Anda di halaman 1dari 3

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam rangka proses penyidikan dan penegakan hukum untuk kepentingan
peradilan, ilmu kedokteran forensik dapat dimanfaatkan dalam membuat terangnya
perkara pidana yang menimbulkan korban manusia, baik korban hidup maupun
korban mati. Pemeriksaan otopsi umumnya diperlukan apabila korban dari tindak
perkara pidana tersebut korban mati. Dari pemeriksaan otopsi yang dilakukan,
dokter diharapkan dapat memberikan keterangan setidaknya tentang luka atau
cedera yang dialami korban, tentang penyebab luka atau cedera yang dialami
korban, serta penyebab kematian dan mekanisme kematiannya. Dalam beberapa
kasus dokter juga diharapkan untuk dapat memperkirakan cara kematian dan
faktor-faktor lain yang mempunyai kontribusi terhadap kematiannya (Sampurna,
2003).
Otopsi berasal dari kata oto yang berarti sendiri dan opsis yang berarti melihat.
Namun pengertian yang sebenarnya dari otopsi adalah suatu pemeriksaan
terhadap tubuh jenazah untuk kepentingan tertentu, meliputi pemeriksaan bagian
luar

dan

bagian

dalam

dengan

menggunakan

cara-cara

yang

dapat

dipertanggungjawabkan secara ilmiah oleh ahli yang berkompeten (Dahlan, 2008).


Di Indonesia otopsi forensik tidak merupakan keharusan bagi semua kematian.
Pelaksanaan otopsi ini diatur di dalam Peraturan Pemerintah No. 18 Th. 1981,
yang pada prinsipnya baru boleh dilakukan setelah ada izin dari keluarga terdekat
atau jika sesudah 2 hari tidak ada keluarga yang mengurusnya (Dahlan, 2008).
Pelaksanaan otopsi terhadap korban mati tidak semulus yang dibayangkan.
Penolakan oleh keluarga korban merupakan salah satu kendala yang paling
banyak ditemukan. Isu utama penolakan oleh keluarga pada umumnya adalah
alasan agama dan kepercayaannya, alasan kemanusian, organ atau jaringan
organ diambil dan dijual, atau organ jenazahnya dipakai dipraktikum mahasiswa
kedokteran. Selain itu, biaya pemeriksaan dan urusan adminstratif yang berbelitbelit juga menjadi alasan penolakan otopsi (Kadarmo, 2005).
Di RSUP Dr. Kariadi Semarang pemeriksaan otopsi yang sering dilakukan
adalah otopsi forensik. Permintaan pemeriksaan Visum Et Repertum Jenazah di
rumah sakit ini tahun 2005 terdapat 206 kasus, tahun 2006 sebanyak 190 kasus,
tahun 2007 sebanyak 193 kasus. Dari permintaan tersebut sebagian besar hanya
meminta pemeriksaan luar saja, sedangkan permintaan pemeriksaan lengkap, baik

pemeriksaan luar dan dalam (otopsi) yaitu tahun 2005 sebanyak 38 kasus, tahun
2006 sebanyak 41 kasus dan 2007 sebanyak 22 kasus (prameng, 2011).
Oleh karena itu pada makalah ini kami akan membahas mengenai alasan
keluarga yang menolak dan menyetujui tindakan otopsi berdasarkan data rekam
medis yang ada di Ilmu Kedokteran Forensik RSSA Malang.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian otopsi?
2. Bagaimana pengaruh keluarga terhadap persetujuan/penolakan tindakan
otopsi?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Mengetahui pengertian otopsi ?
2. Mengetahui Bagaimana pengaruh keluarga terhadap persetujuan/penolakan
tindakan otopsi

Daftar Pustaka
1. Sampurna B, samsu Z. Peranan ilmu forensik dalam penegakan hukum.
Jakarta: Pustaka Dwipar, 2003

2. Dahlan, S., Ilmu Kedokteran Forensik. Cetakan VI. Semarang: Badan Penerbit
Universitas Diponegoro: 2008
3. Kadarmo DA. Prosedur medikolegal penolakan otopsi ditinjau dari sudut
pandang penyidik. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2005.

4. Prameng, Bambang L, K Yulianti, A Hardinisa. 2011. Petunjuk


Teknik Otopsi. Ed. I.
Cetakan III. Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Hal 1-2.

Anda mungkin juga menyukai