OLEH :
Ima Safitri Puji Utami
CEDERA KEPALA
PENGERTIAN
Cidera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang
disertai atau tanpa disertai perdarahan interstiil dalam substansi otak tanpa diikuti
terputusnya kontinuitas otak.
Cedera kepala yaitu adanya deformitas berupa penyimpangan bentuk atau
penyimpangan garis pada tulang tengkorak, percepatan dan perlambatan
(accelerasi descelarasi) yang merupakan perubahan bentuk dipengaruhi oleh
perubahan peningkatan pada percepatan factor dan penurunan percepatan, serta
rotasi yaitu pergerakan pada kepala dirasakan juga oleh otak sebagai akibat
perputaran pada tindakan pencegahan.
Cedera kepala pada dasarnya dikenal dua macam mekanisme trauma yang
mengenai kepala yakni benturan dan goncangan (Gernardli and Meany, 1996).
Berdasarkan GCS maka cidera kepala dapat dibagi menjadi 3 gradasi yaitu
cidera kepala derajat ringan, bila GCS : 13 15, Cidera kepala derajat sedang, bila
GCS : 9 12, Cidera kepala berat, bila GCS kuang atau sama dengan 8. Pada
penderita yang tidak dapat dilakukan pemeriksaan misal oleh karena aphasia, maka
reaksi verbal diberi tanda X, atau oleh karena kedua mata edema berat sehingga
tidak dapat di nilai reaksi membuka matanya maka reaksi membuka mata diberi nilai
X, sedangkan jika penderita dilakukan traheostomy ataupun dilakukan intubasi
maka reaksi verbal diberi nilai T.
Cedera Kepala Sedang :
- GCS 9 12
- Saturasi oksigen > 90 %
- Tekanan darah systale > 100 mm Hg
- Lama kejadian < 8 jam
PATOFISIOLOGI
Cidera Kepala
TIK - Oedem
- Hematom
Respon Biologi
Hypoxemia
Kelainan Metabolisme
Kontusio
Laserasi
Gangguan Autoregulasi
Rangsangan Simpatis
Stress
Tahanan Vaskuler
Katekolamin
Sistemik & TD
O2 Ggan Metabolisme
Tek. Pemb.Darah
Mual, Muntah
Pulmonal
Asam Laktat
Tek. Hidrostatik
Oedem Otak
Cerebral
Difusi O2 Terhambat
Gangguan
Pola
Hipoksemia,
Hiperkapnea
Nyeri
Intracerebral
Kerusakan /
Penekanan Sel Otak
Local / Difus
Gangguan
kesadaran
Penurunan GCS
Gangguan Seluruh
Kebutuhan Dasar
(Oksigenasi, Makan,
Minum, Kebersihan
Diri, Rasa Aman,
Gerak, Aktivitas Dll
Dampak Langsung
Komotio Cerebri
Kontutio Cerebri
Lateratio Cerebri
Edema Cerebri
Kejang
Resiko Trauma
intracranial,
Hematom
epidural,
Hematom
subdural,
Hematom
intraventrikel, Contra coup kontusio. Selain itu gaya akselerasi dan deselerasi akan
menyebabkan gaya terikan ataupun robekan yang menyebabkan lesi diffuse berupa
Komosio serebri, Diffuse axonal injury (Umar Kasan , 1998).
Cidera Otak Primer
Cidera otak primer adalah cidera otak yang terjadi segera cidera kepala baik
akibat impact injury maupun akibat gaya akselerasi-deselerasi (cidera otak primer ini
dapat berlanjut menjadi cidera otak sekunder) jika cidera primer tidak mendapat
penanganan yang baik, maka cidera primer dapat menjadi cidera sekunder
(Bajamal A.H, Darmadipura : 1993).
1. Cidera pada SCALP
Fungsi utama dari lapisan kulit kepala dengan rambutnya adalah melindungi
jaringan otak dengan cara menyerap sebagian gaya yang akan diteruskan melewati
jaringan otak. Cidera pada scalp dapat berupa Excoriasi, Vulnus, Hematom
subcutan, Hematom subgaleal, Hematom subperiosteal. Pada excoriasi dapat
dilakukan wound toilet. Sedangkan pada vulnus apertum harus dilihat jika vulnus
tersebut sampai mengenai galea aponeurotika maka galea harus dijahit (untuk
menghindari dead space sedangkan pada subcutan mengandung banyak pembuluh
darah demikian juga rambut banyak mengandung kuman sehingga adanya
hematom dan kuman menyebabkan terjadinya infeksi). Penjahitan pada galea
memakai benang yang dapat diabsorbsi dalam jangka waktu lama (tetapi kalau
tidak ada dapat dijahit dengan benang noabsorbsable tetapi dengan simpul terbalik
untuk menghindari terjadinya druck necrosis), pada kasus terjadinya excoriasi
yang luas dan kotor hendaknya diberikan anti tetanus untuk mencegah terjadinya
tetanus yang akan berakibat sangat fatal. Pada kasus dengan hematom subcutaan
sampai hematom subperiosteum dapat dilakukan bebat tekan kemudian berikan
anlgesia, jika selama 2 minggu hematom tidak diabsorbsi dapat dilakukan punksi
steril. Hati-hati cidera scalp pada anak-anak/bayi karena pendarahan begitu banyak
dapat terjadi shock hipopolemik (Gennerellita ,1996).
fraktur
depresi
terbuka
harus
dilakukan
tindakan
operatif
Komosio Serebri
Secara definisi komosio serebri adalah gangguan fungsi otak tanpa adanya
kerusakan anatomi jaringan otak akibat adanya cidera kepala. Sedangkan secara
klinis didapatkan penderita pernah atau sedang tidak sadar selama kurang dari 15
menit, disertai sakit kepala, pusing, mual-muntah adanya amnesi retrogrde ataupun
antegrade. Pada pemeriksaan radiologis CT scan tidak didapatkan adanya kelainan
(Bajamal AH : 1993).
Kontusio Serebri
Secara definisi kontusio serebri didefinisikan sebagai gangguan fungsi otak
akibat adanya kerusakan jaringan otak, secara klinis didapatkan penderita pernah
atau sedang tidak sadar selama lebih dari 15 menit atau didapatkan adanya
kelainan neurologis akibat kerusakan jaringan otak seperti hemiparese/plegi,
aphasia
disertai
gejala
mual-muntah,
pusing
sakit
kepala,
amnesia
Pada tempat
jejas/hematom, pada garis fratur, pada daerah temporal, pada daerah frontal (2 CM
didepan sutura coronaria), pada daerah parietal, pada daerah occipital. Prognose
dari EDH biasanya baik, kecuali dengan GCS datang kurang dari 8, datang lebih
dari 6 jam umur lebih dari 60 tahun (Bajamal A.H , 1999).
Subdural hematom (SDH)
Secara definisi hematom subdural adalah hematom yang terletak dibawah
lapisan duramater dengan sumber perdarahan dapat berasal dari Bridging vein
(paling sering), A/V cortical, Sinus venosus duralis. Berdasarkan waktu terjadinya
perdarahan maka subdural hematom dibagi 3 meliputiSubdural hematom akut
terjadi kurang dari 3 hari dari kejadian, Subdural hematom subakut terjadi antara 3
hari 3 minggu, Subdural hematom kronis jika perdarahan terjadi lebih dari 3
minggu. Secara klinis subdural hematom akut ditandai dengan penurunan
kesadaran, disertai adanya lateralisasi yang paling sering berupa hemiparese/plegi.
Sedangkan pada pemeriksaan radiologis (CT Scan) didapatkan gambaran
hiperdens yang berupa bulan sabit (cresent). Indikasi operasi menurut EBIC
(Europebraininjuy commition) pada perdarahan subdural adalah Jika perdarahan
tebalnya lebih dari 1 CM, Jika terdapat pergeseran garis tengah lebih dari 5 mm.
Operasi yang dilakukan adalah evakuasi hematom, menghentikan sumber
perdarahan. Bila ada edema serebri biasanya
(dekompresi) dan disimpan subgalea. Prognose dari penderita SDH ditentukan dari
GCS awal saat operasi, lamanya penderita datang sampai dilakukan operasi, lesi
penyerta di jaringan otak serta usia penderita, pada penderita dengan GCS kurang
dari 8 prognosenya 50 %, makin rendah GCS, makin jelek prognosenya makin tua
pasien makin jelek prognosenya adanya lesi lain akan memperjelek prognosenya.
Subdural hematom adalah terkumpulnya darah antara duramater dan
jaringan otak, dapat terjadi akut dan kronik. Terjadi akibat pecahnya
pembuluh darah vena / jembatan vena yang biasanya terdapat diantara
duramater, perdarahan lambat dan sedikit. Periode akut dapat terjadi
dalam 48 jam 2 hari, 2 minggu atau beberapa bulan.
Gejala gejalanya :
1). Nyeri kepala
10
2). Bingung
3). Mengantuk
4). Menarik diri
5). Berfikir lambat
6). Kejang
7). Udem pupil.
Intracerebral hematom (ICH)
Perdarahan intracerebral adalah perdarahan yang terjadi pada jaringan otak
biasanya akibat robekan pembuluh darah yang ada dalam jaringan otak. Secara
klinis ditandai dengan adanya penurunan kesadaran yang kadang-kadang disertai
lateralisasi, pada pemeriksaan CT Scan didapatkan adanya daerah hiperdens yang
indikasi dilakukan operasi jika Single, Diameter lebih dari 3 cm, Perifer, Adanya
pergeseran garis tengah, Secara klinis hematom tersebut dapat menyebabkan
gangguan neurologis/lateralisasi. Operasi yang dilakukan biasanya adalah evakuasi
hematom disertai dekompresi dari tulang kepala. Faktor-faktor yang menentukan
prognosenya hampir sama dengan faktor-faktor yang menentukan prognose
perdarahan subdural (Bajamal A.H , 1999).
11
ditarik oleh cairan ekstra seluler keluar dari sel melewati membran sel sehingga
terjadi edema ekstra seluler sedangkan sel-sel otak mengalami pengosongan
(shringkage) (Sumarmo Markam et.al ,1999).
2. Edema serebri sitostatik
Edema serebri sitostatik terjadi jika suplai oksigen kedalam jaringan otak
berkurang (hipoksia) akibatnya terjadi reaksi anaerob dari jaringan otak (pada
keadaan aerob maka metabolisme 1 mol glukose akan di ubah menjadi 38 ATP dan
H2O). Sedangkan dalam keadaan anaerob maka 1 molekul glukose akan diubah
menjadi 2 ATP dan H2O karena kekurangan ATP maka tidak ada tenaga yang dapat
digunakan untuk menjalankan proses pompa Natrium Kalium untuk pertukaran
kation dan anion antara intra selluler dan ekstraseluler dimana pada proses tersebut
memerlukan ATP akibatnya Natrium (Na) yang seharusnya dipompa keluar dari sel
menjadi masuk kedalam sel bersama masuknya natrium. Maka air (H2O) ikut
masuk kedalam sel sehingga terjadi edema intra seluler (Sumarmo Markam et.al :
1999). Gambaran CT Scan dari edema serebri Ventrikel menyempit, Cysterna
basalis menghilang, Sulcus menyempit sedangkan girus melebar.
Tekanan Intra Kranial
Compartment rongga kepala orang dewasa rigid tidak dapat berkembang
yang terisi 3 komponen yaitu Jaringan otak seberat 1200 gram, Cairan liquor
serebrospinalis seberat 150 gram, Darah dan pembuluh darah seberat 150 gram.
Menurut doktrin Monroe kellie, jumlah massa yang ada dalam rongga kepala
adalah konstan jika terdapat penambahan massa (misal hematom, edema, tumor,
abses) maka sebagian dari komponen tersebut mengalami kompensasi/bergeser,
yang mula mula ataupun canalis centralis yang ada di medullaspinalis yang
tampak pada klinis penderita mengalami kaku kuduk serta pinggang terasa sakit
dan berat. Jika kompensasi dari cairan serebrospinalis sudah terlampaui sedangkan
penambahan massa masih terus berlangsung maka terjadi kompensasi kedua yaitu
kompensasi dari pembuluh darah dan isinya yang bertujuan untuk mengurangi isi
rongga intrakranial dengan cara ialahVaso konstriksi yang berakibat tekanan darah
meningkat, Denyut nadi menurun (bradikardia), yang merupakan tanda awal dari
peningkatan tekanan intrakranial, kedua tanda ini jika disertai dengan ganguan pola
napas disebut trias cushing. Jika kompensasi kedua komponen isi rongga
intrakranial sudah terlampaui sedangkan penambahan massa masih terus
berlangsung maka jaringan otak akan melakukan kompensasi yaitu berpindah
ketempat yang kosong (locus minoris) perpindahan jaringan otak tersebut disebut
herniasi cerebri. Tanda - tanda klinis herniasi cerebri tergantung dari macamnya,
12
pada umumnya klinis dari peningkatan tekanan intrakranial adalah Nyeri kepala,
Mual, Muntah, Pupil bendung (Sumarmo Markam et.al ,1999).
Penanganan pertama kasus cidera kepala
Pertolongan pertama dari penderita dengan cidera kepala mengikuti standart
yang telah ditetapkan dalam ATLS (Advanced Trauma Life Support) yang meliputi,
anamnesa sampai pemeriksaan fisik secara seksama dan stimultan pemeriksaan
fisik
meliputi
Airway,
Breathing,
Circulasi,
Disability
(ATLS
,1997).
Pada
pemeriksaan airway usahakan jalan nafas stabil, dengan cara kepala miring, buka
mulut, bersihkan muntahkan darah, adanya benda asing. Perhatikan tulang leher,
Immobilisasi, Cegah gerakan hiperekstensi, Hiperfleksi ataupun rotasi, Semua
penderita cidera kepala yang tidak sadar harus dianggap disertai cidera vertebrae
cervikal sampai terbukti tidak disertai cedera cervical, maka perlu dipasang collar
barce. Jika sudah stabil tentukan saturasi oksigen, minimal saturasinya diatas 90 %,
jika tidak usahakan untuk dilakukan intubasi dan support pernafasan. Setelah jalan
nafas bebas sedapat mungkin pernafasannya diperhatikan frekwensinya normal
antara 16 18 X/menit, dengarkan suara nafas bersih, jika tidak ada nafas lakukan
nafas buatan, kalau bisa dilakukan monitor terhadap gas darah dan pertahankan
PCO 2 antara 28 35 mmHg karena jika
vasodilatasi yang berakibat terjadinya edema serebri. Sedangkan jika kurang dari 20
mm Hg akan menyebabkan vaso konstruksi yang berakibat terjadinya iskemia,
Periksa tekanan oksigen (O2) 100 mm Hg jika kurang beri oksigen masker 8 liter
/menit. Pada pemeriksaan sistem sirkulasi Periksa denyut nadi/jantung, jika (tidak
ada) lakukan resusitasi jantung, Bila shock (tensi < 90 mm Hg nadi >100x per
menit dengan infus cairan RL, cari sumber perdarahan ditempat lain, karena cidera
kepala single pada orang dewasa hampir tidak pernah menimbulkan shock.
Terjadinya shock pada cidera kepala meningkatkan angka kematian 2x. Pada
pemeriksaan disability/kelainan kesadaran pemeriksaan kesadaran memakai
glasgow coma scale, Periksa kedua pupil bentuk dan besarnya serta catat reaksi
terhadap
cahaya
langsung
maupun
tidak
langsung,
Periksa
adanya
hemiparese/plegi, Periksa adanya reflek patologis kanan kiri, Jika penderita sadar
baik tentukan adanya gangguan sensoris maupun fungsi misal adanya aphasia.
Setelah fungsi vital stabil (ABC stabil baru dilakukan survey yang lain dengan cara
melakukan sekunder survey/ pemeriksaan tambahan seperti skull foto, foto thorax,
foto pelvis, CT Scan dan pemeriksaan ini sebenarnya dikerjakan secara stimultan
dan seksama) (ATLS , 1997).
Glasgow Coma Scale (GCS)
13
Nilai
Nilai
5
4
Nilai
6
5
4
3
2
1
Berdasarkan GCS maka cidera kepala dapat dibagi menjadi 3 gradasi yaitu
cidera kepala derajat ringan, bila GCS : 13 15, Cidera kepala derajat sedang, bila
GCS : 9 12, Cidera kepala berat, bila GCS kuang atau sama dengan 8. Pada
penderita yang tidak dapat dilakukan pemeriksaan misal oleh karena aphasia, maka
reaksi verbal diberi tanda X, atau oleh karena kedua mata edema berat sehingga
tidak dapat di nilai reaksi membuka matanya maka reaksi membuka mata diberi nilai
14
semua
penderita
dengan
cidera
kepala
diindikasikan
untuk
pemeriksaan kepala karena masalah biaya dan kegunaan yang sekarang makin
dittinggalkan. Jadi indikasi meliputi jejas lebih dari 5 cm, Luka tembus
(tembak/tajam), Adanya corpus alineum, Deformitas kepala (dari inspeksi dan
palpasi), Nyeri kepala yang menetap, Gejala fokal neurologis, Gangguan kesadaran
(Bajamal A.H ,1999). Sebagai indikasi foto polos kepala meliputi jangan
mendiagnose foto kepala normal jika foto tersebut tidak memenuhi syarat, Pada
kecurigaan adanya fraktur depresi maka dillakukan foto polos posisi AP/lateral dan
oblique.
Indikasi CT Scan
Indikasi CT Scan adalah :
(1) Nyeri kepala menetap atau muntah muntah yang tidak menghilang setelah
pemberian obat obatan analgesia/anti muntah.
(2) Adanya kejang kejang, jenis kejang fokal lebih bermakna terdapat lesi
intrakranial dibandingkan dengan kejang general.
(3) Penurunan GCS lebih 1 point dimana faktor faktor ekstracranial telah
disingkirkan (karena penurunan GCS dapat terjadi karena misal terjadi shock,
febris, dll).
(4) Adanya lateralisasi.
(5) Adanya fraktur impresi dengan lateralisasi yang tidak sesuai, misal fraktur
depresi temporal kanan tapi terdapat hemiparese/plegi kanan.
(6) Luka tembus akibat benda tajam dan peluru.
(7) Perawatan selama 3 hari tidak ada perubahan yang membaik dari GCS.
(8) Bradikardia (Denyut nadi kurang 60 X / menit).
Cidera kepala yang perlu masuk rumah sakit (MRS)
Cidera kepala yang perlu masuk rumah sakit (MRS) meliputi :
(1) Adanya gangguan kesadaran (GCS < 15).
(2) Pernah tidak sadar lebih dari 15 menit (contusio serebri).
(3) Adanya gangguan fokal neorologis (Hemiparese/plegi, kejang - kejang, pupil
anisokor).
(4) Nyeri kepala, muntah - mual yang menetap yang telah dilakukan observasi di
UGD dan telah diberikan obat analgesia dan anti muntah selama 2 jam tidak
ada perbaikan.
15
(5) Adanya tanda fraktur tulang kavaria pada pemerisaan foto kepala.
(6) Klinis adanya tanda tanda patah tulang dasar tengkorak.
(7) Luka tusuk atau luka tembak
(8) Adanya benda asing (corpus alienum).
(9) Penderita disertai mabuk.
(10) Cidera kepala disertai penyakit lain misal hipertensi, diabetes melitus,
gangguan faal pembekuan.
Indikasi sosial yang dipertimbangkan pada pasien yang dirawat dirumah
sakit tidak ada yang mengawasi di rumah jika di pulangkan,Tempat tinggal jauh
dengan rumah sakit oleh karena jika terjadi masalah akan menyulitkan penderita.
Pada saat penderita di pulangkan harus di beri advice (lembaran penjelasan)
apabila terdapat gejala seperti ini harus segera ke rumah sakit misalnya : mual
muntah, sakit kepala yang menetap, terjadi penurunan kesadaran, Penderita
mengalami kejang kejang, Gelisah. Pengawasan dirumah harus dilakukan terus
menerus selama kerang lebih 2 x 24 jam dengan cara membangunkan tiap 2 jam
(Bajamal AH ,1999).
1 Perawatan dirumah sakit
Perawatan di rumah sakit bila GCS 13 15 meliputi :
1). Infus dengan cairan normoosmotik (kecuali Dextrose oleh karena dextrose
cepat dimetabolisme menjadi H2O + CO2 sehingga dapat menimbulkan edema
serebri) Di RS Dr Soetomo surabaya digunakan D5% salin kira kira 1500
2000 cc/24 jam untuk orang dewasa.
5). Minimal penderita MRS selama 2 X 24 jam karena komplikasi dini dari cidera
kepala paling sering terjadi 6 jam setelah cidera dan berangsur angsur
berkurang sampai 48 jam pertama.
2 Perawatan di rumah sakit bila GCS < 13
Perawatan di rumah sakit bila GCS < 13
16
1). Posisi terlentang kepala miring kekiri dengan diberi bantal tipis (head up 15
30) hal ini untuk memperbaiki venous return sehingga tekanan intra kranial
turun.
4). Pasang infus D5% saline 1500 2000 cc/24 jam atau 25 30
CC/KgBB/24jam.
5). Pada penderita dengan GCS < 9 atau diperkirakan akan memerlukan
perawatan yang lebih lama maka hendaknya dipasang maagslang ukuran kecil
(12 Fr) untuk memberikan makanan yang dimulai pada hari I dihubungkan
dengan 500 cc Dextrose 5%. Gunanya pemberian sedini mungkin adalah untuk
menghindari atrophi villi usus, menetralisasikan asam lambung yang biasanya
pH nya sangat tinggi (stress ulcer), menambah energi yang tetap dibutuhkan
sehingga tidak terjadi metabolisme yang negatip, pemberian makanan melalui
pipa lambung ini akan ditingkatkan secara perlahan lahan sampai didapatkan
volume 2000 cc/24 jam dengan kalori 2000 Kkal. Keuntungan lain dari
pemberian makanan peroral lebih cepat pada penderita tidak sadar antara lain
mengurangi translokasi kuman di dinding usus halus dan usus besar,
Mencegah normal flora usus masuk kedalam system portal.
7). Pada penderita yang gelisah harus dicari dulu penyebabnya tidak boleh
langsung
diberikan
obat
penenang
seperti
diazepam
karena
dapat
17
gangguan ventilasi-difusi
gangguan perfusi/sirkulasi
anemia
1,34 = koefisien tetap (angka Huffner) beberapa penulis menyebut 1,36 atau 1,39
pO2
hemodinamik
sebagai
kompensasi
yaitu:
nadi
EDV
18
SVR
VR
normal VR = CO
Available O2 = CO x Ca O2
Available O2
Ca O2
19
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Hafid, M. Sajid Darmadiputra, Umar Kasan, (1989), Strategy Dasar
Penanganan Cidera Otak, Warta IKABI Cab. Surabaya.
American College of Surgeons, (1995), Advanced Trauma Life Support Course for
Physicians, ACS Chicago
Bajamal AH, (1999), Penatalaksanaan Cidera Otak Karena Trauma Pendidikan
Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Bedah Saraf Surabaya.
Becker DP, Gardner S, (1985), Intensive Management of Head Injury. In : Wilkins
RH, Rengachary SS, eds. Neurosurgery New York : Mc. Grow Hill
Company, 1953.
Bouma GJ, Muizelaar JP, Choi Sc et.al, (1991), Cerebral Circulation and Metabolism
After Severe Traumatic Barin Injury : the elusive role of ischemia. J.
Neurosurg.
Bambang Wahyu Prajitno, (1990), Terapi Oksigen, Lab Anestesiologi F.K Unair
Surabaya.
Barzo MK, rau AM, Donaldson D et.al, (1997), Protective Effect of Ifenprodil on
Ishemic Injury Size, Blood Breakdown, and Edema Formation in Focal
Cerebral Ischemia.
Combs DJ, Dempsey RJ, Maley M et.al (1990), Relationship between plasma
glocose, brain lactate and intra cellular PH during cerebraal ischemia in
gebrils stroke.
Gennerelli TA and Meany DF ( 1996 ), Mechanism of Primary Head Injury, Wilkins
RH and Renfgachery SS ( eds ) Neurosurgery, New York
Ishige N, Pitts LH et.al (1987), Effect of Hypoxia on Traumatic brain Injury in rats
Neurosurgery
Jenkins N, Pitts LH et.al (1987), Increased vulnerability of the traumatized brain to
early ischemia in Baethment A, Go CK and Unterberg A ( eds )
Mecahnism of Secondary brain demage.PC Worksho, Italy
Klatzo I. Chui E, Fujiware K (1980), Resulation of Vasogenic brain edema, Adv.
Neurol.
Klauber MF, Marshall LF et.al (1989), Determinants of Head Injury Mortality,
Importance of the Row Risk Patients.
Kraus JF (1993), Epidemiology of Head Injury in Cooper P ( ed ) Head Injury.
Baltimore, William and Wilkins.
Narayan RK (1989), Emergency Room Management of the Head Injury Patient. In :
Becker D.P, Gudeman S.K, eds Text Book of Head Injury Philadelphia :
WB Saunders
20
21