Anda di halaman 1dari 38

Curah jantung dan volume darah di sirkulasi ( Cirkulasi ).

Resusitasi cairan dan


pemberian obat vasoaktif merupakan metode utama untuk meningkatankan
curah jantung dan mengembalikan. Perfusi organ vital.
a. Resusitasi cairan:
Pada syok hipovolemik apapun penyebabnya, resusitasi
cairan dimulai dengan cairan kristaloid (Rl atau garam
fisiologis) sebanyak 20 ml/kg secepatnya. Bila tidak terlihat
perbaikan (frekuensi jantung masih tinggi, perfusi perifer jelek,
kesadaran belum membaik) dan dicurigai masih terjadi
hipovolemia diberikan lagi cairan yang sama sebanyak 20
ml/kg dan pasien dievaluasi kembali. Syok kardiogenik dan
obstruksi harus dipertimbangkan apabila tidak ada perbaikan
setelah resusitasi cairan. Sebagian besar pasien dengan syok
hipovolemik akan menunjukkan perbaikan terhadap pemberian
cairan 40 ml/kg.
Pada

syok

septik,

resusitasi

cairan

berguna

untuk

mengembalikan volume intravaskular. Jenis cairan masih


konroversial, cairan kristaloid dapat menyebabkan edema paru
akibat

penurunan

tekanan

onkotik

intravaskular

dan

memperberat kebocoran kapiler. Sedangkan cairan koloid,


walaupun dapat mempertahankan tekanan onkotik pada
akhirnya

dapat

merembes

ke

ruang

interstisial

akibat

hilangnya integritas vaskular. Resusitasi pada syok septik


memerlukan kombinasi cairan kristaloid dan koloid untuk
mengembalikan perfusi yang adekuat.
Pada syok distributif, pemberian cairan kristaloid yang cepat
telah terbukti menyelamatkan jiwa pasien.
Pada syok endokrin gangguan yang terjadi diperbaiki.
Hipotiroid membutuhkan levothyroxine, pada hiperthyroid
produksi hormon thyroid dihambat oleh sitostatika seperti
methimazole

(tapazole)

atau

PTU

(propylthiouracil).

Insufisiensi adrenal diobati dengan suplemen kortikosteroid.


PEMBERIAN CAIRAN10

T
R
E
R
S
A
U
P
S
I
C
T
A
S
S
RI
A
N

I
II

Cairan Kristaloid
Cairan kristaloid yang di gunakan biasanya NaCl 0,9% dan ringer laktat. Cairan
kristaloid akan menyebar cepat ke ekstraseluler. Menurut Dillon kehilangan 1cc
darah harus di gantikan 3cc kristaloid. Akan tetapi menaiknya permeabilitas kapiler
pada syok juga dapat menyebabkan cairan kristaloid keluar dari pembuluh darah.
Pemberian cairan kristaloid dalam jumlah besar ini mempunyai maksud :
1. larutan kristaloid dapat mengurangi gagal ginjal
2. larutan kristaloid dapat mengurangi menurunnya fungsi paru secara
progresif
secara cepat dari intravaskuler dan interstitial volume dari kristaloid 2-4 kali
lebih tinggi dari koloid yang di butuhkan untuk mempertahankan hemodinamik ,
namun CVP ( central venous pressure ) menjadi berkurang dan cairan berkumpuldi
interstitial sehinggamenghambat oksigenasi jaringan, memperlambat penyembuhan
luka, mengurangi gerakan gastrointestinal dan daya obstruksi.

Pada syok hipovolemik cairan berkumpul, intra vascular, dan pemberian cairan
kristaloid dapat mengatasi deficit cairan, karena itu lebih banyak di gunakan
kristaloid daripada koloid karena di perlukan cairan terus menerus.
Tabel 1. Jenis-jenis Cairan Kristaloid untuk Resusitasi
Cairan Na+
(mEq/L)

K+
ClCa++
(mEq/L) (mEq/L) (mEq/L)

HCO3
(mEq/L)

Tekanan
Osmotik
mOsm/L

Ringer
Laktat

130

109

28*

273

Ringer
Asetat

130

109

28:

273

NaCl
0.9%

154

154

308

* sebagai laktat
: sebagai asetat

Cairan koloid
Cairan koloid yang dapat di gunakan pada syok adalah hemasel, gelofusin,
dekstran 70, hespan, albumin 4,5% dan albumin 20%. Penggunaan cairan koloid
yang lebih besar di butuhkan untuk mempertahankan volume plasma untuk
meningkatkan fungsi kardiovaskuler dan oksigen konsumsi, begitu pula dengan
cairan koloid dapat di kurangi pengumpulan cairan interstitial dan cairan
intravascular.
Apabila permeabilitas cairan bertambah zat ini keluar dari intravascular dan
menyebabkan meningginya tekanan onkotik interstitialdan menyebabkan terjadinya
udem. Di samping itu koloid juga menghambat diuresis oleh karena itu masih
menjadi pertanyaan penggunaan cairan koloid karena bahayanya terutama bila
permeabilitas kapiler bertambah.
Dalam keadaan kritis cairan koloid harus di berikan sebanyak kristaloid , yang
dapat merupakan cairan :
1. Albumin
2. Dekstran
3. Hemasel
4. HAS ( Human Albumin Solution )

Ad. 1 Albumin
Albumin terdapat sebagai donor plasma. Albumin sama dengan osmotic koloid
plasma dengan masa tengah 10 15 hari. Dapat terjadi reaksi anafilaktoid walaupun
jarang dan tidak rutin di gunakan. Keadaan hipoalbuminemi dapat bersamaan
dengan hipovolemi, edema, dan ascites di berikan albumin 20%.
Ad.2 Dekstran
Dekstran merupakan polimer polisakarida dalam dekstrosea 5% atau NaCl 0,9%
dengan berat molekul 40.000. dekstran dengan cepat di keluarkan oleh ginjaldan
dapat membentuk kompleks dengan fibrinogen sehingga menyebabkan koagulopati.
Dua bentuk dekstran : dekstran 40 dan dekstran 70. dekstran 40 lebih sering di
gunakan dan terdapat kemungkinan alergi.
Ad.3 Hemasel
Hemasel mengandung kalsium 10kali lebih banyak 6,3 mmol/l, dan kalium
5,1mmol/l. pemberian dalam jumlah banyak tidak di anjurkan karena menyebabkan
defek koagulasi dan tidak mempengaruhi fungsi ginjal. Pemberian dalam jumlah
besar dalam bentuk gelatin kompleks dapat menyebabkan kebocoran pada kapiler
dan menyebabkan edema paru.
Ad.4 HAS ( Human Albumin Solution )
HAS di bebaskan melalui ginjal melalui hidrolisis dengan amylase.HAS juga
tersimpan dalam RES.

Kontroversi Kristaloid versus Koloid


Pertanyaan apakah kristaloid atau koloid yang terbaik untuk resusitasi terus
merupakan bahan diskusi dan penelitian.
Banyak cairan telah di kaji untuk resusitasi cairan ,antara lain : NaCl 0,9%,
larutan Ringer laktat, NaCl hipertonik , albumin, fraksi protein murni, plasma beku
segar, hetastarch, pentastarch dan dekstran 70.
a. Penganut resusitasi koloid berkilah bahwa tekanan onkotik yang
meningkat karena penggunaan zat zat ini adalah mengurangi edema

paru. Namun , vaskulatur paru memungkinkan aliran zat dalam jumlah


besar, termasuk protein ,di antara ruang iintravaskular dan interstitial.Di
pertahankannya tekanan hidrostatik paru pada <15 mmHg tampaknya
merupakan factor lebih penting dalam mencegah edema paru
b. Alasan lain adalah dengan koloid lebih sedikit jumlah yang di butuhkan
untuk meningkatkan volume intravascular. Infus Ringer laktat sebanyak
1 L hanya menambah volume intravascular sebesar 194 ml. Banyak
kajian membenarkan hal ini.
c. Resusitasi dengan koloid saja akan mengencerkan protein plasma dan
dengan mengurangi tekanan onkotik memudahkan filtrasi cairan dari
intravascular ke interstitial. Edema perifer bisa mengurangi secara
mencolok konsumsi O2 karena jarak antara sel dan kapiler menjadi
bertambah. Walaupun demikian perbedaan prognosis belum di
tunjukkan antara kristaloid dan koloid.
d. Larutan sintetik,seperti Hetastarch, pentastarch, dan dekstran 70
memiliki beberapa keunggulan di bandingkan koloid ilmih seperti fraksi
protein murni, plasma beku segar,dan albumin. Mereka memiliki sifat
ekspansi volume sama, tetapi karena struktur dan berat molekulnya
yang tinggi, zat zat koloid ini hamper seluruhnya tetap di ruang
intravascular, sehingga mengurangi edema interstitial. Walaupun ada
keunggulan teoritis, kajian kajian telah gagal memperlihatkan
perbedaan dalam parameter parameter ventilasi, hasil tes paru, lama
penggunaan ventilator, masa rawat inap dan kelangsungan hidup
e. Kombinasi NaCl hipertonik dan dekstran juga telah di kaji karena bukti
terdahulu bahwa kombinasi ini dapat memperbaiki kontraktilitas
jantung dan sirkulasi.Segera setelah infuse kombinasi NaCl 7,5% dan
6% dekstran 70, ekspansi volume plasma adalah 7kali dari volume
infus. Efek cairan masih di perdebatkan. Kajian kajian di Amerika dan
Jepang telah gagalmembuktikan adanya perbedaan bila kombinasi ini
di bandingkan dengan NaCl isotonic atau Ringer laktat. Jadi, sekalipun
banyak tersedia cairan resusitasi, rekomendasi mutakhir masih
menganjurkan penggunaan NaCl 0.9% atau Ringer laktat.

Keunggulan

Kekurangan

Kristaloid
1. lebih mudah
tersedia dan murah
2. komposisi serupa
dengan plasma
( Ringer asetat /
Ringer laktat )
3. bisa disimpan
di suhu kamar
4. bebas dari reaksi

Koloid
1. ekspansi volumeplasma
tanpa ekspansi interstitial
2. ekspansi volume lebih besar
3. durasi lebih lama
4. oksigenasi jaringan
lebih baik
5.gradien oksigen
leveolar - arterial
lebih sedikit
6. insiden edema paru dan

anafilaktik
5. komplikasi minimal

/atau
edema sistemik lebih rendah

1. edema bisa mengurangi


ekspansibilitas
dinding

1. anafilaksis

dada
2. oksigenasi jaringan
terganggu karena
bertambahnya jarak kapiler
dan sel
3. memerlukan volume

2. koagulopati
3. albumin bisa memperberat
depresi miokard pada pasien
syok ( mungkin dengan
mengikat kalsium, mengurangi

4kali
lebih banyak

kadar ion kalsium )

A. SYOK
Syok adalah sindrom klinis akibat kegagalan sistem sirkulasi dengan akibat
ketidakcukupan pasokan oksigen dan substrat metabolik lain ke jaringan
serta
kegagalan pembuangan sisa metabolisme. Berdasarkan komponen sistem
sirkulasi,
terdapat 3 jenis syok yaitu syok hipovolemik, kardiogenik, dan distributif.
Adapun
prinsipprinsip penatalaksanaannya adalah sebagai berikut:
Syok sipovolemik
Pemberian cairan kristaloid 10 ml/kgBB secara bolus (secepatnya) dapat
dilakukan
sambil menilai respon tubuh. Pada syok hipovolemik, maka peningkatan
volume
intravaskular akan meningkatkan isi sekuncup disertai penurunan frekuensi
jantung.
Pada kasus yang berat, pemberian cairan dapat diulangi 10 ml/kgBB sambil
menilai
respon tubuh. Pada umumnya anak dengan syok hipovolemik mempunyai
nilai CVP
kurang dari 5 mmHg. Pemberian cairan harus diteruskan hingga mencapai
normovolemik. Kebutuhan cairan untuk mengisi ruang intravaskular
umumnya dapat
dikurangi bila digunakan cairan koloid.
Syok kardiogenik
Curah jantung merupakan fungsi isi sekuncup dan frekuensi. Bayi mempunyai
ventrikel yang relatif noncompliant dengan kemampuan meningkatkan isi
sekuncup
amat terbatas. Karena itu curah jantung bayi amat bergantung pada
frekuensi. Syok
kardiogenik pada penyakit jantung bawaan tidak dibahas di sini.

Isi sekuncup dipengaruhi oleh preload, afterload, dan kontraktilitas


miokardium. Sesuai dengan hukum Starling, peningkatan preload akan
berkorelasi
positif terhadap curah jantung hingga tercapai plateau. Karena itu, sekalipun
pada
gangguan fungsi jantung, mempertahankan preload yang optimal tetap harus
dilakukan. Penurunan curah jantung pasca bolus cairan menunjukkan bahwa
volume
loading harus dihentikan. Upaya menurunkan afterload terindikasi pada
keadaan
gagal jantung dengan peningkatan resistensi vaskular sistemik yang
berlebihan.
Untuk tujuan ini dapat digunakan vasodilator.
Diuretik digunakan pada kasus dengan tanda kongestif paru maupun
sistemik. Untuk tujuan ini dapat digunakan diuretik loop, atau kombinasi
dengan
bumetanid, tiazid atau metolazon.
Berbagai kondisi yang memperburuk fungsi kontraktilitas miokardium
harus
segera diatasi, seperti hipoksemia, hipoglikemia, dan asidosis. Untuk
memperbaiki
fungsi kontraktilitas ini, selanjutnya dapat digunakan obat inotropik (seperti
dopamin, dobutamin, adrenalin, amrinon, milrinon). Untuk mencapai fungsi
kardiovaskular yang optimal, dengan pengaturan preload, penggunaan obat
inotropik dan vasodilator (seperti sodium nitroprusid, nitrogliserin),
dibutuhkan
pemantauan tekanan darah, curah jantung, dan resistensi vaskular sistemik.
Syok distributif dan syok septik
Tata laksana syok distributif adalah pengisian volume intravaskular dan
mengatasi penyebab primernya. Syok septik merupakan suatu keadaan
khusus
dengan patofisiologi yang kompleks. Pada syok septik, warm shock, suatu
syok

distributif, terjadi pada fase awal. Penggunaan stimulator alfa (seperti


noradrenalin)
dilaporkan tidak banyak memperbaiki keadaan, bahkan menurunkan produksi
urin
dan mengakibatkan asidosis laktat. Pada fase lanjut, terjadi penurunan curah
jantung
dan peningkatan resistensi vaskular sistemik akibat hipoksemia dan asidosis.
Karena
itu tata laksana syok septik lanjut, mengikuti kaidah syok kardiogenik.
Sekalipun
masih kontroversi, steroid terkadang digunakan pada syok septik yang
resisten
terhadap katekolamin dengan risiko insufisiensi adrenal.

1. Klasifikasi syok
a. Syok Hipovolemik
Hipovolemik berarti berkurangnya volume intravaskuler. Sehingga syok
hipovolemik berarti syok yang disebabkan oleh berkurangnya volume intravaskuler.
Di Indonesia shock pada anak paling sering disebabkan oleh gastroenteritis dan
dehidrasi, dan shock perdarahan paling jarang, begitupun shock karena kehilangan
plasma pada luka bakar dan shock karena translokasi cairan.5,6,7

Etiologi shock hipovolemik pada anak:7


Tabel 2.1 Etiologi syok hipovolemik
Intake kurang atau output kelebihan
1. Dehidrasi disebabkan:
a Intake yang kurang (minum
kurang, anoreksia, hipodipsi karena
hipotalamus terganggu.
b Output meningkat:
Keringat banyak/insensible loss
menigkat (hiperventilasi, panas
tinggi)

Translokasi cairan
1. Intraintestinal (ileus paralitik,
hirschprung)
2. Asites dan edema (sindroma
nefrotik)

2.

3.

Osmotic dieresis (diabetes


insipidus, defisiensi A.D.H,
penyakit ginjal kronis)
Kehilangan Na (Na loss
nepropathy, pemakaian
diuretic)
Kehilangan melalui saluran
percernaan (diare, ileostomi,
muntah, fistula
Kehilangan darah
- Trauma
- Perdarahan gastrointestinal
- Perdarahan intracranial
Kehilangan plasma
- Luka bakar
- Peritonitis

Patofisiologi
Patofisiologi sangat berhubungan dengan penyakit primer dari syok. Namun
secara umum bila terjadi penurunan tekanan darah maka tubuh akan mengadakan
respon untuk mempertahankan sirkulasi dan perfusi yang adekuat pada organ-organ
vital melalui reflex neurohumoral. Integritas sirkulasi tergantung pada volume darah
yang beredar, tonus pembuluh darah, dan sistem pompa jantung. Gangguan dari
salah satu fungsi tersebut dapat menyebabkan terjadinya syok. Bila terjadi syok
hipovolemik maka mekanisme kompensasi yang terjadi adalah melalui7:
1

Baroreseptor
Reseptor ini mendapat rangsangan dari perubahan tegangan dalam
pembuluh darah. Bila terjadi penurunan tekanan darah maka rangsangan
terhadap baroreseptor akan menurun, sehingga rangsangan yang dikirim
baroreseptor ke pusat juga berkurang sehingga akan terjadi:
-

Penurunan rangsangan terhadap cardioinhibitor centre


Penurunan hambatan terhadap pusat vasomotor
Akibat dari kedua hal tersebut maka akan terjadi vasokonstriksi dan

takikardia. Baroreseptor ini terdapat di sinus karotikus, arkus aorta, atrium kiri
dan kanan, ventrikel kiri dan dalam sirkulasi paru. Baroreseptor sinus karotikus
merupakan baroreseptor perifer yang paling berperan dalam pengaturan tekanan
darah.
2. Kemoreseptor
Respon baroreseptor mencapai respon maksimal bila tekanan darah
menurun sampai 60mmHg, maka yang bekerja adalah kemoreseptor, yang

terangsang bila terjadi hipoksia dan asidosis jaringan. Akibat rangsangan


kemoreseptor ini adalah vasokonstriksi yang luas dan rangsangan pernafasan.
3. Cerebral ischkemic reseptor
Bila aliran darah ke otak menurun sampai <40mmHg maka akan terjadi
sympathetic discharge massif. Respon dari reseptor di otak ini lebih kuat dari
pada reseptor-reseptor perifer .
4. Reseptor humoral
Bila terjadi hipovolemik/ hipotensi maka tubuh akan mengeluarkan
hormone-hormon stress seperti epinefrin, glucagon, dan kortisol yang
merupakan hormone yang mempunyai efek kontra dengan insulin. Akibat dari
pengeluaran dari hormone ini adalah terjadinya takikardia, vasokonstriksi dan
hiperglikemi. Vasokonstriksi diharapkan akan meningkatkan tekanan darah
perifer dan preload, isi sekuncup dan curah jantung. Sekresi ADH oleh hipofisis
posterior juga meningkat sehingga pengeluaran air dari ginjal dapat dikurangi.
5. Retensi air dan garam oleh ginjal
Bila terjadi hipoperfusi ginjal maka akan terjadi pengeluaran rennin oleh
apparatus jukstaglomerulus yang merubah angiotensin menjadi angiotensin I.
Angiotensin I ini oleh converting enzyme dirubah menjadi angiotensin II yang
mempunyai sifat:
- Vasokonstriksi kuat
- Merangsang pengeluaran aldosteron sehingga meningkatkan reabsorbsi
-

natrium di tubulus ginjal.


Menigkatkan sekresi vasopressin.
Volume sirkulasi
Preload
Volume sekuncup

Baroreseptor, kemoreseptor, cerebral ischemic reseptor

Cardio inhibitor center dihambat

Aktivasi cardiostimulator center

Output simpatetik meningkatkat,output parasimpatetik menurun

Gambar 3.1 Refleks kardiovaskular pada hipotensi


HR, kontraktilitas otot jantung , vasokonstriksi

Ginjal
Angiotensi, vasopressin, aldosteron

6. Autotransfusi
Autotransfusi

adalah

suatu

mekanisme

didalam

tubuh

untuk

mempertahankan agar volume dan tekanan darah tetap stabil. Dalam keadaan
normal terdapat keseimbangan antara jumlah cairan intravascular yang keluar
ke ekstravaskular atau sebaliknya. Hal ini tergantung pada keseimbangan antara
tekanan hidrostatik intravascular akan menurun maka akan terjadi aliran cairan
dari ekstra ke intravascular sehingga tekanan darah dapat dipertahankan. Hal ini
tergantung dari kecepatan hilangnya cairan, bila proses hilangnya cairan tubuh
cepat maka proses ini tidak akan mampu menaikkan tekanan darah.
Akibat dari semua ini maka akan terjadi:
-

Vasokonstriksi yang luas


Vasokonstriksi yang paling kuat terjadi pada pembu;uh darah skeletal,
splancnic dan kulit, sedang pada pembuluh darah otak dan koronaria tidak
terjadi vasokonstriksi, nahkan aliran darah pada kelenjar adrenal meningkat
sebagai usaha kompensasi tubuh utuk meningkatkan respon katekolamin
pada syok. Vasokonstriksi ini menyebabkan suhu tubuh perifer menjadi
dingin dan kulit menjadi pucat.

Sebagai akibat vasokonstriksi ini maka tekanan distolik akan meningkat


pada fase awal, sehingga tekanan nadi menyempit, tetapi bila proses
berlanjut ini tidak dapat dipertahankan dan tekanan datah akan semakin
menurun sampai tidak teratur.

Takikardia

Iskemia jaringan akan menyebabkan metabolism anaerobic dan terjadi


asidosis metabolik

Hipovolemia menyebabkan aliran darah menjadi lambat sehingga


keseimbangan pertukaran O2 dan Co2 kedalam pembuluh darah lama dan
kaibatnya terjadi perbedaan yang besar antara tekanan O2 dan CO2 arteri
danvena.

Akibat dari hipoksia dan berkurangnya nutrisi kejaringan maka metabolisme


menjadi metabolisme anaerobic yang tidak efektif dan hanya menghasilkan 2 ATP
dari setiap molekul glukosa. Pada metabolism oerobik dengan oksigen dan nutrisi
yang cukup dengan pemecahan 1 molukel glukosa akan menghasilkan 36 ATP.
Akibat dari metabolism anaerobic ini akan terjadi penumpukan asam laktat dan pada

khirnya metabolism tidak akan mampu lagi menyediakan energy yang cukup untuk
mempertahan homeostasis seluler, terjadi kerusakan popma ionic dinding sel,
natrium masuk ke dalam sel dan kalium keluar sel sehingga terjadi akumulasi
kalsium dalam sitosol, terjadi edema dan kematian sel. Pada akhirnya terjadi banyak
kerusakan sel organ-organ tubuh atau terjadi kegagalan organ multiple dan renjatan
yang ireversibel.7
Tubuh manusia berespon terhadap perdarahan akut dengan mengaktivasi
sistem fisiologi utama sebagai berikut: sistem hematologi, kardiovaskuler, ginjal,
dan sistem neuroendokrin.
Sistem hematologi berespon terhadap kehilangan darah yang berat dan akut
dengan mengaktivasi kaskade koagulasi dan vasokonstriksi pembuluh darah (melalui
pelelepasan tromboksan A2 lokal). Selain itu, platelet diaktivasi (juga melalui
pelepasan tromboksan A2 lokal) dan membentuk bekuan darah immatur pada
sumber perdarahan. Pembuluh darah yang rusak menghasilkan kolagen, yang
selanjutnya menyebabkan penumpukan fibrin dan menstabilkan bekuan darah.
Dibutuhkan waktu sekitar 24 jam untuk menyempurnakan fibrinasi dari bekuan
darah dan menjadi bentuk yang sempurna.
Sistem kardiovaskuler pada awalnya berespon terhadap syok hipovolemik
dengan meningkatkan denyut jantung, meningkatkan kontraktilitas miokard, dan
vasokonstriksi pembuluh darah perifer. Respon ini terjadi akibat peningkatan
pelepasan norepinefrin dan penurunan ambang dasar tonus nervus vagus (diatur oleh
baroreseptor di arcus caroticus, arcus aorta, atrium kiri, dan penbuluh darah
pulmonal). Sistem kardiovaskuler juga berespon dengan mengalirkan darah ke otak,
jantung, dan ginjal dengan mengurangi perfusi kulit, otot, dan traktus
gastrointestinal.
Sistem renalis berespon terhadap syok hemoragik dengan peningkatan sekresi
renin dari apparatus juxtaglomeruler. Renin akan mengubah angiotensinogen
menjadi angiotensin I, yang selanjutnya akan dikonversi menjadi angiotensin II di
paru-paru dah hati. Angotensin II mempunyai 2 efek utama, yang keduanya
membantu perbaikan keadaan pada syok hemoragik, yaitu vasokonstriksi arteriol
otot polos, dan menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal. Aldosteron
bertanggungjawab pada reabsorbsi aktif natrium dan akhirnya akan menyebabkan
retensi air.7

Sistem neuroendokrin berespon terhadap syok hemoragik dengan meningkatan


Antidiuretik Hormon (ADH) dalam sirkulasi. ADH dilepaskan dari glandula pituitari
posterior sebagai respon terhadap penurunan tekanan darah (dideteksi oleh
baroreseptor) dan terhadap penurunan konsentrasi natrium (yang dideteksi oleh
osmoreseptor). Secara tidak langsung ADH menyebabkan peningkatan reabsorbsi air
dan garam (NaCl) pada tubulus distalis, duktus kolektivus, dan lengkung Henle.7
Manifestasi klinis
Tergantung pada penyakit primer penyebab syok, kecepatan dan jumlah cairan
yang hilang, lama renjatan serta kerusakan jaringan yang terjadi, tipe dan stadium
renjatan. Secara klinis perjalanan renjatan dapat dibagi dalam 3 fase yaitu fase
kompensasi, dekomensasi, dan ireversibel.7

Tabel 3.2 Manifestasi Klinis Syok Hipovolemik


Tanda klinis
Blood loss
( %)

Kompensasi
Sampai 25

Dekompensasi
25 40

Ireversible
> 40

Heart rate

Takikardia +

Takikardia ++

Taki/bradikardia

Tekanan
Sistolik

Normal

Normal/menurun

Tidak terukur

Nadi/volume

Normal/menurun

Menurun +

Menurun ++

Capillary refill

Normal/meningkat
3-5 detik

Meningkat > 5
detik

Meningkat ++

Kulit

Dingin, pucat

Dingin/mottled

Dingin+/deadly
pale

Pernafasan

Takipneu

Takipneu +

Sighing
respiration

Kesadaran

Gelisah

Lethargi
bereaksi

Reaksi - / hanya
terhadap nyeri

Diagnosis
Pada pemeriksaan fisik perlu dibedakan hipovolemik akibat kehilangan cairan
keluar tubuh seperti pada diare atau perpindahan cairan ke ruang interstitial seperti
pada demam berdarah dengue atau sepsis. Anak dengan kehilangan cairan ke luar
tubuh akan menunjukkan tanda klasik dehidrasi seperti ubun-ubun besar cekung,

mata cekung, mucosa kering, turgor kulit turun, capilary refill turun, akral dingin,
dan penurunan kesadaran.
Anak dengan perpindahan cairan ke ruang interstitial menunjukkan tanda
gangguan perfusi seperti capilary refill lambat, akral dingin, dan penurunan status
mental tanpa adanya tanda lain yang dijumpai pada anak dehidrasi. Tekanan darah
akan menurun bila terjadi kehilangan cairan lebih dari 30%. Pada syok akibat
perdarahan hipotensi biasanya terjadi bila kehilangan darah lebih dari 40%
volume.7,8,9
Tabel 3.3 Perkiraan Kehilangan Cairan dan Darah Berdasarkan Presentasi Penderita

Pemeriksaan laboratorium7,8
Hemoglobin dan hematokrit
Pada fase awal renjatan syok karena perdarahan kadar Hb dan hematokrit masih
tidak berubah, kadar Hb dan hematokrit akan menurun sesudah perdarahan
berlangsung lama, karena proses autotransfusi. Hal ini tergantung dari kecepatan
hilangnya darah yang terjadi. Pada syok karena kehilangan plasma atau cairan
tubuh

seperti

pada

DF

atau

diare

dengan

dehidrasi

akatn

terjadi

haemokonsentrasi.
Urin
Produksi urin akan menuru, lebih gelap dan pekat. Berat jenis urin menigkat
>1,020. Sering didapat adanya proteinuria
Pemeriksaan BGA
pH, PaO2, PaCO2 dan HCO3 darah menurun. Bila proses berlangsung terus
maka proses kompensasi tidak mampu lagi dan akan mulai tampak tanda-tanda
kegagalan dengan makin menurunnya pH dan PaO2 dan meningkatnya PaCO2

dan HCO3. Terdapat perbedaan yang jelas antara PO2 dan PCO2 arterial dan
vena.
Pemeriksaan elektrolit serum
Pada renjatan sering kali didapat adanya gangguan keseimbangan elektrolit
seperti hiponatremi, hiperkalemia, dan hipokalsemia terutama pada penderita
dengan asidosis
Pemeriksaan fungsi ginjal pemeriksaan BUN dan serum kreatinin penting pada
renjatan terutama bila ada tanda-tanda gagal ginjal
Pemeriksaan faal hemostasis
Pemeriksaan yang lain untuk menentukan penyebab penyakit primer

Penatalaksanaan7,8,9
1
2

Bebaskan jalan nafas, oksigen, jika perlu bisa diberikan ventilator support.
Infus RL atau koloid 20 ml/kg BB dalam 10-15 menit, dapat diulang 2-3 kali.
Bila akses vena sulit pada anak balita dapat dilakukan akses intraosseous di
pretibia. Pada renjatan berat pemberian cairan dapat mencapai > 60 ml/kg BB
dalam 1 jam. Bila resusitasi cairan sudah mencapai 2-3 kali tapi respons belum
adekuat, maka dipertimbangkan untuk intubasi dan bantuan ventilasi. Bila tetap

hipotensi sebaiknya dipasang kateter tekanan vena sentral (CVP).


Inotropik, indikasi : renjatan refrakter terhadap pemberian cairan, renjatan
kardiogenik.
- Dopamin
: 2-5 tg/kg BB/ menit.
- Epinephrine : 0,1 g/KgBB/menit iv, dosis bisa ditingkatkan bertahap sampai
efek yang diharapkan, pada kasus-kasus berat bisa sampai 2-3 g/kg BB/
-

menit.
Dobutamin : 5 g/KgBB/menit iv, ditingkatkan bertahap sampai 20
g/KgBB/menit iv.

Norepinephrine : 0,1 g/KgBB/menit iv, dapat ditingkatkan sampai efek


yang diharapkan.

Kortikosteroid
Kortikosteroid yang diberikan adalah hydrocortison dengan dosis 50 mg/KgBB iv
bolus dilanjutkan dengan dosis yang sama dalam 24 jam secara continuous
infusion.

Gambar 3.2 Bagan Penatalaksanaan Syok Hipovolemik.


Komplikasi7
-

Gagal ginjal akut


ARDS (acute respiratory distress syndrome/shock lung)
Depresi miokard-gagal jantung
Gangguan koagulasi/pembekuan
SSP dan Organ lain
Evaluasi gejala sisa SSP sangat penting, mengingat organ ini sangat sensitif
terhadap hipoksia yang dapat terjadi pada renjatan berkepanjangan.
Renjatan ireversibel.

b. Syok Kardiogenik

Syok kardiogenik disebabkan oleh kegagalan fungsi pompa jantung yang


mengakibatkan curah jantung menjadi berkurang atau berhenti sama sekali untuk
memenuhi kebutuhan metabolisme. Syok kardiogenik ditandai oleh gangguan fungsi
ventrikel, yang mengakibatkan gangguan berat pada perfusi jaringan dan
penghantaran oksigen ke jaringan. Ventrikel kiri gagal bekerja sebagai pompa dan
tidak mampu menyediakan curah jantung yang memadai untuk mempertahankan
perfusi jaringan. Tujuan utama penanganan syok kardiogenik adalah curah jantung.1
Etiologi shock kardiogenik1
-

Infark miokard akut dengan kerusakan otot jantung

Kerusakan katup jantung: stenosis mitral, insufisiensi mitral, stenosis katup


aorta, insufisiensi katup aorta

Gangguan irama jantung: atrial fibrilasi, ventrikular fibrilasi, ventrikular


takhikardi

Gangguan sistem konduksi hantaran listrik jantung: atrioventrikular blok,


sinoaurikular blok.

Patofisiologi Syok Kardiogenik


Syok kardiogenik disebabkan oleh kegagalan faal pompa jantung yang
mengakibatkan curah jantung menjadi kecil atau berhenti sama sekali. Secara
mekanisme mungkin disebabkan oleh robeknya dinding ventrikel, regurgitasi oleh
karena infark juga mengenai katub jantung, aritmia, atau disfungsi dari ventrikel kiri,
kanan

ataupun

keduanya.

Pada robeknya dinding ventrikel terjadi 3-6 hari sesudah infark diikuti dengan
tamponade dan syok dan peninggian CVP serta tekanan baji pada arteri pulmonalis.
Sedangkan regurgitasi dapat terjadi karena infark mengenai muskulus papilaris.
Disfungsi dari ventrikel kanan dapat dilihat dari meningginya CVP sedangkan pada
ventrikel kiri ditandai dengan edema paru.
Kegagalan pompa jantung menyebabkan terjadinya penurunan curah jantung
(cardiac output) dan menyebabkan kegagalan perfusi ke jaringan, akibatnya berbagai
organ mengalami kekurangan oksigen sementara terjadi kompensasi tubuh untuk
mempertahankan pengaliran darah ke otak.1,3
Gambar 2. Mekanisme Syok Kardiogenik pada Infark Miokard

Syok kardiogenik dapat dipandang sebagai bentuk yang berat dari kegagalan
ventrikel kiri. Penurunan kontraktilitas jantung mengurangi curah jantung dan
meningkatkan volume dan tekanan akhir diastolik ventrikel kiri sehingga
menyebabkan kongesti paru dan edema. Dengan menurunnya tekanan arteri
sistemik, maka terjadi perangsangan baroreseptor pada aorta dan sinus karotikus.
Perangsangan simpatoadrenal menimbulkan reflek vasokonstriksi, takikardi, dan
peningkatan kontraktilitas untuk menambah curah jantung dan menstabilkan tekanan
darah. Kontraktilitas akan terus meningkat melalui hukum starling melalui retensi
natrium dan air. Jadi menurunnya kontraktilitas pada syok kardiogenik akan
memulai respon kompensatorik yang meningkatkan beban akhir dan beban awal.
Meskipun mekanisme ini pada mulanya akan meningkatkan tekanan arteri darah dan
perfusi jaringan, namun efeknya terhadap miokard justru buruk karena
meningkatkan beban kerja jantung dan kebutuhan oksigen miokard. Aliran darah
koroner yang tidak memadai (terbukti dengan adanya infark) menyebabkan
meningkatnya ketidakseimbangan antara kebutuhan dan suplai oksigen terhadap
miokardium.
Syok kardiogenik dicirikan oleh lingkaran setan (vicious circle) dimana
terjadi

penurunan

kontraktilitas

miokardium

(depression

of

myocardial

contractility), biasanya karena iskemia, menyebabkan pengurangan cardiac output


dan tekanan arteri (arterial pressure), dimana menghasilkan hipoperfusi miokardium
dan iskemia lanjutan dan penurunan cardiac output.
Disfungsi miokardial sistolik mengurangi stroke volume; dan bersama
dengan disfungsi diastolik, memicu peninggian tekanan end-diastolic ventrikel kiri
dan pulmonary capillary wedge pressure/PCWP (> 18 mmHg) seperti pada kongesti

paru. Penurunan/pengurangan perfusi koroner memacu pemburukan iskemia,


disfungsi miokardium progresif, dan spiral menurun yang cepat (rapid downward
spiral), bilamana jika tidak diputus, seringkali menyebabkan kematian (Anurogo,
2009).
Sindrom respon peradangan sistemik [systemic inflammatory response
syndrome (SIRS)] dapat menyertai infark yang luas dan syok. Sitokin peradangan
(inflammatory cytokines), inducible nitric oxide synthase (INOS), dan kelebihan
nitric oxide dan peroxynitrite dapat berkontribusi terhadap asal-usul (genesis) syok
kardiogenik sebagaimana yang mereka lakukan terhadap bentuk lain syok. Asidosis
laktat dari perfusi jaringan yang buruk dan hipoksemia dari edem paru (pulmonary
edema) dapat sebagai hasil dari kegagalan pompa dan kemudian berkontribusi
terhadap lingkaran setan ini dengan memburuknya iskemia miokardium dan
hipotensi. Asidosis berat (pH < 7,25) mengurangi daya kemanjuran/efektivitas
(efficacy)

yang

secara

endogen

dan

eksogen

telah

diberi

katekolamin

(catecholamines).1,.3,4
Manifestasi klinis
Syok kardiogenik ditandai oleh hal-hal berikut5 :
-

Tekanan arteri sistolik < 90 mmHg atau 30-60 mmHg dibawah batas bawah
sebelumnya

Adanya bukti penurunan aliran darah ke sistem organ-organ utama :


o Keluaran urin < 20 ml/jam, biasanya disertai penurunan kadar natrium
dalam urin
o Vasokonstriksi perifer yang disertai gejala kulit dingin dan lembab
o Gangguan fungsi mental

Indeks jantung < 2,1 L/menit/m2

Diagnosis syok kardiogenik adalah berdasarkan:

Keluhan Utama Syok Kardiogenik


o Oliguri (urin < 20 mL/jam).
o Mungkin ada hubungan dengan IMA (infark miokard akut).
o Nyeri substernal seperti IMA.

Tanda Penting Syok Kardiogenik

Tensi turun < 80-90 mmHg.


Takipneu dan dalam.
Takikardi.
Nadi cepat, kecuali ada blok A-V.
Tanda-tanda bendungan paru: ronki basah di kedua basal paru.
Bunyi jantung sangat lemah, bunyi jantung III sering terdengar.
Sianosis.
Diaforesis (mandi keringat).
Ekstremitas dingin.
Perubahan mental.

Diagnosis
Syok kardiogenik dapat didiagnosa dengan mengetahui adanya tanda-tanda
syok dan dijumpai adanya penyakit jantung, seperti infark miokard yang luas,
gangguan irama jantung, rasa nyeri daerah torak, atau adanya emboli paru,
tamponade jantung, kelainan katub atau sekat jantung.
Syok kardiogenik ditandai dengan tekanan sistolik rendah (kurang dari
90mHg), diikuti menurunnya aliran darah ke organ vital 5,8,9:
1

Produksi urin kurang dari 20 ml/jam

Gangguan mental, gelisah, sopourus

Akral dingin

Aritmia yang serius, berkurangnya aliran darah koroner, meningkatnya laktat


kardial.

Meningkatnya adrenalin, glucose, free fatty acid cortisol, rennin, angiotensin


plasma serta menurunnya kadar insulin plasma.

Pada keadaan lanjut akan diikuti hipoksemia primer ataupun sekunder, terjadi
karena ketidakseimbangan ventilasi-perfusi, hipovolemia, dan asidosis metabolik.
Hipovolemia merupakan komplikasi yang sering terjadi pada syok kardiogenik,
disebabkan oleh meningkatnya redistribusi cairan dari intravaskular keinterstitiel,
stres akut, ataupun penggunaan diuretika.
Kriteria hemodiamik syok kardiogenik adalah hipotensi terus menerus
(tekanan darah sistolik < 90 mmHg lebih dari 90 menit) dan bekurangnya cardiac
index (<2,2/menit per m2) dan meningginya tekanan kapiler paru (>15 mmHg). 5,8
Diagnosis dapat juga ditegakkan sebagai berikut5,8,9:
1

Tensi turun : sistolis < 90 mmHg atau menurun lebih dari 30-60 mmHg dari

2
3

semula, sedangkan tekanan nadi < 30 mmHg.


Curah jantung, indeks jantung < 2,1 liter/menit/m2.
Tekanan di atrium kanan (tekanan vena sentral) biasanya tidak turun, normal,

4
5
6

rendah sampai meninggi.


Tekanan diatrium kiri (tekanan kapiler baji paru) rendah sampai meninggi.
Resistensi sistemis.
Asidosis.

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan yang segera dilakukan5,8,9 :

Serum elektrolit, fungsi ginjal dan fungsi hepar.

Jumlah sel darah merah, leukosit (infeksi), trombosit (koagulopati)

Enzim Jantung (Creatinine Kinase, troponin, myoglobin, LDH)

Analisa gas darah arteri, dapat menggambarkan keseimbangan asam basa dan kadar
oksigen. Defisit basa penting, menggambarkan kejadian dan derajat renjatan, harus
dipantau terus selama resusitasi.

Pemeriksaan serial kadar laktat, menggambarkan hipoperfusi dan prognosis.

Pemeriksaan yang harus direncanakan

EKG, ekokardiografi. foto polos dada

Komplikasi Syok Kardiogenik


1. Cardiopulmonary arrest
2. Disritmi
3. Gagal multisistem organ
4. Stroke
5. Tromboemboli

Penatalaksanaan Syok Kardiogenik 5,8,9:


1. Pastikan jalan nafas tetap adekuat, bila tidak sadar sebaiknya dilakukan intubasi.
2. Berikan oksigen 8 - 15 liter/menit dengan menggunakan masker untuk
mempertahankan PO2 70 - 120 mmHg
3. Rasa nyeri akibat infark akut yang dapat memperbesar syok yang ada harus
diatasi dengan pemberian morfin.
4. Koreksi hipoksia, gangguan elektrolit, dan keseimbangan asam basa yang terjadi.
5. Bila mungkin pasang CVP.
6. Pemasangan kateter Swans Ganz untuk meneliti hemodinamik.
Medikamentosa 8,9 :
1. Morfin sulfat 4-8 mg IV, bila nyeri.
2. Anti ansietas, bila cemas.
3. Digitalis, bila takiaritmi dan atrium fibrilasi.
4. Sulfas atropin, bila frekuensi jantung < 50x/menit.
5. Dopamin dan dobutamin (inotropik dan kronotropik), bila perfusi jantung tidak
adekuat.

Dosis

dopamin

2-15

mikrogram/kg/m.

Dobutamin

2,5-10

mikrogram/kg/m: bila ada dapat juga diberikan amrinon IV.


6. Norepinefrin 2-20 mikrogram/kg/m.
7. Diuretik/furosemid 40-80 mg untuk kongesti paru dan oksigenasi jaringan.
8. Digitalis bila ada fibrilasi atrial atau takikardi supraventrikel.
c. Syok Septik
Sepsis merupakan penyakit sistemik yang disebabkan oleh kuman-kuman atau
bahan-bahan yang berasal dari atau dibuat oleh kuman-kuman. Organism yang
paling sering menyebabkan syok septik dalah kuman gram negative. Tetapi syok
juga bisa disebabkan oleh kuman gram positif bahkan jamur, rickettsia dan
bermacam-macam virus dapat menimbulkan syok yang sifatnya tidak banyak
berbeda.10
Respon penderita terhadap pencetus yaitu masuknya kuman kedalam tubuh
ditentukan oleh keadaan penderita sebelumnya.
Kuman (pencetus
Neuroendokrin

Reaksi penderita

Kelainan metabolisme

Status imunologi

Keadaan host sebelumnya:


- Status volume darah
- Status nutrisi
- Status kompetensi miokard
Faktor-faktor tersebut dibawah memegang peranan10:
1

Efek langsung yang disebabkan oleh kuman atau bahan-bahan terhadap system

2
3

kardiovaskuler.
Kekacauan system metabolism
Efek kardiovaskuler terhadap produk-produk yang timbul secara sekunder
karena infeksi antara lain: komplemen, koagulasi kalikrein dan bahan-bahan
toksin.
Pelepasan bahan-bahan vasoaktif lain.
Mekanisme kompensasi penderita dan keadaan penderita sebelum terjadi sepsis

4
5

Etiologi
Syok sepsik dapat disebabkan oleh infeksi bakteri gram negatif 70%
(Pseudomonas auriginosa, Klebsiella, Enterobakter, E. choli, Proteus). Infeksi
bakteri gram positif 20-40% (Stafilokokus aureus, Stretokokus, Pneumokokus),
infeksi jamur dan virus 2-3% (Dengue Hemorrhagic Fever, Herpes viruses),
protozoa (Malaria falciparum). Sedangkan pada kultur yang sering ditemukan adalah
Pseudomonas, disusul oleh Stapilokokus dan Pneumokokus. Syok sepsik yang
terjadi karena infeksi gram negatif adalah 40% dari kasus, sedangkan gram positif
adalah 5-15% dari kasus. Syok septik sering terjadi pada10:
1

Bayi baru lahir

Usia diatas 50 tahun

Penderita gangguan sistem kekebalan.

Sindrom respon inflamasi sitemik (SIRS) yaitu respon tubuh terhadap inflamasi
sistemik mencakup 2 atau lebih keadaan berikut 1,10:
-

Suhu > 38 0C

Frekuensi jantung > 90 kali/menit

Frekuensi nafas > 20 kali/menit atau PaCO2 < 32 mmHg

Leukosit darah > 12.000/ mm3, < 4000/mm3 atau stab > 10%

Sepsis merupakan suatu keadaan klinis berkaitan dengan infeksi dengan manifestasi
SIRS.
Sepsis berat merupakan sepsis yang disertai dengan disfungsi organ, hipoperfusi atau
hipotensi termasuk asidosis laktat, oliguria dan penurunan kesadaran.

Sepsis dengan hipotensi merupakan sepsis dengan tekanan darah sistolik <90 mmHg
atau penurunan tekanan darah sistolik >40 mmHg dan tidak ditemukan penyebab
hipotensi
Renjatan septik merupakan sepsis dengan hipotensi meskipun telah diberikan
resusitasi

cairan

secara

adekuat

atau

memerlukan

vasopressor

untuk

mempertahankan tekanan darah dan perfusi organ.10


Patofisiologi
Terjadinya syok septik dapat melalui dua cara yaitu aktivasi lintasan humoral
dan aktivasi cytokines. Lipopolisakarida (LPS) yang terdapat pada dinding bakteri
gram negatif dan endotoksinnya serta komponen dinding sel bakteri gram positif
dapat mengaktifkan10:
1

Sistem komplemen,

Membentuk kompleks LPS dan protein yang menempel pada sel monosit,

Faktor XII (Hageman faktor).


Sistem komplemen yang sudah diaktifkan akan merangsang netrofil untuk

saling mengikat dan dapat menempel ke endotel vaskuler, akhirnya dilepaskan


derivat asam arakhidonat, enzim lisosom superoksida radikal, sehingga memberikan
efek vasoaktif lokal pada mikrovaskuler yang mengakibatkan terjadi kebocoran
vaskuler. Di samping itu sistem komplemen yang sudah aktif dapat secara langsung
menimbulkan meningkatnya efek kemotaksis, superoksida radikal, ensim lisosom.
LBP-LPS monosit kompleks dapat mengaktifkan cytokines, kemudian cytokines
akan merangsang neutrofil atau sel endotel, sel endotel akan mengaktifkan faktor
jaringan PARASIT-INH-1. Sehingga dapat mengakibatkan vasodilatasi pembuluh
darah dan Disseminated Intravascular Coagulation (DIC). Cytokines dapat secara
langsung menimbulkan demam, perobahan-perobahan metabolik dan perobahan
hormonal.10

Gambar 3.3 Skema patofisiologi syok sepsis


Faktor XII (Hageman factor) akan diaktivasi oleh peptidoglikan dan asam
teikot yang terdapat pada dinding bakteri gram positif. Faktor XII yang sudah aktif
akan meningkatkan pemakaian faktor koagulasi sehingga terjadi DIC. Faktor XII
yang sudah aktif akan mengubah prekallikrein menjadi kalikrein, kalikrein
mengubah kininogen sehingga terjadi pelepasan hipotensive agent yang potensial
bradikinin, bradikinin akan menyebabkan vasodiltasi pembuluh darah. Terjadinya
kebocoran kapiler, akumulasi netrofil dan perubahan perubahan metabolik,
perubahan hormonal, vasodilatasi, DIC akan menimbulkan sindroma sepsis.
Hipotensi respiratory distress syndrome, multiple organ failure akhirnya kematian.10
Manifestasi Klinis
Karena terdapat banyak jenis syok septik, maka sulit untuk menggolongkan
keadaan tersebut. Beberapa gejala antara lain8,10:
1. Demam tinggi
2. Seringkali vasodilatasi nyata di seluruh tubuh, terutama pada jaringan yang
terinfeksi.
3. Curah jantung yang tinggi pada sekitar separuh penderita, disebabkan oleh
adanya vasodilatasi di jaringan yang terinfeksi dan oleh derajat metabolik yang
tinggi dan vasodilatasi di tempat lain dalam tubuh, akibat dari rangsangan toksin
bakteri terhadap metabolisme sel dan dari suhu tubuh yang tinggi.

4. Melambatnya aliran darah, mungkin disebabkan oleh aglutinasi sel darah merah
sebagai respons terhadap jaringan yang mengalami de-generasi.
5. Pembentukan bekuan kecil di daerah yang luas dalam tubuh, keadaan yang
disebut koagulasi intravaskular menyebar. Hal ini juga menye-babkan faktorfaktor pembekuan menjadi habis terpakai sehingga timbul perdarahan di banyak
jaringan, terutama dinding usus dan traktus intestinal.
Pada tahap dini dari syok septik, biasanya pasien tidak memperlihatkan tandatanda kolaps sirkulasi tetapi hanya tanda-tanda infeksi bakteri. Setelah infeksi
menjadi lebih hebat, sistem sirkulasi biasanya ikut terlibat baik secara langsung
ataupun sebagai akibat sekunder dari toksin bakteri. Akhirnya sampailah pada suatu
titik di mana kerusakan sirkulasi menjadi progresif serupa dengan yang terjadi di
seluruh jenis syok lainnya. Tahap akhir dari syok septik tidak banyak berbeda
dengan tahap akhir syok hemoragik, meskipun faktor-faktor pencetusnya sangat
berlainan pada kedua macam syok tersebut.
Diagnosis
Pemeriksaan darah menunjukkan jumlah sel darah putih yang banyak atau
sedikit, dan jumlah faktor pembekuan yang menurun. Jika terjadi gagal ginjal, kadar
hasil buangan metabolik (seperti urea nitrogen) dalam darah akan meningkat.
Analisa gas darah menunjukkan adanya asidosis dan rendahnya konsentrasi oksigen.
Pemeriksaan

EKG

jantung

menunjukkan

ketidakteraturan

irama

jantung,

menunjukkan suplai darah yang tidak memadai ke otot jantung. Biakan darah dibuat
untuk menentukan bakteri penyebab infeksi.8,10
Penatalaksanaan8,10
1

Memberantas infeksi :

Meningitis, umur > 1 bulan


Ampiciline 300 400 mg/KgBB/hari dibagi 6 dosis
Chloramphenicol 100 mg/KgBB/hari dibagi 4 dosis

Resiko tinggi infeksi gram negatif kombinasi aminoglikosida dan derivat

penisilin
Moxalactam, cefotaxime, ceftazidime dan cephalosporin generasi III untuk
infeksi gram negatif aerob dan anaerob

Jamur Candida dapat diberikan amphotericin B

Dosis 0.25 0.30 mg/KgBB/hari dalam waktu 3 6 jam


Dosis dapat dinaikkan perlahan-lahan 0.1 0.25 mg/KgBB sampai 0.5 1.0
mg/KgBB/hari (maksimal 50 mg/hari) dan diberikan selama 10 14 hari
Pemakaian Antibiotik. Setelah diagnosa sepsis ditegakkan, antibiotik harus
segera diberikan, dimana sebelumnya harus dilakukan kultur darah, cairan tubuh,
dan eksudat. Pemberian antibiotik tak perlu menunggu hasil kultur. Untuk
pemilihan antibiotik diperhatikan dari mana kuman masuk dan dimana lokasi
infeksi, dan diberikan terapi kombinasi untuk gram positif dan gram negatif.
Indikasi terapi kombinasi yaitu:

Sebagai terapi pertama sebelum hasil kultur diketahui.


Pasien yang dapat imunosupresan, khususnya dengan netropeni.
Dibutuhkan efek sinergi obat untuk kuman yang sangat pathogen
(pseudomonas aureginosa, enterococcus).

2. Mempertahankan perfusi jaringan yang adekuat :


a

Pemberian cairan & pengaturan keseimbangan asam basa :


Ringer laktat 10 20 ml/KgBB/beberapa menit sampai 1 jam untuk
memperbaiki volume cairan intravaskuler

Kadar protein total 4.5 gr/100 ml dapat diberikan FFP

Tekanan vena sentral 5 6 cmH2O dengan hipotensi diberi cairan kristaloid


lagi 10 20 ml/KgBB selama 10 menit

Tekanan vena sentral 6 10 cmH 2O cairan kristaloid 5 10 ml/KgBB


sampai tekanan vena sentral mencapai 10 15 cmH2O

Transfusi darah bila Ht 3% untuk mempertahankan Ht antara 35 40 %

Sodium bikarbonat digunakan untuk koreksi gangguan asam basa.


Jika dalam keadaan darurat diberi 1 2 mEq/KgBB dengan kecepatan 1
mEq/kgBB/menit

Obat-obat vasoaktif diberikan bila curah jantung tetap rendah walaupun


pemberian cairan sudah adekuat atau bila ada edema paru diberikan:
Golongan xanthine (aminophyllin)
Glucagon
Cardiac glucocide, digitalis dan derivatnya

Golongan steroid yang diberikan :

Dexamethasone 1 3 mg/kgBB atau


Methyl prednisolon 30 mg/kgBB setiap 4-6 jam selama 72 jam
3. Ventilasi
a. Jalan nafas harus bebas
b. Oksigenasi yang adekuat
c. Bila ada tanda-tanda kegagalan pernafasan akut :
Hiperventilasi
Hipoksemia berat
Hiperkapnea
d. Bila terjadi adult respiratory distress syndrome bisa diberikan ventilator
mekanik
4. Pengobatan supportif
Nutrisi dengan tinggi kalori protein, dan pemberian mineral
Bila ada gagal ginjal dipertimbangkan dialisis peritoneal
Koreksi komponen darah (FFP atau trombosit)
d. Syok Anafilaktif
Adalah suatu reaksi anafilaksis berat yang disertai dengan insufisiensi
sirkulasi. Anafilaksis merupakan kondisi alergi di mana curah jantung dan tekanan
arteri seringkali menurun dengan hebat.11
Etiologi 1,3,4,11

Makanan : kacang, telur, susu, ikan laut, buah.

Allergen immunotherapy

Gigitan atau sengatan serangga

Obat-obat : penicillin, sulpha, immunoglobin (IVIG), serum, NSAID

Latex

Vaksin

Exercise induce

Anafilaksis idiopatik : anafilaksis yang terjadi berulang tanpa diketahui


penyebabnya meskipun sudah dilakukan evaluasi/observasi dan challenge test,
diduga karena kelainan pada sel mast yang menyebabkan pengeluaran histamine.

Patofisiologi 1,3,4,11
Anafilaksis adalah reaksi sistemik yang disebabkan oleh antigen khusus yang
bereaksi dengan molekul IgE pada permukaan sel mast dan basofil yang
menyebabkan pengeluaran segera beberapa mediator yang kuat. Satu efek utamanya
adalah menyebabkan basofil dalam darah dan sel mast dalam jaringan prekapiler
melepaskan

histamin

atau

bahan

seperti

histamin.

Histamin

selanjutnya

menyebabkan
1. Kenaikan kapasitas vaskular akibat dilatasi vena
2. Dilatasi arteriol yang mengakibatkan tekanan arteri menjadi sangat menurun, dan
3. Kenaikan luar biasa pada permeabilitas kapiler dengan hilangnya cairan dan
protein ke dalam ruang jaringan secara cepat. Hasil akhirnya merupakan suatu
penurunan yang luar biasa pada aliran balik vena dan seringkali menimbulkan
syok serius sehingga pasien meninggal dalam beberapa menit.
Mediator ini menyebabkan timbulnya gejala-gejala urtikaria, angioedema,
spasme bronkus, spasme laring, meningkatnya permeabilitas pembuluh darah,
vasodilatasi, dan nyeri/kolik abdomen.
Jika seseorang sensitif terhadap suatu antigen dan kemudian terjadi kontak lagi
terhadap antigen tersebut, akan timbul reaksi hipersensitivitas. Antigen yang
bersangkutan terikat pada antibodi dipermukaan sel mast sehingga terjadi
degranulasi, pengeluaran histamin, dan zat vasoaktif lain. Keadaan ini menyebabkan
peningkatan permeabilitas dan dilatasi kapiler menyeluruh. Terjadi hipovolemia
relatif karena vasodilatasi yang mengakibatkan syok, sedangkan peningkatan
permeabilitas kapiler menyebabkan edem. Pada syok anafilaktik, bisa terjadi
bronkospasme yang menurunkan ventilasi.
Mekanisme anafilaksis melalui beberapa fase3,4 :
a

Fase Sensitisasi, yaitu waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan Ig E sampai


diikatnya oleh reseptor spesifik pada permukaan mastosit dan basofil. Alergen
yang masuk lewat kulit, mukosa, saluran nafas atau saluran makan di tangkap
oleh Makrofag. Makrofag segera mempresen-tasikan antigen tersebut kepada
Limfosit T, dimana akan mensekresikan sitokin (IL-4, IL-13) yang menginduksi
Limfosit B berproliferasi menjadi sel Plasma (Plasmosit). Sel plasma
memproduksi Immunoglobulin E (Ig E) spesifik untuk antigen tersebut. Ig E ini
kemudian terikat pada receptor permukaan sel Mast (Mastosit) dan basophil.

Fase Aktivasi, yaitu waktu selama terjadinya pemaparan ulang dengan antigen
yang sama. Mastosit dan Basofil melepaskan isinya yang berupa granula yang
menimbulkan reaksi pada paparan ulang . Pada kesempatan lain masuk alergen
yang sama ke dalam tubuh. Alergen yang sama tadi akan diikat oleh Ig E spesifik
dan memicu terjadinya reaksi segera yaitu pelepasan mediator vasoaktif antara
lain histamin, serotonin, bradikinin dan beberapa bahan vasoaktif lain dari
granula yang di sebut dengan istilah preformed mediators. Ikatan antigen-antibodi
merangsang degradasi asam arakidonat dari membran sel yang akan
menghasilkan Leukotrien (LT) dan Prostaglandin (PG) yang terjadi beberapa
waktu setelah degranulasi yang disebut Newly formed mediators.

Fase Efektor adalah waktu terjadinya respon yang kompleks (anafilaksis) sebagai
efek mediator yang dilepas mastosit atau basofil dengan aktivitas farmakologik
pada organ organ tertentu. Histamin memberikan efek bronkokonstriksi,
meningkatkan permeabilitas kapiler yang nantinya menyebabkan edema, sekresi
mukus dan vasodilatasi. Serotonin meningkatkan permeabilitas vaskuler dan
bradikinin menyebabkan kontraksi otot polos. Platelet activating factor (PAF)
berefek bronchospasme dan meningkatkan permeabilitas vaskuler, agregasi dan
aktivasi trombosit. Beberapa faktor kemotaktik menarik eosinofil dan neutrofil.
Prostaglandin yang dihasilkan menyebabkan bronchokonstriksi, demikian juga
dengan Leukotrien.

Manifestasi Klinis 8,9,11


Reaksi timbul dalam beberapa detik atau menit sesudah paparan allergen.
Gejala kardiovaskular : hipotensi/renjatan
Gejala saluran nafas : sekret hidung, hidung gatal, udema hipopharing/laring, gejala
asma.
Kulit : pruritus, erithema, urtikaria dan angioedema.
Gejala Intestinal : kolik abdomen, kadang-kadang disertai muntah dan diare.
Gejala SSP : pusing, sincope, gangguan kesadaran sampai koma.

Diagnosis11
a

Anamnesis : mendapatkan zat penyebab anafilaksis (injeksi, minum obat,


disengat hewan, makan sesuatu atau setelah test kulit ), timbul biduran
mendadak, gatal dikulit, suara parau sesak ,sekarnafas, lemas, pusing,
mual,muntah sakit perut setelah terpapar sesuatu.

Fisik diagnostik

Keadaan umum : baik sampai buruk

Kesadaran: Composmentis sampai Koma

Tensi : Hipotensi,

Nadi :Tachycardi,

Kepala dan leher : cyanosis, dispneu, conjunctivitis, lacrimasi, edema


periorbita, perioral, rhinitis

Thorax aritmia sampai arrest Pulmo Bronkospasme, stridor, rhonki dan


wheezing, Abdomen : Nyeri tekan, BU meningkat

Ekstremitas : Urticaria, edema.

Pemeriksaan Tambahan Hematologi : Pemeriksaan darah menunjukkan jumlah


sel darah putih yang banyak atau sedikit, dan jumlah faktor pembekuan yang
menurun. Jika terjadi gagal ginjal, kadar hasil buangan metabolik (seperti urea
nitrogen) dalam darah akan meningkat. Hitung sel meningkat hemokonsentrasi,
trombositopenia eosinophilia naik/normal/turun. Biakan darah dibuat untuk
menentukan bakteri penyebab infeksi

X foto : Hiperinflasi dengan atau tanpa atelektasis karena mukus plug,

EKG : Gangguan konduksi, atrial dan ventrikular disritmia atau menunjukkan


ketidakteraturan irama jantung, menunjukkan suplai darah yang tidak memadai
ke otot jantung.

Analisa gas darah menunjukkan adanya asidosis dan rendahnya konsentrasi


oksigen

Penatalaksanaan8,11
1 Resusitasi (A, B, C)
2 Adrenalin 1% : 0,01 ml/kgBB diberikan intramuskuler. Bila tidak ada perbaikan,
diulang 10 15 menit kemudian (maksimal 3 kali)
3 Infus RL/NaCl 0,9 % atau cairan koloid 20 ml/kgBB bila dengan adrenalin belum
menunjukkan perbaikan perfusi jaringan.
4 Bronkodilator pada penderita yang menunjukkan gejala seperti asma.
Aminophylline intravena atau adrenergic bronkodilator (albuterol, terbutalin)
parenteral atau nebulizer.
5 Antihistamin :
Diphenhydramine 2 mg/kgBB im atau iv atau 5 mg/kgBB per oral.
Chlortrimeton untuk gejala-gejala kulit seperti urtikaria, angioderma, pruritus
6 Kortikosteroid : hydrcortisone 6 8 mg/kgBB/6 8 jam
Kortikosteroid hanya diberikan pada renjatan refrakter, urtiaria persisten, atau
angioderma yang masih menetap setelah fase akut teratasi.
e. Syok Neurogenik
Syok neurogenik merupakan kegagalan pusat vasomotor. Syok neurogenik
terjadi karena hilangnya tonus pembuluh darah secara mendadak di seluruh tubuh.
Syok neurogenik juga dikenal sebagai syok spinal. Bentuk dari syok distributif, hasil
dari perubahan resistensi pembuluh darah sistemik yang diakibatkan oleh cidera
pada sistem saraf (seperti: trauma kepala, cedera spinal, atau anestesi umum yang
dalam).1,6
Etiologi

Penyebabnya antara lain5 :


1

Trauma medula spinalis dengan quadriplegia atau paraplegia (syok spinal).

Rangsangan hebat yang kurang menyenangkan seperti rasa nyeri hebat pada
fraktur tulang.

Rangsangan pada medula spinalis seperti penggunaan obat anestesi spinal/lumbal.

Trauma kepala (terdapat gangguan pada pusat otonom).

Suhu lingkungan yang panas, terkejut, takut.

Patofisiologi
Syok neurogenik termasuk syok distributif dimana penurunan perfusi jaringan
dalam syok distributif merupakan hasil utama dari hipotensi arterial karena
penurunan resistensi pembuluh darah sistemik (systemic vascular resistance).
Sebagai tambahan, penurunan dalam efektifitas sirkulasi volume plasma sering
terjadi dari penurunan venous tone, pengumpulan darah di pembuluh darah vena,
kehilangan volume intravaskuler dan intersisial karena peningkatan permeabilitas
kapiler. Akhirnya, terjadi disfungsi miokard primer yang bermanifestasi sebagai
dilatasi ventrikel, penurunan fraksi ejeksi, dan penurunan kurva fungsi ventrikel.
Pada keadaan ini akan terdapat peningkatan aliran vaskuler dengan akibat sekunder
terjadi berkurangnya cairan dalam sirkulasi. Syok neurogenik mengacu pada
hilangnya tonus simpatik (cedera spinal). Gambaran klasik pada syok neurogenik
adalah hipotensi tanpa takikardi atau vasokonstriksi kulit. Syok neurogenik terjadi
karena reaksi vasovagal berlebihan yang mengakibatkan vasodilatasi menyeluruh di
regio splanknikus, sehingga perfusi ke otak berkurang. Reaksi vasovagal umumnya
disebabkan oleh suhu lingkungan yang panas, terkejut, takut atau nyeri. Syok
neurogenik bisa juga akibat rangsangan parasimpatis ke jantung yang memperlambat
kecepatan denyut jantung dan menurunkan rangsangan simpatis ke pembuluh darah.
Misalnya pingsan mendadak akibat gangguan emosional. Pada penggunaan anestesi
spinal, obat anestesi melumpuhkan kendali neurogenik sfingter prekapiler dan
menekan tonus venomotor. Pasien dengan nyeri hebat, stress, emosi dan ketakutan
meningkatkan vasodilatasi karena mekanisme reflek yang tidak jelas yang
menimbulkan volume sirkulasi yang tidak efektif dan terjadi sinkop, syok
neurogenik disebabkan oleh gangguan persarafan simpatis descendens ke pembuluh
darah yang mendilatasi pembuluh darah dan menyebabkan terjadinya hipotensi dan
bradikardia.3,5

Manifestasi Klinis
Hampir sama dengan syok pada umumnya tetapi pada syok neurogenik
terdapat tanda tekanan darah turun, nadi tidak bertambah cepat, bahkan dapat lebih
lambat (bradikardi) kadang disertai dengan adanya defisit neurologis berupa
quadriplegia atau paraplegia . Sedangkan pada keadaan lanjut, sesudah pasien
menjadi tidak sadar, barulah nadi bertambah cepat. Karena terjadinya pengumpulan
darah di dalam arteriol, kapiler dan vena, maka kulit terasa agak hangat dan cepat
berwarna kemerahan.3,5
Diagnosis
Hampir sama dengan syok pada umumnya tetapi pada syok neurogenik
terdapat tanda tekanan darah turun, nadi tidak bertambah cepat, bahkan dapat lebih
lambat (bradikardi) kadang disertai dengan adanya defisit neurologis berupa
quadriplegia atau paraplegia.3,5
Diagnosis Banding
Diagnosis banding syok neurogenik adalah sinkop vasovagal. Keduanya samasama menyebabkan hipotensi karena kegagalan pusat pengaturan vasomotor tetapi
pada sinkop vasovagal hal ini tidak sampai menyebabkan iskemia jaringan
menyeluruh dan menimbulkan gejala syok. Diagnosis banding yang lain adalah syok
distributif yang lain seperti syok septik, syok anafilaksi. Untuk syok yang lain
biasanya sulit dibedakan tetapi anamnesis yang cermat dapat membantu
menegakkan diagnosis.3,5
Penatalaksanaan
Konsep dasar untuk syok distributif adalah dengan pemberian vasoaktif seperti
fenilefrin dan efedrin, untuk mengurangi daerah vaskuler dengan penyempitan
sfingter prekapiler dan vena kapasitan untuk mendorong keluar darah yang
berkumpul ditempat tersebut.5,8
1

Baringkan pasien dengan posisi kepala lebih rendah dari kaki (posisi
Trendelenburg).

Pertahankan jalan nafas dengan memberikan oksigen, sebaiknya dengan


menggunakan masker. Pada pasien dengan distress respirasi dan hipotensi yang
berat, penggunaan endotracheal tube dan ventilator mekanik sangat dianjurkan.
Langkah ini untuk menghindari pemasangan endotracheal yang darurat jika
terjadi distres respirasi yang berulang. Ventilator mekanik juga dapat menolong

menstabilkan hemodinamik dengan menurunkan penggunaan oksigen dari otototot respirasi.


3

Untuk keseimbangan hemodinamik, sebaiknya ditunjang dengan resusitasi cairan.


Cairan kristaloid seperti NaCl 0,9% atau Ringer Laktat sebaiknya diberikan per
infus secara cepat 250-500 cc bolus dengan pengawasan yang cermat terhadap
tekanan darah, akral, turgor kulit, dan urin output untuk menilai respon terhadap
terapi.

Bila tekanan darah dan perfusi perifer tidak segera pulih, berikan obat-obat
vasoaktif (adrenergik; agonis alfa yang indikasi kontra bila ada perdarahan seperti
ruptur lien).

Pemberian obat-obatan

Dopamin: Merupakan obat pilihan pertama. Pada dosis > 10 mcg/kg/menit,


berefek serupa dengan norepinefrin. Jarang terjadi takikardi. Dosis dopamine
yang diberikan 2,5-20 mcg/kg/menit

Norepinefrin: Efektif jika dopamin tidak adekuat dalam menaikkan tekanan


darah. Monitor terjadinya hipovolemi atau cardiac output yang rendah jika
norepinefrin gagal dalam menaikkan tekanan darah secara adekuat. Pada
pemberian subkutan, diserap tidak sempurna jadi sebaiknya diberikan per
infus. Obat ini merupakan obat yang terbaik karena pengaruh vasokonstriksi
perifernya lebih besar dari pengaruh terhadap jantung (palpitasi). Pemberian
obat ini dihentikan bila tekanan darah sudah normal kembali. Dosis pemberian
Norepinefrin 0,05-2 mcg/kg/menit.

Epinefrin : Pada pemberian subkutan atau im, diserap dengan sempurna dan
dimetabolisme cepat dalam badan. Efek vasokonstriksi perifer sama kuat
dengan pengaruhnya terhadap jantung Sebelum pemberian obat ini harus
diperhatikan dulu bahwa pasien tidak mengalami syok hipovolemik. Perlu
diingat obat yang dapat menyebabkan vasodilatasi perifer tidak boleh
diberikan pada pasien syok neurogenik. Dosis pemberian Epinefrin 0,05-2
mcg/kg/menit.

Dobutamin : Berguna jika tekanan darah rendah yang diakibatkan oleh


menurunnya cardiac output. Dobutamin dapat menurunkan tekanan darah
melalui vasodilatasi perifer. Dosis pemberian dobutamin 2,5-10 mcg/kg/menit.

Anda mungkin juga menyukai