Curah Jantung Dan Volume Darah Di Sirkulasi
Curah Jantung Dan Volume Darah Di Sirkulasi
syok
septik,
resusitasi
cairan
berguna
untuk
penurunan
tekanan
onkotik
intravaskular
dan
dapat
merembes
ke
ruang
interstisial
akibat
(tapazole)
atau
PTU
(propylthiouracil).
T
R
E
R
S
A
U
P
S
I
C
T
A
S
S
RI
A
N
I
II
Cairan Kristaloid
Cairan kristaloid yang di gunakan biasanya NaCl 0,9% dan ringer laktat. Cairan
kristaloid akan menyebar cepat ke ekstraseluler. Menurut Dillon kehilangan 1cc
darah harus di gantikan 3cc kristaloid. Akan tetapi menaiknya permeabilitas kapiler
pada syok juga dapat menyebabkan cairan kristaloid keluar dari pembuluh darah.
Pemberian cairan kristaloid dalam jumlah besar ini mempunyai maksud :
1. larutan kristaloid dapat mengurangi gagal ginjal
2. larutan kristaloid dapat mengurangi menurunnya fungsi paru secara
progresif
secara cepat dari intravaskuler dan interstitial volume dari kristaloid 2-4 kali
lebih tinggi dari koloid yang di butuhkan untuk mempertahankan hemodinamik ,
namun CVP ( central venous pressure ) menjadi berkurang dan cairan berkumpuldi
interstitial sehinggamenghambat oksigenasi jaringan, memperlambat penyembuhan
luka, mengurangi gerakan gastrointestinal dan daya obstruksi.
Pada syok hipovolemik cairan berkumpul, intra vascular, dan pemberian cairan
kristaloid dapat mengatasi deficit cairan, karena itu lebih banyak di gunakan
kristaloid daripada koloid karena di perlukan cairan terus menerus.
Tabel 1. Jenis-jenis Cairan Kristaloid untuk Resusitasi
Cairan Na+
(mEq/L)
K+
ClCa++
(mEq/L) (mEq/L) (mEq/L)
HCO3
(mEq/L)
Tekanan
Osmotik
mOsm/L
Ringer
Laktat
130
109
28*
273
Ringer
Asetat
130
109
28:
273
NaCl
0.9%
154
154
308
* sebagai laktat
: sebagai asetat
Cairan koloid
Cairan koloid yang dapat di gunakan pada syok adalah hemasel, gelofusin,
dekstran 70, hespan, albumin 4,5% dan albumin 20%. Penggunaan cairan koloid
yang lebih besar di butuhkan untuk mempertahankan volume plasma untuk
meningkatkan fungsi kardiovaskuler dan oksigen konsumsi, begitu pula dengan
cairan koloid dapat di kurangi pengumpulan cairan interstitial dan cairan
intravascular.
Apabila permeabilitas cairan bertambah zat ini keluar dari intravascular dan
menyebabkan meningginya tekanan onkotik interstitialdan menyebabkan terjadinya
udem. Di samping itu koloid juga menghambat diuresis oleh karena itu masih
menjadi pertanyaan penggunaan cairan koloid karena bahayanya terutama bila
permeabilitas kapiler bertambah.
Dalam keadaan kritis cairan koloid harus di berikan sebanyak kristaloid , yang
dapat merupakan cairan :
1. Albumin
2. Dekstran
3. Hemasel
4. HAS ( Human Albumin Solution )
Ad. 1 Albumin
Albumin terdapat sebagai donor plasma. Albumin sama dengan osmotic koloid
plasma dengan masa tengah 10 15 hari. Dapat terjadi reaksi anafilaktoid walaupun
jarang dan tidak rutin di gunakan. Keadaan hipoalbuminemi dapat bersamaan
dengan hipovolemi, edema, dan ascites di berikan albumin 20%.
Ad.2 Dekstran
Dekstran merupakan polimer polisakarida dalam dekstrosea 5% atau NaCl 0,9%
dengan berat molekul 40.000. dekstran dengan cepat di keluarkan oleh ginjaldan
dapat membentuk kompleks dengan fibrinogen sehingga menyebabkan koagulopati.
Dua bentuk dekstran : dekstran 40 dan dekstran 70. dekstran 40 lebih sering di
gunakan dan terdapat kemungkinan alergi.
Ad.3 Hemasel
Hemasel mengandung kalsium 10kali lebih banyak 6,3 mmol/l, dan kalium
5,1mmol/l. pemberian dalam jumlah banyak tidak di anjurkan karena menyebabkan
defek koagulasi dan tidak mempengaruhi fungsi ginjal. Pemberian dalam jumlah
besar dalam bentuk gelatin kompleks dapat menyebabkan kebocoran pada kapiler
dan menyebabkan edema paru.
Ad.4 HAS ( Human Albumin Solution )
HAS di bebaskan melalui ginjal melalui hidrolisis dengan amylase.HAS juga
tersimpan dalam RES.
Keunggulan
Kekurangan
Kristaloid
1. lebih mudah
tersedia dan murah
2. komposisi serupa
dengan plasma
( Ringer asetat /
Ringer laktat )
3. bisa disimpan
di suhu kamar
4. bebas dari reaksi
Koloid
1. ekspansi volumeplasma
tanpa ekspansi interstitial
2. ekspansi volume lebih besar
3. durasi lebih lama
4. oksigenasi jaringan
lebih baik
5.gradien oksigen
leveolar - arterial
lebih sedikit
6. insiden edema paru dan
anafilaktik
5. komplikasi minimal
/atau
edema sistemik lebih rendah
1. anafilaksis
dada
2. oksigenasi jaringan
terganggu karena
bertambahnya jarak kapiler
dan sel
3. memerlukan volume
2. koagulopati
3. albumin bisa memperberat
depresi miokard pada pasien
syok ( mungkin dengan
mengikat kalsium, mengurangi
4kali
lebih banyak
A. SYOK
Syok adalah sindrom klinis akibat kegagalan sistem sirkulasi dengan akibat
ketidakcukupan pasokan oksigen dan substrat metabolik lain ke jaringan
serta
kegagalan pembuangan sisa metabolisme. Berdasarkan komponen sistem
sirkulasi,
terdapat 3 jenis syok yaitu syok hipovolemik, kardiogenik, dan distributif.
Adapun
prinsipprinsip penatalaksanaannya adalah sebagai berikut:
Syok sipovolemik
Pemberian cairan kristaloid 10 ml/kgBB secara bolus (secepatnya) dapat
dilakukan
sambil menilai respon tubuh. Pada syok hipovolemik, maka peningkatan
volume
intravaskular akan meningkatkan isi sekuncup disertai penurunan frekuensi
jantung.
Pada kasus yang berat, pemberian cairan dapat diulangi 10 ml/kgBB sambil
menilai
respon tubuh. Pada umumnya anak dengan syok hipovolemik mempunyai
nilai CVP
kurang dari 5 mmHg. Pemberian cairan harus diteruskan hingga mencapai
normovolemik. Kebutuhan cairan untuk mengisi ruang intravaskular
umumnya dapat
dikurangi bila digunakan cairan koloid.
Syok kardiogenik
Curah jantung merupakan fungsi isi sekuncup dan frekuensi. Bayi mempunyai
ventrikel yang relatif noncompliant dengan kemampuan meningkatkan isi
sekuncup
amat terbatas. Karena itu curah jantung bayi amat bergantung pada
frekuensi. Syok
kardiogenik pada penyakit jantung bawaan tidak dibahas di sini.
1. Klasifikasi syok
a. Syok Hipovolemik
Hipovolemik berarti berkurangnya volume intravaskuler. Sehingga syok
hipovolemik berarti syok yang disebabkan oleh berkurangnya volume intravaskuler.
Di Indonesia shock pada anak paling sering disebabkan oleh gastroenteritis dan
dehidrasi, dan shock perdarahan paling jarang, begitupun shock karena kehilangan
plasma pada luka bakar dan shock karena translokasi cairan.5,6,7
Translokasi cairan
1. Intraintestinal (ileus paralitik,
hirschprung)
2. Asites dan edema (sindroma
nefrotik)
2.
3.
Patofisiologi
Patofisiologi sangat berhubungan dengan penyakit primer dari syok. Namun
secara umum bila terjadi penurunan tekanan darah maka tubuh akan mengadakan
respon untuk mempertahankan sirkulasi dan perfusi yang adekuat pada organ-organ
vital melalui reflex neurohumoral. Integritas sirkulasi tergantung pada volume darah
yang beredar, tonus pembuluh darah, dan sistem pompa jantung. Gangguan dari
salah satu fungsi tersebut dapat menyebabkan terjadinya syok. Bila terjadi syok
hipovolemik maka mekanisme kompensasi yang terjadi adalah melalui7:
1
Baroreseptor
Reseptor ini mendapat rangsangan dari perubahan tegangan dalam
pembuluh darah. Bila terjadi penurunan tekanan darah maka rangsangan
terhadap baroreseptor akan menurun, sehingga rangsangan yang dikirim
baroreseptor ke pusat juga berkurang sehingga akan terjadi:
-
takikardia. Baroreseptor ini terdapat di sinus karotikus, arkus aorta, atrium kiri
dan kanan, ventrikel kiri dan dalam sirkulasi paru. Baroreseptor sinus karotikus
merupakan baroreseptor perifer yang paling berperan dalam pengaturan tekanan
darah.
2. Kemoreseptor
Respon baroreseptor mencapai respon maksimal bila tekanan darah
menurun sampai 60mmHg, maka yang bekerja adalah kemoreseptor, yang
Ginjal
Angiotensi, vasopressin, aldosteron
6. Autotransfusi
Autotransfusi
adalah
suatu
mekanisme
didalam
tubuh
untuk
mempertahankan agar volume dan tekanan darah tetap stabil. Dalam keadaan
normal terdapat keseimbangan antara jumlah cairan intravascular yang keluar
ke ekstravaskular atau sebaliknya. Hal ini tergantung pada keseimbangan antara
tekanan hidrostatik intravascular akan menurun maka akan terjadi aliran cairan
dari ekstra ke intravascular sehingga tekanan darah dapat dipertahankan. Hal ini
tergantung dari kecepatan hilangnya cairan, bila proses hilangnya cairan tubuh
cepat maka proses ini tidak akan mampu menaikkan tekanan darah.
Akibat dari semua ini maka akan terjadi:
-
Takikardia
khirnya metabolism tidak akan mampu lagi menyediakan energy yang cukup untuk
mempertahan homeostasis seluler, terjadi kerusakan popma ionic dinding sel,
natrium masuk ke dalam sel dan kalium keluar sel sehingga terjadi akumulasi
kalsium dalam sitosol, terjadi edema dan kematian sel. Pada akhirnya terjadi banyak
kerusakan sel organ-organ tubuh atau terjadi kegagalan organ multiple dan renjatan
yang ireversibel.7
Tubuh manusia berespon terhadap perdarahan akut dengan mengaktivasi
sistem fisiologi utama sebagai berikut: sistem hematologi, kardiovaskuler, ginjal,
dan sistem neuroendokrin.
Sistem hematologi berespon terhadap kehilangan darah yang berat dan akut
dengan mengaktivasi kaskade koagulasi dan vasokonstriksi pembuluh darah (melalui
pelelepasan tromboksan A2 lokal). Selain itu, platelet diaktivasi (juga melalui
pelepasan tromboksan A2 lokal) dan membentuk bekuan darah immatur pada
sumber perdarahan. Pembuluh darah yang rusak menghasilkan kolagen, yang
selanjutnya menyebabkan penumpukan fibrin dan menstabilkan bekuan darah.
Dibutuhkan waktu sekitar 24 jam untuk menyempurnakan fibrinasi dari bekuan
darah dan menjadi bentuk yang sempurna.
Sistem kardiovaskuler pada awalnya berespon terhadap syok hipovolemik
dengan meningkatkan denyut jantung, meningkatkan kontraktilitas miokard, dan
vasokonstriksi pembuluh darah perifer. Respon ini terjadi akibat peningkatan
pelepasan norepinefrin dan penurunan ambang dasar tonus nervus vagus (diatur oleh
baroreseptor di arcus caroticus, arcus aorta, atrium kiri, dan penbuluh darah
pulmonal). Sistem kardiovaskuler juga berespon dengan mengalirkan darah ke otak,
jantung, dan ginjal dengan mengurangi perfusi kulit, otot, dan traktus
gastrointestinal.
Sistem renalis berespon terhadap syok hemoragik dengan peningkatan sekresi
renin dari apparatus juxtaglomeruler. Renin akan mengubah angiotensinogen
menjadi angiotensin I, yang selanjutnya akan dikonversi menjadi angiotensin II di
paru-paru dah hati. Angotensin II mempunyai 2 efek utama, yang keduanya
membantu perbaikan keadaan pada syok hemoragik, yaitu vasokonstriksi arteriol
otot polos, dan menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal. Aldosteron
bertanggungjawab pada reabsorbsi aktif natrium dan akhirnya akan menyebabkan
retensi air.7
Kompensasi
Sampai 25
Dekompensasi
25 40
Ireversible
> 40
Heart rate
Takikardia +
Takikardia ++
Taki/bradikardia
Tekanan
Sistolik
Normal
Normal/menurun
Tidak terukur
Nadi/volume
Normal/menurun
Menurun +
Menurun ++
Capillary refill
Normal/meningkat
3-5 detik
Meningkat > 5
detik
Meningkat ++
Kulit
Dingin, pucat
Dingin/mottled
Dingin+/deadly
pale
Pernafasan
Takipneu
Takipneu +
Sighing
respiration
Kesadaran
Gelisah
Lethargi
bereaksi
Reaksi - / hanya
terhadap nyeri
Diagnosis
Pada pemeriksaan fisik perlu dibedakan hipovolemik akibat kehilangan cairan
keluar tubuh seperti pada diare atau perpindahan cairan ke ruang interstitial seperti
pada demam berdarah dengue atau sepsis. Anak dengan kehilangan cairan ke luar
tubuh akan menunjukkan tanda klasik dehidrasi seperti ubun-ubun besar cekung,
mata cekung, mucosa kering, turgor kulit turun, capilary refill turun, akral dingin,
dan penurunan kesadaran.
Anak dengan perpindahan cairan ke ruang interstitial menunjukkan tanda
gangguan perfusi seperti capilary refill lambat, akral dingin, dan penurunan status
mental tanpa adanya tanda lain yang dijumpai pada anak dehidrasi. Tekanan darah
akan menurun bila terjadi kehilangan cairan lebih dari 30%. Pada syok akibat
perdarahan hipotensi biasanya terjadi bila kehilangan darah lebih dari 40%
volume.7,8,9
Tabel 3.3 Perkiraan Kehilangan Cairan dan Darah Berdasarkan Presentasi Penderita
Pemeriksaan laboratorium7,8
Hemoglobin dan hematokrit
Pada fase awal renjatan syok karena perdarahan kadar Hb dan hematokrit masih
tidak berubah, kadar Hb dan hematokrit akan menurun sesudah perdarahan
berlangsung lama, karena proses autotransfusi. Hal ini tergantung dari kecepatan
hilangnya darah yang terjadi. Pada syok karena kehilangan plasma atau cairan
tubuh
seperti
pada
DF
atau
diare
dengan
dehidrasi
akatn
terjadi
haemokonsentrasi.
Urin
Produksi urin akan menuru, lebih gelap dan pekat. Berat jenis urin menigkat
>1,020. Sering didapat adanya proteinuria
Pemeriksaan BGA
pH, PaO2, PaCO2 dan HCO3 darah menurun. Bila proses berlangsung terus
maka proses kompensasi tidak mampu lagi dan akan mulai tampak tanda-tanda
kegagalan dengan makin menurunnya pH dan PaO2 dan meningkatnya PaCO2
dan HCO3. Terdapat perbedaan yang jelas antara PO2 dan PCO2 arterial dan
vena.
Pemeriksaan elektrolit serum
Pada renjatan sering kali didapat adanya gangguan keseimbangan elektrolit
seperti hiponatremi, hiperkalemia, dan hipokalsemia terutama pada penderita
dengan asidosis
Pemeriksaan fungsi ginjal pemeriksaan BUN dan serum kreatinin penting pada
renjatan terutama bila ada tanda-tanda gagal ginjal
Pemeriksaan faal hemostasis
Pemeriksaan yang lain untuk menentukan penyebab penyakit primer
Penatalaksanaan7,8,9
1
2
Bebaskan jalan nafas, oksigen, jika perlu bisa diberikan ventilator support.
Infus RL atau koloid 20 ml/kg BB dalam 10-15 menit, dapat diulang 2-3 kali.
Bila akses vena sulit pada anak balita dapat dilakukan akses intraosseous di
pretibia. Pada renjatan berat pemberian cairan dapat mencapai > 60 ml/kg BB
dalam 1 jam. Bila resusitasi cairan sudah mencapai 2-3 kali tapi respons belum
adekuat, maka dipertimbangkan untuk intubasi dan bantuan ventilasi. Bila tetap
menit.
Dobutamin : 5 g/KgBB/menit iv, ditingkatkan bertahap sampai 20
g/KgBB/menit iv.
Kortikosteroid
Kortikosteroid yang diberikan adalah hydrocortison dengan dosis 50 mg/KgBB iv
bolus dilanjutkan dengan dosis yang sama dalam 24 jam secara continuous
infusion.
b. Syok Kardiogenik
ataupun
keduanya.
Pada robeknya dinding ventrikel terjadi 3-6 hari sesudah infark diikuti dengan
tamponade dan syok dan peninggian CVP serta tekanan baji pada arteri pulmonalis.
Sedangkan regurgitasi dapat terjadi karena infark mengenai muskulus papilaris.
Disfungsi dari ventrikel kanan dapat dilihat dari meningginya CVP sedangkan pada
ventrikel kiri ditandai dengan edema paru.
Kegagalan pompa jantung menyebabkan terjadinya penurunan curah jantung
(cardiac output) dan menyebabkan kegagalan perfusi ke jaringan, akibatnya berbagai
organ mengalami kekurangan oksigen sementara terjadi kompensasi tubuh untuk
mempertahankan pengaliran darah ke otak.1,3
Gambar 2. Mekanisme Syok Kardiogenik pada Infark Miokard
Syok kardiogenik dapat dipandang sebagai bentuk yang berat dari kegagalan
ventrikel kiri. Penurunan kontraktilitas jantung mengurangi curah jantung dan
meningkatkan volume dan tekanan akhir diastolik ventrikel kiri sehingga
menyebabkan kongesti paru dan edema. Dengan menurunnya tekanan arteri
sistemik, maka terjadi perangsangan baroreseptor pada aorta dan sinus karotikus.
Perangsangan simpatoadrenal menimbulkan reflek vasokonstriksi, takikardi, dan
peningkatan kontraktilitas untuk menambah curah jantung dan menstabilkan tekanan
darah. Kontraktilitas akan terus meningkat melalui hukum starling melalui retensi
natrium dan air. Jadi menurunnya kontraktilitas pada syok kardiogenik akan
memulai respon kompensatorik yang meningkatkan beban akhir dan beban awal.
Meskipun mekanisme ini pada mulanya akan meningkatkan tekanan arteri darah dan
perfusi jaringan, namun efeknya terhadap miokard justru buruk karena
meningkatkan beban kerja jantung dan kebutuhan oksigen miokard. Aliran darah
koroner yang tidak memadai (terbukti dengan adanya infark) menyebabkan
meningkatnya ketidakseimbangan antara kebutuhan dan suplai oksigen terhadap
miokardium.
Syok kardiogenik dicirikan oleh lingkaran setan (vicious circle) dimana
terjadi
penurunan
kontraktilitas
miokardium
(depression
of
myocardial
yang
secara
endogen
dan
eksogen
telah
diberi
katekolamin
(catecholamines).1,.3,4
Manifestasi klinis
Syok kardiogenik ditandai oleh hal-hal berikut5 :
-
Tekanan arteri sistolik < 90 mmHg atau 30-60 mmHg dibawah batas bawah
sebelumnya
Diagnosis
Syok kardiogenik dapat didiagnosa dengan mengetahui adanya tanda-tanda
syok dan dijumpai adanya penyakit jantung, seperti infark miokard yang luas,
gangguan irama jantung, rasa nyeri daerah torak, atau adanya emboli paru,
tamponade jantung, kelainan katub atau sekat jantung.
Syok kardiogenik ditandai dengan tekanan sistolik rendah (kurang dari
90mHg), diikuti menurunnya aliran darah ke organ vital 5,8,9:
1
Akral dingin
Pada keadaan lanjut akan diikuti hipoksemia primer ataupun sekunder, terjadi
karena ketidakseimbangan ventilasi-perfusi, hipovolemia, dan asidosis metabolik.
Hipovolemia merupakan komplikasi yang sering terjadi pada syok kardiogenik,
disebabkan oleh meningkatnya redistribusi cairan dari intravaskular keinterstitiel,
stres akut, ataupun penggunaan diuretika.
Kriteria hemodiamik syok kardiogenik adalah hipotensi terus menerus
(tekanan darah sistolik < 90 mmHg lebih dari 90 menit) dan bekurangnya cardiac
index (<2,2/menit per m2) dan meningginya tekanan kapiler paru (>15 mmHg). 5,8
Diagnosis dapat juga ditegakkan sebagai berikut5,8,9:
1
Tensi turun : sistolis < 90 mmHg atau menurun lebih dari 30-60 mmHg dari
2
3
4
5
6
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan yang segera dilakukan5,8,9 :
Analisa gas darah arteri, dapat menggambarkan keseimbangan asam basa dan kadar
oksigen. Defisit basa penting, menggambarkan kejadian dan derajat renjatan, harus
dipantau terus selama resusitasi.
Dosis
dopamin
2-15
mikrogram/kg/m.
Dobutamin
2,5-10
Reaksi penderita
Kelainan metabolisme
Status imunologi
Efek langsung yang disebabkan oleh kuman atau bahan-bahan terhadap system
2
3
kardiovaskuler.
Kekacauan system metabolism
Efek kardiovaskuler terhadap produk-produk yang timbul secara sekunder
karena infeksi antara lain: komplemen, koagulasi kalikrein dan bahan-bahan
toksin.
Pelepasan bahan-bahan vasoaktif lain.
Mekanisme kompensasi penderita dan keadaan penderita sebelum terjadi sepsis
4
5
Etiologi
Syok sepsik dapat disebabkan oleh infeksi bakteri gram negatif 70%
(Pseudomonas auriginosa, Klebsiella, Enterobakter, E. choli, Proteus). Infeksi
bakteri gram positif 20-40% (Stafilokokus aureus, Stretokokus, Pneumokokus),
infeksi jamur dan virus 2-3% (Dengue Hemorrhagic Fever, Herpes viruses),
protozoa (Malaria falciparum). Sedangkan pada kultur yang sering ditemukan adalah
Pseudomonas, disusul oleh Stapilokokus dan Pneumokokus. Syok sepsik yang
terjadi karena infeksi gram negatif adalah 40% dari kasus, sedangkan gram positif
adalah 5-15% dari kasus. Syok septik sering terjadi pada10:
1
Sindrom respon inflamasi sitemik (SIRS) yaitu respon tubuh terhadap inflamasi
sistemik mencakup 2 atau lebih keadaan berikut 1,10:
-
Suhu > 38 0C
Leukosit darah > 12.000/ mm3, < 4000/mm3 atau stab > 10%
Sepsis merupakan suatu keadaan klinis berkaitan dengan infeksi dengan manifestasi
SIRS.
Sepsis berat merupakan sepsis yang disertai dengan disfungsi organ, hipoperfusi atau
hipotensi termasuk asidosis laktat, oliguria dan penurunan kesadaran.
Sepsis dengan hipotensi merupakan sepsis dengan tekanan darah sistolik <90 mmHg
atau penurunan tekanan darah sistolik >40 mmHg dan tidak ditemukan penyebab
hipotensi
Renjatan septik merupakan sepsis dengan hipotensi meskipun telah diberikan
resusitasi
cairan
secara
adekuat
atau
memerlukan
vasopressor
untuk
Sistem komplemen,
Membentuk kompleks LPS dan protein yang menempel pada sel monosit,
4. Melambatnya aliran darah, mungkin disebabkan oleh aglutinasi sel darah merah
sebagai respons terhadap jaringan yang mengalami de-generasi.
5. Pembentukan bekuan kecil di daerah yang luas dalam tubuh, keadaan yang
disebut koagulasi intravaskular menyebar. Hal ini juga menye-babkan faktorfaktor pembekuan menjadi habis terpakai sehingga timbul perdarahan di banyak
jaringan, terutama dinding usus dan traktus intestinal.
Pada tahap dini dari syok septik, biasanya pasien tidak memperlihatkan tandatanda kolaps sirkulasi tetapi hanya tanda-tanda infeksi bakteri. Setelah infeksi
menjadi lebih hebat, sistem sirkulasi biasanya ikut terlibat baik secara langsung
ataupun sebagai akibat sekunder dari toksin bakteri. Akhirnya sampailah pada suatu
titik di mana kerusakan sirkulasi menjadi progresif serupa dengan yang terjadi di
seluruh jenis syok lainnya. Tahap akhir dari syok septik tidak banyak berbeda
dengan tahap akhir syok hemoragik, meskipun faktor-faktor pencetusnya sangat
berlainan pada kedua macam syok tersebut.
Diagnosis
Pemeriksaan darah menunjukkan jumlah sel darah putih yang banyak atau
sedikit, dan jumlah faktor pembekuan yang menurun. Jika terjadi gagal ginjal, kadar
hasil buangan metabolik (seperti urea nitrogen) dalam darah akan meningkat.
Analisa gas darah menunjukkan adanya asidosis dan rendahnya konsentrasi oksigen.
Pemeriksaan
EKG
jantung
menunjukkan
ketidakteraturan
irama
jantung,
menunjukkan suplai darah yang tidak memadai ke otot jantung. Biakan darah dibuat
untuk menentukan bakteri penyebab infeksi.8,10
Penatalaksanaan8,10
1
Memberantas infeksi :
penisilin
Moxalactam, cefotaxime, ceftazidime dan cephalosporin generasi III untuk
infeksi gram negatif aerob dan anaerob
Allergen immunotherapy
Latex
Vaksin
Exercise induce
Patofisiologi 1,3,4,11
Anafilaksis adalah reaksi sistemik yang disebabkan oleh antigen khusus yang
bereaksi dengan molekul IgE pada permukaan sel mast dan basofil yang
menyebabkan pengeluaran segera beberapa mediator yang kuat. Satu efek utamanya
adalah menyebabkan basofil dalam darah dan sel mast dalam jaringan prekapiler
melepaskan
histamin
atau
bahan
seperti
histamin.
Histamin
selanjutnya
menyebabkan
1. Kenaikan kapasitas vaskular akibat dilatasi vena
2. Dilatasi arteriol yang mengakibatkan tekanan arteri menjadi sangat menurun, dan
3. Kenaikan luar biasa pada permeabilitas kapiler dengan hilangnya cairan dan
protein ke dalam ruang jaringan secara cepat. Hasil akhirnya merupakan suatu
penurunan yang luar biasa pada aliran balik vena dan seringkali menimbulkan
syok serius sehingga pasien meninggal dalam beberapa menit.
Mediator ini menyebabkan timbulnya gejala-gejala urtikaria, angioedema,
spasme bronkus, spasme laring, meningkatnya permeabilitas pembuluh darah,
vasodilatasi, dan nyeri/kolik abdomen.
Jika seseorang sensitif terhadap suatu antigen dan kemudian terjadi kontak lagi
terhadap antigen tersebut, akan timbul reaksi hipersensitivitas. Antigen yang
bersangkutan terikat pada antibodi dipermukaan sel mast sehingga terjadi
degranulasi, pengeluaran histamin, dan zat vasoaktif lain. Keadaan ini menyebabkan
peningkatan permeabilitas dan dilatasi kapiler menyeluruh. Terjadi hipovolemia
relatif karena vasodilatasi yang mengakibatkan syok, sedangkan peningkatan
permeabilitas kapiler menyebabkan edem. Pada syok anafilaktik, bisa terjadi
bronkospasme yang menurunkan ventilasi.
Mekanisme anafilaksis melalui beberapa fase3,4 :
a
Fase Aktivasi, yaitu waktu selama terjadinya pemaparan ulang dengan antigen
yang sama. Mastosit dan Basofil melepaskan isinya yang berupa granula yang
menimbulkan reaksi pada paparan ulang . Pada kesempatan lain masuk alergen
yang sama ke dalam tubuh. Alergen yang sama tadi akan diikat oleh Ig E spesifik
dan memicu terjadinya reaksi segera yaitu pelepasan mediator vasoaktif antara
lain histamin, serotonin, bradikinin dan beberapa bahan vasoaktif lain dari
granula yang di sebut dengan istilah preformed mediators. Ikatan antigen-antibodi
merangsang degradasi asam arakidonat dari membran sel yang akan
menghasilkan Leukotrien (LT) dan Prostaglandin (PG) yang terjadi beberapa
waktu setelah degranulasi yang disebut Newly formed mediators.
Fase Efektor adalah waktu terjadinya respon yang kompleks (anafilaksis) sebagai
efek mediator yang dilepas mastosit atau basofil dengan aktivitas farmakologik
pada organ organ tertentu. Histamin memberikan efek bronkokonstriksi,
meningkatkan permeabilitas kapiler yang nantinya menyebabkan edema, sekresi
mukus dan vasodilatasi. Serotonin meningkatkan permeabilitas vaskuler dan
bradikinin menyebabkan kontraksi otot polos. Platelet activating factor (PAF)
berefek bronchospasme dan meningkatkan permeabilitas vaskuler, agregasi dan
aktivasi trombosit. Beberapa faktor kemotaktik menarik eosinofil dan neutrofil.
Prostaglandin yang dihasilkan menyebabkan bronchokonstriksi, demikian juga
dengan Leukotrien.
Diagnosis11
a
Fisik diagnostik
Tensi : Hipotensi,
Nadi :Tachycardi,
Penatalaksanaan8,11
1 Resusitasi (A, B, C)
2 Adrenalin 1% : 0,01 ml/kgBB diberikan intramuskuler. Bila tidak ada perbaikan,
diulang 10 15 menit kemudian (maksimal 3 kali)
3 Infus RL/NaCl 0,9 % atau cairan koloid 20 ml/kgBB bila dengan adrenalin belum
menunjukkan perbaikan perfusi jaringan.
4 Bronkodilator pada penderita yang menunjukkan gejala seperti asma.
Aminophylline intravena atau adrenergic bronkodilator (albuterol, terbutalin)
parenteral atau nebulizer.
5 Antihistamin :
Diphenhydramine 2 mg/kgBB im atau iv atau 5 mg/kgBB per oral.
Chlortrimeton untuk gejala-gejala kulit seperti urtikaria, angioderma, pruritus
6 Kortikosteroid : hydrcortisone 6 8 mg/kgBB/6 8 jam
Kortikosteroid hanya diberikan pada renjatan refrakter, urtiaria persisten, atau
angioderma yang masih menetap setelah fase akut teratasi.
e. Syok Neurogenik
Syok neurogenik merupakan kegagalan pusat vasomotor. Syok neurogenik
terjadi karena hilangnya tonus pembuluh darah secara mendadak di seluruh tubuh.
Syok neurogenik juga dikenal sebagai syok spinal. Bentuk dari syok distributif, hasil
dari perubahan resistensi pembuluh darah sistemik yang diakibatkan oleh cidera
pada sistem saraf (seperti: trauma kepala, cedera spinal, atau anestesi umum yang
dalam).1,6
Etiologi
Rangsangan hebat yang kurang menyenangkan seperti rasa nyeri hebat pada
fraktur tulang.
Patofisiologi
Syok neurogenik termasuk syok distributif dimana penurunan perfusi jaringan
dalam syok distributif merupakan hasil utama dari hipotensi arterial karena
penurunan resistensi pembuluh darah sistemik (systemic vascular resistance).
Sebagai tambahan, penurunan dalam efektifitas sirkulasi volume plasma sering
terjadi dari penurunan venous tone, pengumpulan darah di pembuluh darah vena,
kehilangan volume intravaskuler dan intersisial karena peningkatan permeabilitas
kapiler. Akhirnya, terjadi disfungsi miokard primer yang bermanifestasi sebagai
dilatasi ventrikel, penurunan fraksi ejeksi, dan penurunan kurva fungsi ventrikel.
Pada keadaan ini akan terdapat peningkatan aliran vaskuler dengan akibat sekunder
terjadi berkurangnya cairan dalam sirkulasi. Syok neurogenik mengacu pada
hilangnya tonus simpatik (cedera spinal). Gambaran klasik pada syok neurogenik
adalah hipotensi tanpa takikardi atau vasokonstriksi kulit. Syok neurogenik terjadi
karena reaksi vasovagal berlebihan yang mengakibatkan vasodilatasi menyeluruh di
regio splanknikus, sehingga perfusi ke otak berkurang. Reaksi vasovagal umumnya
disebabkan oleh suhu lingkungan yang panas, terkejut, takut atau nyeri. Syok
neurogenik bisa juga akibat rangsangan parasimpatis ke jantung yang memperlambat
kecepatan denyut jantung dan menurunkan rangsangan simpatis ke pembuluh darah.
Misalnya pingsan mendadak akibat gangguan emosional. Pada penggunaan anestesi
spinal, obat anestesi melumpuhkan kendali neurogenik sfingter prekapiler dan
menekan tonus venomotor. Pasien dengan nyeri hebat, stress, emosi dan ketakutan
meningkatkan vasodilatasi karena mekanisme reflek yang tidak jelas yang
menimbulkan volume sirkulasi yang tidak efektif dan terjadi sinkop, syok
neurogenik disebabkan oleh gangguan persarafan simpatis descendens ke pembuluh
darah yang mendilatasi pembuluh darah dan menyebabkan terjadinya hipotensi dan
bradikardia.3,5
Manifestasi Klinis
Hampir sama dengan syok pada umumnya tetapi pada syok neurogenik
terdapat tanda tekanan darah turun, nadi tidak bertambah cepat, bahkan dapat lebih
lambat (bradikardi) kadang disertai dengan adanya defisit neurologis berupa
quadriplegia atau paraplegia . Sedangkan pada keadaan lanjut, sesudah pasien
menjadi tidak sadar, barulah nadi bertambah cepat. Karena terjadinya pengumpulan
darah di dalam arteriol, kapiler dan vena, maka kulit terasa agak hangat dan cepat
berwarna kemerahan.3,5
Diagnosis
Hampir sama dengan syok pada umumnya tetapi pada syok neurogenik
terdapat tanda tekanan darah turun, nadi tidak bertambah cepat, bahkan dapat lebih
lambat (bradikardi) kadang disertai dengan adanya defisit neurologis berupa
quadriplegia atau paraplegia.3,5
Diagnosis Banding
Diagnosis banding syok neurogenik adalah sinkop vasovagal. Keduanya samasama menyebabkan hipotensi karena kegagalan pusat pengaturan vasomotor tetapi
pada sinkop vasovagal hal ini tidak sampai menyebabkan iskemia jaringan
menyeluruh dan menimbulkan gejala syok. Diagnosis banding yang lain adalah syok
distributif yang lain seperti syok septik, syok anafilaksi. Untuk syok yang lain
biasanya sulit dibedakan tetapi anamnesis yang cermat dapat membantu
menegakkan diagnosis.3,5
Penatalaksanaan
Konsep dasar untuk syok distributif adalah dengan pemberian vasoaktif seperti
fenilefrin dan efedrin, untuk mengurangi daerah vaskuler dengan penyempitan
sfingter prekapiler dan vena kapasitan untuk mendorong keluar darah yang
berkumpul ditempat tersebut.5,8
1
Baringkan pasien dengan posisi kepala lebih rendah dari kaki (posisi
Trendelenburg).
Bila tekanan darah dan perfusi perifer tidak segera pulih, berikan obat-obat
vasoaktif (adrenergik; agonis alfa yang indikasi kontra bila ada perdarahan seperti
ruptur lien).
Pemberian obat-obatan
Epinefrin : Pada pemberian subkutan atau im, diserap dengan sempurna dan
dimetabolisme cepat dalam badan. Efek vasokonstriksi perifer sama kuat
dengan pengaruhnya terhadap jantung Sebelum pemberian obat ini harus
diperhatikan dulu bahwa pasien tidak mengalami syok hipovolemik. Perlu
diingat obat yang dapat menyebabkan vasodilatasi perifer tidak boleh
diberikan pada pasien syok neurogenik. Dosis pemberian Epinefrin 0,05-2
mcg/kg/menit.