Anda di halaman 1dari 69

BAB I

PENDAHULUAN
.1 Latar Belakang
Sedimentologi merupakan cabang ilmu Geologi yang mempelajari
mengenai Batuan sedimen, cara terbentuknya,lingkungan terbentuknya, proses
dan faktor-faktor yang berperan dan komponen-komponen pada batuan sedimen.
Sedimentologi adalah studi tentang proses transportasi dan pengendapan material
sedimen yang terakumulasi di lingkungan kontinen dan laut hingga membentuk
batuan sedimen. Pengendapan langsung larutan mineral dalam air juga merupakan
sumber material sedimen pada kondisi tertentu.
Lingkungan pengendapan itu sendiri adalah tempat mengendapnya material
sedimen beserta kondisi fisik, kimia, dan biologi yang mencirikan terjadinya
mekanisme pengendapan tertentu. Interpretasi lingkungan pengendapan dapat
ditentukan dari struktur sedimen yang terbentuk. Struktur sedimen tersebut
digunakan secara meluas dalam memecahkan beberapa macam masalah geologi,
karena struktur ini terbentuk pada tempat dan waktu pengendapan, sehingga
struktur ini merupakan kriteria yang sangat berguna untuk interpretasi lingkungan
pengendapan. Terjadinya struktur-struktur sedimen tersebut disebabkan oleh
mekanisme pengendapan dan kondisi serta lingkungan pengendapan tertentu.
Pengetahuan tentang struktur sedimen ini sangatlah penting untuk
mengetahui intrerpretasi lingkungan pengendapan. Oleh karenanya, penting untuk
mengadakan fieldtrip sedimentologi agar ilmu mengenani interpretasi lingkungan
pengendapan bukan hanya diterima secara teori, tetapi dapat dirasakan langsung
di lapangan.
1

.2 Tujuan dan Manfaat


Adapun tujuan diadakannya fieldtrip sedimentologi ini adalah :
1. Agar mahasiswa dapat menentukan bentuk butir dari material sedimen pada
daerah bendungan bili bili.
2. Agar mahasiswa dapat menentukan ukuran butir dari material pasir daerah
tanjung Bayam, Sulawesi Selatan.
3. Agar mahasiswa dapat menentukan fasies sedimen pada daerah bendungan Bili
bili, serta daerah tanjung Bayang, Sulawesi Selatan.
Adapun

manfaat

diadakannya

fieldtrip

sedimentologi

ini

adalah

memberikan pengetahuan mengenai bentuk butir dari setiap material sedimen


serta proses pembentukan dan transportasi dari material sedimen tersebut.
.3 Letak dan Kesampaian Daerah
Secara administratif, daerah penenlitian dilakukan pada dua titik atau
stasiun, diantaranya stasiun satu pada daerah bili bili, dan stasiun dua pada
tempat wisata permandian tanjung bayang. Perjalanan dimulai dari fakultas
teknik, kampus gowa unhas dengan jarak menuju stasiun satu sekitar 5 km yang
ditempuh menggunakan bus kota sebagai transportasi darat selama 60 menit.
Selanjutnya, dilakukan perjalanan kembali menuju stasiun dua dengan
menggunakan media transportasi yang sama selama 180 menit dengan jarak
tempuh sekitar 70 km.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

.1 Geologi Regional
Pemaparan

tinjauan

geologi

regional

daerah

penelitian

dan

sekitarnyadidasarkan pada laporan hasil pemetaan Geologi Lembar Pangkajene


danWatampone Bagian Barat, Sulawesi yang disusun oleh Rab Sukamto dan
S.Supriatna (1982), Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Direktorat
Geologidan Sumberdaya Mineral, Departemen Pertambangan dan Energi RI,
Bandung,sebagai berikut :
A. GEOMORFOLOGI REGIONAL
Bentuk morfologi yang menonjol di daerah lembar Ujung Pandang,
Bentengdan Sinjai adalah kerucut gunungapi Lompobatang, yang menjulang
mencapaiketinggian 2876 m di atas muka laut. Kerucut gunungapi ini dari
kejauhan masihmemperlihatkan bentuk aslinya, dan menempati lebih kurang 1/3
daerah lembar.Pada potret udara terlihat dengan jelas adanya beberapa kerucut
parasit, yangkelihatannya lebih muda dari kerucut induknya, bersebaran di
sepanjang jalur utara-selatan melewati puncak Gunung Lompobatang. Kerucut
gunungapi

Lompobatangini

tersusun

oleh

batuan

gunungapi

berumur

Plistosen.Dua buah bentuk kerucut tererosi yang lebih sempit sebarannya terdapat
disebelah barat dan sebelah utara Gunung Lompobatang. Di sebelah barat
terdapatGunung Baturape, mencapai ketinggian 1124 m dan di sebelah utara
terdapatGunung Cindako, mencapai ketinggian 1500 m. kedua bentuk kerucut
tererosi inidisusun oleh batuan gunungapi berumur Pliosen.
Di bagian utara lembar terdapat 2 daerah yang tercirikan oleh topografi
kars,yang dibentuk oleh batugamping Formasi Tonasa. Kedua daerah bertopografi
3

kars ini dipisahkan oleh pegunungan yang tersusun oleh batuan gunungapi
berumur Miosensampai Pliosen.Daerah sebelah barat Gunung Cindako dan
sebelah utara Gunung Baturapemerupakan daerah berbukit, kasar di bagian timur
dan halus di bagian barat. Bagiantimur mencapai ketinggian kira-kira 500 m,
sedangkan bagian barat kurang dari 50 mdi atas muka laut dan hampir merupakan
suatu dataran. Bentuk morfologi ini disusunoleh batuan klastika gunungapi
berumur Miosen. Bukit-bukit memanjang yangtersebar di daerah ini mengarah
Gunung Cindako dan Gunung Baturape berupa retas-retas basal.Pesisir barat
merupakan dataran rendah yang sebagian besar terdiri daridaerah rawa dan daerah
pasang-surut. Beberapa sungai besar membentuk daerah banjir di dataran ini
Bagian timurnya terdapat bukit-bukit terisolir yang tersusunoleh batuan klastika
gunungapi berumur Miosen dan Pliosen.Pesisir baratdaya ditempati oleh
morfologi berbukit memanjang rendahdengan arah umum kira-kira baratlauttenggara. Pantainya berliku-liku membentuk beberapa teluk, yang mudah
dibedakan dari pantai daerah lain pada lembar ini.Daerah ini disusun oleh batuan
karbonat dari Formasi Tonasa.Secara fisiografi pesisir timur merupakan
penghubung antara LembahWalanae di utara, dan Pulau Selayar di selatan. Di
bagian utara, daerah berbukitrendah dari Lembah Walanae menjadi lebih sempit
dibanding yang di utara (LembarPangkajene dan Watampone bagian Barat), dan
menerus di sepanjang pesisir timurLembar Ujung Pandang, Benteng dan Sinjai
ini. Pegunungan sebelah timur dariLembar Pangkajene dan Watampone bagian
Barat berakhir di bagian utara pesisirtimur lembar ini.Bagian selatan pesisir timur
membentuk suatu tanjung yang ditempatisebagian besar oleh daerah berbukit

kerucut dan sedikit topografi kars. Bentukmorfologi semacam ini ditemukan ini
ditemukan pula di bagian baratlaut PulauSelayar. Teras pantai dapat diamati di
daerah ini sejumlah anatara 3 dan 5 buah.Bentuk morfologi ini disusun oleh
batugamping berumur Miosen Akhir-Pliosen.
Pulau

Selayar

mempunyai

bentuk

memanjang utara-selatan,

yang

secarafisiografi merupakan lanjutan dari pegunungan sebelah timur di Lembar


Pangkajenedan watampone bagian Barat. Bagian timur rata-rata berdongkak lebih
tinggi
dengan puncak tertinggi 608 m, dan bagian barat lebih rendah. Pantai timur ratarata terjaldan pantai barat landai; secara garis besar membentuk morfologi lerengmiring kearah barat.B.
B. STRATIGRAFI REGIONAL
Tatanan Stratigrafi
Satuan batuan tertua yang telah diketahui umurnya adalah batuan
sedimenflysch Kapur Atas yang dipetakan sebagai Formasi Marada (Km). Batuan
malihan(S) belum diketahui umurnya, apakah lebih tua atau lebih muda dari pada
FormasiMarada; yang jelas diterobos oleh granodiorit yang diduga berumur
Miosen (19 2 juta tahun). Hubungan Formasi Marada dengan satuan batuan
yang lebih

muda, yaituFormasi

Salo

Kalupang

dan

Batuan

Gunungapi

Terpropilitkan tidak begitu jelas,kemungkinan tak selaras.Formasi Salo Kalupang


(Teos) yang diperkirakan berumur Eosen Awal-Oligosen Akhir berfasies sedimen
laut,

dan

diperkirakan

setara

dalam

umur

dengan

bagian

Formasi Tonasa (Temt). Formasi Salo Kalupang terjadi di sebelahtimur

bawah
Lembah

Walanae dan Formasi Tonasa terjadi di sebelah baratnya.Satuan batuan berumur


Eosen Akhir sampai Miosen Tengah menindih takselaras batuan yang lebih tua.
Berdasarkan sebaran daerah singkapannya,diperkirakan batuan karbonat yang
dipetakan sebagai Formasi Tonasa (Temt) terjadi pada daerah yang luas di lembar
ini. Formasi Tonasa ini diendapkan sejak EosenAkhir berlangsung hingga Miosen
Tengah, menghasilkan endapan karbonat yang tebalnya tidak kurang dari 1750 m.
Pada kala Miosen Awal rupanya terjadi endapan batuan gunungapi di daerah timur
yang menyusun Batuan Gunungapi Kalamiseng(Tmkv).Satuan batuan berumur
Miosen Tengah sampai Pliosen menyusun FormasiCamba (Tmc) yang tebalnya
mencapai 4250 m dan menindih tak selaras batuan-batuan yang lebih tua. Formasi
ini disusun oleh batuan sedimen laut berselingandengan klastika gunungapi, yang
menyamping beralih menjadi dominan batuangunungapi. (Tmcv). Batuan sedimen
laut berasosiasi dengan karbonat mulaidiendapkan sejak Miosen Akhir sampai
Pliosen di cekungan Walanae (Tmpw) danAnggota Selayar (Tmps).Batuan
gunungapi berumur Pliosen terjadi secara setempat, dan menyusunBatuan
Gunungapi Baturape-Cindako (Tpbv). Satuan batuan gunungapi yangtermuda
adalah yang menyusun Batuan Gunungapi Lompobatang (Qlv), berumurPlistosen.
Sedimen termuda lainnya adalah endapan aluvium dan pantai (Qac).
Perian Satuan Peta
Endapan Permukaan
Qac
ENDAPAN ALUVIUM, RAWA DAN PANTAI: kerikil, pasir, lempung,lum
pur dan batugamping koral; terbentuk dalam lingkungan sungai,

rawa, pantai dan delta. Di sekitar Bantaeng, Bulukumba dan Sungai Berange
ndapan

aluviumnya

terutama

terdiri

dari

rombakan

batuan

gunungapiGunung Lompobatang; di dataran pantai barat terdapat endapan


rawa yangsangat luas.
Batuan Sedimen dan Batuan Gunungapi
Km
FORMASI MARADA (T.M. VAN LEEUWEN, 1974): batuan sedimen bers
ifat flysch; perselingan batupasir, batulanau, arkose, grewake, serpih dan
konglomerat; bersisipan batupasir dan batulanau gampingan, tufa, lava
dan breksi yang bersusunan basal, andesit dan trakit. Batupasir dan batulana
u
berwarna kelabu muda sampai kehitaman; serpih berwarna kelabu tuasampa
i coklat tua; konglomerat tersusun oleh andesit dan basal; lava
dan breksi terpropilitkan kuat dengan mineral sekunder berupa karbonat, sili
kat,serisit, klorit dan epidot. Fosil Globotruncana dari batupasir gampingan
yang dikenali oleh PT Shell menunjukkan umur Kapur Akhir, dan
diendapkan di lingkungan neritik dalam (T.M. Van Leeuwen, hubungan
tertulis, 1978). Formasi inididuga tebalnya tidak kurang 1000 m.Teos
FORMASI SALO KALUPANG:
batupasir, serpih dan batulempung berselingan
gunungapi,

breksi

dan tufa,

dengan konglomerat
bersisipan

lava, batugamping dan napal; batulempung, serpih dan batupasirnya di bebe


rapatempat dicirikan oleh warna merah, coklat, kelabu dan hitam;

setempatmengandung fosil moluska dan foraminifera di dalam sisipan


batugampingdan napal; pada umumnya gampingan, padat, dan sebagian
dengan uratkalsit, sebagian dari serpihnya sabakan; kebanyakan lapisannya
terlipat kuatdengan kemiringan antara 20o-75o. Fosil dari Formasi Salo
Kalupang yang dikenali D. Kadar(hubungan tertulis, 1974) pada contoh
batuan

Td.140,

terdiri

dari:

Asterocyclina matanzensis

COLE,

Discocyclina dispansa (SOWERBY), D. javana (VERBEEK), Nummulites


sp., Pellatispira madaraszi (HANTKEN), Heterostegina sipanensis COLE,
dan Globigerina sp. gabungan fosil inimenunjukkan umur Eosen Akhir
(Tb). Formasi Salo Kalupang yangtersingkap di daerah Lembar Pangkajene
dan Watampone bagian Baratmengandung fosil yang berumur Eosen Awal
smapai Oligosen Akhir.Formasi ini tebalnya tidak kurang dari 1500 m,
sebagai lanjutan dari daerahlembar Pangkajene dan Watampone bagian
Barat sebelah utaranya; ditindihtak selaras oleh batuan dari Formasi
Walanae dan dibatasi oleh sesar dari batuan gunungapi
Tmkv.Temt FORMASI TONASA: batugamping, sebagian berlapis dan sebagian
pejal; koral, bioklastika, dan kalkarenit, dengan sisipan napal globigerina,
batugamping
kaya foram besar, batugamping pasiran, setempat denganmoluska;
kebanyakan putih dan kelabu muda, sebagian kelabu tua dancoklat.
Perlapisan baik setebal anatara 10 cm dan 30 cm, terlipat lemahdengan
kemiringan

lapisan

rata-rata

kurang

dari

25o

di

daerah

Jeneponto batugamping berlapis berselingan dengan napal globigerina. Fosil

dari Formasi Tonasa dikenali oleh D. Kadar (hubungantertulis, 1973, 1974,


1975), dan oleh Purnamaningsih (hubungan tertulis,1974). Contoh-contoh
yang dianalisa fosilnya adalah: La.8, La.35, Lb.1,Lb.49, Lb.83, Lc.44,
Lc.97, Lc.114, Td.37, Td.161, dan Td.167. Fosil-fosilyang dikenali
termasuk

Discocyclina

Flosculinella sp.,

sp.,

Spiroclypeus

Nummulites sp.,
sp.,

S.

Heterostegina sp.,

Orbitoides DOUVILLE,

Lepidocyclina sp., L. Ephippoides JONES & HAPMAN, L. Verbeeki


NEWTON & HOLLAND, L. cf. Sumatrensis JONES
Miogypsina

sp.,

Globigerina

sp.,

Gn.

& CHAPMAN,
Tripartite COCH,

Globoquadrinaaltispira (CHUSMAN & JARVIS), Amphistegina sp.,


Cycloclypeus sp., dan Operculina sp. Gabungan fosil tersebut menunjukkan
umur berkisar dari Eosen sampai Miosen Tengah (Ta-Tf), dan lingkungan
pengendapan neritik dangkal sampai dalam dan sebagian laguna.
Formasi ini tebalnya tidak kurang dari 1750 m, tak selaras
menindih batuan Gunungapi Terpropilitkan (Tpv) dan ditindih oleh Formasi
Camba (Tmc); di beberapa tempat diterobos oleh retas, sil dan stok
bersusunan basal dan diorit; berkembang baik di sekitar Tonasa di daerah
Lembar Pangkajene dan Watampone bagian Barat, sebelah utaranya. Tmc
FORMASI

CAMBA

batuan sedimen laut berselingan dengan batuangunungapi, batupasir tufaan


berselingan dengan tufa, batupasir dan batulempung ; bersisipan napal,
batugamping, konglomerat dan breksigunungapi, dan batubara; warna
beraneka dari putih, coklat, merah, kelabumuda sampai kehitaman,

umumnya mengeras kuat; berlapis-lapis dengantebal antara 4 cm dan 100


cm. Tufa berbutir halus hingga lapili; tufalempungan berwarna merah
mengandung banyak mineral biotit ; konglomerat dan breksinya terutama
berkomponen andesit dan basal den ganukuran antara 2 cm dan 30 cm;
batugamping pasiran mengandung koral dan moluska; batulempung kelabu
tua dan napal mengandung fosil foram kecil ; sisipan batubara setebal 40 cm
ditemukan di Sungai Maros. Fosil dari Formasi Camba yang dikenali oleh
D. Kadar (hubungan tertulis, 1974, 1975) dan Purnamaningsih (hubungan
tertulis, 1975), pada contoh batuan La.3, La.24, La.125, dan La.448/4,
terdiri dari : Goloborotalia mayeri CUSHMAN & ELLISOR, Gl. Praefoksi
BLOW

&

MANNER,

Gl.

Flosculinella bontangensis (RUTTEN),

Siakensis
Globigerina

(LEROY),
venezuelana

HEDBERG, Globoquadrina altispira (CUSHMAN &JARVIS), Orbulina


universa

DORBIGNY, O.

Suturalis

BRONNIMANN,

Cellanthus

cratuculatus FICHTEL & MOLL, dan Elphidium advenum (CHUSMAN).


gabungan fosil tersebut menunjukkan umur Miosen Tengah(Tf). Lagi pula
ditemukan fosil foraminifera jenis yang lain, ostrakoda danmoluska dalam
formasi

ini.

Kemungkinan

Formasi

Camba

di

daerah

ini berumur sama dengan yang di Lembar Pangkajene dan Watampone bagia
nBarat yaitu Miosen Tengah sampai Miosen Akhir.Formasi ini adalah
lanjutan dari Formasi Camba yang terletak diLembar Pangkajene dan bagian
Barat Watampone sebelah utaranya, kira-kira 4250 m tebalnya; diterobos
oleh retas basal piroksen setebal antara -30m, dan membentuk bukit-bukit

10

memanjang. Lapisan batupasir kompak (10-75 cm) dengan sisipan batupasir


tufa (1-2 cm) dan konglomerat berkomponen basal dan andesit, yang
tersingkap di pulau selayar diperkirakan termasuk satuan Tmc.
Tmcv, Batuan Gunungapi Formasi Camba : breksi gunungapi, lava,
konglomerat dan tufa berbutir halus hingga lapili, bersisipan batuan
sedimenlaut berupa batupasir tufaan, batupasir gampingan dan batulempung
yang mengandung sisa tumbuhan. Bagian bawahnya lebih banyak
mengandung

breksi

gunungapi

dan

lava

yang

berkomposisi

andesit dan basal;konglomerat juga berkomponen andesit dan basal dengan


ukuran 3-50 cm;tufa berlapis baik, terdiri tufa litik, tufa kristal dan tufa
vitrik. Bagian atasnyamengandung ignimbrit bersifat trakit dan tefrit leusit;
ignimbrite berstrukturkekar maniang, berwarna kelabu kecoklatan dan
coklat tua, tefrit lusit berstruktur aliran dengan permukaan berkerak
roti, berwarna hitam. SatuanTmcv ini termasuk yang dipetakan oleh T.M.
Van Leeuwen (hubungantertulis, 1978) sebagai Batuan Gunungapi Soppo,
Batuan GunungapiPamusureng dan Batuan Gunungapi Lemo. Breksi
gunungapi yang tersingkap di Pulau Selayar mungkin termasuk formasi ini;
breksinya sangatkompak, sebagian gampingan, berkomponen basal amfibol,
basal piroksendan andesit (0,5-30 cm), bermasa dasar tufa yang
mengandung biotit dan piroksen.
Fosil yang dikenali oleh D. Kadar (hubungan tertulis, 1971) dari A.75
dan A.76.b termasuk : Amphistegina s., Globigerinids, Operculina sp.,
Orbulina universa DORBIGNY, Rotalia sp., dan Gastropoda. Penarikan

11

jejak
belah dari contoh ignimbrit menghasilkan umur 13 2 juta tahun danK-Ar
dari contoh lava menghasilkan umur 6,2 juta tahun (T.M. vanLeeuwen,
hubungan tertulis, 1978). Data paleontologi dan radiometri tersebut
menunjukkan umur Miosen Tengah sampai Miosen Akhir.
Satuan ini mempunyai tebal sekitar 2500 m dan merupakan
fasiesgunungapi dari pada Formasi Camba yang berkembang baik di daerah
sebelah

utaranya

(Lembar

Pangkajene

dan

Watampone

bagian

Barat);lapisannya kebanyakan terlipat lemah, dengan kemiringan kurang


dari 20o ; menindih tak selaras batugamping Formasi Tonasa (Temt) dan
batuan yanglebih tua.
Tmpw FORMASI WALANAE: perselingan batupasir, konglomerat, dan
tufa,dengan sisipan batulanau, batulempung, batugamping, napal dan lignit;
batupasir

berbutir

sedang sampai kasar, umumnya gampingan dan agakkompak, berkomposisi


sebagian andesit dan sebagian lainnya banyak mengandung kuarsa; tufanya
berkisar dari tufa breksi, tufa lapili dan tufakristal yang banyak mengandung
biotit; konglomerat berkomponen andesit,trakit dan basal, dengan ukuran 70 cm, rata-rata 10 cm.
Formasi ini terdapat di bagian timur, sebagai lanjutan dari lembah
Sungai Walanae di lembar Pangkajene dan Watampone bagian Barat sebelah
utaranya. Di daerah utara banyak mengandung tufa, di bagian tengah
banyak mengandung batupasir, dan di bagian selatan sampai di Pulau

12

selayar batuannya berjemari dengan batugamping anggota selayar (Tmps);


kebanyakan batuannya berlapis baik, terlipat lemah dengan kemiringan
antara 10o 20o, dan membentuk perbukitan dengan ketinggian rata-rata
250m di atas muka laut; tebal formasi ini sekitar 2500 m. Di Pulau
Selayarformasi ini terutama terdiri dari lapisan-lapisan batupasir tufaan (1065 cm)dengan sisipan napal; batupasirnya mengandung kuarsa, biotit,
amfibol dan piroksen.
Fosil dari Formasi Walanae yang dikenali oleh Purnamaningsih
(hubungan tertulis, 1975) pada contoh batuan La.457 dan La.468, terdiri
dari: Globigerina sp., Globorotalia menardii (DORBIGNY), Gl. Tumida
(BRADY),

Globoquadrina

Globigerinoides

immaturus

altispira (CUSHMAN
LEROY,

Gl.

&

JARVIS),

obliquus BOLLI,

dan

Orbulinauniversa DORBIGNY. Gabungan fosil tersebut menunjukkan


umur berkisar dari Miosen Akhir sampai Pliosen (N18-N20). Lagi pula
ditemukan jenis foraminifera yang lain, ganggang, dan koral dalam formasi
ini.
Tmps, Anggota Selayar Formasi Walanae
batugamping

koral

dan

kalkarenit,

dengan

batugamping
sisipan

napal

pejal,
dan

batupasirgampingan; umumnya putih, sebagian coklat dan merah; setempat


mengandung moluska. Di sebelah timur Bulukumba dan di Pulau Selayar
terlihat batugamping ini relatif lebih muda dari pada batupasir
FormasiWalanae, tetapi di beberapa tempat terlihat adanya hubungan
menjemari.

13

Fosil

dari

Anggota

Selayar

yang

dikenali

oleh

Purnamaningsih(hubungan tertulis, 1975) pada contoh batuan La.437,


La.438

dan

La.479,

terdiri

dari:

Globigerina

nephentes TODD,

Globorotalia acostaensis BLOW, Gl. Dutertrei (DORBIGNY), Gl.


Margaritae BOLLI &BERMUDEZ, Gl. Menardii (DORBIGNY), Gl.
Scitula

(BRADY), Gl. Tumida (BRADY), Globoquadrina altispira

(CUSHMAN & JARVIS), Gn. Dehiscens (CHAPMANN-PARR-OLLINS),


Globigerinoides extremus BOLLI & BERMUDEZ, Gd. Immaturus
LEROY, Gd. Obliquus BOLLI, Gd. ruber (DORBIGNY),Gd. Sacculifer
(BRADY), Gd. Trilobus (REUSS), Biorbulina bilobata (DORBIGNY),
Orbulina universa (DORBIGNY), Hastigerina aequilateralis (BRADY),
Pulleniatina primalis
eminulina SCHWAGER,

BANNER
dan

&

BLOW,

Sphaeroidinella

Sphaeroidinellopsis
Subdehiscens BLOW.

Gabungan fosil tersebut menunjukkan umur berkisar dari Miosen Akhir


sampai Pliosen Awal (N16-N19).
Tebal satuan diperkirakan sekitar 2000 m. Di Kepulauan Ara dan
diujung utara Pulau Selayar ditemukan undak-undak pantai pada
batugamping; paling sedikit ada 3 atau 4 undak pantai. Daerah
batugamping inimembentuk perbukitan rendah dengan ketinggian rata-rata
150 m, dan yang paling tinggi 400 m di Pulau Selayar.
Batuan Gunungapi
Tpv BATUAN GUNUNGAPI TERPROPILITKAN: breksi, lava dan tufa,
mengandung lebih banyak tufa di bagian atasnya dan lebih banyak lava

14

di bagian bawahnya, kebanyakan bersifat andesit dan sebagian trakit;


bersisipan serpih dan batugamping di bagian atasnya; komponen breksi bera
neka ukuran dari beberapa cm sampai lebih dari 50 cm, tersemen oleh

tufa

yang kurang dari 50%; lava dan breksi berwarna kelabu tua sampai kelabu
kehijauan, sangat terbreksikan dan terpropilitkan, mengandung barik- barik
karbonat dan silikat.
Satuan ini tebalnya sekitar 400 m, d

itindih tak selaras

oleh batugamping Eosen Formasi Tonasa, dan diterobos oleh batuan granodi
oritgd; disebut Batuan Gunungapi Langi oleh van Leeuwen (1974).
Penarikan jejak

belah

sebuah contoh

tufa dari

bagian

bawah satuan

menghasilkan umur 63 juta tahun atau Paleosen (T.M. van Leeuwen,


hubungan tertulis, 1978).
Tmkv BATUAN GUNUNGAPI

KALIMISENG: lava dan

breksi, dengan

sisipantufa, batupasir, batulempung dan napal; kebanyakan bersusunan basal


dansebagian andesit, kelabu tua hingga kelabu kehijauan, umumnya kasat
mata,kebanyakan terubah, amigdaloidal dengan mineral sekunder karbonat
dansilikat; sebagian lavanya menunjukkan struktur bantal.
Satuan batuan ini tersingkap di sepanjang daerah pegunungan sebelah
timur Lembah Walanae, sebagai lanjutan dari Tmkv yang tersingkap bagus
di daerah utaranya (Lembar Pangkajene dan Watampone bagian Barat);
terpisahkan oleh jalur sesar dari batuan sedimen dan karbonat Formasi Salo
Kalupang (Eosen-Oligosen) di bagian baratnya; diterobos olehretas dan stok
bersusunan basal, andesit dan diorit. Satuan batuan ini diperkirakan berumur

15

Miosen Awal; tebal satuan di lembar Pangkajene danWatampone bagian


Barat tidak kurang dari 4250 m.
Tpbv BATUAN GUNUNGAPI BATURAPECINDAKO: lava dan breksi, dengan
sisipan sedikit tufa dan konglomerat, bersusunan basal, sebagian besar
porfiri dengan fenokris piroksen besar-besar sampai 1 cm dan sebagian
kecilkasatmata, kelabu tua kehijauan hingga hitam warnanya; lava sebagian
berkekar maniang dan sebagian berkekar lapis, pada umumnya breksi
berkomponen kasar, dari 15 cm sampai 60 cm, terutama basal dan sedikit
andesit, dengan semen tufa berbutir kasar sampai lapili, banyak
mengandung pecahan piroksen.
Komplek terobosan diorite berupa stok dan retas di Baturape dan
Cindako diperkirakan merupakan bekas pusat erupsi (Tpbc); batuan
disekitarnya terubah kuat, amygdaloidal dengan mineral sekunder zeolit
dankalsit; mineral galena di Baturape kemungkinan berhubungan dengan
terobosan

diorite

itu;

daerah

sekitar

Baturape

dan

Cindako

batuannyadidominasi oleh lava Tpbl. Satuan ini tidak kurang dari 1250 m
tebalnya dan berdasarkan posisi stratigrafinya kira-kira berumur Pliosen
Akhir.
Qlv BATUAN GUNUNGAPI LOMPOBATANG: aglomerat, lava, breksi,endapan
lahar dan tufa, membentuk kerucut gunungapi strato dengan puncak
tertinggi 2950 m di atas muka laut; batuannya sebagian besar berkomposisi
andesit dan sebagian basal, lavanya ada yang berlubang-lubang seperti
yangdisebelah barat Sinjai dan ada yang berlapis; lava yang terdapat kira-

16

kira 2 km sebelah utara Bantaeng berstruktur bantal; setempat breksi dan


tufanya mengandung banyak biotit.
Bentuk morfologi tubuh gunungapi masih jelas dapat dilihat
pada potret udara; (Qlvc) adalah pusat erupsi yang memperlihatkan bentuk
kubah lava; bentuk kerucut parasit memperlihatkan paling sedikit ada 2
perioda kegiatan erupsi, yaitu Qlvpl dan Qlvp2. Di daerah sekitar pusat
erupsi batuannya terutama terdiri dari lava dan aglomerat (Qlv), dan di
daerah yang agak jauh terdiri terutama dari breksi, endapan lahar dan tufa
(Qlvb). Berdasarkan posisi stratigrafinya diperkirakan batuan gunungapi ini
berumur Plistosen.
Batuan Terobosan
Gd GRANODIORIT : terobosan granodiorit, batuannya berwarna kelabu muda,
di bawah mikroskop terlihat adanya feldspar, kuarsa, biotit, sedikit piroksen
dan hornblende, dengan mineral pengiring zirkon, apatit dan magnetit;
mengandung senolit bersifat diorite, diterobos retas aplit, sebagian yang
lebih bersifat diorite mengalami kaolinisasi.
Batuan terobosan ini tersingkap di sekitar Barru, menerobos
batuandari Formasi Marada (Km) dan Batuan Gunungapi Terpropilitkan
(Tpv),tetapi tidak ada kontak dengan batugamping Formasi Tonasa
(Temt).Penarikan jejak belah dari contoh granodioritnya yang menghasilkan
umur 19 2 juta tahun memberikan dugaan bahwa penerobosan batuan ini
berlangsung di kala Miosen Awal (T.M. van Leeuwen, hubungan tertulis,
1987).

17

DIORIT : terobosan diorite, kebanyakan berupa stok dan sebagian retas


atausil; singkapannya ditemukan di sebelah ditemukan di sebelah timur
Maros, menerobos batugamping Formasi Tonasa (Temt); umumnya
berwarna
kelabu, berteksur porfir, dengan fenokris amfibol dan biotit, sebagian berkek
armeniang.
Penearikan Kalium / Argon pada biotit dari aplit (lokasi 2) dan
diorite(lokasi

3) menunjukkan

umur

masing-masing

9,21 dan

7,74

juta tahun atauMiosen Akhir (J.D. Obradovich hubungan tertulis, 1974).


t/a TRAKIT DAN ANDESIT : terobosan trakit dan andesit berupa retas danstok;
trakit

berwarna

putih,

bertekstur

porfir

dengan

fenokris

sanidin

sampaisepanjang 1 cm; andesit berwarna kelabu tua, bertekstur porfir


denganfenokris amfibol dan biotit. Batuan ini tersingkap di daerah sebelah
baratdayaSinjai, dan menerobos batuan gunungapi Formasi Camba (Tmcv).
BASAL terobosan basal berupa retas, sil dan stok, bertekstur porfir dengan
fenokris piroksen kasar mencapai ukuran lebih dari 1 cm, berwarna
kelabutua kehitaman dan kehijauan; sebagian dicirikan oleh struktur kekar
meniang, beberapa di antaranya mempunyai tekstur gabro. Terobosan basal
di sekitar Jene Berang berupa kelompok retas yang mempunyai arah kirakira radiermemusat ke Baturape dan Cindako; sedangkan yang di sebelah
utaraJeneponto berupa stok.
Semua terobosan basal menerobos batuan dari Formasi Camba (Tmc).Penarikan
Kalium/Argon pada batuan basal, dari lokasi 1 dan 4, dan gabrodari lokasi 5

18

menunjukkan umur masing-masing 7,5, 6,99 dan 7,36 jutatahun, atau


Miosen Akhir (Indonesi Gulf Oil Co., hubungan tertulis, 1972;J.D.
Obradovich, hubungan tertulis, 1974). Ini menandakan bahwakemungkinan
besar penerobosan basal berlangsung sejak Miosen Akhirsampai Pliosen
Akhir.
Batuan Malihan
s

BATUAN MALIHAN KONTAK : batutanduk yang berkomposisi mineralmineral antofilit, kordiorit, epidotit, garnet, kuarsa, feldspar, muscovite
dankarbonat; berwarna kelabu ke hijauan sampai hijau tua, tersingkap di
daerahyang sempit ( 2 km), pada kontak dengan granodiorit (gd) dan
dibatasi oleh sesar dari batuan gunungapi Tmcv. Batutanduk ini
mengandung banyak lensa magnetit.

C. STRUKTUR GEOLOGI REGIONAL


Batuan tertua yang tersingkap di daerah ini adalah sedimen flysch
FormasiMarada, berumur Kapur Atas. Asosiasi batuannya memberikan petunjuk
suatuendepan lereng bawah laut, ketika kegiatan magma sudah mulai pada waktu
itu.Kegiatan magma berkembang menjadi suatu gunungapi pada waktu kira-kira
63 jutatahun, dan menghasilkan Batuan Gunungapi Terpropilitkan.
Lembah Walanae di Lembar Pangkajene dan Watampone bagian
Baratsebelah utaranya menerus ke Lembar Ujung Pandang, Benteng dan Sinjai,
melaluiSinjai di pesisir timur. Lembah ini memisahkan batuan berumur Eosen,
yaitusedimen klastika Formasi Salo Kalupang di sebelah timur dari sedimen
karbonat Formasi Tonasa di sebelah baratnya. Rupanya pada Kala Eosen daerah

19

sebelah baratLembah Walanae merupakan suatu paparan laut dangkal, dan daerah
sebelahtimurnya merupakan suatu cekungan sedimentasi dekat daratan.
Paparan laut dangkal Eosen meluas hamper ke seluruh daerah lembar peta,
yang buktinya ditunjukkan oleh sebaran Formasi Tonasa di sebelah barat Barru,
sebelah timur Maros dan di sekitar Takalar. Endapan paparan berkembang selama
Eosen sampai Miosen Tengah. Sedimentasi klastika di sebelah timur Lembah
Walanae rupanya berhenti pada Akhir Oligosen, dan diikuti oleh kegiatan
gunungapiyang menghasilkan Formasi Kalamiseng.
Akhir dari pada kegiatan gunungapi Miosen Awal diikuti oleh tektonik yang
menyebabkan

terjadinya

permulaan

terban

Walanae,

yang

kemudian

menjadicekungan di mana Formasi walanae terbentuk. Peristiwa ini kemungkinan


besar berlangsung sejak awal Miosen Tengah, dan menurun perlahan selama
sedimentasi sampai kala Pliosen.
Menurunnya cekungan Walanae dibarengi oleh kegiatan gunungapi yang
terjadi secara luas di sebelah baratnya dan mungkin secara local di sebelah
timurnya. Peristiwa ini terjadi selama Miosen Tengah sampai Pliosen. Semula
gunungapinya terjadi di bawah laut, dan kemungkinan sebagian muncul di
permukaan pada kalaPliosen. Kegiatan gunungapi selama Miosen menghasilkan
Formasi Camba, dan selama Pliosen menghasilkan Batuan Gunungapi BaturapeCindako.

Kelompok

retas

basal

berbentuk

berbentuk

radier

memusat ke G. Cindako dan G. Baturape, terjadinya gerakan mengkubah pada


kala Pliosen.

20

Kegiatan gunungapi di daerah ini masih berlangsung sampai kala


Plistosen,menghasilkan Batuan Gunungapi Lompobattang. Berhentinya kegiatan
magma padaakhir Plistosen, diikuti oleh suatu tektonik yang menghasilkan sesarsesar en echelon (merencong) yang melalui G. Lompobattang berarah utaraselatan. Sesar-sesar enechelon mungkin sebagai akibat dari suatu gerakan
mendatar

dekstral

daripada batuan alas pesisir barat Lembah Walanae. Sejak kala Pliosen pesisir bar
at ujunglengan Sulawesi Selatan ini merupakan dataran stabil, yang pada kala
Holosen hanyaterjadi endapan aluvium dan rawa-rawa.
.2 Geologi Daerah Penelitian
.2.1 Geologi Daerah Bili bili
Secara geologi daerah ini tersusun oleh batuan-batuan sediment dan
terobosan Formasi Camba yang berumur Tersier, batuan gunungapi dan
terobosan yang termasuk dalam kelompok batuan Gunungapi Baturappe-Cindako
berumur Tersier, batuan Gunungapi Lompobatang yang berumur Kuarter, serta
endapan alluvial. Daerah dataran yang merupakan daerah terendah di atas
permukaan laut, umumnya ditempati oleh endapan alluvial. Kelompok batuan
Formasi Camba dan batuan gunungapi Tersier umumnya menempati daerah
perbukitan dan hanya sebagian kecil yang berada di daerah dataran serta di
daerah dataran bergelombang; sedangkan daerah pegunungan yang merupakan
bagian tertinggi dalam wilayah Kabupaten Gowa tersusun oleh batuan
gunungapi Kuarter.

21

Daerah dataran yang umumnya tersusun oleh endapan alluvial merupakan


wilayah air tanah produktivitas sedang-rendah. Sedangkan daerah yang tersusun
oleh batuan sedimen Formasi Camba dan Batuan Gunungapi termasuk batuan
terobosan berumur Tersier merupakan wilayah airtanah dengan produktivitas
sangat rendah hingga langka air tanah. Daerah pegunungan termasuk wilayah
airtanah produktivitas sedang kecuali sebagian daerah di sekitar puncak
merupakan wilayah airtanah langka.
Bahan galian berupa pasir dan lempung banyak ditambang di daerah
dataran terutama di daerah Bajeng, sedangkan sirtu di daerah lembah sungai
Jeneberang

di

bagian hulu bendung Bili-Bili. Daerah bergelombang sering dibuat menjadi lebih
landai bahkan datar dengan menggalinya sebagai tanah urug dan batubelah
terutama di daerah yang tersusun oleh endapan gunungapi Tersier. Formasi
Camba oleh para peneliti sebelumnya diinformasikan mengandung lapisan tipis
batubara, sedangkan intrusi batuan gunungapi Baturappe-Cindako antara lain
menghasilkan mineralisasi logam mulia.
Dari segi kebencanaan, daerah Kabupaten Gowa ini tidak termasuk daerah
yang rawan gempa bumi karena kondisi geologi lokal dan posisi tektoniknya yang
jauh dari zona-zona sumber gempabumi. Daerah ini juga aman dari bencana
gunungapi karena gunungapi terdekat yaitu Lompobattang sudah termasuk
kategori padam. Namun beberapa tempat termasuk sangat rawan terhadap
bencana gerakan tanah seperti di sebagian lereng gunung Bawakaraeng dan
sebagian daerah perbukitan yang terjal. Selain itu daerah lembah sungai

22

jeneberang juga rawan terhadap bencana banjir bandang. Analisis Geologi


Lingkungan dan skoring setiap komponen geologi lingkungan yang dimiliki oleh
semua daerah dan dianggap berpengaruh terhadap pengembangan wilayah
menunjukkan nilainya berkisar antara 33-62 atau kurang leluasa hingga cukup
leluasa untuk dikembangkan, kecuali daerah tertentu yang tersisihkan merupakan
daerah yang tidak layak kembang.
Daerah yang cukup leluasa untuk dikembangkan direkomendasikan sebagai
kawasan budidaya umum utamanya pertanian tanaman pangan semusim dan
pengembangan kawasan non pertanian seperti pemukiman, perkantoran dan
perdagangan. Sedangkan sebagian besar daerah yang agak leluasa lainnya dan
daerah yang kurang leluasa untuk dikembangkan merupakan daerah yang
direkomendasikan sebagai kawasan budidaya terbatas umumnya pertanian
(termasuk

hutan).

Adapun

daerah

yang

tidak

layak

kembang

maka

direkomendasikan sebagai kawasan lindung. Daerah yang cukup leluasa untuk


dikembangkan sebagian besar terletak di dataran Sungguminasa - Takalar,
sedangkan yang tidak layak menempati daerah di sekitar puncak perbukitan dan
pegunungan terjal, sempadan sungai, waduk/danau dan mata air.
.2.2 Geologi Daerah Tanjung Bayang
Pantai Tanjung Bayang terletak di di Kelurahan Barombong, Kecamatan
Tamalate, Sulawesi Selatan, Indonesia. Pantai Tanjung Bayang merupakan salah
satu tempat wisata yang berada di Kota Makassar yang seringkali menjadi
pilihan untuk berwisata dimana bentangan pasir pantai cukup luas serta di

23

sepanjang pesisir pantai terdaptat tanaman mangrove. Di pantai ini juga banyak
terjadi abrasi dan banyak terdapat enceng gondik dan alga (Litaay, 2008).
Tipe substrat pantai terdiri dari warna pasir hitam dan pasir putih. Pasir
warna hitammenandakan bahwa pasir tersebut banyak mengandung mineralmineral logam. Sedangkan pasir putih menunjukan bahwa mineral logam yang
dikandungnya sedikit (Litaay, 2008).
.3 Sedimentologi

Meskipun sedimentologi merupakan sebuah ilmu yang relatif muda, namun


pengetahuan manusia tentang sedimen telah ada sejak lama. Manusia primitif
mengetahui sifat dan kegunaan batuapi (flint)yang mereka pakai sebagai pisau,
mata anak panah, dan mata tombak. Mereka juga mengetahui kegunaan praktis
dari lempung sebagai bahan baku gerabah dan manfaat oker (ocher) sebagai zat
pewarna. Sebagian tata peristilahan lama yang muncul sebelum berkembangnya
ilmu pengetahuan misalnya cobble, pebble, dan flint masih tetap digunakan
sampai sekarang.
Tulisan tertua yang mengungkapkan berbagai bentuk spekulasi tentang
proses sedimentasi alami dapat ditemukan dalam karya orang-orang Yunani kuno
(Krynine, 1960). Walau demikian, tulisan-tulisan itu belum bisa dipandang
sebagai karya ilmiah.
Pemelajaran batuan sedimen pada mulanya merupakan pemelajaran
stratigrafi, berupa penelitian lapangan yang dilakukan untuk mengetahui geometri

24

umum (ketebalan dan penyebaran) tubuh sedimen. Salah satu buah pikiran
penting dalam per-kembangan stratigrafi dipersembahkan oleh William Smith
(1815), seorang insinyur dan surveyor otodidak, melalui karyanya: peta geologi
Inggris. Peta itu disusun berdasarkan hasil penelitian Smith selama bertahun-tahun
dengan menempuh perjalanan sejauh 11.000 mil. Itulah tulisan pertama yang
berhasil merekam penyebaran dan urut-urutan batuan sedimen di suatu daerah.
Sumbangan pemikiran penting dari Smith adalah penggunaan fosil untuk korelasi.
Dari penjelasan di atas kita dapat memaklumi bahwa sedimentologi berakar pada
stratigrafi. Karena itu, tidak mengherankan apabila pada saat ini kita masih
melihat eratnya kaitan antara stratigrafi dan sedimentologi. Para ahli stratigrafi
masa lalu banyak menyumbangkan tenaga dan pikirannya dalam mengembangkan
pengetahuan tentang sedimen. Pemikiran-pemikiran tersebut sebagian diwujudkan
dalam bentuk tulisan, misalnya dalam buku Principles of Stratigraphy karya
Grabau (1913) dan Treatise of Sedimentation karya Twenhofel (1928).
.3.1 Analisa Bentuk Butir

Bentuk butir (form) merupakan keseluruhan kenampakan partikel secara


tiga dimensi yang berkaitan dengan perbandingan antara ukuran panjang sumbu
terpanjang (a), sumbu menengah (b), dan sumbu terpendek (c). Untuk
menentukan bentuk butir ini, Zingg memperkenalkan suatu metode untuk
mendefinisikan

bentuk

butirnya.

Caranya

adalah

dengan

menggunakan

perbandingan antara b/a dan c/b. Setelah mendapatkan nilai perbandingannya,

25

klasifikasi bentuk butir terbagi dalam empat bentuk, yaitu oblate, prolate,
bladed, dan equant.
Apabila dilihat dari aspek geometri bentukan dari butiran pasir tersebut,
bentuk prolatedan equant cenderung lebih mudah untuk tertransportasi daripada
bentuk oblate dan bladed.

Gambar 2.1

Klasifikasi
butiran
kerakal

berangkal
berdasarkan perbandingan
antar sumbu (Zingg, 1935,
diambil dari Pettijohn,
1975 dengan modifikasi)

Tabel 2.1 Klasifikasi bentuk butir menurut Zingg (1935).


No. Kelas
b/a
c/b
Bentuk
I
>2/3
< 2/3
Oblate (Discoidal)
II
> 2/3
> 2/3
Equant (Equiaxial/spherical)
III
< 2/3
< 2/3
Bladed (Triaxial)
IV
< 2/3
> 2/3
Prolate (Rod-shaped)

26

.3.2

Analisa Ukuran Butir

a. Sphericity
Sphericity ( W ) didefinisikan secara sederhana sebagai ukuran bagaimana
suatu butiran mendekati bentuk bola. Semakin butiran berbentuk menyerupai bola
maka

mempunyai

mendefinisikan

nilai sphericity yang

sphericity

yang

semakin

sebenarnya (true

tinggi.

Wadell

(1932)

sphericity) sebagai

luas

permukaan butir dibagi dengan luas permukaan sebuah bola yang keduanya
mempunyai volume sama. Lewis & McConchie (1994) mengatakan bahwa
rumusan ini sangat sulit untuk dipraktekkan. Sebagai pendekatan, perbandingan
luas permukaan tersebut dianggap sebanding dengan perbandingan volume,
sehingga rumus sphericity menurut Wadell (1932) adalah :

Vp : volume butiran yang diukur


Vcs : volume terkecil suatu bola yang melingkupi partikel tersebut
(circumscribing sphere)
Krumbein (1941) kemudian menyempurnakan persamaan tersebut dengan :

Rumus yang diajukan Krumbein (1941) ini disebut dengan intercept


sphericity (WI) yang dapat dihitung dengan mengukur sumbu-sumbu panjang,
menengah dan pendek suatu partikel dan memasukkan pada rumus tersebut. Sneed

27

& Folk (1958) menganggap bahwa intercept sphericity tidak dapat secara tepat
menggambarkan perilaku butiran ketika diendapkan. Butiran yang dapat
diproyeksikan secara maksimum mestinya diendapkan lebih cepat, misalnya
bentuk prolate seharusnya lebih cepat mengendap dibandingkan oblate, tetapi
dengan rumus W, justru didapatkan nilai yang terbalik. Untuk itu mereka
mengusulkan rumusan tersendiri pada sphericity yang dikenal dengan maximum
projection sphericity (Vp) atau sphericity proyeksi maksimum. Secara matematis
Wp dirumuskan sebagai perbandingan antara area proyeksi maksimum bola
dengan proyeksi maksimum partikel yang mempunyai volume sama, atau secara
ringkas dapat ditulis dengan:

Dalam hal ini L, I dan S adalah sumbu-sumbu panjang, menengah dan


pendek sebagaimana dalam rumus Krumbein (1941). Menurut Boggs (1987), pada
prinsipnya rumus yang diajukan oleh Sneed & Folk (1958) ini tidak lebih valid
dibandingkan dengan intercept sphericity, terutama kalau diaplikasikan pada
sedimen yang diendapkan oleh aliran gravitasi dan es.
Dengan tanpa mempertimbangkan bagaimana sphericity dihitung, Boggs
(1987) menyatakan bahwa hasil perhitungan sphericity yang sama terkadang dapat
diperoleh pada semua bentuk butir. Gambar 2 menunjukkan bahwa partikel
dengan bentuk yang berbeda bisa mempunyai nilai sphericity yang sama. Untuk
mendefinisikansphericity dari

hitungan

matematis,

Folk

(1968)

mengelaskan sphericity dalam 7 kelas sebagaimana ditunjukkan dalam Tabel 2.

28

Bentuk butir ukuran kerakal atau yang lebih besar dipengaruhi oleh bentuk
asalnya dari batuan cumber, namun demikian butiran dengan ukuran ini akan lebih
banyak mengalami perubahan bentuk karena abrasi dan pemecahan selama
transportasi dibandingkan dengan butiran yang berukuran pasir. Untuk butiran
sedimen yang berukuran pasir atau lebih kecil, bentuk butir juga lebih banyak
dipengaruhi oleh bentuk asal mineralnya. Pada prakteknya, analisis bentuk butir
pada sedimen yang berukuran pasir biasanya dilakukan pada mineral kuarsa. Hal
ini disebabkan sifat mineral kuarsa yang keras, tahan terhadap pelapukan, clan
jumlahnya yang melimpah pada batuan sedimen. Namun demikian, untuk
membuat

perbandingan

bentuk

butiran

setelah

mengalami

transportasi,

pengamatan bentuk butir pada mineral lain maupun fragmen batuan (lithic) boleh
juga dilakukan.

Gambar

2.2
Hubungan
antara sphericity matematis dengan
bentuk butir klasifikasi Zingg
(kelas butir lihat gambar 1). Kurva
menunjukkan
kesamaan
nilai sphericity. (Pettijohn, 1975).

Tabel 2.2 Klasifikasi sphericity menurut Folk (1968).


Hitungan Matematis
Kelas

29

<0.75
0.60-0.63
0.63-0.66
0.66-0.69
0.69-0.72
0.72-0.75
>0.75

Very Elongate
Elongate
Subelongate
Intermediete Shape
Subequent
Equent
Very Equent

Bentuk butir akan berpengaruh pada kecepatan pengendapan (settling


velocity). Secara umum batuan yang bentuknya tidak spheris (tidak menyerupai
bola) mempunyai kecepatan pengendapan yang lebih rendah. Dengan demikian
bentuk butir akan mempengaruhi tingkat transportasinya pads sistem suspensi
(Boggs, 1987). Butiran yang tidak spheris cenderung tertahan iebih lama pads
media suspensi dibandingkan yang spheris. Bentuk jugs berpengaruh pads
transportasi

sedimen

secara bedlood (traksi).

yang spheris clanprolate lebih

mudah

Secara

tertransport

umum

butiran

dibandingKan

bentuk blade clan disc (oblate). Lebih jauh analisis sedimen berdasarkan butiran
saja sulit untuk dilakukan. Sebagai contoh, Boggs (1987) menyatakan bahwa dari
pengamatan bentuk butir saja tidak dapat digunakan untuk menafsirkan suatu
lingkungan pengendapan.
b. Roundness
Roundness merupakan morfologi butir yang berkaitan dengan ketajaman
pinggir dan sudut suatu partikel sedimen klastik. Secara matematis, Wadell (1932)
mendefinisikan roundness Sebagai rata-rata aritmetikroundness masing-masing
sudut butiran pada bidang pengukuran. Roundness masing-masing sudut diukur
dengan membandingkan jari-jari lengkungan sudut tersebut dengan jari-jari
lingkaran maksimum yang dapat dimasukkan pada butiran tersebut (Gambar 3).
30

Gambar 2.3 Ilustrasi pengukuran jari-jari


lingkaran maksimum pada
butiran (R) dan jari-jari
lengkungan pada sudut
butiran. (Boggs, 1987
dengan modifikasi)

Rumusannya :

: jari-jari lingkaran kecil,

R : jari-jari lingkaran maksimum,


N : banyaknya sudut.
Menurut Folk (1968) pengukuran sudut-sudut tersebut hampir tidak
mungkin bisa dipraktekkan, sedangkan Boggs (1987) menegaskan bahwa cara
tersebut memerlukan waktu yang banyak untuk kerja di laboratorium dengan
harus dibantu alat circular protractor atau electronic particle-size analyzer. Untuk
mengatasi hal tersebut, maka penentuan roundness butiran adalah dengan

31

membandingkan kenampakan (visual comparison)antara kerakal atau butir pasir


dengan tabel visual secara sketsa (Krumbein, 1941) dan/atau tabel visual foto
(Powers, 1953). Kedua tabel tersebut disajikan pada Gambar 3 dan Gambar 4.
sedangkan Tabel 3 menunjukkan kelas roundness menurut Wadell (1932) dan
korelasinya pada visual Powers (1953).

Gambar 2.4 Interpretasi Roundness secara


sketsa.

Gambar 2.5 Visual foto roundness butiran (Powers, 1953).


Tabel 2.3 Hubungan antara roundness Wadell (1932) dan korelasinya pada
visual roundness Powers (1953).
Interval Kelas (Waddell, 1932)
Visual Kelas (Powers, 1953)
0,12 0,17
Very angular
0,17 0,25
Angular
0,25 0,35
Subangular
0,35 0,49
Subrounded
0,49 0,70
Rounded
0,70 1,00
Well rounded

32

Roundness butiran pada endapan sedimen ditentukan oleh komposisi


butiran, ukuran butir, proses transportasi dan jarak transportnya (Boggs, 1987).
Butiran dengan sifat fisik keras dan resisten seperti kuarsa dan zircon lebih sulit
membulat selama proses transport dibandingkan butiran yang kurang keras seperti
feldspar danpiroksen. Butiran dengan ukuran kerikil sampai berangkal biasanya
lebih mudah membulat dibandingkan butiran pasir. Sementara itu mineral yang
resisten dengan ukuran butir lebih kecil 0.05-0.1 mm tidak menunjukkan
perubahan roundness oleh semua jenis transport sedimen (Boggs, 1987).
Berdasarkan

hal

tersebut,

maka

perlu

diperhatikan

untuk

melakukan

pengamatan roundness pada batuan atau mineral yang sama dan kisaran butir
yang sama besar.
.3.3 Fasies Sedimen
Fasies merupakan suatu tubuh batuan yang memiliki kombinasi
karakteristik yang khas dilihat dari litologi, struktur sedimen dan struktur biologi
memperlihatkan aspek fasies yang berbeda dari tubuh batuan yang yang ada di
bawah, atas dan di sekelilingnya. Fasies umumnya dikelompokkan ke dalam
facies association dimana fasies-fasies tersebut berhubungan secara genetis
sehingga asosiasi fasies ini memiliki arti lingkungan. Dalam skala lebih luas
asosiasi fasies bisa disebut atau dipandang sebagai basic architectural element
dari suatu lingkungan pengendapan yang khas sehingga akan memberikan makna
bentuk tiga dimensi tubuhnya (Walker dan James, 1992).

33

Menurut Slley (1985), fasies sedimen adalah suatu satuan batuan yang dapat
dikenali dan dibedakan dengan satuan batuan yang lain atas dasar geometri,
litologi, struktur sedimen, fosil, dan pola arus purbanya.
Fasies sedimen merupakan produk dari proses pengendapan batuan sedimen
di dalam suatu jenis lingkungan pengendapannya. Diagnosa lingkungan
pengendapan tersebut dapat dilakukan berdasarkan analisa fasies sedimen, yang
merangkum hasil interpretasi dari berbagai data, diantaranya :
1. Geometri :
a. Regional dan lokal dari seismik (misal : progradasi, regresi, reef dan chanel)
b. Intra-reservoir dari wireline log (ketebalan dan distribusi reservoir)
2. Litologi :
dari cutting, dan core (glaukonit, carboneous
detritus) dikombinasi dengan log sumur (GR dan SP)
3. Paleontologi : dari fosil yang diamati dari cutting, core, atau side
wall core
4. Struktur sedimen : dari core
Menurut Sam Boggs, 1987, ada dua tipe utama perubahan fasies vertikal
yaitu:
1. Coarsening-Upward Succession
Coarsening-Upward Succession menunjukan adanya suatu peningkatan
dalam besar butir dari suatu dasar yang erosive atau tajam. Perubahan ini
mengindikasikan peningkatan dalam kekuatan arus transportasi pada saat
pengendapan.
2. Fining-Upward Succession
Fining-Upward Succession adalah perubahan besar butir ke arah atas
menjadi lebih halus ke top yang erosive atau tajam.Perubahan ini menunjukan
penurunan kekuatan arus transportasi pada saat pengendapan.

34

Geometri dan penyebaran batuan ditentukan oleh fasies atau lingkungan


pengendapan. Bentuk, ukuran dan orientasi reservoir tergantung mekanisme
pengendapannya. Mempelajari lingkungan pengendapan purba umumnya dimulai
dengan penampang stratigrafi dan korelasinya untuk menandai tipe batuannya,
geometri tiga dimensinya serta struktur sedimen internalnya (Walker dan James,
1992).
1. Geometri
Umumnya geometri tergantung dari proses pengendapan yang berlangsung
pada lingkungan sedimentasinya. Seluruh bentuk dari fasies sedimen adalah
fungsi

dari

topografi

sebelum

pengendapan,

geomorfologi

lingkungan

pengendapan, dan sejarah setelah pengendapan.


2. Litologi
Litologi pada fasies sedimen merupakan salah satu parameter yang penting
untuk mengobservasi dan interpretasi lingkungan pengendapan.
3. Struktur sedimen
Struktur sedimen dalam lingkungan pengendapan dapat memberikan
indikasi dari kedalaman, level energi, kecepatan hidrolik dan arah arus.
4. Paleocurrent
Paleocurrent atau arus purba merupakan arus yang dapat diidentifikasi dari
pola-pola struktur sedimen yang terbentuk pada masa pengendapan dan
peleogeografis.
Ada tiga parameter dalam membedakan fasies sedimen, yaitu :

35

Parameter fisik : temperatur, kedalaman air, kecepatan arus, sinar


matahari, kecepatan angin, dan arahnya.

Parameter kimia : komposisi air (salinitas), mineralogi (auchthonus atau


allochthnus).

Parameter biologi : soil, tumbuhan darat, tumbuhan air, dan binatang.

Model Fasies (Facies Model)


Model fasies adalah miniatur umum dari sedimen yang spesifik. Model fasies adalah
suatu model umum dari suatu sistem pengendapan yang khusus ( Walker , 1992).
Model fasies dapat diiterpretasikan sebagai urutan ideal dari fasies dengan diagram blok
atau grafik dan kesamaan. Ringkasan model ini menunjukkan sebagaio ukuran yang
bertujuan untuk membandingkan framework dan sebagai penunjuk observasi masa depan.
model fasies memberikan prediksi dari situasi geologi yang baru dan bentuk dasar dari
interpretasi lingkungan. pada kondisi akhir hidrodinamik. Model fasies merupakan suatu
cara untuk menyederhanakan, menyajikan, mengelompokkan, dan menginterpretasikan
data yang diperoleh secara acak.
Ada bermacam-macam tipe fasies model, diantaranya adalah :
a. Model Geometrik berupa peta topografi, cross section, diagram blok tiga dimensi,
dan bentuk lain ilustrasi grafik dasar pengendapan framework.
b. Model Geometrik empat dimensi adalah perubahan portray dalam erosi dan deposisi
oleh waktu .
c. Model statistik digunakan oleh pekerja teknik, seperti regresi linear multiple, analisis
trend permukaaan dan analisis faktor. Statistika model berfungsi untuk mengetahui
beberapa parameter lingkungan pengendapan atau memprediksi respon dari suatu
elemen dengan elemen lain dalam sebuah proses-respon model.
Facies Sequence

36

Suatu unit yang secara relatif conform dan sekuen tersusun oleh fasies yang secara
geneik berhubungan. Fasies ini disebut parasequence. Suatu sekuen ditentikan oleh sifat
fisik lapisan itu sendiri bukan oleh waktu dan bukan oleh eustacy serta bukan ketebalan
atau lamanya pengendapan dan tidak dari interpretasi global atau asalnya regional (sea level
change). Sekuen analog dengan lithostratigrafy, hanya ada perbedaan sudut pandang.
Sekuen berdasarkan genetically unit.
Ciri-ciri sequence boundary :
1. membatasi lapisan dari atas dan bawahnya.
2. terbentuk secara relatif sangat cepat (<10.000 tahun).
3. mempunyai suatu nilai dalam chronostratigrafi.
4. selaras yang berurutan dalam chronostratigrafi.
5. batas sekuen dapat ditentukan dengan ciri coarsening up ward.
Asosiasi Fasies
Mutti dan Ricci Luchi (1972), mengatakan bahwa fasies adalah suatu lapisan atau
kumpulan lapisan yang memperlihatkan karakteristik litologi, geometri dan sedimentologi
tertentu yang berbeda dengan batuan di sekitarnya. Suatu mekanisme yang bekerja serentak
pada saat yang sama. Asosiasi fasies didefinisikan sebagai suatu kombinasi dua atau lebih
fasies yang membentuk suatu tubuh batuan dalam berbagai skala dan kombinasi. Asosiasi
fasies ini mencerminkan lingkungan pengendapan atau proses dimana fasies-fasies itu
terbentuk.
Sekelompok asosiasi fasies endapan fasies digunakan untuk mendefinisikan
lingkungan sedimen tertentu. Sebagai contoh, semua fasies ditemukan di sebuah fluviatile
lingkungan dapat dikelompokkan bersama-sama untuk menentukan fasies fluvial asosiasi.
Pembentukan dibagi menjadi empat fasies asosiasi (FAS), yaitu dari bawah ke atas.
Litologi sedimen ini menggambarkan lingkungan yang didominasi oleh braided stream
berenergi tinggi.
a. Asosiasi fasies 1
Asosiasi fasies terendah di unit didominasi oleh palung lintas-stratifikasi, tinggi
energi braided stream yang membentuk dataran outwash sebuah sistem aluvial. Trace fosil

37

yang hampir tidak ada, karena energi yang tinggi berarti depositional menggali organisme
tidak dapat bertahan.
b. Asosiasi fasies 2
Fasies ini mencerminkan lingkungan yang lebih tenang, unit ini kadang-kadang
terganggu oleh lensa dari FA1 sedimen. Bed berada di seluruh tipis, planar dan disortir
dengan baik. Bed sekitar 5 cm (2 in) bentuk tebal 2 meter (7 ft) unit "bedded sandsheets"lapisan batu pasit yang membentuk lithology dominan fasies ini.
Sudut rendah (<20 ), lintas-bentuk batu pasir berlapis unit hingga 50 cm (19,7 inci)
tebal, kadang-kadang mencapai ketebalan sebanyak 2 meter (7 kaki). Arah arus di sini
adalah ke arah selatan timur - hingga lereng - dan memperkuat interpretasi mereka sebagai
Aeolian bukit pasir. Sebuah suite lebih lanjut lapisan padat berisi fosil jejak perkumpulan;
lapisan lain beruang riak saat ini tanda, yang mungkin terbentuk di sungai yang dangkal,
dengan membanjiri cekungan hosting mungkin pencipta jejak fosil. Cyclicity tidak hadir,
menunjukkan bahwa, alih-alih acara musiman, kadang-kadang innundation didasarkan
pada peristiwa-peristiwa tak terduga seperti badai, air yang berbeda-beda tabel, dan
mengubah aliran kursus.
c. Asosiasi fasies 3
Fasies ini sangat mirip FA1, dengan peningkatan pasokan bahan clastic terwakili
dalam rekor sedimen tdk halus, diurutkan buruk, atas-fining (yaitu padi-padian terbesar di
bagian bawah unit, menjadi semakin halus ke arah atas), berkerikil palung lintas-unit
tempat tidur hingga empat meter tebal. Jejak fosil langka. Sheet-seperti sungai dikepang
disimpulkan sebagai kontrol dominan pada sedimentasi di fasies ini.
d. Asosiasi fasies 4
Asosiasi fasies paling atas muncul untuk mencerminkan sebuah lingkungan di
pinggiran laut. Fining-up yang diamati pada 0,5 meter (2 kaki) hingga 2 meter (7 kaki)
skala, dengan salib melalui seperai pada unit dasar arus overlain oleh riak. Baik shales batu

38

pasir dan hijau juga ada. Unit atas sangat bioturbated, dengan kelimpahan Skolithos sebuah fosil biasanya ditemukan di lingkungan laut.

BAB III
METODE PENELITIAN
.1 Metode Penelitian
Adapun metode yang digunakan dalam fieldtrip kali ini yaitu terdiri metode
lapangan dan metode laboratorium. Adapun uraiannya sebagai berikut:
.1.1 Metode di Lapangan
Metode pengambilan sampel (sampling) yang digunakan di lapangan yaitu
dengan melakukan tes spit berukuran 1 x 1 m, yang kemudian di lakukan
pengambilan data-data seperti pengukuran tebal lapisan, deskripsi litologi, sketsa
dan pengambil sampel.
.1.2 Metode di Laboratorium
Metode yang digunakan dalam laboratorium yaitu metode pengolahan
sampel berupa pengeringan sampai pengayakan dan terakhir penimbangan. Di
mana pengeringan untuk memudahkan pengayakan, dan pengayakan untuk
memisahkan ukuran butir yang sama dimana untuk mengetahui berat .
39

.1.3 Pengolahan dan Analisa Data


Data yang telah didapatkan di laboratoriun selanjutnya diolah untuk
menentukan mean, modus, median, kemudian menggunakan kurva semilog dan
perhitungan-perhitungan lainnya. Dari hasil pengolahan data-data inilah kemudian
dapat diketahui rata-rata ukuran butir dan persentase tiap lapisan.

BAB IV
SEBARAN BENTUK BUTIR DAN UKURAN BUTIR
MATERIAL SEDIMEN
.1 Hasil
.1.1 Hasil Bentuk Butir
Pengolahan Data
No.
Sampe
l
S1
S2

Dl
(cm)

Di
(cm)

Ds
(cm)

Ds/Dl

Di/Dl

Dl-Di
Dl-Ds

12,5
9,5

10
7,5

6,5
3

0,52
0,315

0,8
0,789

0,417
0,307

S3
S4

4,2
7

3,6
5,5

1,5
4

0,357
0,5

0,857
0,785

0,22
0,5

0,697
0,501
3
0,528
0,746

0,7469
0,629
0,987
0,766

Hasil
No. Sampel
S1
S2
S3
S4

Metode Zingg
Oblate
Oblate
Oblate
Oblate

Metode Sneed & Folk


Bladded
Platy
Platy
Compact Bladded

Metode Wadell
Well Rounded
Rounded
Well Rounded
Well Rounded

40

.1.2 Hasil Ukuran Butir


Pengolahan Data
Lapisan 1

N
O
1
2
3
4
5
6
7

Mesh
2
1
0,5
0,25
0,13
0,06
pan
Total

Bukaan

Berat (Gram)

Berat (%)

Berat Kumulatif

-1
0
1
2
3
4
5

0
2,05
8,58
24,55
40,04
15,03
8,41
98,65

0
2,08
8,70
24,88
40,58
15,24
8,52
100,00

0
2,08
10,78
35,66
76,24
91,48
100,00

41

Kurva Histogram 1
50
45
40
35
30
Axis Title 25
20
15
10
5
0

42

Kurva Frekusnsi 1
45
40
35
30
25
Axis Title 20
15
10

8.52

5
0
1

43

110
100
90
80
70
60
Axis Title

Berat Kumulatif

50

Linear (Berat
Kumulatif)

40
30
20
10
0
-2 -1

Axis Title

Lapisan 2

N
O
1
2
3
4
5
6
7

Mesh
2
1
0,5
0,25
0,13
0,06
pan
Total

Bukaan
-1
0
1
2
3
4
5

Berat
(Gram)

Berat
(%)

Berat
Kumulatif

0
0
10,58
20,24
45,25
16,03
3,41
95,50

0
0
11,08
21,19
47,38
16,79
3,57
100,00

0
0
11,08
32,27
79,64
96,43
100,00

44

Kurva Histogram 2
60
50
40
Axis Title 30
20
10
0

Kurva Frekuensi 2
50
45
40
35
30
Axis Title 25
20
15
10
5
0
1

3.57
2

45

110
100
90
80
70
60
Axis Title

Berat Kumulatif

50

Linear (Berat
Kumulatif)

40
30
20
10
0
-2 -1

Axis Title

lapisan 3

N
O
1
2
3
4
5
6
7

Mesh
2
1
0,5
0,25
0,13
0,06
pan
Total

Bukaan
-1
0
1
2
3
4
5

Berat
(Gram)
0
0
13,765
35,743
28,99
20,3974
0,53
99,4254

Berat
Berat
(%)
Kumulatif
0
0
0
0
13,84455 13,84455
35,94957 49,79412
29,15754 78,95166
20,51528 99,46694
0,533063
100
100

46

Kurva Histogram 3
45
40
35
30
25
Axis Title 20
15
10
5
0

Kurva Frekunsi 3
40
35
30
25
Axis Title 20
15
10
5
0
1

0.53
7

47

110
100
90
80
70
60
Axis Title

Berat Kumulatif

50

Linear (Berat
Kumulatif)

40
30
20
10
0
-2 -1

Axis Title

lapisan 4

N
O
1
2
3
4
5
6
7

Mesh
2
1
0,5
0,25
0,13
0,06
pan
Total

Bukaan
-1
0
1
2
3
4
5

Berat
(Gram)

Berat
(%)

Berat
Kumulatif

0
0
6,7
13,387
60,3
17,98
1,35
99,717

0
0
6,719015
13,42499
60,47113
18,03103
1,353831
100

0
0
6,719015
20,14401
80,61514
98,64617
100

48

Kurva Histogram 4
70
60
50
40
Axis Title

30
20
10
0

Kurva Frekuensi 4
70
60
50
40
Axis Title

30
20
10
0
1

1.35
7

49

110
100
90
80
70
60
50

Axis Title

Berat Kumulatif

40

Linear (Berat
Kumulatif)

30
20
10
0
-2 -1 0
-10

-20
Axis Title

lapisan 5

N
O
1
2
3
4
5
6
7

Mesh
2
1
0,5
0,25
0,13
0,06
pan
Total

Bukaan
-1
0
1
2
3
4
5

Berat
(Gram)

Berat
(%)

Berat
Kumulatif

0
0
10,285
44,687
30,557
10,002
4,378
99,909

0
0
10,29437
44,7277
30,58483
10,01111
4,381988
100

0
0
10,29437
55,02207
85,6069
95,61801
100

50

Kurva Histogram 5
60
50
40
Axis Title 30
20
10
0

Kurva Frekuensi 5
50
45
40
35
30
Axis Title 25
20
15
10
5
0
1

4.38
2

51

110
100
90
80
70
60
Axis Title

Berat Kumulatif

50

Linear (Berat
Kumulatif)

40
30
20
10
0
-2 -1

Axis Title

lapisan 6

N
O
1
2
3
4
5
6
7

Mesh
2
1
0,5
0,25
0,13
0,06
pan
Total

Bukaan
-1
0
1
2
3
4
5

Berat
(Gram)

Berat
(%)

Berat
Kumulatif

0
0
9,078
20,7869
15,7537
50,55
3,675
99,8436

0
0
9,09222
20,81946
15,77838
50,62918
3,680757
100

0
0
9,09222
29,91168
45,69006
96,31924
100

52

Kurva Histogram 6
60
50
40
Axis Title 30
20
10
0

Kurva Frekuensi 6
60
50
40
Axis Title 30
20
10
0
1

3.68
2

53

110
100
90
80
70
60
Axis Title

Berat Kumulatif

50

Linear (Berat
Kumulatif)

40
30
20
10
0
-2 -1

Axis Title

lapisan 7
Berat
(Gram
)
0

0,00

Berat
Kumula
tif
0,00

4,63

4,63

27,65

32,29

24,01

56,30

41,14

97,43

1,773

1,80

99,23

0,756

0,77
100,0
0

100,00

NO

Mesh

Bukaa
n

-1

0,5

0,25

0,125

4,567
27,25
9
23,66
5
40,55

0,073

pan

Total

98,57

Berat
(%)

54

Kurva Histogram 7
50.00
45.00
40.00
35.00
30.00
Axis Title 25.00
20.00
15.00
10.00
5.00
0.00

Kurva Frekuensi 7
45.00
40.00
35.00
30.00
25.00
Axis Title 20.00
15.00
10.00
5.00
0.00
1

0.77
7

55

110.00
100.00
90.00
80.00
70.00
60.00
Axis Title

Berat Kumulatif

50.00

Linear (Berat
Kumulatif)

40.00
30.00
20.00
10.00
0.00
-2 -1 0

Axis Title

lapisan 8

NO

Mesh

Bukaa
n

-1

0,5

0,25

Berat
(Gram
)
0

0,00

Berat
Kumula
tif
0,00

Berat
(%)
6,61

6,61

15,36

21,97

6,577
15,29
6
20,67

20,76

42,73

0,125

50,98

51,20

93,93

0,063

5,376

5,40

99,33

pan

0,667
99,56
6

0,67
100,0
0

100,00

Total

56

Kurva Histogram 8
60.00
50.00
40.00
Axis Title 30.00
20.00
10.00
0.00

Kurva Frekuensi 8
60.00
50.00
40.00
Axis Title 30.00
20.00
10.00
0.00
1

0.67
7

57

110.00
100.00
90.00
80.00
70.00
60.00
Axis Title

Berat Kumulatif

50.00

Linear (Berat
Kumulatif)

40.00
30.00
20.00
10.00
0.00
-2 -1 0

Axis Title

lapisan 9

NO

Mesh

Bukaa
n

1
2

2
1

-1
0

0,5

0,25

0,125

0,063

pan

Total

Berat
(Gram
)
0
0
13,67
8
30,88
3
40,09
7
7,689

0,00
0,00

Berat
Kumula
tif
0,00
0,00

14,47

14,47

32,68

47,15

42,42

89,57

8,14

97,71

2,168
94,51
5

2,29
100,0
0

100,00

Berat
(%)

58

Kurva Histogram 9
50.00
45.00
40.00
35.00
30.00
Axis Title 25.00
20.00
15.00
10.00
5.00
0.00

Kurva Frekuensi 9
45.00
40.00
35.00
30.00
25.00
Axis Title 20.00
15.00
10.00
5.00
0.00
1

2.29
2

59

110.00
100.00
90.00
80.00
70.00
60.00
Axis Title

Berat Kumulatif

50.00

Linear (Berat
Kumulatif)

40.00
30.00
20.00
10.00
0.00
-2 -1 0

Axis Title

lapisan 10

NO

Mesh

Bukaa
n

-1

0,5

0,25

0,125

0,073

pan

Total

Berat
(Gram
)
0
2,562
15,77
8
48,85
9
26,77
8
4,667
2,778
101,4
22

0,00

Berat
Kumula
tif
0,00

2,53

2,53

15,56

18,08

48,17

66,26

26,40

92,66

4,60

97,26

2,74
100,0
0

100,00

Berat
(%)

60

Kurva Histogram 10
60.00
50.00
40.00
Axis Title 30.00
20.00
10.00
0.00

Kurva Frekuensi 10
60.00
50.00
40.00
Axis Title 30.00
20.00
10.00
0.00
1

2.74
2

61

110.00
100.00
90.00
80.00
70.00
60.00
Axis Title

Berat Kumulatif

50.00

Linear (Berat
Kumulatif)

40.00
30.00
20.00
10.00
0.00
-2 -1 0

Axis Title

lapisan 11

NO

Mesh

Bukaa
n

-1

0,5

0,25

0,125

0,073

pan

Total

Berat
(Gram
)
0
1,657
10,88
9
13,49
6
60,77
2
5,38
3,67
95,86
4

0,00

Berat
Kumula
tif
0,00

1,73

1,73

11,36

13,09

14,08

27,17

63,39

90,56

5,61

96,17

3,83
100,0
0

100,00

Berat
(%)

62

Kurva Histogram 11
80.00
70.00
60.00
50.00
Axis Title 40.00
30.00
20.00
10.00
0.00

Kurva Frekuensi 11
70.00
60.00
50.00
40.00
Axis Title

30.00
20.00
10.00
0.00
1

3.83
2

63

110.00
100.00
90.00
80.00
70.00
60.00
Axis Title

Berat Kumulatif

50.00

Linear (Berat
Kumulatif)

40.00
30.00
20.00
10.00
0.00
-2 -1 0

Axis Title

lapisan 12

NO

Mesh

Bukaa
n

-1

Berat
(Gram
)
0

0,00

Berat
Kumula
tif
0,00

0,8

0,83

0,83

0,5

3,33

4,16

31,90

36,06

3,21
30,77
6
55,75

0,25

0,125

57,79

93,86

0,073

2,698

2,80

96,65

pan

3,229
96,46
3

3,35
100,0
0

100,00

Total

Berat
(%)

64

Kurva Histogram 12
70.00
60.00
50.00
40.00
Axis Title

30.00
20.00
10.00
0.00

Kurva Frekuensi 12
70.00
60.00
50.00
40.00
Axis Title

30.00
20.00
10.00
0.00
1

3.35
2

65

110.00
100.00
90.00
80.00
70.00
60.00
Axis Title

Berat Kumulatif

50.00

Linear (Berat
Kumulatif)

40.00
30.00
20.00
10.00
0.00
-2 -1 0

Axis Title

nilai komponen perhitungan ukuran butir

Lapisa
n
1
2
3
4
5
6
7

Mea
n
2,36
7
2,28
3
2,10
0
2,23
3
2,00
0
2,76
7
1,65
0

Media
n

Modu
s

Standar Deviasi

Skewnes
s

Kurtosi
s

2,4

1,116

0,09

2,238

2,4

0,963

-0,8187

1,488

1,002

0,70875

1,678

2,5

0,939

-1,525

1,842

1,9

0,925

1,74

1,623

3,1

1,092

-3,7188

2,398

1,8

0,977

-1,4988

2,020

66

8
9
10
11
12

1,88
3
2,00
0
1,73
3
2,16
7
2,18
3

2,2

1,022

-3,4213

1,836

2,1

0,864

-0,69

1,426

1,7

0,864

0,23

1,307

2,4

0,887

-2,1963

0,938

2,25

0,628

-0,53

0,697

Nilai PHI
Lapisan

16

25

50

75

84

95

0,5

1,3

1,6

2,4

3,4

4,4

0,6

1,3

1,8

2,4

2,9

3,15

3,9

0,55

1,1

1,5

2,8

3,2

3,7

0,8

1,1

1,35

2,5

2,9

3,1

3,7

0,7

1,2

1,4

1,9

2,6

2,9

0,7

1,4

1,8

3,1

3,6

3,8

3,95

0,5

0,75

1,8

2,45

2,65

2,9

-0,15

0,65

1,2

2,2

2,6

2,8

3,05

0,5

1,1

1,4

2,1

2,6

2,8

3,4

10

0,3

0,9

1,2

1,7

2,3

2,6

3,2

11

0,35

1,2

1,95

2,4

2,7

2,9

3,4

12
Lapisa
n

1,05

1,5

1,75

2,25

2,6

2,8

3,05

Standar Deviasi

Skewness

Kurtosis

Poorly Sorted

Near Symmetrical

Very
Leptokurtic

Pasir Halus

Moderetely Sorted

Strongly Coarse
Skewed

Leptokurtic

Pasir Halus

Poorly Sorted

Strongly Fine Skewed

Moderetely Sorted

Strongly Coarse
Skewed

Moderetely Sorted

Strongly Fine Skewed

Poorly Sorted

Strongly Coarse

Very
Leptokurtic
Very
Leptokurtic
Very
Leptokurtic
Very

Ukuran Butir

Pasir Halus
Pasir Halus
Pasir Sedang
Pasir Halus

67

Moderetely Sorted

Poorly Sorted

Moderetely Sorted

10

Moderetely Sorted

11

Moderetely Sorted

12

Moderetely Well Sorted

Skewed
Strongly Coarse
Skewed
Strongly Coarse
Skewed
Strongly Coarse
Skewed
Fine Skewed
Strongly Coarse
Skewed
Strongly Coarse
Skewed

Leptokurtic
Very
Leptokurtic
Very
Leptokurtic

Pasir Sedang

Leptokurtic

Pasir Sedang

Leptokurtic

Pasir Sedang

Mesokurtic

Pasir Halus

Platycurtic

Pasir Halus

Pasir Sedang

BAB V
PENUTUP
.1 Kesimpulan
.2 Saran

68

DAFTAR PUSTAKA
Chabbani,

Muhamad

Anzja.,

2014.,

Diambil

dari

Website

http://www.geomacnews.com/2014/03/morfologi-butir-sedimen-ketikabentuk.html., Diakses pada Hari Minggu/17 Mei 2015, pukul 12:56 WITA

Mustaghfirin, Ahmad., 2010., Geologi Regional Lembar Ujung Pandang, Benteng


, dan Sinjai., Diambil dari Website :
https://id.scribd.com/doc/220415622/94799103-Geologi-Regional-LembarUjung-Pandang-Benteng-Dan-Sinjai., Diakses pada Hari Minggu/17 Mei

2015, pukul 11:56 WITA


Pettijohn., 1975., Sedimentologi dan Stratighrafi.,
Simalango, Alfonsus., 2012., Penyelidikan Geologi Lingkungan., Diambil dari
Website: http://alfonsussimalango.blogspot.com/2010/12/penyelidikan-geologilingkungan.html., Diakses pada Hari Minggu/17 Mei 2015, pukul 12:16

WITA
Smiagi., 2014., Pengenalan Sedimentologi dan Stratigrafi., Diambil dari Website :
http://smiagiung.blogspot.com/2014/08/pengenalan-sedimentologi-danstratigrafi.html., Diakses pada Hari Minggu/17 Mei 2015, pukul 12:16

WITA

69

Anda mungkin juga menyukai