Anda di halaman 1dari 3

Pertanyaan:

Pendaftaran Badan Usaha dan Kewajiban Membayar Pajak, serta Upah


Minimum
Ada sebuah usaha yang omsetnya sudah Rp200 juta, tapi dia tidak mau mendaftarkan
atau menyebut usahanya itu CV atau PT. Alasannya agar dia bebas dari pajak dan dia bisa
menggaji karyawannya di bawah UMR. Menurut anda apa diperbolehkan dan melanggar
hukumkah itu? Terima kasih.

Jawaban:
Pada dasarnya, dalam menjalankan suatu usaha tidak diwajibkan bagi seorang
Pengusaha untuk mendirikan sebuah badan usaha. Hal tersebut merupakan suatu
pilihan bagi Pengusaha untuk menentukan bentuk dari penyelenggaraan usaha
yang cocok untuk kegiatan usaha yang dijalankannya. Namun, untuk beberapa
jenis usaha tertentu yang memang diwajibkan menurut peraturan perundangundangan harus berbentuk badan usaha yang merupakan badan hukum.
Sebagai referensi apabila suatu pihak hendak menjalankan usaha di bidang
Penyediaan Tenaga Kerja/Buruh, maka pihak tersebut wajib untuk mendirikan
suatu badan usaha yang berbentuk Perseroan Terbatas (PT), dan untuk
pendirian suatu bank wajib berbentuk PT. Selain yang diwajibkan oleh peraturan
perundang-undangan tersebut, kebutuhan pendirian badan usaha biasanya
digunakan untuk keperluan tender yang disyaratkan oleh penyelenggara tender.
Untuk lebih mengenal jenis-jenis badan usaha dan karakteristiknya silakan untuk
merujuk pada jawaban klinik hukum sebelumnya Jenis-jenis Badan Usaha dan
Karakteristiknya.
Wajib Pajak
Pemilihan bentuk usaha oleh para Pengusaha, sebagaimana telah dijelaskan di
atas tidak memiliki korelasi terhadap kewajiban para Pengusaha sebagai Wajib
Pajak. Sebelum lebih jauh membahas mengenai Wajib Pajak, berikut disampaikan
pengertian pajak menurut Pasal 1 ayat (1) UU No. 28/2007 yang
menyatakan:
Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang
pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang,
dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk
keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat
Sedangkan Pengertian Wajib Pajak menurut Pasal 1 ayat (2) UU No.
28/2007 menyatakan:
Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak,
pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan
kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan.
Salah satu kewajiban pajak oleh pribadi atau badan yang diatur dalam peraturan
perundang-undangan adalah Pajak Penghasilan. Pajak Penghasilan adalah Pajak
yang diterima dari Subjek Pajak yang menerima atau memperoleh Objek Pajak.
Berikut sedikit penjelasan mengenai Subjek Pajak dan Objek Pajak pada Pajak
Penghasilan. Pengertian Subjek Pajak menurut Pasal 2 UU No 36/2008 adalah:
a.
1. orang pribadi;
2. warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan
menggantikan yang berhak;

b.
c.

badan; dan
bentuk usaha tetap.

Pengertian Objek Pajak menurut potongan Pasal 4 ayat (1) UU No.


36/2008 adalah:
Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan
kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik
yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat
dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak
yang bersangkutan
Oleh karena itu, baik pribadi yang menjalankan usaha tanpa mendirikan sebuah
CV ataupun PT sekalipun, jika memenuhi syarat sebagai subjek pajak dan
memiliki objek pajak disebut sebagai Wajib Pajak, sehingga pribadi tersebut wajib
untuk membayar Pajak.
Perlu diketahui, selain menjadi Wajib Pajak sebagaimana dijelaskan pada
paragraf sebelumnya, Pasal 4 PMK 68/2010 mengatur bahwa, bagi pengusaha
yang selama satu tahun buku melakukan penyerahan Barang Kena Pajak
dan/atau Jasa Kena Pajak dengan jumlah peredaran Bruto dan/atau penerimaan
bruto melebihi Rp600.000.000,- (enam ratus jutarupiah) setahun, pengusaha
tersebut wajib dikukuhkan sebagaiPengusaha Kena Pajak.
Pengupahan Karyawan
Selanjutnya, sehubungan dengan pengupahan karyawan di bawah upah
minimum dengan alasan tidak memiliki status sebagai CV ataupun PT, hal
tersebut bukan merupakan suatu alasan dan/atau pelepasan kewajiban bagi
Pengusaha untuk dapat memberikan upah di bawah minimum yang ditetapkan
oleh peraturan perundang-undangan. Hal ini diamanatkan padaPasal 90
ayat (1) UU No. 13/2003 yang menyatakan pengusaha dilarang membayar
lebih rendah dari ketentuan upah minimum yang telah ditetapkan pemerintah
setempat.
Apabila pengusaha dalam memberikan kesepakatan upah kepada pekerja/buruh
lebih rendah atau bertentangan dengan Undang-Undang, maka kesepakatan
tersebut batal demi hukum. Dan pengusaha wajib membayar upah pekerja/buruh
menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hal ini ditegaskan
pada Pasal 91 ayat (2) UU No. 13/2003.
Namun, pengaturan
tentang
pengupahan
memberikan
keringanan
bagi
Pengusaha yang tidak mampu membayar upah sesuai dengan penetapan
pemerintah setempat mengenai upah minimum. Pengusaha dapat meminta
penangguhan untuk membayar pekerja/buruhnya dibawah upah minimum
dengan cara meminta permohonan penangguhan yang lebih lanjut diatur
dalam Kepmenakertrans No. 231/2003.
Berikut sedikit penjelasan mengenai tata cara permohonan penangguhan upah
minimum:
1. Permohonan penangguhan pelaksanaan upah minimum diajukan pengusaha
kepada Gubernur melalui instansi yang bertanggung jawab di bidang
ketenagakerjaan Provinsi paling lambat 10 hari sebelum tanggal berlakunya
upah minimum; dan
2. Permohonan penangguhan dilakukan atas kesepakatan tertulis antara
pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh yang
tercatat.

Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa setiap Pengusaha baik dengan
mendirikan suatu badan usaha atau tidak berbentuk badan usaha, tidak
mengurangi kewajibannya terhadap ketentuan Pajak dan Pengupahanditetapkan
oleh pemerintah sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang
berlaku di Indonesia.
Demikian jawaban kami, semoga bermanfaat.
Dasar Hukum:
1. Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU No.
13/2003);
2. Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas UndangUndang no. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan (UU No. 28/2007);
3. Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas
Undang-Undang No. 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (UU No
36/2008); dan
4. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. KEP.231/MEN/2003
tentang
Tata
Cara
Penangguhan
Pelaksanaan
Upah
Minimum
(Kepmenakertrans No. 231/2003)
5. Peraturan Menteri Keuangan No. 68/PMK.03/2010 tentang Batasan
Pengusaha Kecil Pajak Pertambahan Nilai (PMK 68/2010).

Anda mungkin juga menyukai