Anda di halaman 1dari 10

BAB II

KAJIAN STUDI KASUS

2.1

IDENTIFIKASI MASALAH DAN PENYEBAB


Masalah yang ada di dalam Studi Kasus pada Negara Bangladesh
adalah tingginya Angka Kematian Ibu (AKI) di Bangladesh. Perkiraan pada
tahun 2000 mencapai 320 per 100.000 kelahiran hidup, yang mewakili 30
kematian diantara wanita hamil setiap hari.
Penyebab dari permasalahan tersebut antara lain:
1. Pada tahun 1993 hanya ada satu pusat pelayanan kegawatdaruratan
kebidanan untuk setiap 3,4 juta orang dan berlokasi di perkotaan.
2. Lebih dari 82% wanita hamil melahirkan tanpa tenaga terampil.
3. Kurangnya

Sumber

Daya

Manusia

(SDM)

yang

terampil

kegawatdaruratan kebidanan.
4. Beberapa tenaga terampil berada di rumah sakit perkotaan, padahal 70 %
wilayah di Bangladesh merupakan pedesaan.
5. Tenaga kesehatan kebanyakan tidak mau ditempatkan didaerah pedesaan
dan terpencil.

2.2

PROGRAM ATAU KEBIJAKAN PEMERINTAH BANGLADESH


Menindaklanjuti beberapa masalah tersebut diatas pemerintah
Bangladesh mengeluarkan kebijakan yaitu pada tanggal 28 Mei 1997
Perdana Menteri menandatangani Deklarasi Safe Motherhood yang fokus
pada mengurangi AKI dan kekerasan terhadap perempuan serta menyerukan

10

tindakan dan komitmen sumber daya untuk mengatasi masalah. Deklarasi


ini mendukung program dan stategi nasional seperti Program Sektor
Kesehatan dan Penduduk (1998-2003), Program Nutrisi Kesehatan dan
Penduduk, Strategi Nasional Kesehatan Ibu (2001).
Berdasarkan deklarasi tersebut karena keterbatasan dana dan
fasilitas yang ada di Bangladesh pada tahun 1997 petugas medis dikirim ke
Nepal untuk mengikuti Pelatihan Kegawatdaruratan Kebidanan.
Pada tahun 1998 dirancang perencanaan terpadu antara untuk
membangun kegawatdaruratan kebidanan dalam Program Sektor Kesehatan
Penduduk (1998-2003), Program Sektor Gizi dan Penduduk, pendekatan
sektor yang diadopsi oleh pemerintah untuk memperbaiki situasi kesehatan
negara secara keseluruhan.
Tiga tonggak utama antara lain
1. Perumusan dan persetujuan Strategi Kesehatan Ibu di Bangladesh pada
tahun 2001.
2. Strategi sementara penanggulangan kemiskinan pada Desember 2002,
yang kembali menegaskan kewajiban untuk menurunkan angka kematian
ibu.
3. Pada tahun 2004 strategi penanggulangan kemiskinan yang menyatakan
tujuan tertentu untuk mengurangi angka kematian ibu 75% pada tahun
2015 sesuai dengan MDGs.
Setelah menandatangani deklarasi tersebut pada tahun 2000
pemerintah berkomitmen sesuai dengan Millenium Development Goals
(MDGs) untuk mengurangi angka kematian ibu dan anak dan telah

11

menegaskan kembali komitmen ini melalui berbagai dokumen kebijakan,


strategi dan perencanaan.
Pada tahun 2000 pemerintah meluncurkan Womens Right to Life
and Health Initiative (WRLH) yang bertujuan untuk mengurangi angka
kematian ibu melalui penyediaan komprehensif kegawatdaruratan kebidanan
di ruamah sakit kabupaten dan kecamatan.

Kegiatan

utama

dalam

WRLH adalah renovasi fasilitas; pelatihan in-service petugas medis,


perawat dan tenaga laboratorium; penyediaan peralatan yang diperlukan dan
logistik; termasuk penguatan sistem informasi manajemen kesehatan;
peningkatan kesiapan darurat dan kualitas pelayanan.
Pada Tahun 2003 pemerintah mulai uji coba program pelatihan
berbasis masyarakat pada bidan pada enam kabupaten di Bangladesh.
Dalam rangka untuk menurunkan Angka Kematian Ibu di
Bangladesh, pemerintah berulang kali mengeluarkan kebijakan yang terkait
dengan hal tersebut. Kebijakan-kebijakan baru melengkapi yang sudah ada
sebelumnya.

12

2.3

ANALISIS KEBIJAKAN

No Masalah dan Penyebab Kebijakan


1 Tingginya Angka Kematian Ibu
(AKI) di Bangladesh. Perkiraan
pada tahun 2000 mencapai 320
per 100.000 kelahiran hidup, yang
mewakili 30 kematian diantara
wanita hamil setiap hari.

Kebijakan Yang Ada


Program Sektor Kesehatan dan
Penduduk
(1998-2003),
Program
Nutrisi Kesehatan dan Penduduk,
Strategi Nasional Kesehatan Ibu (2001).

Pada tanggal 28 Mei 1997 Perdana


Menteri menandatangani Deklarasi
Safe Motherhood yang fokus pada
mengurangi AKI dan kekerasan
terhadap perempuan serta menyerukan
tindakan dan komitmen sumber daya
untuk mengatasi masalah.
Lebih dari 82% wanita hamil Pada tahun 1998 dirancang perencanaan
melahirkan tanpa tenaga terampil. terpadu antara untuk membangun
kegawatdaruratan kebidanan dalam
Program Sektor Kesehatan Penduduk
(1998-2003), Program Sektor Gizi dan
Penduduk,
Pada tahun 1997 petugas medis dikirim
ke Nepal untuk mengikuti Pelatihan
Kegawatdaruratan Kebidanan.
Kurangnya Sumber Daya Manusia Pada
tahun
2000
pemerintah
(SDM)
yang
terampil meluncurkan Womens Right to Life and
kegawatdaruratan kebidanan.
Health Initiative (WRLH).
Pada studi kasus ini disebutkan beberapa kebijakan yang telah dikeluarkan

oleh pemerintah Bangladesh dalam rangka menurunkan angka kematian ibu.


Menurut Dunn (1888) analisis kebijakan ada 3 yaitu analisis prospektif,
retrospektif dan terpadu. Berdasarkan data dukung yang ada dalam studi kasus ini
dapat dilakukan analisis kebijakan retrospektif. Namun berdasarkan rekomendasi
kebijakan yang ada dalam studi kasus tersebut, analisis kebijakan dapat dilakukan
secara terpadu yaitu perspektif dan retrospektif.
Analisis kebijakan retrospektif terdiri dari analisis berorientasi disiplin,
masalah dan penerapan. Dalam hal ini analisis yang digunakan untuk kasus

13

penurunan angka kematian ibu adalah analisis berorientasi masalah. Pada studi
kasus ini pemerintah lebih menitik beratkan kepada pelatihan terhadap tenaga
kesehatan dalam meningkatkan pelayanan kegawatdaruratan kebidanan. Pelatihan
ini bertujuan untuk meningkatkan pelayanan dan distribusi tenaga kesehatan
terampil di wilayah Bangladesh, sehingga masyarakat dapat dilayani oleh tenaga
terampil pada saat persalinan.
Masyarakat Bangladesh 70% berada di wilayah pedesaan dan tidak terdapat
tenaga terampil. Oleh karena itu pemerintah mengambil kebijakan untuk
memperbanyak tenaga kesehatan terampil, sehingga dapat di distribusikan ke
wilayah-wilayah pedesaan. Kebijakan tersebut juga masih menemui berbagai
macam kendala dan yang paling penting adalah dana dan sumber daya manusia.
Kurangnya ketersediaan dana dan sumberdaya lainnya pada Pemerintah
Bangladesh untuk pelaksanaan pelatihan baik di Nepal dan Bangladesh, maka
beberapa mitra membantu baik berupa dana maupun teknis dalam pelaksanaan
pelatihan tersebut. Selain itu sumber daya manusia yang akan dilatih juga masih
ada kekurangan jika akan disebarkan ke seluruh wilayah Bangladesh. Oleh karena
itu pemerintah Bangladesh langsung mengambil lulusan baru (freshgraduate)
untuk mendapatkan pelatihan dan ditempatkan di pedesaan.
Selain pelatihan kegawatdaruratan kebidanan pemerintah Bangladesh juga
mengeluarkan kebijakan tentang WRLH yaitu selain pelatihan juga didukung
dengan fasilitas kesehatannya. Hal ini juga bertujuan untuk menurunkan angka
kematian ibu di Bangladesh.
Kebijakan tersebut ideal jika diterapkan, namun dengan adanya semua
pedesaan yang akan disediakan rumah sakit dan peralatan kesehatan yang

14

merupakan bantuan dari mitra-mitra tersebut, pemerintah hendaknya tetap harus


memikirkan hal kedepannya seperti pemeliharaan fasilitas-fasilitas tersebut karena
tidak selamanya bantuan akan di dapatkan untuk mendukung hal tersebut.
Dalam kebijakan tersebut bidan lulusan diploma 4 akan diberikan pelatihan
selama beberapa saat kemudian melakukan pelayanan pada masyarakat. Dalam
studi kasus ini disebutkan bahwa telah dilakukan uji coba pelatihan tersebut pada
enam kabupaten di Bangladesh, namun hasilnya tidak disampaikan sehingga
pembaca tidak dapat mengetahui tingkat keberhasilan pelatihan tersebut. Selain
itu setelah penerapan program pelatihan tersebut tidak disebutkan pula
perkembangan angka kematian ibu pada setiap tahunnya, sehingga pembaca juga
tidak dapat mengetahui output dari pelatihan tersebut. Hal ini dikarenakan
pelatihan tersebut membutuhkan dana yang cukup besar. Dalam studi kasus ini
hanya disebutkan pada tahun 2000 angka kematian ibu diperkirakan 320 per
100.000 kelahiran hidup. Jadi tidak bisa diperoleh gambaran atau trend angka
kematian ibu sebelum dan setelah adanya pelatihan tersebut.
Rekomendasi kebijakan merupakan hasil dari analisis prospektif. Namun
data pendukung dalam melakukan analisis prospektif masih kurang. Dalam
rekomendasi kebijakannya terkait dengan jumlah ketersediaan tenaga kesehatan
(kebidanan dan anastesi) di rumah sakit kabupaten dan kecamatan masing-masing
2 orang selama 24 jam, pendanaan pelatihan dianggap efektif dan berkelanjutan,
pemantauan dan pengawasan pelayanan kesehatan, kolaborasi dan koordinasi
antara pemerintahan, non pemerintahan dan internasional, meningkatkan
pengiriman pelatihan bidan sampai tahun 2015, program pelatihan berbasis
proyek. Pendanaan pelatihan dianggap efektif seharusnya didukung oleh data

15

jumlah dana yang telah dikeluarkan dengan hasil yang telah dicapai antara lain
peningkatan ketrampilan sehingga dapat menekan anga kematian ibu. Pemantauan
dan pengawasan pelayanan kesehatan sebaiknya selalu dilaksanakan sebelumnya,
sehingga tidak hanya monitoring tenaga yang sudah pelatihan. Rekomendasi
program pelatihan berbasis proyek yaitu masyarakat terampil dan mahasiswa
lulusan perawat-bidan secara terintegrasi mengikuti pelatihan tersebut sehingga
dapat langsung melayani masyarakat dengan baik. Namun hal tersebut juga akan
memakan biaya, namun jika kurikulum pelatihan dimasukkan dalam mata kuliah
perawat-bidan dan tenaga kesehatan yang lainnya akan mendapatkan lulusan yang
pasti berkualitas.

2.4

ANALISIS ORGANISASI
Pemerintah Bangladesh melalui Kementerian Kesehatan menekan angka

kematian

ibu,

kegawatdaruratan

salah

satunya

kebidanan.

dengan

mengadakan

Kementerian

Kesehatan

pelatihan

pelayanan

melalui

Direktorat

Pelayanan Kesehatan mengkoordinir seluruh kegiatan pelatihan dan Komite


Koordinasi Pelatihan di setiap rumah sakit Fakultas Kedokteran.
Pelaksanaan pelatihan tersebut jika disesuaikan dengan struktur organisasi
menurut Mitzberg masih belum terlihat dalam Direktorat Pelayanan Kesehatan
siapa yang berperan langsung yang biasa disebut operating core. Dalam studi
kasus ini tidak disebutkan pihak-pihak yang terlibat dalam pelatihan tersebut. Hal
ini berfungsi untuk meningkatkan pelayanan pada peserta pelatihan untuk
mendapatkan informasi yang lebih jelas. Selain berkoordinasi dengan rumah sakit

16

fakultas kedokteran pasti juga berkoordinasi dengan rumah sakit yang ada di
kabupaten dalam rangka pelatihan tersebut.
Selain itu pemerintah Bangladesh dalam WRLH menambahkan pola
pelatihannya yaitu pelatihan tim kegawatdaruratan kebidanan. Dengan adanya tim
kegawatdaruratan kebidanan, pelayanan akan lebih baik daripada jika tidak
dilakukan pola tim. Untuk menciptakan tim yang solid diperlukan berbagai aspek
pendukung di dalamnya yaitu perilaku organisasi. Dalam organisasi terdapat pola
kepemimpinan yang mempengaruhi pekerjaan tim tersebut. Oleh karena itu tidak
hanya membangun tim kegawatdaruratan kebidanan, namun juga diperlukan
adanya perilaku organisasi yang baik sehingga tercipta tim yang solid.

2.5

ANALISIS MANAJEMEN
Fungsi (POSDECorBE) dan proses (POAC) manajemen sudah dilaksanakan

oleh pemerintah Bangladesh dalam rangka pelaksanaan pelatihan yang bertujuan


untuk menurunkan angka kematian ibu (AKI). Namun tinjauan monitoring dan
evaluasi hanya sebatas pelatihan belum sampai ke evaluasi output yang menjadi
tujuan utamanya yaitu menurunkan angka kematian ibu. Evaluasi pelatihannya
juga berupa kuantitatif bukan kualitatif, yaitu berdasarkan jumlah tenaga yang
telah mengikuti pelatihan dan peningkatan kasus kelahiran dengan penyulit
sebesar 135%. Jika hal tersebut juga didukung dengan data angka kematian ibu
akan lebih kelihatan pengaruh pelatihan tersebut.
Manajemen merupakan ilmu yang mempunyai berbagai disiplin keilmuan
antara lain Manajemen SDM (MSDM), Manajemen Keuangan, Manajemen

17

Logistik, Manajemen

Pemasaran, Manajemen Produksi, dan Manajemen

Informasi.
Dalam MSDM yang terkait dengan pelatihan yaitu Training Need
Assesment (TNA) di dalam studi kasus tidak dijelaskan mengenai hal tersebut,
langsung disebutkan bahwa tenaga medis dan kesehatan memerlukan pelatihan
lebih lanjut yaitu kegawatdaruratan kebidanan untuk menolong ibu bersalin.
Kemungkinan hal tersebut telah dilaksanakan, tetapi tidak disampaikan.
Kurikulum pelatihannya diperoleh dari negara Nepal dan disempurnakan oleh
pemerintah Bangladesh sehingga setelah mampu melaksanakan sendiri tidak lagi
mengirim tenaga untuk pelatihan di Nepal. Di dalam studi kasus disampaikan
terkait perencanaan hasil pelatihan tenaga yang telah dilatih yang berhubungan
dengan proses persalinan ditolong tenaga terlatih.
Selain itu dalam studi kasus ini juga dibahas tentang distribusi tenaga
terlatih di Bangladesh. Setelah dilaksanakan pelatihan, tenaga terlatih tersebut
akan didistribusikan ke seluruh wilayah Bangladesh secara merata. Hal ini
dimaksudkan supaya masyarakat dekat dan cepat mendapatkan tenaga terlatih.
Selain MSDM juga ada Manajemen Keuangan dan Logistik yang berperan
dalam studi kasus ini. Pengadaan pelatihan ini mempunyai kontribusi terhadap
keuangan negara. Dalam hal ini dikarenakan kondisi keuangan pemerintah
Bangladesh tidak cukup untuk membiayai pelatihan tersebut, oleh karena itu
dibantu oleh beberapa lembaga-lembaga dalam pelaksanaan pelatihan tersebut.
Selain biaya pelatihan bantuan dari lembaga-lembaga juga berupa logistik terdiri
dari gedung dan peralatan yang memadai dalam menunjang kegiatan setelah
pelatihan tersebut. Pemerintah Bangladesh tetap harus menyiapkan biaya

18

pemeliharaan gedung dan peralatan. Selain itu juga gaji serta tunjangan tenaga
medis dan kesehatan yang di distribusikan ke seluruh wilayah Bangladesh.

2.6

ANALISIS MANAJEMEN PERUBAHAN


Pelayanan Kesehatan di Bangladesh mengalami perubahan yaitu awalnya

tenaga kesehatan berada di rumah sakit kabupaten tetapi dengan adanya angka
kematian ibu yang tinggi, pemerintah mengambil kebijakan untuk melatih tenaga
kesehatan yang belum terlatih dan ditempatkan di pedesaan. Sehingga di pedesaan
masyarakat juga dapat memperoleh pelayanan kesehatan oleh tenaga terlatih.
Kebijakan ini menimbulkan retensi, karena beberapa tenaga kesehatan yang tidak
bersedia ditempatkan di pedesaan. Oleh karena itu pemerintah berupaya untuk
memberikan uang perjalanan dan uang harian. Namun hal tersebut tidak cukup
bisa mengatasi hal tersebut. Pemerintah berupaya untuk merekrut lulusan baru
yang berasal dari pedesaan untuk diberikan pelatihan sehingga mau ditempatkan
di pedesaan kembali ke asalnya.

19

Anda mungkin juga menyukai