Anda di halaman 1dari 6

DISTRIBUSI SOLUT ANTARA DUA PELARUT TAK BERCAMPUR

TUJUAN PERCOBAAN
Menentukan konstanta kesetimbangan suatu solute terhadap dua pelarut yang tidak
bercampur.

DASAR TEORI
Ekstraksi cairan-cairan merupakan suatu teknik di mana dalam suatu larutan
(biasanya dalam air) dibuat bersentuhan dengan suatu pelarut kedua (biasanya organik),
yang pada hakekatnya tak tercampurkan dengan yang pertama, dan menimbulkan
perpindahan satu atau lebih zat terlarut ke dalam pelarut yang kedua. Untuk suatu zarut A
yang didistribusikan antara dua fasa ter-tercampurkan a dan b, hokum distribusi Nernst
menyatakan bahwa, asal keadaan molekulnya sama dalam kedua cairan dan termperatur
adalah konstan (Basset, 1991).

Persamaan 2.1. Hukum Distribusi Nernst


Prinsip dasar dari ekstraksi pelarut adalah distribusi zat terlarut dengan
perbandingan tertentu antara dua pelarut yang tidak saling campur, seperti benzen, karbon
tetraklorida atau kloroform. Batasan-batasannya adalah zat terlarut dapat ditransfer pada
jumlah yang berbeda dalam kedua fasa pelarut (Khopkar,1990).
Pada corong pisah terdapat dua lapisan cairan, yakni umumnya air (Saq) dan yang
satunya umumnya pelarut organic (Sorg). Solut A yang terlarut hanya dalam salah satu dari
dua pelarut itu tentunya akan terdistribusi antara dua fasa. Saat pendistribusian ini
mencapai titik equilibrium, solute pada konsentrasi [A]aq dalam lapisan aqueous dan pada
konsentrasi [A]org dalam lapisan organic. Persamaan 2.2. menunjukkan rasio distribusi solute
(Rydberg, 1992).
Persamaan 2.2. Rasio Distribusi Solut A dalam 2 Fasa
Asidi Alkalimetri adalah suatu analisis titrimetri yang melibatkan titrasi asam-basa
yang terbentuk karena hidrolisis garam yang berasal dari asam lemah (basa bebas) dengan
suatu asam standar (asidimetri) dan titrasi asam yang terbentuk dari hidrolisis garam yang
berasal dari basa lemah (asam bebas) dengan suatu basa standar (alkalimetri).
Bersenyawanya ion hydrogen dan ion hidroksida akan membentuk air sebagai hasil akhir
dari reaksi ini (Basset,1991).
Titrasi asam basa menggunakan suatu indicator untuk menentukan konsentrasi
larutan suatu asam atau alkali. Titik akhir titrasi merupakan volume alkali atau asam yang
ditambahkan saat indicator berubah warna (Renshaw, 2004).

k.wr 14

ALAT DAN BAHAN


Alat-alat yang dibutuhkan pada percobaan ini meliputi corong pisah 250 ml, buret 50
ml, buret 25 ml, gelas beker, labu Erlenmeyer 250 ml, labu takar 50 ml, pipet gondok 10 ml,
pipet gondok 25 ml, pipet pump, dan pipet tetes.
Bahan-bahan yang digunakan pada percobaan ini meliputi larutan CH3COOH 1 M,
petroleum eter, larutan NaOH 0,5 M, indicator PP, dan akuades.

PROSEDUR KERJA
Larutan CH3COOH 1 M diambil sebanyak 10 ml, 20 ml, 30 ml, 40 ml, dan 50 ml dan
dimasukkan ke labu takar 50 ml untuk dibuat larutan CH 3COOH 0,2 M, 0,4 M, 0,6 M, 0,8 M,
dan 1 M. Larutan diencerkan menggunakan akuades hingga tanda batas. Untuk setiap
variasi konsentrasi larutan CH3COOH, kemudian diambil 10 ml, dimasukkan ke dalam
Erlenmeyer, dan ditambahkan 2-3 tetes indicator PP serta dititrasi menggunakan larutan
NaOH 0,5 M.
Sisa larutan CH3COOH pada labu ukur kemudian diambil 25 ml, dimasukkan ke dalam
corong pisah, dan ditambahkan 25 ml larutan petroleum eter. Larutan dalam corong pisah
dikocok-kocok hingga gas di dalam corong pisah habis dan dibiarkan sampai terjadi
pemisahan yang jelas antara air dan petroleum eter. Lapisan air pada corong pisah lalu
dipisahkan dan diambil 10 ml dimasukkan ke dalam Erlenmeyer, dan ditambahkan 2-3 tetes
indicator PP serta dititrasi menggunakan larutan NaOH 0,5 M. Setiap proses titrasi dilakukan
sebanyak 2 kali.

HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN


HASIL PERCOBAAN
No
M asam asetat
Volume NaOH 0,5 M
Mula-mula:
Kesetimbangan:
1. 18,9 ml
1. 17,4 ml
1.
1M
2. 17,5 ml
2. 17,2 ml
Rata-rata: 18,2 ml
Rata-rata: 17,3 ml
Mula-mula:
Kesetimbangan:
1. 14,5 ml
1. 13,6 ml
2.
0,8 M
2. 14,3 ml
2. 13,3 ml
Rata-rata: 14,4 ml
Rata-rata: 13,45 ml
Mula-mula:
Kesetimbangan:
1. 11,1 ml
1. 10,0 ml
3.
0,6 M
2. 10,4 ml
2. 10,1 ml
Rata-rata: 10,75 ml Rata-rata: 10,05 ml
Mula-mula:
Kesetimbangan:
4.
0,4 M
1. 6,5 ml
1. 6,4 ml
k.wr 14

5.

0,2 M

2. 6,9 ml
Rata-rata: 6,7 ml
Mula-mula:
1. 3,6 ml
2. 3,5 ml
Rata-rata: 3,55 ml

2. 6,4 ml
Rata-rata: 6,4 ml
Kesetimbangan:
1. 3,4 ml
2. 3,5 ml
Rata-rata: 3,45 ml

PEMBAHASAN
Pada percobaan ini dilakukan untuk menentukan konstanta kesetimbangan
suatu solute terhadap dua pelarut yang tidak bercampur. Solute yang digunakan
pada percobaan ini yakni larutan CH3COOH (asam asetat), di mana digunakan
beberapa variasi konsentrasi asam asetat (1 M, 0,8 M, 0,6 M, 0,4 M, dan 0,2 M).
Sedangkan kedua pelarut yang tidak saling bercampur yakni digunakan akuades
(pelarut air) dan petroleum eter (pelarut organic). Antara akuades dan petroleum
eter memiliki sifat keporalan yang berbeda, sehingga antara kedua pelarut tersebut
tidak akan bercampur. Sementara itu, asam asetat akan terdistribusi ke dalam dua
fasa pelarut tersebut.
Sebelum dilakukan proses ekstraksi, pada larutan asam asetat perlu
dititrasi terlebih dahulu menggunakan larutan NaOH 0,5 M. Tujuan awal titrasi ini
untuk mengetahui konsentrasi sebenarnya (standarisasi) dari asam asetat. Hal itu
dilakukan untuk mengantisipasi perubahan konsentrasi asam asetat saat proses
penyimpanan yang disebabkan oleh larutan yang bereaksi dengan senyawa lain di
udara. Asam asetat dititrasi dengan larutan NaOH karena asam asetat merupakan
suatu asam, maka perlu dititrasi dengan larutan yang bersifat basa (larutan NaOH
merupakan basa), sehingga titrasi yang terjadi merupakan titrasi asam-basa.
Semakin tinggi konsentrasi asam asetat, maka semakin banyak larutan standar NaOH
0,5 M yang diperlukan untuk mencapai titik ekivalen.
Pada titrasi CH3COOH dan NaOH digunakan indicator fenolftalein (PP).
Penggunaan indicator PP ini dikarenakan reaksi yang terjadi yakni antara asam lemah
(CHCOOH) dan basa kuat (NaOH). Sehingga dimungkinkan saat mencapai titik
ekivalen larutan akan cenderung bersifat basa. Seperti yang telah diketahui bahwa
indicator PP memiliki range pH antara 8,2 10 (pH basa). Indicator ini akan
menunjukkan perubahan warna dari bening menjadi merah muda saat mencapai
titik akhir titrasi.
Perubahan warna yang terjadi pada indicator PP saat kondisi asam dan basa
adalah sebagai berikut.

k.wr 14

Warna awal larutan asam asetat saat telah ditambahkan indicator PP yakni
bening. Saat mulai dititrasi dengan larutan NaOH maka perlahan-lahan larutan akan
menunjukkan perubahan, di mana pada saat mencapai titik akhir titrasi larutan
berubah warna menjadi merah muda. Hal ini menunjukkan bahwa larutan telah
sedikit melebihi titik ekivalennya. Warna merah muda pada larutan menunjukkan
warna indicator PP yang berubah karena suasana larutan yang telah menjadi basa.
Reaksi yang terjadi pada proses titrasi antara asam asetat dan NaOH adalah
sebagai berikut.
Penambahan larutan petroleum eter ke dalam asam asetat saat proses
ekstraksi di dalam corong pisah agar terjadi pendistribusian asam asetat pada dua
fasa. Pada proses ekstraksi, campuran asam asetat dan PE harus dikocok dahulu
untuk membuat dua fasa larutan tercampur. Selain itu pengocokan ini akan
mengakibatkan terjadinya distribusi zat terlarut (asam asetat) ke dalam fasa organik
dan fasa air, di mana pengocokan disini untuk memperbesar luas permukaan untuk
membantu proses distribusi asam asetat pada kedua fasa.
Saat proses pengocokan berlangsung, keran corong pisah perlu dibuka untuk
melepaskan tekanan uap yang berlebihan dalam corong. Gas tersebut berasal dari
petroleum eter yang mudah menguap. Hal ini perlu dilakukan karena kelebihan
tekanan gas pada corong dapat menyebabkan terjadinya ledakan pada corong pisah.
Pelepasan tekanan gas pada corong dilakukan sampai tidak ada gas yang dikeluarkan
dari corong. Corong pisah perlu didiamkan beberapa saat agar pemisahan antara dua
fasa berlangsung sempurna.
Saat tercapai kesetimbangan, larutan dalam corong pisah akan membentuk
dua lapisan. Kedua lapisan tersebut merupakan dua fasa yang tidak saling
bercampur. Lapisan organic yang mengandung petroleum eter berada pada lapisan
atas, sedangkan lapisan air berada pada lapisan bawah. Kedua lapisan tersebut
terbentuk karena ekstraksi menggunakan dua pelarut yang tidak saling bercampur,
di mana zat terlarut akan terdistribusi ke dalam dua fasa tersebut. Lapisan organic
berasa di atas, karena adanya perbedaan massa jenis antara petroleum eter dan air,
di mana massa jenis air lebih besar dibandingkan massa jenis petroleum eter (massa
jenis air sekitar 0,99 g/ml, sedangkan massa jenis petroleum eter sekitar 0,66 g/ml).
Asam asetat setelah mengalami proses ekstraksi akan terdistribusi ke dalam
dua fasa. Sehingga, larutan pada fasa air (lapisan bawah) yang diperoleh dari proses
ekstraksi tentunya juga mengandung senyawa asam asetat. Konsentrasi asam asetat
pada fasa air ini dapat diketahui dengan menitrasi larutan dengan larutan standar
NaOH 0,5 M menggunakan indicator PP.
Hasil percobaan menunjukkan bahwa volume NaOH 0,5 M yang digunakan
untuk menitrasi setelah proses ekstrasksi lebih sedikit dibandingkan saat titrasi asam
asetat pada kondisi awal. Hal itu berarti terjadinya penurunan konsentrasi asam

k.wr 14

asetat dalam larutan yang disebabkan asam asetat yang telah terdistribusi ke dalam
dua fasa pada saat proses ekstraksi.
Asam asetat merupakan jenis pelarut polar protic, di mana protik
menunjukkan atom hidrogen yang menyerang atom elektronegatif yang dalam hal
ini adalah oksigen. Sedangkan asam asetat memiliki konstanta dielektrik sedang
yaitu 6,2, di mana konstanta dielektrik dijadikan pengukur relatif
dari kepolaran suatu pelarut (semakin besar konstanta dielektrik, maka semakin
polar). Nilai konstanta dielektrik asam asetat yang sedang menjadikan asam asetat
dapat pula larut dalam beberapa pelarut polar seperti akuades, walaupun akan lebih
cenderung larut ke pelarut non polar. Hal itulah yang menyebabkan saat proses
ekstraksi, asam asetat akan terdistribusi ke dua fasa (fasa air dan organic) karena
sifat asam asetat yang dapat larut baik dalam pelarut polar (air) maupun non polar
(organic).
Nilai K (konstanta kesetimbangan) dapat diperoleh dengan dibuat grafik
hubungan antara ln C(PE) vs ln C(air) di mana membentuk garis linear dengan slope n
dan intersep
. Berdasarkan hasil percobaan grafik hubungan antara ln C (PE) vs ln
C(air) membentuk garis linear dengan persamaan garis y = 1,458x 2,595 dengan nilai
R2=0,949. Sehingga, diperoleh nilai n yakni 1,458 dan K yakni 19,532.
Nilai K yang diperoleh lebih dari 1, menunjukkan bahwa asam asetat lebih
terdistribusi ke fasa organic (PE). Hal ini terjadi karena nilai konstanta dielektriknya
yang sedang yakni 6,2 yang menunjukkan kepolaran yang rendah menyebabkan
asam asetat akan lebih larut ke dalam pelarut organic (PE). Diketahui bahwa
konstanta dielektrik PE yakni sekitar 1,8, sedangkan jika dibandingkan dengan
konstanta dielektrik air yakni 80, maka tentu asam asetat akan lebih terlarut dalam
PE karena perbedaan kepolaran asam asetat dan PE yang tidak terlalu jauh.

KESIMPULAN
... (cari sendiri ya :D ) ^^

DAFTAR PUSTAKA
Basset, J. dkk., 1991, Buku Ajar Vogel Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik, (diterjemahkan
oleh: Handyana, A. dan Setiono, L.), Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Khopkar, S.M., 1998, Basic Concepts Of Analytical Chemistry, New Age International Ltd.,
New Delhi.
Renshaw, J. et al, 2004, Essential A2 Chemistry for OCR, Nelson Thornes Ltd., United
Kingdom.
Rydberg, J. et al., 1992, Solvent Extraction Principles and Practice, Revised and Expanded,
Marcel Dekker Inc., New York.

k.wr 14

GRAFIK

Grafik ln C(PE) vs ln C(air)


Grafik di atas merupakan grafik hubungan antara ln C(PE) vs ln C(air) pada
proses ekstrasi asam asetat dengan petroleum eter (PE). Berdasarkan grafik
tersebut diperoleh persamaan garis y = 1,458x 2,595 dan nilai R2=0,949.
Persamaan garis tersebut menyatakan
, dengan
slope n dan intersep

. Sehingga, diperoleh nilai n yakni 1,458 dan K yakni 19,532.

k.wr 14

Anda mungkin juga menyukai