PENDAHULUAN
.1 Latar Belakang
Sedimentologi merupakan cabang ilmu Geologi yang mempelajari
mengenai Batuan sedimen, cara terbentuknya,lingkungan terbentuknya, proses
dan faktor-faktor yang berperan dan komponen-komponen pada batuan sedimen.
Sedimentologi adalah studi tentang proses transportasi dan pengendapan material
sedimen yang terakumulasi di lingkungan kontinen dan laut hingga membentuk
batuan sedimen. Pengendapan langsung larutan mineral dalam air juga merupakan
sumber material sedimen pada kondisi tertentu.
Lingkungan pengendapan itu sendiri adalah tempat mengendapnya material
sedimen beserta kondisi fisik, kimia, dan biologi yang mencirikan terjadinya
mekanisme pengendapan tertentu. Interpretasi lingkungan pengendapan dapat
ditentukan dari struktur sedimen yang terbentuk. Struktur sedimen tersebut
digunakan secara meluas dalam memecahkan beberapa macam masalah geologi,
karena struktur ini terbentuk pada tempat dan waktu pengendapan, sehingga
struktur ini merupakan kriteria yang sangat berguna untuk interpretasi lingkungan
pengendapan. Terjadinya struktur-struktur sedimen tersebut disebabkan oleh
mekanisme pengendapan dan kondisi serta lingkungan pengendapan tertentu.
Pengetahuan tentang struktur sedimen ini sangatlah penting untuk
mengetahui intrerpretasi lingkungan pengendapan. Oleh karenanya, penting untuk
mengadakan fieldtrip sedimentologi agar ilmu mengenani interpretasi lingkungan
pengendapan bukan hanya diterima secara teori, tetapi dapat dirasakan langsung
di lapangan.
1
manfaat
diadakannya
fieldtrip
sedimentologi
ini
adalah
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
.1 Geologi Regional
Pemaparan
tinjauan
geologi
regional
daerah
penelitian
dan
Lompobatangini
tersusun
oleh
batuan
gunungapi
berumur
Plistosen.Dua buah bentuk kerucut tererosi yang lebih sempit sebarannya terdapat
disebelah barat dan sebelah utara Gunung Lompobatang. Di sebelah barat
terdapatGunung Baturape, mencapai ketinggian 1124 m dan di sebelah utara
terdapatGunung Cindako, mencapai ketinggian 1500 m. kedua bentuk kerucut
tererosi inidisusun oleh batuan gunungapi berumur Pliosen.
Di bagian utara lembar terdapat 2 daerah yang tercirikan oleh topografi
kars,yang dibentuk oleh batugamping Formasi Tonasa. Kedua daerah bertopografi
3
kars ini dipisahkan oleh pegunungan yang tersusun oleh batuan gunungapi
berumur Miosensampai Pliosen.Daerah sebelah barat Gunung Cindako dan
sebelah utara Gunung Baturapemerupakan daerah berbukit, kasar di bagian timur
dan halus di bagian barat. Bagiantimur mencapai ketinggian kira-kira 500 m,
sedangkan bagian barat kurang dari 50 mdi atas muka laut dan hampir merupakan
suatu dataran. Bentuk morfologi ini disusunoleh batuan klastika gunungapi
berumur Miosen. Bukit-bukit memanjang yangtersebar di daerah ini mengarah
Gunung Cindako dan Gunung Baturape berupa retas-retas basal.Pesisir barat
merupakan dataran rendah yang sebagian besar terdiri daridaerah rawa dan daerah
pasang-surut. Beberapa sungai besar membentuk daerah banjir di dataran ini
Bagian timurnya terdapat bukit-bukit terisolir yang tersusunoleh batuan klastika
gunungapi berumur Miosen dan Pliosen.Pesisir baratdaya ditempati oleh
morfologi berbukit memanjang rendahdengan arah umum kira-kira baratlauttenggara. Pantainya berliku-liku membentuk beberapa teluk, yang mudah
dibedakan dari pantai daerah lain pada lembar ini.Daerah ini disusun oleh batuan
karbonat dari Formasi Tonasa.Secara fisiografi pesisir timur merupakan
penghubung antara LembahWalanae di utara, dan Pulau Selayar di selatan. Di
bagian utara, daerah berbukitrendah dari Lembah Walanae menjadi lebih sempit
dibanding yang di utara (LembarPangkajene dan Watampone bagian Barat), dan
menerus di sepanjang pesisir timurLembar Ujung Pandang, Benteng dan Sinjai
ini. Pegunungan sebelah timur dariLembar Pangkajene dan Watampone bagian
Barat berakhir di bagian utara pesisirtimur lembar ini.Bagian selatan pesisir timur
membentuk suatu tanjung yang ditempatisebagian besar oleh daerah berbukit
kerucut dan sedikit topografi kars. Bentukmorfologi semacam ini ditemukan ini
ditemukan pula di bagian baratlaut PulauSelayar. Teras pantai dapat diamati di
daerah ini sejumlah anatara 3 dan 5 buah.Bentuk morfologi ini disusun oleh
batugamping berumur Miosen Akhir-Pliosen.
Pulau
Selayar
mempunyai
bentuk
memanjang utara-selatan,
yang
muda, yaituFormasi
Salo
Kalupang
dan
Batuan
Gunungapi
dan
diperkirakan
setara
dalam
umur
dengan
bagian
bawah
Lembah
rawa, pantai dan delta. Di sekitar Bantaeng, Bulukumba dan Sungai Berange
ndapan
aluviumnya
terutama
terdiri
dari
rombakan
batuan
breksi
dan tufa,
dengan konglomerat
bersisipan
Td.140,
terdiri
dari:
Asterocyclina matanzensis
COLE,
lapisan
rata-rata
kurang
dari
25o
di
daerah
Discocyclina
Flosculinella sp.,
sp.,
Spiroclypeus
Nummulites sp.,
sp.,
S.
Heterostegina sp.,
Orbitoides DOUVILLE,
sp.,
Globigerina
sp.,
Gn.
& CHAPMAN,
Tripartite COCH,
CAMBA
&
MANNER,
Gl.
Siakensis
Globigerina
(LEROY),
venezuelana
DORBIGNY, O.
Suturalis
BRONNIMANN,
Cellanthus
ini.
Kemungkinan
Formasi
Camba
di
daerah
ini berumur sama dengan yang di Lembar Pangkajene dan Watampone bagia
nBarat yaitu Miosen Tengah sampai Miosen Akhir.Formasi ini adalah
lanjutan dari Formasi Camba yang terletak diLembar Pangkajene dan bagian
Barat Watampone sebelah utaranya, kira-kira 4250 m tebalnya; diterobos
oleh retas basal piroksen setebal antara -30m, dan membentuk bukit-bukit
10
breksi
gunungapi
dan
lava
yang
berkomposisi
11
jejak
belah dari contoh ignimbrit menghasilkan umur 13 2 juta tahun danK-Ar
dari contoh lava menghasilkan umur 6,2 juta tahun (T.M. vanLeeuwen,
hubungan tertulis, 1978). Data paleontologi dan radiometri tersebut
menunjukkan umur Miosen Tengah sampai Miosen Akhir.
Satuan ini mempunyai tebal sekitar 2500 m dan merupakan
fasiesgunungapi dari pada Formasi Camba yang berkembang baik di daerah
sebelah
utaranya
(Lembar
Pangkajene
dan
Watampone
bagian
berbutir
12
Globoquadrina
Globigerinoides
immaturus
altispira (CUSHMAN
LEROY,
Gl.
&
JARVIS),
obliquus BOLLI,
dan
koral
dan
kalkarenit,
dengan
batugamping
sisipan
napal
pejal,
dan
13
Fosil
dari
Anggota
Selayar
yang
dikenali
oleh
dan
La.479,
terdiri
dari:
Globigerina
nephentes TODD,
BANNER
dan
&
BLOW,
Sphaeroidinella
Sphaeroidinellopsis
Subdehiscens BLOW.
14
tufa
yang kurang dari 50%; lava dan breksi berwarna kelabu tua sampai kelabu
kehijauan, sangat terbreksikan dan terpropilitkan, mengandung barik- barik
karbonat dan silikat.
Satuan ini tebalnya sekitar 400 m, d
oleh batugamping Eosen Formasi Tonasa, dan diterobos oleh batuan granodi
oritgd; disebut Batuan Gunungapi Langi oleh van Leeuwen (1974).
Penarikan jejak
belah
sebuah contoh
tufa dari
bagian
bawah satuan
breksi, dengan
15
diorite
itu;
daerah
sekitar
Baturape
dan
Cindako
batuannyadidominasi oleh lava Tpbl. Satuan ini tidak kurang dari 1250 m
tebalnya dan berdasarkan posisi stratigrafinya kira-kira berumur Pliosen
Akhir.
Qlv BATUAN GUNUNGAPI LOMPOBATANG: aglomerat, lava, breksi,endapan
lahar dan tufa, membentuk kerucut gunungapi strato dengan puncak
tertinggi 2950 m di atas muka laut; batuannya sebagian besar berkomposisi
andesit dan sebagian basal, lavanya ada yang berlubang-lubang seperti
yangdisebelah barat Sinjai dan ada yang berlapis; lava yang terdapat kira-
16
17
3) menunjukkan
umur
masing-masing
9,21 dan
7,74
berwarna
putih,
bertekstur
porfir
dengan
fenokris
sanidin
18
BATUAN MALIHAN KONTAK : batutanduk yang berkomposisi mineralmineral antofilit, kordiorit, epidotit, garnet, kuarsa, feldspar, muscovite
dankarbonat; berwarna kelabu ke hijauan sampai hijau tua, tersingkap di
daerahyang sempit ( 2 km), pada kontak dengan granodiorit (gd) dan
dibatasi oleh sesar dari batuan gunungapi Tmcv. Batutanduk ini
mengandung banyak lensa magnetit.
19
sebelah baratLembah Walanae merupakan suatu paparan laut dangkal, dan daerah
sebelahtimurnya merupakan suatu cekungan sedimentasi dekat daratan.
Paparan laut dangkal Eosen meluas hamper ke seluruh daerah lembar peta,
yang buktinya ditunjukkan oleh sebaran Formasi Tonasa di sebelah barat Barru,
sebelah timur Maros dan di sekitar Takalar. Endapan paparan berkembang selama
Eosen sampai Miosen Tengah. Sedimentasi klastika di sebelah timur Lembah
Walanae rupanya berhenti pada Akhir Oligosen, dan diikuti oleh kegiatan
gunungapiyang menghasilkan Formasi Kalamiseng.
Akhir dari pada kegiatan gunungapi Miosen Awal diikuti oleh tektonik yang
menyebabkan
terjadinya
permulaan
terban
Walanae,
yang
kemudian
Kelompok
retas
basal
berbentuk
berbentuk
radier
20
dekstral
daripada batuan alas pesisir barat Lembah Walanae. Sejak kala Pliosen pesisir bar
at ujunglengan Sulawesi Selatan ini merupakan dataran stabil, yang pada kala
Holosen hanyaterjadi endapan aluvium dan rawa-rawa.
.2 Geologi Daerah Penelitian
.2.1 Geologi Daerah Bili bili
Secara geologi daerah ini tersusun oleh batuan-batuan sediment dan
terobosan Formasi Camba yang berumur Tersier, batuan gunungapi dan
terobosan yang termasuk dalam kelompok batuan Gunungapi Baturappe-Cindako
berumur Tersier, batuan Gunungapi Lompobatang yang berumur Kuarter, serta
endapan alluvial. Daerah dataran yang merupakan daerah terendah di atas
permukaan laut, umumnya ditempati oleh endapan alluvial. Kelompok batuan
Formasi Camba dan batuan gunungapi Tersier umumnya menempati daerah
perbukitan dan hanya sebagian kecil yang berada di daerah dataran serta di
daerah dataran bergelombang; sedangkan daerah pegunungan yang merupakan
bagian tertinggi dalam wilayah Kabupaten Gowa tersusun oleh batuan
gunungapi Kuarter.
21
di
bagian hulu bendung Bili-Bili. Daerah bergelombang sering dibuat menjadi lebih
landai bahkan datar dengan menggalinya sebagai tanah urug dan batubelah
terutama di daerah yang tersusun oleh endapan gunungapi Tersier. Formasi
Camba oleh para peneliti sebelumnya diinformasikan mengandung lapisan tipis
batubara, sedangkan intrusi batuan gunungapi Baturappe-Cindako antara lain
menghasilkan mineralisasi logam mulia.
Dari segi kebencanaan, daerah Kabupaten Gowa ini tidak termasuk daerah
yang rawan gempa bumi karena kondisi geologi lokal dan posisi tektoniknya yang
jauh dari zona-zona sumber gempabumi. Daerah ini juga aman dari bencana
gunungapi karena gunungapi terdekat yaitu Lompobattang sudah termasuk
kategori padam. Namun beberapa tempat termasuk sangat rawan terhadap
bencana gerakan tanah seperti di sebagian lereng gunung Bawakaraeng dan
sebagian daerah perbukitan yang terjal. Selain itu daerah lembah sungai
22
hutan).
Adapun
daerah
yang
tidak
layak
kembang
maka
23
sepanjang pesisir pantai terdaptat tanaman mangrove. Di pantai ini juga banyak
terjadi abrasi dan banyak terdapat enceng gondik dan alga (Litaay, 2008).
Tipe substrat pantai terdiri dari warna pasir hitam dan pasir putih. Pasir
warna hitammenandakan bahwa pasir tersebut banyak mengandung mineralmineral logam. Sedangkan pasir putih menunjukan bahwa mineral logam yang
dikandungnya sedikit (Litaay, 2008).
.3 Sedimentologi
24
umum (ketebalan dan penyebaran) tubuh sedimen. Salah satu buah pikiran
penting dalam per-kembangan stratigrafi dipersembahkan oleh William Smith
(1815), seorang insinyur dan surveyor otodidak, melalui karyanya: peta geologi
Inggris. Peta itu disusun berdasarkan hasil penelitian Smith selama bertahun-tahun
dengan menempuh perjalanan sejauh 11.000 mil. Itulah tulisan pertama yang
berhasil merekam penyebaran dan urut-urutan batuan sedimen di suatu daerah.
Sumbangan pemikiran penting dari Smith adalah penggunaan fosil untuk korelasi.
Dari penjelasan di atas kita dapat memaklumi bahwa sedimentologi berakar pada
stratigrafi. Karena itu, tidak mengherankan apabila pada saat ini kita masih
melihat eratnya kaitan antara stratigrafi dan sedimentologi. Para ahli stratigrafi
masa lalu banyak menyumbangkan tenaga dan pikirannya dalam mengembangkan
pengetahuan tentang sedimen. Pemikiran-pemikiran tersebut sebagian diwujudkan
dalam bentuk tulisan, misalnya dalam buku Principles of Stratigraphy karya
Grabau (1913) dan Treatise of Sedimentation karya Twenhofel (1928).
.3.1 Analisa Bentuk Butir
bentuk
butirnya.
Caranya
adalah
dengan
menggunakan
25
klasifikasi bentuk butir terbagi dalam empat bentuk, yaitu oblate, prolate,
bladed, dan equant.
Apabila dilihat dari aspek geometri bentukan dari butiran pasir tersebut,
bentuk prolatedan equant cenderung lebih mudah untuk tertransportasi daripada
bentuk oblate dan bladed.
Gambar 2.1
Klasifikasi
butiran
kerakal
berangkal
berdasarkan perbandingan
antar sumbu (Zingg, 1935,
diambil dari Pettijohn,
1975 dengan modifikasi)
26
.3.2
a. Sphericity
Sphericity ( W ) didefinisikan secara sederhana sebagai ukuran bagaimana
suatu butiran mendekati bentuk bola. Semakin butiran berbentuk menyerupai bola
maka
mempunyai
mendefinisikan
sphericity
yang
semakin
sebenarnya (true
tinggi.
Wadell
(1932)
sphericity) sebagai
luas
permukaan butir dibagi dengan luas permukaan sebuah bola yang keduanya
mempunyai volume sama. Lewis & McConchie (1994) mengatakan bahwa
rumusan ini sangat sulit untuk dipraktekkan. Sebagai pendekatan, perbandingan
luas permukaan tersebut dianggap sebanding dengan perbandingan volume,
sehingga rumus sphericity menurut Wadell (1932) adalah :
27
& Folk (1958) menganggap bahwa intercept sphericity tidak dapat secara tepat
menggambarkan perilaku butiran ketika diendapkan. Butiran yang dapat
diproyeksikan secara maksimum mestinya diendapkan lebih cepat, misalnya
bentuk prolate seharusnya lebih cepat mengendap dibandingkan oblate, tetapi
dengan rumus W, justru didapatkan nilai yang terbalik. Untuk itu mereka
mengusulkan rumusan tersendiri pada sphericity yang dikenal dengan maximum
projection sphericity (Vp) atau sphericity proyeksi maksimum. Secara matematis
Wp dirumuskan sebagai perbandingan antara area proyeksi maksimum bola
dengan proyeksi maksimum partikel yang mempunyai volume sama, atau secara
ringkas dapat ditulis dengan:
hitungan
matematis,
Folk
(1968)
28
Bentuk butir ukuran kerakal atau yang lebih besar dipengaruhi oleh bentuk
asalnya dari batuan cumber, namun demikian butiran dengan ukuran ini akan lebih
banyak mengalami perubahan bentuk karena abrasi dan pemecahan selama
transportasi dibandingkan dengan butiran yang berukuran pasir. Untuk butiran
sedimen yang berukuran pasir atau lebih kecil, bentuk butir juga lebih banyak
dipengaruhi oleh bentuk asal mineralnya. Pada prakteknya, analisis bentuk butir
pada sedimen yang berukuran pasir biasanya dilakukan pada mineral kuarsa. Hal
ini disebabkan sifat mineral kuarsa yang keras, tahan terhadap pelapukan, clan
jumlahnya yang melimpah pada batuan sedimen. Namun demikian, untuk
membuat
perbandingan
bentuk
butiran
setelah
mengalami
transportasi,
pengamatan bentuk butir pada mineral lain maupun fragmen batuan (lithic) boleh
juga dilakukan.
Gambar
2.2
Hubungan
antara sphericity matematis dengan
bentuk butir klasifikasi Zingg
(kelas butir lihat gambar 1). Kurva
menunjukkan
kesamaan
nilai sphericity. (Pettijohn, 1975).
29
<0.75
0.60-0.63
0.63-0.66
0.66-0.69
0.69-0.72
0.72-0.75
>0.75
Very Elongate
Elongate
Subelongate
Intermediete Shape
Subequent
Equent
Very Equent
sedimen
mudah
Secara
tertransport
umum
butiran
dibandingKan
bentuk blade clan disc (oblate). Lebih jauh analisis sedimen berdasarkan butiran
saja sulit untuk dilakukan. Sebagai contoh, Boggs (1987) menyatakan bahwa dari
pengamatan bentuk butir saja tidak dapat digunakan untuk menafsirkan suatu
lingkungan pengendapan.
b. Roundness
Roundness merupakan morfologi butir yang berkaitan dengan ketajaman
pinggir dan sudut suatu partikel sedimen klastik. Secara matematis, Wadell (1932)
mendefinisikan roundness Sebagai rata-rata aritmetikroundness masing-masing
sudut butiran pada bidang pengukuran. Roundness masing-masing sudut diukur
dengan membandingkan jari-jari lengkungan sudut tersebut dengan jari-jari
lingkaran maksimum yang dapat dimasukkan pada butiran tersebut (Gambar 3).
30
Rumusannya :
31
32
hal
tersebut,
maka
perlu
diperhatikan
untuk
melakukan
pengamatan roundness pada batuan atau mineral yang sama dan kisaran butir
yang sama besar.
.3.3 Fasies Sedimen
Fasies merupakan suatu tubuh batuan yang memiliki kombinasi
karakteristik yang khas dilihat dari litologi, struktur sedimen dan struktur biologi
memperlihatkan aspek fasies yang berbeda dari tubuh batuan yang yang ada di
bawah, atas dan di sekelilingnya. Fasies umumnya dikelompokkan ke dalam
facies association dimana fasies-fasies tersebut berhubungan secara genetis
sehingga asosiasi fasies ini memiliki arti lingkungan. Dalam skala lebih luas
asosiasi fasies bisa disebut atau dipandang sebagai basic architectural element
dari suatu lingkungan pengendapan yang khas sehingga akan memberikan makna
bentuk tiga dimensi tubuhnya (Walker dan James, 1992).
33
Menurut Slley (1985), fasies sedimen adalah suatu satuan batuan yang dapat
dikenali dan dibedakan dengan satuan batuan yang lain atas dasar geometri,
litologi, struktur sedimen, fosil, dan pola arus purbanya.
Fasies sedimen merupakan produk dari proses pengendapan batuan sedimen
di dalam suatu jenis lingkungan pengendapannya. Diagnosa lingkungan
pengendapan tersebut dapat dilakukan berdasarkan analisa fasies sedimen, yang
merangkum hasil interpretasi dari berbagai data, diantaranya :
1. Geometri :
a. Regional dan lokal dari seismik (misal : progradasi, regresi, reef dan chanel)
b. Intra-reservoir dari wireline log (ketebalan dan distribusi reservoir)
2. Litologi :
dari cutting, dan core (glaukonit, carboneous
detritus) dikombinasi dengan log sumur (GR dan SP)
3. Paleontologi : dari fosil yang diamati dari cutting, core, atau side
wall core
4. Struktur sedimen : dari core
Menurut Sam Boggs, 1987, ada dua tipe utama perubahan fasies vertikal
yaitu:
1. Coarsening-Upward Succession
Coarsening-Upward Succession menunjukan adanya suatu peningkatan
dalam besar butir dari suatu dasar yang erosive atau tajam. Perubahan ini
mengindikasikan peningkatan dalam kekuatan arus transportasi pada saat
pengendapan.
2. Fining-Upward Succession
Fining-Upward Succession adalah perubahan besar butir ke arah atas
menjadi lebih halus ke top yang erosive atau tajam.Perubahan ini menunjukan
penurunan kekuatan arus transportasi pada saat pengendapan.
34
dari
topografi
sebelum
pengendapan,
geomorfologi
lingkungan
35
36
Suatu unit yang secara relatif conform dan sekuen tersusun oleh fasies yang secara
geneik berhubungan. Fasies ini disebut parasequence. Suatu sekuen ditentikan oleh sifat
fisik lapisan itu sendiri bukan oleh waktu dan bukan oleh eustacy serta bukan ketebalan
atau lamanya pengendapan dan tidak dari interpretasi global atau asalnya regional (sea level
change). Sekuen analog dengan lithostratigrafy, hanya ada perbedaan sudut pandang.
Sekuen berdasarkan genetically unit.
Ciri-ciri sequence boundary :
1. membatasi lapisan dari atas dan bawahnya.
2. terbentuk secara relatif sangat cepat (<10.000 tahun).
3. mempunyai suatu nilai dalam chronostratigrafi.
4. selaras yang berurutan dalam chronostratigrafi.
5. batas sekuen dapat ditentukan dengan ciri coarsening up ward.
Asosiasi Fasies
Mutti dan Ricci Luchi (1972), mengatakan bahwa fasies adalah suatu lapisan atau
kumpulan lapisan yang memperlihatkan karakteristik litologi, geometri dan sedimentologi
tertentu yang berbeda dengan batuan di sekitarnya. Suatu mekanisme yang bekerja serentak
pada saat yang sama. Asosiasi fasies didefinisikan sebagai suatu kombinasi dua atau lebih
fasies yang membentuk suatu tubuh batuan dalam berbagai skala dan kombinasi. Asosiasi
fasies ini mencerminkan lingkungan pengendapan atau proses dimana fasies-fasies itu
terbentuk.
Sekelompok asosiasi fasies endapan fasies digunakan untuk mendefinisikan
lingkungan sedimen tertentu. Sebagai contoh, semua fasies ditemukan di sebuah fluviatile
lingkungan dapat dikelompokkan bersama-sama untuk menentukan fasies fluvial asosiasi.
Pembentukan dibagi menjadi empat fasies asosiasi (FAS), yaitu dari bawah ke atas.
Litologi sedimen ini menggambarkan lingkungan yang didominasi oleh braided stream
berenergi tinggi.
a. Asosiasi fasies 1
Asosiasi fasies terendah di unit didominasi oleh palung lintas-stratifikasi, tinggi
energi braided stream yang membentuk dataran outwash sebuah sistem aluvial. Trace fosil
37
yang hampir tidak ada, karena energi yang tinggi berarti depositional menggali organisme
tidak dapat bertahan.
b. Asosiasi fasies 2
Fasies ini mencerminkan lingkungan yang lebih tenang, unit ini kadang-kadang
terganggu oleh lensa dari FA1 sedimen. Bed berada di seluruh tipis, planar dan disortir
dengan baik. Bed sekitar 5 cm (2 in) bentuk tebal 2 meter (7 ft) unit "bedded sandsheets"lapisan batu pasit yang membentuk lithology dominan fasies ini.
Sudut rendah (<20 ), lintas-bentuk batu pasir berlapis unit hingga 50 cm (19,7 inci)
tebal, kadang-kadang mencapai ketebalan sebanyak 2 meter (7 kaki). Arah arus di sini
adalah ke arah selatan timur - hingga lereng - dan memperkuat interpretasi mereka sebagai
Aeolian bukit pasir. Sebuah suite lebih lanjut lapisan padat berisi fosil jejak perkumpulan;
lapisan lain beruang riak saat ini tanda, yang mungkin terbentuk di sungai yang dangkal,
dengan membanjiri cekungan hosting mungkin pencipta jejak fosil. Cyclicity tidak hadir,
menunjukkan bahwa, alih-alih acara musiman, kadang-kadang innundation didasarkan
pada peristiwa-peristiwa tak terduga seperti badai, air yang berbeda-beda tabel, dan
mengubah aliran kursus.
c. Asosiasi fasies 3
Fasies ini sangat mirip FA1, dengan peningkatan pasokan bahan clastic terwakili
dalam rekor sedimen tdk halus, diurutkan buruk, atas-fining (yaitu padi-padian terbesar di
bagian bawah unit, menjadi semakin halus ke arah atas), berkerikil palung lintas-unit
tempat tidur hingga empat meter tebal. Jejak fosil langka. Sheet-seperti sungai dikepang
disimpulkan sebagai kontrol dominan pada sedimentasi di fasies ini.
d. Asosiasi fasies 4
Asosiasi fasies paling atas muncul untuk mencerminkan sebuah lingkungan di
pinggiran laut. Fining-up yang diamati pada 0,5 meter (2 kaki) hingga 2 meter (7 kaki)
skala, dengan salib melalui seperai pada unit dasar arus overlain oleh riak. Baik shales batu
38
pasir dan hijau juga ada. Unit atas sangat bioturbated, dengan kelimpahan Skolithos sebuah fosil biasanya ditemukan di lingkungan laut.
BAB III
METODE PENELITIAN
.1 Metode Penelitian
Adapun metode yang digunakan dalam fieldtrip kali ini yaitu terdiri metode
lapangan dan metode laboratorium. Adapun uraiannya sebagai berikut:
.1.1 Metode di Lapangan
Metode pengambilan sampel (sampling) yang digunakan di lapangan yaitu
dengan melakukan tes spit berukuran 1 x 1 m, yang kemudian di lakukan
pengambilan data-data seperti pengukuran tebal lapisan, deskripsi litologi, sketsa
dan pengambil sampel.
.1.2 Metode di Laboratorium
Metode yang digunakan dalam laboratorium yaitu metode pengolahan
sampel berupa pengeringan sampai pengayakan dan terakhir penimbangan. Di
mana pengeringan untuk memudahkan pengayakan, dan pengayakan untuk
memisahkan ukuran butir yang sama dimana untuk mengetahui berat .
39
BAB IV
SEBARAN BENTUK BUTIR DAN UKURAN BUTIR
MATERIAL SEDIMEN
.1 Hasil
.1.1 Hasil Bentuk Butir
Pengolahan Data
No.
Sampe
l
S1
S2
Dl
(cm)
Di
(cm)
Ds
(cm)
Ds/Dl
Di/Dl
Dl-Di
Dl-Ds
12,5
9,5
10
7,5
6,5
3
0,52
0,315
0,8
0,789
0,417
0,307
S3
S4
4,2
7
3,6
5,5
1,5
4
0,357
0,5
0,857
0,785
0,22
0,5
0,697
0,501
3
0,528
0,746
0,7469
0,629
0,987
0,766
Hasil
No. Sampel
S1
S2
S3
S4
Metode Zingg
Oblate
Oblate
Oblate
Oblate
Metode Wadell
Well Rounded
Rounded
Well Rounded
Well Rounded
40
N
O
1
2
3
4
5
6
7
Mesh
2
1
0,5
0,25
0,13
0,06
pan
Total
Bukaan
Berat (Gram)
Berat (%)
Berat Kumulatif
-1
0
1
2
3
4
5
0
2,05
8,58
24,55
40,04
15,03
8,41
98,65
0
2,08
8,70
24,88
40,58
15,24
8,52
100,00
0
2,08
10,78
35,66
76,24
91,48
100,00
41
Kurva Histogram 1
50
45
40
35
30
Axis Title 25
20
15
10
5
0
42
Kurva Frekusnsi 1
45
40
35
30
25
Axis Title 20
15
10
8.52
5
0
1
43
110
100
90
80
70
60
Axis Title
Berat Kumulatif
50
Linear (Berat
Kumulatif)
40
30
20
10
0
-2 -1
Axis Title
Lapisan 2
N
O
1
2
3
4
5
6
7
Mesh
2
1
0,5
0,25
0,13
0,06
pan
Total
Bukaan
-1
0
1
2
3
4
5
Berat
(Gram)
Berat
(%)
Berat
Kumulatif
0
0
10,58
20,24
45,25
16,03
3,41
95,50
0
0
11,08
21,19
47,38
16,79
3,57
100,00
0
0
11,08
32,27
79,64
96,43
100,00
44
Kurva Histogram 2
60
50
40
Axis Title 30
20
10
0
Kurva Frekuensi 2
50
45
40
35
30
Axis Title 25
20
15
10
5
0
1
3.57
2
45
110
100
90
80
70
60
Axis Title
Berat Kumulatif
50
Linear (Berat
Kumulatif)
40
30
20
10
0
-2 -1
Axis Title
lapisan 3
N
O
1
2
3
4
5
6
7
Mesh
2
1
0,5
0,25
0,13
0,06
pan
Total
Bukaan
-1
0
1
2
3
4
5
Berat
(Gram)
0
0
13,765
35,743
28,99
20,3974
0,53
99,4254
Berat
Berat
(%)
Kumulatif
0
0
0
0
13,84455 13,84455
35,94957 49,79412
29,15754 78,95166
20,51528 99,46694
0,533063
100
100
46
Kurva Histogram 3
45
40
35
30
25
Axis Title 20
15
10
5
0
Kurva Frekunsi 3
40
35
30
25
Axis Title 20
15
10
5
0
1
0.53
7
47
110
100
90
80
70
60
Axis Title
Berat Kumulatif
50
Linear (Berat
Kumulatif)
40
30
20
10
0
-2 -1
Axis Title
lapisan 4
N
O
1
2
3
4
5
6
7
Mesh
2
1
0,5
0,25
0,13
0,06
pan
Total
Bukaan
-1
0
1
2
3
4
5
Berat
(Gram)
Berat
(%)
Berat
Kumulatif
0
0
6,7
13,387
60,3
17,98
1,35
99,717
0
0
6,719015
13,42499
60,47113
18,03103
1,353831
100
0
0
6,719015
20,14401
80,61514
98,64617
100
48
Kurva Histogram 4
70
60
50
40
Axis Title
30
20
10
0
Kurva Frekuensi 4
70
60
50
40
Axis Title
30
20
10
0
1
1.35
7
49
110
100
90
80
70
60
50
Axis Title
Berat Kumulatif
40
Linear (Berat
Kumulatif)
30
20
10
0
-2 -1 0
-10
-20
Axis Title
lapisan 5
N
O
1
2
3
4
5
6
7
Mesh
2
1
0,5
0,25
0,13
0,06
pan
Total
Bukaan
-1
0
1
2
3
4
5
Berat
(Gram)
Berat
(%)
Berat
Kumulatif
0
0
10,285
44,687
30,557
10,002
4,378
99,909
0
0
10,29437
44,7277
30,58483
10,01111
4,381988
100
0
0
10,29437
55,02207
85,6069
95,61801
100
50
Kurva Histogram 5
60
50
40
Axis Title 30
20
10
0
Kurva Frekuensi 5
50
45
40
35
30
Axis Title 25
20
15
10
5
0
1
4.38
2
51
110
100
90
80
70
60
Axis Title
Berat Kumulatif
50
Linear (Berat
Kumulatif)
40
30
20
10
0
-2 -1
Axis Title
lapisan 6
N
O
1
2
3
4
5
6
7
Mesh
2
1
0,5
0,25
0,13
0,06
pan
Total
Bukaan
-1
0
1
2
3
4
5
Berat
(Gram)
Berat
(%)
Berat
Kumulatif
0
0
9,078
20,7869
15,7537
50,55
3,675
99,8436
0
0
9,09222
20,81946
15,77838
50,62918
3,680757
100
0
0
9,09222
29,91168
45,69006
96,31924
100
52
Kurva Histogram 6
60
50
40
Axis Title 30
20
10
0
Kurva Frekuensi 6
60
50
40
Axis Title 30
20
10
0
1
3.68
2
53
110
100
90
80
70
60
Axis Title
Berat Kumulatif
50
Linear (Berat
Kumulatif)
40
30
20
10
0
-2 -1
Axis Title
lapisan 7
Berat
(Gram
)
0
0,00
Berat
Kumula
tif
0,00
4,63
4,63
27,65
32,29
24,01
56,30
41,14
97,43
1,773
1,80
99,23
0,756
0,77
100,0
0
100,00
NO
Mesh
Bukaa
n
-1
0,5
0,25
0,125
4,567
27,25
9
23,66
5
40,55
0,073
pan
Total
98,57
Berat
(%)
54
Kurva Histogram 7
50.00
45.00
40.00
35.00
30.00
Axis Title 25.00
20.00
15.00
10.00
5.00
0.00
Kurva Frekuensi 7
45.00
40.00
35.00
30.00
25.00
Axis Title 20.00
15.00
10.00
5.00
0.00
1
0.77
7
55
110.00
100.00
90.00
80.00
70.00
60.00
Axis Title
Berat Kumulatif
50.00
Linear (Berat
Kumulatif)
40.00
30.00
20.00
10.00
0.00
-2 -1 0
Axis Title
lapisan 8
NO
Mesh
Bukaa
n
-1
0,5
0,25
Berat
(Gram
)
0
0,00
Berat
Kumula
tif
0,00
Berat
(%)
6,61
6,61
15,36
21,97
6,577
15,29
6
20,67
20,76
42,73
0,125
50,98
51,20
93,93
0,063
5,376
5,40
99,33
pan
0,667
99,56
6
0,67
100,0
0
100,00
Total
56
Kurva Histogram 8
60.00
50.00
40.00
Axis Title 30.00
20.00
10.00
0.00
Kurva Frekuensi 8
60.00
50.00
40.00
Axis Title 30.00
20.00
10.00
0.00
1
0.67
7
57
110.00
100.00
90.00
80.00
70.00
60.00
Axis Title
Berat Kumulatif
50.00
Linear (Berat
Kumulatif)
40.00
30.00
20.00
10.00
0.00
-2 -1 0
Axis Title
lapisan 9
NO
Mesh
Bukaa
n
1
2
2
1
-1
0
0,5
0,25
0,125
0,063
pan
Total
Berat
(Gram
)
0
0
13,67
8
30,88
3
40,09
7
7,689
0,00
0,00
Berat
Kumula
tif
0,00
0,00
14,47
14,47
32,68
47,15
42,42
89,57
8,14
97,71
2,168
94,51
5
2,29
100,0
0
100,00
Berat
(%)
58
Kurva Histogram 9
50.00
45.00
40.00
35.00
30.00
Axis Title 25.00
20.00
15.00
10.00
5.00
0.00
Kurva Frekuensi 9
45.00
40.00
35.00
30.00
25.00
Axis Title 20.00
15.00
10.00
5.00
0.00
1
2.29
2
59
110.00
100.00
90.00
80.00
70.00
60.00
Axis Title
Berat Kumulatif
50.00
Linear (Berat
Kumulatif)
40.00
30.00
20.00
10.00
0.00
-2 -1 0
Axis Title
lapisan 10
NO
Mesh
Bukaa
n
-1
0,5
0,25
0,125
0,073
pan
Total
Berat
(Gram
)
0
2,562
15,77
8
48,85
9
26,77
8
4,667
2,778
101,4
22
0,00
Berat
Kumula
tif
0,00
2,53
2,53
15,56
18,08
48,17
66,26
26,40
92,66
4,60
97,26
2,74
100,0
0
100,00
Berat
(%)
60
Kurva Histogram 10
60.00
50.00
40.00
Axis Title 30.00
20.00
10.00
0.00
Kurva Frekuensi 10
60.00
50.00
40.00
Axis Title 30.00
20.00
10.00
0.00
1
2.74
2
61
110.00
100.00
90.00
80.00
70.00
60.00
Axis Title
Berat Kumulatif
50.00
Linear (Berat
Kumulatif)
40.00
30.00
20.00
10.00
0.00
-2 -1 0
Axis Title
lapisan 11
NO
Mesh
Bukaa
n
-1
0,5
0,25
0,125
0,073
pan
Total
Berat
(Gram
)
0
1,657
10,88
9
13,49
6
60,77
2
5,38
3,67
95,86
4
0,00
Berat
Kumula
tif
0,00
1,73
1,73
11,36
13,09
14,08
27,17
63,39
90,56
5,61
96,17
3,83
100,0
0
100,00
Berat
(%)
62
Kurva Histogram 11
80.00
70.00
60.00
50.00
Axis Title 40.00
30.00
20.00
10.00
0.00
Kurva Frekuensi 11
70.00
60.00
50.00
40.00
Axis Title
30.00
20.00
10.00
0.00
1
3.83
2
63
110.00
100.00
90.00
80.00
70.00
60.00
Axis Title
Berat Kumulatif
50.00
Linear (Berat
Kumulatif)
40.00
30.00
20.00
10.00
0.00
-2 -1 0
Axis Title
lapisan 12
NO
Mesh
Bukaa
n
-1
Berat
(Gram
)
0
0,00
Berat
Kumula
tif
0,00
0,8
0,83
0,83
0,5
3,33
4,16
31,90
36,06
3,21
30,77
6
55,75
0,25
0,125
57,79
93,86
0,073
2,698
2,80
96,65
pan
3,229
96,46
3
3,35
100,0
0
100,00
Total
Berat
(%)
64
Kurva Histogram 12
70.00
60.00
50.00
40.00
Axis Title
30.00
20.00
10.00
0.00
Kurva Frekuensi 12
70.00
60.00
50.00
40.00
Axis Title
30.00
20.00
10.00
0.00
1
3.35
2
65
110.00
100.00
90.00
80.00
70.00
60.00
Axis Title
Berat Kumulatif
50.00
Linear (Berat
Kumulatif)
40.00
30.00
20.00
10.00
0.00
-2 -1 0
Axis Title
Lapisa
n
1
2
3
4
5
6
7
Mea
n
2,36
7
2,28
3
2,10
0
2,23
3
2,00
0
2,76
7
1,65
0
Media
n
Modu
s
Standar Deviasi
Skewnes
s
Kurtosi
s
2,4
1,116
0,09
2,238
2,4
0,963
-0,8187
1,488
1,002
0,70875
1,678
2,5
0,939
-1,525
1,842
1,9
0,925
1,74
1,623
3,1
1,092
-3,7188
2,398
1,8
0,977
-1,4988
2,020
66
8
9
10
11
12
1,88
3
2,00
0
1,73
3
2,16
7
2,18
3
2,2
1,022
-3,4213
1,836
2,1
0,864
-0,69
1,426
1,7
0,864
0,23
1,307
2,4
0,887
-2,1963
0,938
2,25
0,628
-0,53
0,697
Nilai PHI
Lapisan
16
25
50
75
84
95
0,5
1,3
1,6
2,4
3,4
4,4
0,6
1,3
1,8
2,4
2,9
3,15
3,9
0,55
1,1
1,5
2,8
3,2
3,7
0,8
1,1
1,35
2,5
2,9
3,1
3,7
0,7
1,2
1,4
1,9
2,6
2,9
0,7
1,4
1,8
3,1
3,6
3,8
3,95
0,5
0,75
1,8
2,45
2,65
2,9
-0,15
0,65
1,2
2,2
2,6
2,8
3,05
0,5
1,1
1,4
2,1
2,6
2,8
3,4
10
0,3
0,9
1,2
1,7
2,3
2,6
3,2
11
0,35
1,2
1,95
2,4
2,7
2,9
3,4
12
Lapisa
n
1,05
1,5
1,75
2,25
2,6
2,8
3,05
Standar Deviasi
Skewness
Kurtosis
Poorly Sorted
Near Symmetrical
Very
Leptokurtic
Pasir Halus
Moderetely Sorted
Strongly Coarse
Skewed
Leptokurtic
Pasir Halus
Poorly Sorted
Moderetely Sorted
Strongly Coarse
Skewed
Moderetely Sorted
Poorly Sorted
Strongly Coarse
Very
Leptokurtic
Very
Leptokurtic
Very
Leptokurtic
Very
Ukuran Butir
Pasir Halus
Pasir Halus
Pasir Sedang
Pasir Halus
67
Moderetely Sorted
Poorly Sorted
Moderetely Sorted
10
Moderetely Sorted
11
Moderetely Sorted
12
Skewed
Strongly Coarse
Skewed
Strongly Coarse
Skewed
Strongly Coarse
Skewed
Fine Skewed
Strongly Coarse
Skewed
Strongly Coarse
Skewed
Leptokurtic
Very
Leptokurtic
Very
Leptokurtic
Pasir Sedang
Leptokurtic
Pasir Sedang
Leptokurtic
Pasir Sedang
Mesokurtic
Pasir Halus
Platycurtic
Pasir Halus
Pasir Sedang
BAB V
PENUTUP
.1 Kesimpulan
.2 Saran
68
DAFTAR PUSTAKA
Chabbani,
Muhamad
Anzja.,
2014.,
Diambil
dari
Website
http://www.geomacnews.com/2014/03/morfologi-butir-sedimen-ketikabentuk.html., Diakses pada Hari Minggu/17 Mei 2015, pukul 12:56 WITA
WITA
Smiagi., 2014., Pengenalan Sedimentologi dan Stratigrafi., Diambil dari Website :
http://smiagiung.blogspot.com/2014/08/pengenalan-sedimentologi-danstratigrafi.html., Diakses pada Hari Minggu/17 Mei 2015, pukul 12:16
WITA
69