Fisiologi Persalinan Normal
Fisiologi Persalinan Normal
Kehamilan secara umum ditandai dengan aktivitas otot polos miometrium yang relatif
tenang yang memungkinkan pertumbuhan dan perkembangan janin intrauterin sampai dengan
kehamilan aterm. Menjelang persalinan, otot polos uterus mulai menunjukkan aktivitas
kontraksi secara terkoordinasi, diselingi dengan suatu periode relaksasi dan mencapai
puncaknya menjelang persalinan serta secara berangsur menghilang pada periode postpartum.
Mekanisme regulasi yang mengatur aktivitas kontraksi miometrium selama kehamilan,
persalinan, dan kelahiran sampai saat ini masih belum jelas benar.
Proses fisiologi kehamilan pada manusia yang menimbulkan inisiasi partus dan
awitan persalinan belum diketahui secara pasti. Sampai sekarang, pendapat umum yang dapat
diterima bahwa keberhasilan kehamilan pada semua spesies mamalia, bergantung pada
aktivitas progesteron untuk mempertahankan ketenangan uterus sampai mendekati akhir
kehamilan.
Asumsi ini didukung oleh temuan-temuan bahwa pada sebagian besar kehamilan
mamalia nonprimata yang diteliti, pelucutan progesteron (progesterone breakthrough) baik
yang terjadi secara alami, terinduksi secara bedah atau farmakologis ternyata dapat
mendahului inisiasi partus. Pada banyak spesies ini, penurunan kadar progesteron di dalam
plasma ibu yang kadang-kadang terjadi mendadak ini biasanya dimulai setelah mendekati
95% kehamilan. Di samping itu, percobaan dengan pemberian progesteron pada spesiesspesies ini pada akhir masa kehamilan dapat memperlambat awitan persalinan1.
Namun, pada kehamilan primata (termasuk manusia), pelucutan progesteron ternyata
tidak mendahului awitan partus. Kadar progesteron di dalam plasma perempuan hamil justru
meningkat sepanjang kehamilan, dan baru menurun setelah kelahiran plasenta, jaringan yang
merupakan lokasi sintesis progesteron pada kehamilan manusia2.
dan dengan cara demikian membentuk suatu saluran muskular dan fibromuskular yang
menipis sehingga janin dapat menonjol keluar.
Miometrium pada segmen atas uterus tidak berelaksasi sampai kembali ke panjang
aslinya setelah kontraksi; tetapi menjadi relatif menetap pada panjang yang lebih pendek.
Namun, tegangannya tetap sama seperti sebelum kontraksi. Bagian atas uterus atau segmen
aktif, berkontraksi ke bawah meski pada saat isinya berkurang, sehingga tegangan
miometrium tetap konstan. Efek akhirnya adalah mengencangkan yang kendur, dengan
mempertahankan kondisi yang menguntungkan yang diperoleh dari ekspulsi janin dan
mempertahankan otot uterus tetap menempel erat pada sisi uterus. Sebagai konsekuensi
retraksi, setiap kontraksi yang berikutnya mulai di tempat yang ditinggalkan oleh kontraksi
sebelumnya, sehingga bagian atas rongga uterus menjadi sedikit lebih kecil pada setiap
kontraksi berikutnya. Karena pemendekan serat otot yang terus-menerus pada setiap
kontraksi, segmen atas uterus yang aktif menjadi tebal sekali tepat setelah pelahiran janin.
Fenomena retraksi segmen atas uterus bergantung pada berkurangnya volume isi
uterus, terutama pada awal persalinan ketika seluruh uterus benar-benar merupakan sebuah
kantong tertutup dengan hanya sebuah lubang kecil pada ostium serviks. Ini memungkinkan
semakin banyak isi intrauterin mengisi segmen bawah dan segmen atas hanya beretraksi
sejauh mengembangnya segmen bawah dan dilatasi serviks.
Relaksasi segmen bawah uterus bukan merupakan relaksasi sempurna, tetapi lebih
merupakan lawan retraksi. Serabut-serabut segmen bawah menjadi teregang pada setiap
kontraksi segmen atas dan sesudahnya tidak kembali ke panjang sebelumnya tetapi relatif
tetap mempertahankan panjangnya yang lebih panjang; namun, tegangan pada dasarnya tetap
sama seperti sebelumnya. Otot-otot masih menunjukkan tonus, masih menahan regangan dan
masih berkontraksi sedikit pada saat ada rangsangan. Ketika persalinan maju, pemanjangan
berturut-turut serabut otot di segmen bawah uterus diikuti dengan pemendekan, normalnya
hanya beberapa milimeter pada bagian yang paling tipis. Sebagai akibat menipisnya segmen
bawah uterus dan bersamaan dengan menebalnya segmen atas, batas antara keduanya
ditandai oleh suatu lingkaran pada permukaan dalam uterus, yang disebut sebagai cincin
retraksi fisiologik. Jika pemendekan segmen bawah uterus terlalu tipis, seperti pada partus
macet, cincin ini sangat menonjol, sehingga membentuk cincin Bandl. Adanya suatu gradien
aktivitas fisiologik yang semakin mengecil dari fundus sampai serviks dapat diketahui dari
pengukuran bagian atas dan bawah uterus pada persalinan normal.
kala tiga persalinan, terutama bila ibu yang melahirkan tidak diawasi. Setelah plasenta lepas,
ekspulsi spontan plasenta dapat dibantu oleh tekanan intraabdominal ibu yang meningkat.
Perubahan-perubahan pada Serviks
Tenaga yang efektif pada kala satu persalinan adalah kontraksi uterus, yang selanjutnya akan
menghasilkan tekanan hidrostatik ke seluruh selaput ketuban terhadap serviks dan segmen
bawah uterus. Bila selaput ketuban sudah pecah, bagian terbawah janin dipaksa langsung
mendesak serviks dan segmen bawah uterus. Sebagai akibat kegiatan daya dorong ini, terjadi
dua perubahan mendasar-pendataran serviks-pada serviks yang sudah melunak. Untuk
lewatnya rata-rata kepala janin aterm melalui serviks, saluran serviks harus dilebarkan sampai
berdiameter sekitar 10 cm; pada saat ini serviks dikatakan telah membuka lengkap. Mungkin
tidak terdapat penurunan janin selama pendataran serviks, tetapi paling sering bagian
terbawah janin mulai turun sedikit ketika sampai pada kala dua persalinan, penurunan bagian
terbawah janin terjadi secara khas agak lambat pada nulipara. Namun, pada mutlipara
khususnya yang paritasnya tinggi, penurunan bisa berlangsung sangat cepat.
Pendataran Serviks
Obliterasi atau pendataran serviks adalah pemendekan saluran serviks dari panjang sekitar 2
cm menjadi hanya berupa muara melingkar dengan tepi hampir setipis kertas. Proses ini
disebut sebagai pendataran (effacement) dan terjadi dari atas ke bawah. Serabut-serabut otot
setinggi os serviks internum ditarik ke atas atau dipendekkan, menuju segmen bawah uterus,
sementara kondisi os eksternum untuk sementara tetap tidak berubah. Pemendekan dapat
dibandingkan dengan suatu proses pembentukan terowongan yang mengubah seluruh panjang
sebuah tabung yang sempit menjadi corong yang sangat tumpul dan mengembang dengan
lubang keluar melingkar kecil. Sebagai hasil dari aktivitas miometrium yang meningkat
sepanjang persiapan uterus untuk persalinan, pendataran sempurna pada serviks yang lunak
kadangkala telah selesai sebelum persalinan aktif mulai. Pendataran menyebabkan ekspulsi
sumbat mukus ketika saluran serviks memendek.
Dilatasi Serviks
Jika dibandingkan dengan corpus uteri, segmen bawah uterus dan serviks merupakan daerah
yang resistensinya lebih kecil. Oleh karena itu, selama terjadi kontraksi, struktur-struktur ini
mengalami peregangan, yang dalam prosesnya serviks mengalami tarikan sentrifugal. Ketika
kontraksi uterus menimbulkan tekanan pada selaput ketuban, tekanan hidrostatik kantong
amnion akan melebarkan saluran serviks. Bila selaput ketuban sudah pecah, tekanan pada
bagian terbawah janin terhadap serviks dan segmen bawah uterus juga sama efektifnya.
Selaput ketuban yang pecah dini tidak mengurangi dilatasi serviks bagian terbawah janin
berada pada posisi meneruskan tekanan terhadap serviks dan segmen bawah uterus. Proses
pendataran dan dilatasi serviks ini menyebabkan pembentukan kantong cairan amnion di
depan kepala, yang akan diuraikan secara rinci kemudian.
Pola-pola Perubahan pada Persalinan
Pola Dilatasi Serviks
Friedman3, dalam risalahnya tentang persalinan; menyatakan bahwa; ciri-ciri klinis
kontrkasi uterus yaitu frekuensi, intensitas, dan durasi tidak dapat diandalkan sebagai ukuran
kemajuan persalinan dan sebagai indeks normalitas persalinan. Selain dilatasi serviks dan
turunnya janin, tidak ada ciri klinis pada ibu melahirkan yang tampaknya bermanfaat untuk
menilai kemajuan persalinan.pola dilatasi serviks yang terjadi berlangsungnya persalinan
normal mempunyai bentuk kurva sigmoid. Dua fase dilatasi serviks adalah fase laten dan fase
aktif. Fase aktif dibagi lagi menjadi fase akselerasi, fase lereng maksimum, dan fase
deselerasi. Lamanya fase laten lebih bervariasi dan rentan terhadap perubahan oleh faktorfaktor luar dan oleh sedasi (pemanjangan fase laten). Lamanya fase laten kecil hubungannya
dengan perjalanan proses persalinan berikutnya, sementara ciri-ciri fase akselerasi biasanya
mempunyai nilai prediktif yang lebih besar terhadap hasil akhir persalinan tersebut. Friedman
menganggap fase landai maksimum sebagai alat ukur yang bagus terhadap efisiensi mesin ini
secara keseluruhan, sedangkan sifat fase deselerasi lebih mencerminkan hubunganhubungan fetopelvik. Lengkapnya dilatasi serviks pada fase aktif persalinan dihasilkan oleh
retraksi serviks di sekeliling bagian terbawah janin. Setelah dilatasi serviks lengkap, kala dua
persalinan mulai; sesudah itu hanya progresivitas turunnya bagian terbawah janin merupakan
satu-satunya alat ukur yang tersedia untuk menilai kemajuan persalinan.
Pola Penurunan Janin
Pada banyak nulipara, masuknya bagian kepala janin ke pintu atas panggul telah tercapai
sebelum persalinan mulai dan penurunan janin lebih jauh tidak akan terjadi sampai awal
persalinan. Sementara itu, pada multipara masuknya kepala janin ke pintu atas panggul mulamula tidak begitu sempurna, penurunan lebih jauh akan terjadi pada kala satu persalinan.
Dalam pola penurunan aktif biasanya terjadi setelah dilatasi serviks sudah maju untuk
beberapa lama. Pada nulipara, kecepatan turun biasanya bertambah cepat selama fase lereng
maksimum dilatasi serviks. Pada waktu ini, kecepatan turun bertambah sampai maksimum
dan laju penurunan maksimal ini dipertahankan sampai bagian terbawah janin mencapai
dasar perineum3.
Kriteria Persalinan Normal
Friedman2 juga berusaha memilih kriteria yang akan memberi batasan-batasan persalinan
normal sehingga kelainan-kelainan persalinan yang signifikan dapat segera diidentifikasi.
Kelompok perempuan yang diteliti adalah nulipara dan multipara yang tidak mempunyai
disproporsi fetopelvik, tidak ada kehamilan ganda dan tidak ada yang diobati dengan sedasi
berat, analgesia konduksi, oksitosin atau intervensi operatif. Semuanya mempunyai panggul
normal, kehamilan aterm dengan presentasi verteks, dan bayi berukuran rata-rata. Dari
penelitian ini, Friedman mengembangkan konsep 3 bagian fungsional persalinan yaitu
persiapan, dilatasi dan pelvik untuk menjelaskan sasaran fisiologik pada setiap bagian
persalinan. Ia menemukan bahwa bagian persiapan dalam persalinan mungkin sensitif
terhadap sedasi dan analgesi konduksi. Meskipun terjadi dilatasi serviks kecil pada waktu ini,
terjadi perubahan besar pada matriks ekstraselular (kolagen dan komponen-komponen
jaringan ikat lainnya) pada serviks. Bagian dilatasi persalinan, sewaktu terjadi dilatasi dengan
laju yang paling cepat, pada prinsipnya tidak terpengaruh oleh sedasi atau analgesi konduksi.
Bagian pelvik persalinan mulai bersamaan dengan fase deselerasi dilatasi serviks.
Mekanisme-mekanisme klasik persalinan yang melibatkan pergerakan-pergerakan utama
janin, terutama terjadi selama bagian pelvik persalinan ini. Awal bagian pelvik ini jarang
dapat dipisahkan secara klinis dari bagian dilatasi persalinan. Selain itu, kecepatan dilatasi
serviks tidak selalu berkurang ketika telah dicapai dilatasi lengkap; bahkan mungkin malah
lebih cepat.
Ketuban Pecah
Pecah ketuban secara spontan paling sering terjadi sewaktu-waktu pada persalinan aktif.
Pecah ketuban secara khas tampak jelas sebagai semburan cairan yang normalnya jernih atau
sedikit keruh, hampir tidak berwarna dengan jumlah yang bervariasi. Selaput ketuban yang
masih utuh sampai bayi lahir lebih jarang ditemukan. Jika kebetulan selaput ketuban masih
utuh sampai pelahiran selesai, janin yang lahir dibungkus oleh selaput ketuban ini dan bagian
yang membungkus kepala bayi yang baru lahir kedangkala disebut caul. Pecah ketuban
sebelum persalinan mulai pada tahapan kehamilan mana pun disebut ketuban pecah.
suatu massa otot yang hampir padat, dengan tebal beberapa sentimeter di atas segmen bawah
yang lebih tipis. Fundus uteri sekarang terletak di bawah batas ketinggian umbilikus.
Penyusutan ukuran uterus yang mendadak ini selalu disertai dengan pengurangan bidang
tempat implantasi plasenta. Agar plasenta dapat mengakomodasikan diri terhadap permukaan
yang mengecil ini, organ ini memperbesar ketebalannya tetapi elastisitas plasenta terbatas,
plasenta terpaksa menekuk. Tegangan yang dihasilkannya menyebabkan lapisan desidua yang
paling lemah lapisan spongiosa atau desidua spongiosa mengalah, dan pemisahan terjadi di
tempat ini. Oleh karena itu, terjadi pelepasan plasenta dan mengecilnya ukuran tempat
implantasi di bawahnya. Pada seksio sesaria fenomena ini mungkin dapat diamati langsung
bila plasenta berimplantasi di posterior.
Pemisahan plasenta amat dipermudah oleh sifat struktur desidua spongiosa yang longgar,
yang dapat disamakan dengan garis perforasi pada perangko. Ketika pemisahan berlangsung,
terbentuk hematoma di antara plasenta yang sedang terpisah dan desidua yang tersisa.
Pembentukan hematoma biasanya merupakan akibat, bukan penyebab dari pemisahan
tersebut karena pada beberapa kasus perdarahan dapat diabaikan. Namun, hematoma dapat
mempercapat proses pemisahan. Karena pemisahan plasenta melalui lapisan spongiosa
desidua, bagian dari desidua tersebut dibuang bersama plasenta, sementara sisanya tetep
menempel pada miometrium. Jumlah jaringan desidua yang tertinggal di tempat plasenta
bervariasi.
Pemisahan plasenta biasanya terjadi dalam beberapa menit setelah pelahiran. Brandt4 da
peneliti lain, berdasarkan hasil yang diperoleh dari gabungan penelitian klinis dan radiografik
mendukung gagasan bahwa karena bagian perifer plasenta mungkin merupakan bagian yang
paling mendekat, pemisahan biasanya mulai di mana pun. Kadangkala beberapa derajat
pemisahan dimulai sebelum kala tiga persalinan yang mugkin menjelaskan terjadinya kasuskasus deselerasi denyut jantung janin tepat sebelum ekspulsi janin.
Pemisahan Amniokorion
Pengurangan besar-besaran luas permukaan rongga uterus secara bersamaan menybabkan
membran janin (amniokorion) dan desidua parietalis terlepas menjadi lipatan yang banyak
sekali dan menambah ketebalan lapisan tersebut dari <1 mm menjadi 3-4 mm. lapisan uterus
pada awal stadium ketiga menunjukkan bahwa banyak lapisan parietal desidua parietalis
termasuk di dalam lipatan-lipatan amnion dan korion laeve yang melekuk-lekuk tersebut.
Membran-membran tersebut biasanya tetap in situ
lengkap. Kemudian membran ini terkelupas dari dinding uterus, sebagian karena kontraksi
miometrium yang lebih kuat dan sebagian karena tarikan yang dilakukan oleh plasenta yang
terlepas, yang terletak di segmen bawah uterus yang lebih tipis atau di bagian atas vagina.
Korpus uteri pada waktu itu normalnya membentuk suatu massa otot yang hampir padat,
yang dinding posteriornya masing-masing mempunyai ketebalan 4-5 cm, terletak saling
menempel sehingga rongga uterus hampir hilang.
Ekstrusi Plasenta
Setelah plasenta terpisah dari tempat implantasinya, tekanan yang diberikan padanya oleh
dinding uterus menyebabkan organ ini menggelincir turun menuju ke segmen bawah uterus
atau bagian atas vagina. Pada beberapa kasus, plasenta dapat terdorong keluar dari lokasilokasi itu akibat meningginya tekanan abdomen, tetapi ibu yang dalam posisi telentang sering
tidak dapat mendorong keluar plasenta secara spontan. Dengan demikian, diperlukan caracara artificial untuk menyelesaikan stadium ketiga. Metode yang biasa dilakukan adalah
bergantian menekan dan menaikkan fundus sambil melakukan traksi ringan pada tali pusat.
Mekanisme Ekstrusi Plasenta
Bila terjadi pemisahan plasenta tipe sentral atau tipe biasa, hematoma retroplasenta dipercaya
mendorong plasenta menuju ke rongga uterus, pertama bagian tengan dan kemudian sisanya.
Dengan demikian, plasenta mengalami inversi dan dibebani oleh hematoma tersebut
kemudian turun. Karena membran di sekitarnya menempel kaku pada desidua, plasenta hanya
dapat turun dengan menyeret membran secara perlahan-lahan; kemudian membran-membran
tersebut mengelupas bagian perifernya. Akibatnya kantong yang terbentuk oleh membran
tersebut mengalami inversi, dan yang muncul di vulva adalah amnion yang mengilap di atas
permukaan plasenta atau ditemukan di dalam kantong inversi. Pada proses ini yang dikenal
sebagai ekspulsi plasenta secara mekanisme Schultze, darah dari tempat plasenta tercurah ke
dalam kantong inversi tersebut dan tidak mengalir keluar sampai setelah ekspulsi plasenta.
Cara ekstrusi plasenta yang lain dikenal sebagai mekanisme Duncan yakni pemisahan
plasenta pertama kali terjadi di perifer, dengan akibat darah mengumpul di antara membran
dinding uterus dan keluar dari plasenta. Pada situasi ini, plasenta turun ke vagina secara
menyamping dan permukaan ibu adalah yang pertama kali terlihat di vulva.
menurun, menyebabkan kepala mengadakan fleksi di dalam rongga panggul menurut hukum
Koppel: a kali b = c kali d. Pergeseran di titik B lebih besar daripada di titik A.
Dengan fleksi kepala janin memasuki ruang panggul dengan ukuran yang paling kecil,
yakni dengan diameter suboksipitobregmatikus (9,5 cm) dan dengan sirkumferensia
suboksipitobregmatikus (32 cm) sampai di dasar panggul kepala janin berada di dalam
keadaan fleksi maksimal. Kepala yang sedang turun menemui diafragma pelvis yag berjalan
dari belakang atas ke bawah depan. Akibat kombinasi elastisitas diafragma pelvis dan
tekanan intrauterin disebabkan oleh his yang berulang-ulang, kepala mengadakan rotasi,
disebut pula putaran paksi dalam. Di dalam hal mengadakan rotasi ubun-ubun kecil akan
berputar ke arah depan sehingga di dasar atas panggul ubun-ubun kecil di bawah simfisis dan
dengan suboksiput sebagai hipomoklion, kepala mengadakan gerakan defleksi untuk dapat
dilahirkan. Pada tiaphis vulva lebih membuka dan kepala janin makin tampak. Perineum
menjadi makin lebar dan tipis, anus membuka dinding rektum. Dengan kekuatan his bersama
dengan kekuatan mengejan, berturut-turut tampak bregma, dahi, muka dan akhirnya dagu.
Sesudah kepala lahir, kepala segera mengadakan rotasi yang disebut putaran paksi luar.
Putaran paksi luar ini ialah gerakan kembali ke posisi sebelum putaran paksi dalam terjadi,
untuk menyesuaikan kedudukan kepala dengan punggung anak.
Bahu melintasi pintu atas panggul dalam keadaan miring. Di dalam rongga panggul
bahu akan menyesuaikan diri dengan bentuk panggul yang dilaluinya sehingga di dasar
panggul, apabila kepala telah dilahirkan bahu akan berada dalam posisi depan belakang.
Selanjutnya dilahirkan bahu depan terlebih dahulu baru kemudian bahu belakang. Demikian
pula dilahirkan trokanter depan terlebih dahulu baru kemudian trokanter belakang.
Bila mekanisme partus yang fisiologik ini dipahami dengan sungguh-sungguh maka
pada hal-hal yang menyimpang dapat segera dilakukan koreksi secara manual jika mungkin,
sehingga tindakan-tindakan operatif tidak perlu dikerjakan.
Apabila bayi telah lahir, tali pusat dijepit di antara 2 cunam pada jarak 5 dan 10 cm,
kemudian digunting di antara kedua cunam tersebut lalu diikat. Umumnya bila telah lahir
lengkap, bayi segera akan menarik napas dan menangis.
Bila bayi telah lahir, uterus mengecil. Partus berada dalam kala III (kala uri).
Walaupun bayi telah lahir, kala uri tidak kalah pentingnya daripada kala I dan II. Kematian
ibu karena perdarahan pada kala uri tidak jarang terjadi apabila pimpinan kala III kurang
cermat dikerjakan. Seperti telah dikemukakan, segera setelah bayi lahir, his mempunyai
amplitudo yang kira-kira sama tingginya, hanya frekuensinya berkurang. Akibat his ini,
uterus akan mengecil sehingga perlekatan plasenta dengan dinding uterus akan terlepas.
Melepasnya plasenta dari dinding uterus ini dapat dimulai dari (1) tengah (sentral menurut
Schultse); (2) pinggir (marginal Mathew-Duncan); (3) kombinasi 1 dan 2. Yang terbanyak
ialah menurut Schultze. Umumnya kala III berlangsung selama 6-15 menit. Tinggi fundus
uteri setelah kala III kira-kira 2 jari di bawah pusat.