karena ada risiko peningkatan
terjadinya depresi post partus.50
DAFTAR PUSTAKA
1. Kessler RC, Berglund P, Demler O, etal. The epidemiology of major
depressivedisorder: results from the National ComorbiditySurvey
Replication (NCS-R). JAMA2003;289:3095-105.
2. Gavin NI, Gaynes BN, Lohr KN, Meltzer-Brody S, Gartlehner G,
Swinson T.Perinatal depression: a systematic reviewof prevalence and
incidence. Obstet Gynecol 2005;106:1071-83
3. Bennett HA, Einarson A, Taddio A, Koren G, Einarson TR. Prevalence of
depression during pregnancy: systematic review. Obstet Gynecol
2004;130:698-709. [Erratum, Obstet Gynecol 2004;103:1344.]
4. Diagnostic and statistical manual of mental disorders, 4th ed.: DSM-IV.
Washington, DC: American Psychiatric Association, 1994.
5. Practice guideline for the treatment of patients with major depressive
disorder. 3rd ed. Washington, DC: American Psychiatric Association,
2010:66-70.
6. Dietz PM, Williams SB, Callaghan WM, Bachman DJ, Whitlock EP,
Hornbrook MC. Clinically identified maternal depression before, during,
and after pregnancies ending in live births. Am J Psychiatry
2007;164:1515-20.
7. Antenatal and postnatal mental health: the NICE guideline on clinical
management and service guidance. London: National Institute for Health
and
Clinical
Excellence,
2007.
(http://www.nice.org
.uk/CG045fullguideline.)
8. Yonkers KA, Wisner KL, Stewart DE, et al. The management of
depression during pregnancy: a report from the American Psychiatric
Association and the The New England Journal of Medicine Downloaded
from nejm.org on March 20, 2015. For personal use only. No other uses