Anda di halaman 1dari 81

HUBUNGAN ANTARA PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF

DENGAN KEJADIAN DIARE DAN FAKTOR-FAKTOR


RISIKO PADA BAYI BERUSIA 6-12 BULAN
DI KELURAHAN BENDUNGAN KECAMATAN
CILEGON PADA BULAN AGUSTUS 2010
Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN

OLEH :
Yurilla Istyaningrum
NIM: 107103001719

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1431 H/ 2010 M

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Dengan ini saya menyatakan bahwa:


1. Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk
memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 07 Oktober 2010

Yurilla Istyaningrum

ii

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING

HUBUNGAN ANTARA PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DENGAN


KEJADIAN DIARE PADA BAYI BERUSIA 6-12 BULAN DI KELURAHAN
BENDUNGAN KECAMATAN CILEGON PADA BULAN AGUSTUS 2010

Laporan Penelitian
Diajukan kepada Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana
Kedokteran (SKed)

Oleh :
Yurilla Istyaningrum
NIM: 107103001719

Pembimbing

Dr. Riva Auda, SpA, MKes

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1431 H/ 2010 M
iii

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Laporan Penelitian berjudul HUBUNGAN ANTARA PEMBERIAN ASI


EKSKLUSIF DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BAYI BERUSIA 6-12
BULAN DI KELURAHAN BENDUNGAN KECAMATAN CILEGON PADA
BULAN AGUSTUS 2010 yang diajukan oleh Yurilla Istyaningrum (NIM:
107103001719), telah diujikan dalam sidang di Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan pada 07 Oktober 2010. Laporan penelitian ini telah diterima sebagai salah
satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran (SKed) pada Program Studi
Pendidikan Dokter.

Jakarta, 07 Oktober 2010

DEWAN PENGUJI

Ketua Sidang dan Pembimbing

Penguji

Dr. Riva Auda, SpA, MKes

Dr. Yanti Susianti, SpA

PIMPINAN FAKULTAS

Dekan FKIK UIN

Kaprodi PSPD FKIK UIN

Prof. DR. (hc). Dr. M.K. Tadjudin, SpAnd

DR.dr. Syarief Hasan Lutfie, SpRM


iv

KATA PENGANTAR

Assalaamualaikum Warahmatullaahi Wabarakaatuh


Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala nikmat dan
karunia yang telah diberikan. Dengan selalu memohon ridlo Allah SWT, pada
akhirnya

penelitian

dengan

judul

HUBUNGAN

PEMBERIAN

ASI

EKSKLUSIF DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BAYI BERUSIA 6-12


BULAN DI KELURAHAN BENDUNGAN KECAMATAN CILEGON BULAN
AGUSTUS 2010 dapat terselesaikan.
Saya menyadari tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, sangatlah sulit
bagi saya untuk menyelesaikan penelitian ini. Tidak terhitung jumlah dukungan
yang penulis terima dalam penyelesaian penelitian ini. Oleh karena itu, saya
mengucapkan banyak terima kasih kepada:
1) Prof. DR. (hc). Dr. M.K. Tadjudin, SpAnd, Drs. H. Achmad Ghalib, MA, dan
Dra. Farida Hamid, MPd, selaku Dekan dan Pembantu Dekan FKIK UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberi dukungan serta senantiasa
memberikan semangat agar terus berjuang demi tercapainya cita-cita menjadi
seorang dokter muslim.
2) DR. dr. Syarief Hasan Lutfie, SpRM sebagai Kaprodi PSPD dan untuk
semua dosen saya, yang telah begitu banyak membimbing dan memberikan
kesempatan untuk menimba ilmu selama saya menjalani masa pendidikan di
PSPD FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sehingga

dapat menambah

wawasan dan daya pikir kritis dalam setiap aktivitas sehari-hari, baik dalam
lingkup pengembangan institusi maupun dalam kehidupan masyarakat, rasa
hormat saya atas segala yang telah mereka berikan.
3) Dr. Riva Auda, SpA MKes selaku dosen pembimbing yang telah banyak
menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk memberikan arahan dan
bimbingan mulai dari awal penulisan hingga akhir penulisan penelitian ini di
tengah kesibukan beliau.
4) Drg. Laifa Annisa Hendarmin, PhD selaku penanggung jawab riset PSPD
2007 yang selalu mengingatkan kami untuk segera menyelesaikan riset.
v

5) Kedua orang tuaku tercinta yang telah memberi motivasi, doa, serta nasihat
dalam penyelesaian penelitian ini. Terima kasih karena telah begitu sabar
mendidikku menjadi seorang pribadi yang tangguh.
6) Kakak dan Adik tersayang yang telah menemani perjalanan hidupku.
7) Kader-kader Posyandu Kelurahan Bendungan yang telah membantu demi
terselesaikannya penelitian ini.
8) Kelompok Risetku, Nurhidayati, Lydia Amaliya, Karina Astari, Emilia, dan
Hilya.
9) Teman-teman Kesmas terutama Zulfa M dan Hafifatul Auliya Rahmi yang
telah membantu mengajari statistika.
10) Seluruh teman dan sahabat di: PSPD 2005-2010 terutama PSPD 2007, LDK
UIN Syahid, KOMDA FKIK, CIMSA (khususnya SCOPE), FULDFK seIndonesia, DPM FKIK, dan semua teman yang saya kenal. Terima kasih
kalian telah membuat kehidupan saya indah dan bermakna. Kenangan bersama
kalian takkan pernah kulupakan. Semoga Allah SWT senantiasa memberi
barokah dalam setiap aktivitas kita.
Sukses selalu untuk kita semua.
Wassalaamualaikum Warahmatullaahi Wabarakaatuh.

Jakarta, 07 Oktober 2010

Penulis

vi

ABSTRAK

Nama
Program Studi
Judul

: Yurilla Istyaningrum
: Pendidikan Dokter
: HUBUNGAN ANTARA PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF
DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BAYI BERUSIA
6-12 BULAN DI KELURAHAN BENDUNGAN
KECAMATAN CILEGON PADA BULAN AGUSTUS
2010
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara pemberian ASI
Eksklusif dengan angka kejadian diare pada bayi usia 6-12 bulan. Penelitian ini
merupakan penelitian deskriptif potong lintang. Subyek penelitian adalah seluruh
bayi yang berusia 6-12 bulan di Kelurahan Bendungan Cilegon dengan
menggunakan simple random sampling. Subyek akan diklasifikasikan menjadi 2
kelompok yaitu kelompok yang mendapat ASI Eksklusif dan tidak. Riwayat diare
ditanyakan pada setiap orang tua bayi. Data dianalisis menggunakan Statistical
Product and Service Solution (SPSS) 16 for Windows dengan uji statistik chi
square. Subyek penelitian berjumlah 106 bayi, terdiri dari 56 bayi yang
mendapatkan ASI Eksklusif dan 50 bayi tidak. 56 bayi yang mendapat ASI
eksklusif terdiri dari 7 bayi yang mengalami diare dan 49 bayi tidak mengalami
diare sedangkan 50 bayi yang tidak mendapatkan ASI Eksklusif terdiri dari 33
bayi yang mengalami diare dan 17 bayi tidak mengalami diare. Ada hubungan
yang bermakna antara pemberian ASI Eksklusif dengan kejadian diare dengan
nilai p 0,000 (p<0,05).
Kata kunci:
ASI eksklusif, kejadian diare, dan bayi 6-12 bulan.

vii

ABSTRACT

Name
Study Program
Title

: Yurilla Istyaningrum
: Medical Education
: CORRELATION EXCLUSIVE BREASTFEEDING
WITH DIARRHEA IN BABIES 6-12 MONTHS AT
BENDUNGAN CILEGON AGUSTUS 2010

This study aim to determine the correlation between exclusive breastfeeding with
the incidence of diarrhea in babies 6-12 months. This was a cross sectional
descriptive study. Subjects were babies 6-12 months in Bendungan district,
Cilegon, using simple random sampling. Subjects would be classified into two
groups that one group had exclusive breast feeding and the other hadnt. The
parent was asked about history of diarrhea. Data were analyzed using the
Statistical Product and Service Solution (SPSS) 16 for Windows, with chi square
test. The subjects consisted of 106 babies, including 56 babies that had exclusive
breastfeeding and 50 others hadnt. The 56 babies that had exclusive breastfeeding
consists of 7 babies who had diarrhea and 49 babies who hadnt diarrhea and 50
others that hadnt exclusive breastfeeding consist of 33 babies who had diarrhea
and 17 babies who hadnt diarrhea. There is a significant relationship between
exclusive breastfeeding and the incidence of diarrhea with p 0,000 (p<0,05).
Key words:
Exclusive breastfeeding, diarrhea, and baby 6-12 months

viii

DAFTAR ISI

Halaman
LEMBAR PERNYATAAN ...........................................................................
ii
LEMBAR PERSETUJUAN .......................................................................... iii
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................ iv
KATA PENGANTAR ....................................................................................
v
ABSTRAK.. ................................................................................................ vii
ABSTRACT..................................................................................................... viii
DAFTAR ISI ................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ........................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR....................................................................................... xii
DAFTAR SINGKATAN ................................................................................ xiii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xiv
BAB 1. PENDAHULUAN .............................................................................. 1
1.1. Latar Belakang ................................................................................
1
1.2. Rumusan Masalah
4
1.3. Hipotesis .........................................................................................
4
1.4. Tujuan Penelitian .............................................................................
4
1.5. Manfaat Penelitian ...........................................................................
5
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................
6
2.1. Definisi Diare .................................................................................
6
2.2. Klasifikasi Diare ........................................................... ..... 6
2.3. Etiologi Diare ........................................
7
2.4. Epidemiologi Diare......................................................................... 10
2.5. Patofisiologi Diare.......................................................................... 11
2.6. Manifestasi Klinis Diare ................................................................ 14
2.7. Faktor Risiko Diare......................................................................... 14
2.8. Diagnosis Diare............................................................................... 14
2.9. Dampak Diare................................................................................. 15
2.10. Klasifikasi Dehidrasi....................................................................... 16
2.11. Tata laksana Diare........................................................................... 17
2.12. Pencegahan Diare............................................................................ 22
2.13. Pengertian ASI dan ASI eksklusif................................................... 23
2.14. Stadium dan Komposisi ASI........................................................... 23
2.15. Manfaat menyusui dan Keunggulan ASI........................................ 25
2.16. Unsur Nutrisi ASI............................................................................ 26
2.17. Faktor Kekebalan ASI..................................................................... 28
2.18. ASI dan Sistem Pertahanan Saluran Cerna..................................... 31
2.19. ASI dan Gangguan Saluran Cerna.................................................. 31
2.20. Peran ASI dalam Pencegahan dan Penatalaksanaan Diare............. 31
2.21. Susu Formula.................................................................................. 33
2.22. Komposisi Zat Gizi Susu Formula.................................................. 34
2.23. Kerugian Air Susu Buatan.............................................................. 34
2.24. Kerangka Konsep............................................................................ 35
2.25. Definisi Operasional....................................................................... 36
ix

BAB 3. METODE PENELITIAN ..............................................................

37

3.1. Desain Penelitian ............................................................................


3.2. Tempat dan Waktu Penelitian .........................................................
3.3. Populasi Penelitian .........................................................................
3.4. Sampel Penelitian............................................................................
3.5. Kriteria Penelitian ...........................................................................
3.6. Cara Kerja .......................................................................................
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN ............................
4.1. Keterbatasan Penelitian ..................................................................
4.2. Gambaran Umum Lokasi Penelitian...............................................
4.3. Hasil Analisis Univariat..................................................................
4.4. Hasil Analisis Bivariat....................................................................
BAB 5. SIMPULAN DAN SARAN .............................................................
5.1. Simpulan ........................................................................................
5.2. Saran ...............................................................................................
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................
LAMPIRAN ....................................................................................................

37
37
37
38
39
39
42
42
43
44
48
52
52
52
53
56

DAFTAR TABEL

Tabel 2.5.1.
Tabel 2.5.2.
Tabel 2.10.1.
Tabel 2.11.1.
Tabel 2.14.1.
Tabel 2.25.1.
Tabel 3.3.1.
Tabel 4.2.2.1.
Tabel 4.3.1.1.
Tabel 4.3.2.1.
Tabel 4.3.2.2.
Tabel 4.3.3.1.
Tabel 4.3.3.2.
Tabel 4.3.4.1.
Tabel 4.3.5.1.
Tabel 4.3.6.1.
Tabel 4.3.7.1.

Tabel 4.4.1.

Tabel 4.4.2.
Tabel 4.4.3.

Halaman
Penyebab Diare Sekretorik..................................................... 11
Penyebab Diare osmotik......................................................... 12
Klasifikasi Keparahan Diare ................................................. 16
Jumlah Oralit Dalam 4 Jam Pertama..................................... 19
Komposisi ASI....................................................................... 25
Definisi Operasional............................................................... 36
Posyandu Kelurahan Bendungan........................................... 37
Distribusi Penduduk Berdasarkan Kelompok Sasaran........... 43
Distribusi Sampel Berdasarkan Pemberian ASI Eksklusif..... 44
Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin....................... 44
Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin Menurut
Kejadian Diare....................................................................... 45
Distribusi Sampel Berdasarkan Umur.................................... 45
Distribusi Sampel Berdasarkan Umur Menurut Kejadian
Diare...................................................................................... 46
Distribusi Sampel Berdasarkan Kejadian Diare..................... 47
Distribusi Sampel Berdasarkan Pemberian Kolostrum.......... 47
Distribusi Sampel Berdasarkan Pembersihan Puting Susu
Sebelum Menyusui ................................................................. 47
Distribusi Sampel Berdasarkan Perilaku Cuci Tangan
Sebelum Menyusui atau menyiapkan makanan/minuman
lain selain ASI......................................................................... 48
Distribusi Sampel Berdasarkan Pemberian ASI Eksklusif
dan Kejadian Diare di Kelurahan Bendungan Tahun
2010..................................................................................
49
Distribusi Sampel Berdasarkan Perilaku Ibu.....................
51
Distribusi Sampel Berdasarkan Perilaku Ibu menurut
Kejadian Diare..................................................................
51

xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.11.1.
Gambar 2.24.1.

Halaman
Rencana Terapi C.................................................................... 21
Kerangka konsep .................................................................... 35

xii

DAFTAR SINGKATAN

ASI
KLB
SKRT
ETEC
EIEC
SIgA
IgA
IgE
IgG
MCK

Air Susu Ibu


Kejadian Luar Biasa
Survey Kesehatan Rumah Tangga
Enterotoksigenik E.coli
Enteroinvasive E.coli
Secretory Immunoglobulin A
Immunoglobulin A
Immunoglobulin E
Immunoglobulin G
Mandi, Cuci, Kakus

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Informed consent


Lampiran 2 Kuesioner
Lampiran 3 Output Analisis Univariat
Lampiran 4 Output Analisis Bivariat

xiv

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Diare didefinisikan sebagai meningkatnya frekuensi buang air besar dan
berubahnya frekuensi konsistensi menjadi lebih lunak atau bahkan cair. (Hartanti H,
2002; WHO, 2005 ) Diare hingga kini masih merupakan penyebab utama morbiditas
dan mortalitas pada bayi dan balita di negara yang sedang berkembang. WHO
memperkirakan 4 milyar kasus terjadi di dunia pada tahun 2000 dan 2,2 juta
diantaranya meninggal, sebagian besar anak-anak dibawah umur 5 tahun. (Adisasmito
W, 2007) Hasil Riset Kesehatan Dasar 2007 diperoleh bahwa diare masih merupakan
penyebab kematian bayi yang terbanyak yaitu 42 % dibanding pneumonia 24 %,
untuk golongan usia 1-4 tahun penyebab kematian karena diare 25,2 % dibanding
pneumonia 15,5 %. (Juffrie M dkk, 2009) Data dari profil kesehatan Indonesia tahun
2008 dilaporkan terjadinya KLB diare di 15 provinsi dengan jumlah penderita
sebanyak 8.443 orang, jumlah kematian sebanyak 209 orang atau CFR sebesar 2,48%.
(Departemen Kesehatan RI, 2008) Di Indonesia, sekitar 162 ribu balita meninggal
setiap tahun atau sekitar 460 balita setiap harinya. Dari hasil Survey Kesehatan
Rumah Tangga (SKRT) di Indonesia, diare merupakan penyebab kematian nomor 2
pada balita dan nomor 3 bagi bayi serta nomor 5 bagi semua umur.
Banyak faktor risiko yang diduga menyebabkan terjadinya penyakit diare pada
bayi dan balita di Indonesia. Salah satu faktor risiko menurut faktor anak yang
berperan dalam kejadian diare adalah pemberian ASI (Air Susu Ibu) eksklusif.
(Adisasmito W, 2007) Pemberian ASI eksklusif pada bayi dan balita sangat
berpengaruh terhadap frekuensi kejadian diare. Menyusui memberikan pengaruh yang
baik bagi pencegahan penyakit infeksi dan perkembangan anak dibandingkan dengan
susu botol. (Imtiaz Y dan Saleem M, 2010) ASI mengandung sebagian besar air
sebanyak 87,5 %, oleh karena itu bayi yang mendapat cukup ASI tidak perlu lagi
mendapat tambahan air walaupun berada di tempat yang mempunyai suhu udara
panas. Kekentalan ASI sesuai dengan saluran cerna bayi, sedangkan susu formula

lebih kental dibandingkan ASI. Hal tersebut yang dapat menyebabkan terjadinya
diare pada bayi yang mendapat susu formula. (Roesli U dan Yohmi E, 2008)
Menyusui secara drastis dapat menurunkan kematian dari penyakit infeksi dan diare,
yang merupakan dua pembunuh utama anak-anak. (UNICEF, 2010) ASI dapat
memproteksi bayi dengan dua mekanisme yaitu ASI dapat menurunkan atau
mengeliminasi paparan dari bakteri patogen yang ditransmisikan melalui makanan
dan minuman serta ASI mengandung faktor antimikrobial dan substansi lain yang
dapat memperkuat sistem imun dan melindungi sistem pencernaan bayi yang baru
lahir. (Morgan dan Dickerson, 2002)
Menyusui yang optimal pada bayi dibawah usia 2 tahun mempunyai dampak
potensial paling besar bagi ketahanan anak dari semua intervensi pencegahan.
Menyusui dengan potensial mencegah 1,4 juta kematian pada anak dibawah 5 tahun
di negara berkembang. (UNICEF, 2010) .Bayi yang menerima susu bubuk atau susu
sapi ditambah dengan ASI mempunyai 4,2 kali risiko kematian akibat diare
dibandingkan dengan bayi yang tidak menerima susu buatan, sedangkan bayi yang
tidak menerima ASI mempunyai angka 14,2 kali lebih tinggi. Menyusui dapat
menurunkan risiko kematian akibat diare sebanyak 20 %. (Victoria C dkk, 1988)
Menyusui eksklusif untuk 6 bulan pertama dapat menurunkan diare sebanyak 3 kali
dan pneumonia sebanyak 2,5 kali. (Imtiaz Y dan Saleem M, 2010) Di Peru, bayi yang
mendapat susu buatan atau makanan padat ditambah dengan ASI memiliki prevalensi
diare 2-5 kali lebih besar dibandingkan dengan mereka yang mendapat asi eksklusif.
Hasil yang sama juga dilaporkan di Filipina. (Billoo G dan Ahmed S, 2010) Dari hasil
pengamatan pada praktik lapangan, bayi yang mendapat ASI eksklusif 6 bulan
frekuensi terkena diare sangat kecil bahkan mulai minggu ke-4 sampai bulan ke-6
bayi jarang defekasi dan sering menjadi keluhan ibu yang datang ke klinik karena
bayinya tidak defekasi lebih dari 3 hari. Keadaan ini menggambarkan seluruh produk
ASI dapat terserap oleh sistem pencernaan bayi. Pada kelompok bayi yang mendapat
susu tambahan lebih sering mengalami diare. (Purwanti H, 2004)
Pemberian ASI secara baik dan benar tetap dilanjutkan sampai bayi berumur 24
bulan (2 tahun) selain membantu memelihara dan meningkatkan daya tahan tubuh

terhadap penyakit infeksi seperti diare, ASI juga dapat menjalin kasih sayang antara
ibu dan anak. ASI merupakan ungkapan kasih sayang Allah sekaligus anugerah yang
luar biasa terhadap setiap bayi yang terlahir ke muka bumi. Seperti yang terdapat di
dalam Al Quran, Surat Al-Baqarah : 233 tentang ASI

Artinya : Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh,
yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik melakukan penelitian untuk


melihat apakah terdapat hubungan antara pemberian ASI eksklusif dengan kejadian
diare pada bayi berusia 6-12 bulan di Kelurahan Bendungan, Kecamatan Cilegon
pada bulan Agustus 2010. Peneliti memilih lokasi penelitian di Cilegon, hal ini
disebabkan angka kejadian diare pada bayi di daerah tersebut cukup tinggi.

1.2.

Rumusan Masalah
Apakah terdapat hubungan antara pemberian ASI eksklusif dengan kejadian

diare pada bayi berusia 6-12 bulan di Kelurahan Bendungan, Kecamatan Cilegon
pada bulan Agustus tahun 2010 ?

1.3.

Hipotesis
Berdasarkan landasan teori dan rumusan masalah maka hipotesis yang dapat

diajukan yaitu: Ada hubungan antara pemberian ASI Eksklusif dengan kejadian diare
pada bayi berusia 6-12 bulan di Kelurahan Bendungan, Kecamatan Cilegon. Bayi
yang diberi ASI eksklusif angka kejadian diarenya lebih rendah dibandingkan dengan
yang tidak diberi ASI eksklusif.

1.4.

Tujuan dan Manfaat

1.4.1. Tujuan Penelitian


Tujuan Umum:
Mengetahui adanya hubungan antara pemberian ASI eksklusif dengan
kejadian diare pada bayi berusia 6-12 bulan di Kelurahan Bendungan,
Kecamatan Cilegon pada bulan Agustus tahun 2010.
Tujuan Khusus:
Diketahuinya pemberian ASI eksklusif pada bayi berusia 6-12 bulan di
Kelurahan Bendungan, Kecamatan Cilegon tahun 2010.
Diketahuinya kejadian diare pada bayi berusia 6-12 bulan di
Kelurahan Bendungan, Kecamatan Cilegon tahun 2010.
Diketahuinya perbedaan kejadian diare pada bayi yang diberi ASI
eksklusif dengan yang tidak diberi ASI eksklusif pada bayi berusia
6-12 bulan di Kelurahan Bendungan, Kecamatan Cilegon tahun 2010.

1.4.2. Manfaat Penelitian


Bagi peneliti:
Sebagai salah satu prasyarat kelulusan dalam menyelesaikan program
sarjana kedokteran.
Bagi institusi:
Menjadi dasar bukti medis secara ilmiah mengenai hubungan
pemberian ASI eksklusif dengan kejadian diare pada bayi.
Menjadi landasan untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai
ASI eksklusif dan diare.
Bagi masyarakat:
Sebagai sumber informasi bagi masyarakat tentang pentingnya ASI
eksklusif dalam pencegahan penyakit terutama dalam pencegahan penyakit
seperti diare.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

Definisi Diare
Diare didefinisikan sebagai meningkatnya frekuensi buang air besar dan

berubahnya konsistensi menjadi lebih lunak atau bahkan cair. (Hartanti H, 2002;
WHO, 2005; Juffrie M dkk, 2009 ) Menurut pengertian lain diare adalah buang air
besar yang tidak normal dimana terdapat perubahan konsistensi menjadi lembek/cair
dan perubahan frekuensi lebih dari 3 kali dalam sehari. (Garnadi Y dkk, 2000) Buang
air besar encer tersebut dapat / tanpa disertai lendir dan darah. (Sudoyo AW, 2009)
Menurut World Gastroenterology Organisation Global Guidelines 2005, diare
akut didefinisikan sebagai pasase tinja yang cair/lembek dengan jumlah lebih banyak
dari normal, berlangsung kurang dari 14 hari. (Sudoyo AW, 2009). Sedangkan diare
persisten adalah diare akut dengan atau tanpa darah yang berlangsung selama 14 hari
atau lebih. (Juffrie M dkk, 2009)
2.2. Klasifikasi Diare
Diare dapat diklasifikasikan berdasarkan:
1.

Lama waktu diare : akut atau kronik.

2.

Mekanisme patofisiologis : osmotik atau sekretorik dll.

3.

Ada atau tidak adanya infeksi : diare infeksi spesifik atau diare non spesifik.

4.

Penyebab organik atau tidak : organik atau fungsional.

5.

Organ yang terkena infeksi : diare enteral atau parenteral. (Suharyono, 2008;
Sudoyo AW, 2009)

2.3.

Etiologi Diare

a. Faktor infeksi
Sampai beberapa tahun yang lalu kuman-kuman patogen hanya dapat
diidentifikasi dari 25 % tinja penderita diare akut. (Garnadi Y dkk, 2000) Beberapa
kuman patogen ini adalah penyebab penting diare akut di semua negara berkembang
yaitu:
1. Virus

Rotavirus

Rotavirus merupakan penyebab paling sering dari gastroenteritis akut pada anakanak dibawah 5 tahun. Rotavirus banyak menyebabkan dehidrasi dan
dihubungkan dengan mortalitas yang tinggi dibandingkan agen yang lain.
Rotavirus diperkirakan sebagai penyebab diare cair akut pada 20%-80% anak di
dunia. Merupakan penyebab kematian pada 440.000 anak dengan diare per
tahunnya di seluruh dunia. Sekitar sepertiga anak umur kurang dari 2 tahun
pernah mengalami episode diare karena Rotavirus. Rotavirus diduga menyebar
melalui kontak langsung. Akibat infeksi Rotavirus ini, pada usus terjadi
kerusakan sel epitel mukosa usus, infeksi sel-sel radang pada lamina propria,
pemendekan jonjot usus, pembengkakan mitokondria, dan bentuk mikrovilli yang
tidak teratur. (Garnadi Y dkk, 2000; Robinson dan Roberton, 2003 ; Juffrie M dkk,
2009)
2. Bakteri

Enterotoksigenik E.coli (ETEC)


ETEC adalah penyebab penting diare cair akut pada orang dewasa dan anak-

anak di negara berkembang. ETEC tidak masuk ke dalam mukosa usus dan diare
yang terjadi disebabkan karena toksin yang dihasilkan. (Garnadi Y dkk, 2000)

Shigella sp
Shigella ada dua bentuk yaitu bentuk diare cair dan bentuk disentri. Infeksi

Shigella pada manusia dapat menyebabkan keadaan mulai dari asimptomatik


sampai dengan disentri hebat disertai dengan demam, kejang-kejang, toksis,
tenesmus ani, serta tinja yang berlendir dan berdarah. Patogenesis terjadinya
diare oleh Shigella sp ini ialah karena kemampuannya mengadakan invasi ke
epitel sel mukosa usus. Akibat invasi dari bakteri ini terjadi infiltrasi sel-sel
polimorfonuklear (PMN) dan kerusakan sel epitel mukosa sehingga timbul tukak
kecil-kecil di daerah invasi yang menyebabkan sel-sel darah merah, plasma
protein, sel darah putih masuk ke lumen usus dan akhirnya keluar bersama tinja.
(Garnadi Y dkk, 2000; Suharyono, 2008)

Enteroinvasive E.coli (EIEC)


Strain ini juga dapat menimbulkan diare berlendir dan darah, karena sifat

invasif dari strain tersebut yang dapat menembus sel mukosa usus besar sehingga
terjadi kerusakan dari mukosa usus. Diare yang disebabkan oleh EIEC ditandai
dengan demam, tenesmus, serta darah dan lendir dalam tinjanya. (Garnadi Y dkk,
2000; Suharyono, 2008)

Salmonella sp
Salmonella yang paling sering menimbulkan diare yang paling sering pada

anak ialah S.paratyphi A, B, dan C. Patogenesis Salmonella sp ini seperti halnya


Shigella dapat melakukan invasi ke dalam mukosa usus halus sehingga juga dapat
dijumpai lendir. Separuh dari kasus-kasus dilaporkan menjadi baik dalam
beberapa hari, sedang sebagian lainnya diare berlangsung terus tanpa
mempengaruhi keadaan umum penderita. (Garnadi Y dkk, 2000; Suharyono, 2008)

Vibrio cholera

Vibrio cholera ada 2 macam yaitu cholera klasik dan cholera ElTor. Klinis sukar
dibedakan, ada yang mengatakan yang klasik lebih parah tetapi ada yang

mengatakan sama saja. Vibrio cholera menyebabkan diare yang hebat. (Garnadi
Y dkk, 2000; Suharyono, 2008)
3. Parasit
Infeksi parasit pada diare meliputi Criptosporidium, Entamoeba histolytica,
Giardia lamblia, Balantidium coli, Ascaris, Trichuris, dan Strongiloides. Diare
akibat parasit parasit ini menyebabkan diare cair yang bertahan lebih dari satu
minggu. Manifestasi klinis lainnya dapat berupa nyeri abdomen, demam,
anoreksia, dan nausea. (Robinson dan Roberton, 2003)
b. Malabsorbsi laktosa
Malabsorbsi karbohidrat, gejalanya ditandai dengan muntahnya anak setiap
mengkonsumsi karbohidrat, feses yang sangat asam, sakit di daerah perut. Jika sering
diare maka pertumbuhan pada anakakan terganggu . (Asnil P dkk, 2003)
c. Keracunan makanan atau minuman
Keracunan dapat berasal dari bahan-bahan kimia maupun dari bakteri.
Gastroenteritis yang terjadi biasanya ringan meskipun dapat menjadi berat dengan
gejala nyeri perut, diare berat, dehidrasi, dan syok. (Asnil P dkk, 2003)
d. Penurunan kekebalan tubuh (immunodefisiensi)
Defisiensi imun terutama SIgA (Secretory Immunoglobulin A) yang
mengakibatkan terjadinya berlipatgandanya bakteri atau flora usus dan jamur
terutama Candida. Faktor risiko seperti immunodefisiensi kongenital, human
immunodeficiency virus (HIV), kanker, dan kemoterapi kanker juga dapat
menyebabkan diare. (Asnil P dkk, 2003)
e. Alergi
Alergi juga dapat menyebabkan diare, terutama alergi terhadap protein.
Umumnya dialami oleh anak yang menderita celiac disease yaitu sistem
pencernaannya yang hipersensitif terhadap gluten (jenis protein yang terkandung di
dalam biji-bijian). (Asnil P dkk, 2003)

10

2.4.

Epidemiologi
Penyakit diare masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang

utama di Indonesia karena:

Masih tingginya angka kesakitan (bersama-sama dengan infeksi saluran


pernapasan akut dan penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi).

Diare menyebabkan banyak kehilangan cairan tubuh (dehidrasi yang cepat)


sehingga menimbulkan kematian bila tidak mendapat pertolongan yang tepat.

Beberapa etiologi diare misalnya kolera dapat menimbulkan KLB. (Myrnawati,


2004)
Penyakit diare merupakan satu dari penyebab morbiditas dan mortalitas anak-

anak di seluruh dunia, yang menyebabkan 1 milyar episode penyakit dan 3-5 juta
kematian tiap tahunnya. Di United States tiap tahun, 20-35 juta episode dari diare
terjadi pada 16,5 juta anak lebih dari 5 tahun. (Behrman R, Kliegman R, dan Jenson
H, 2004) Di Indonesia, diare masih merupakan salah satu masalah kesehatan
masyarakat utama. Hal ini disebabkan masih tingginya angka kesakitan dan
menimbulkan banyak kematian terutama pada bayi dan balita, serta sering
menimbulkan KLB. (Adisasmito W, 2007)
Mekanisme utama dari transmisi patogen diare dari orang ke orang yaitu melalui
rute fekal-oral atau oleh pencernaan dari makanan atau minuman yang terkontaminasi.
Di negara yang sedang berkembang, prevalensi yang tinggi dari penyakit diare
merupakan kombinasi dari sumber air tercemar, kekurangan protein, dan kalori yang
menyebabkan turunnya daya tahan tubuh. (Suharyono, 2008)
Enteropatogen yang menginfeksi seperti Shigella, G. lamblia, C. parvum, and E.
histolytica dapat ditransmisikan oleh kontak orang ke orang. Faktor yang
kemungkinan meningkatkan infeksi dengan enteropatogen meliputi defisiensi imun,
campak, malnutrisi, area endemik, tidak minum ASI, terpapar oleh kondisi sanitasi
buruk, ingesti dari makanan atau minuman terkontaminasi, serta tingkat pendidikan
ibu. (Behrman R, Kliegman R, dan Jenson H, 2004)

11

2.5.

Patofisiologi Diare

a. Proses sekretorik
Proses ini terjadi karena dihasilkannya enterotoksin oleh kuman, zat metabolik,
atau sumber toksin dari luar. Enterotoksin merangsang sekresi air dan elektrolit oleh
sel-sel kripta dari mukosa usus halus. Proses tersebut melalui pengaktifan adenyl
siklase dan peningkatan sekresi aktif cairan dan elektrolit dari sel kripta ke lumen
usus halus. Proses ini juga melibatkan prostaglandin. Dengan mekanisme yang belum
jelas. Enterotoksin juga menghambat reabsorpsi cairan dan elektrolit oleh sel-sel villi
usus halus. Proses ini terjadi pada infeksi oleh Vibrio cholera, ETEC, Shigella
stadium awal, Clostridium sp, Slamonella sp, Campylobacter sp, dan Stafilococcus sp.
Manifestasi klinisnya yaitu diare disertai dengan muntah, tidak ada demam,
namun cepat menyebabkan dehidrasi. Diare yang disebabkan oleh ETEC berlangsung
lebih singkat daripada kolera, sehingga penggunaan antibiotika tidak atau kurang
berguna. Infeksi karena ETEC biasanya berlangsung selama 2-3 hari. (Garnadi Y dkk,
2000)
Tabel 2.5.1. Penyebab Diare Sekretorik
Penyebab Diare Sekretorik
Aktivasi dari cyclic adenosine monophosphate
- Toksin bakteri: enterotoksin kolera, Escherichia coli (heat-labile), Shigella,
Salmonella, Campylobacter jejuni, Pseudomonas aeruginosa
- Hormon : Peptida vasoaktif intestinal, gastrin, sekretin
- Anion surfaktan: asam empedu, asam ricinoleat
Aktivasi dari cyclic guanosine monophosphate
- Toksin bakteri: enterotoksin E. coli toksin tahan panas (heat-stable), toksin
Yersinia enterocolitica
Calcium-dependent
- Toksin bakteri:enterotoksin Clostridium difficile
- Neurotransmiter: asetilkolin, serotonin
- Agen parakrin: bradikinin
Dikutip dari Pickering LK, Snyder J. Nelson Textbook of Pediatrics. 17th ed. Saunders : Elsevier
Mosby; 2004. p 1277.

b. Proses invasif
Pada proses ini ditandai dengan terjadinya kerusakan atau destruksi sel-sel
mukosa villi usus halus, sering disebabkan oleh invasi virus. Setelah sel mengalami

12

lisis, vili memendek sehingga luas permukaan untuk absorbsi berkurang. Selain itu
infeksi Rotavirus dapat menyebabkan aktivitas enzim laktase dan disakaridase lain,
sehingga menyebabkan gangguan penyerapan disakarida. Sementara itu sel kripta
yang berfungsi sekretorik tidak banyak terganggu, dengan demikian hasil akhir
adalah penurunan absorbsi dan sekresi relatif bertambah sehingga terjadi diare yang
bersifat cair.
Manifestasi klinisnya adalah tinja cair tanpa berdarah, demam tidak terlalu tinggi,
disertai batuk pilek dan muntah. (Garnadi Y dkk, 2000)
c. Proses osmotik
Diare osmotik disebabkan oleh adanya bahan non-absorbsi di traktus
gastrointestinal. Proses ini sering terlihat pada sindroma malabsorbsi, meskipun
sebenarnya secara fungsional terjadi pula pada diare karena proses sekretorik dan
invasif, yaitu terjadi terdapat penurunan kemampuan absorbsi cairan dan nutrien
secara normal.
Manifestasi klinisnya adalah demam, eritem natum, perut kembung (distensi
abdomen), tinja asam (clinitest +), dan diare cair. (Granadi Y dkk, 2000; Behrman R,
Kliegman R, dan Jenson H, 2004)
Tabel 2.5.2. Penyebab Diare Osmotik
Penyebab Diare Osmotik

Malabsorpsi dari nutrien air terlarut


Malabsopsi dari glukosa-galaktosa
- Kongenital
- Didapat
Defisiensi disakarida
- Kongenital
- Didapat
Masukan berlebihan dari cairan karbonat
Masukan berlebihan dari cairan tidak terlarut
- Sorbitol
- Magnesium
- Hidroksida
Dikutip dari Pickering LK, Snyder J. Nelson Textbook of Pediatrics. 17th ed. Saunders : Elsevier
Mosby; 2004. p 1279.

13

d. Proses disenterik
Pada proses ini terjadi peradangan pada mukosa dari ileum terminal dan usus
besar. Peradangan ini terjadi akibat invasi bakteri patogen, terjadi edema mukosa,
perdarahan, dan infiltrasi lekosit. Absorbsi cairan, yang merupakan fungsi utama usus
besar dapat menurun. Iritasi pada usus besar dapat menyebabkan peningkatan
frekuensi defekasi dan sering disertai tenesmus. Bakteri yang sering menjadi
penyebab adalah Shigella sp, Salmonella sp, Campylobacter jejuni, dan beberapa
jenis E.coli (EIEC). (Garnadi Y dkk, 2000)
e. Defek sistem pertukaran anion/transport elektrolit aktif di enterosit.
Diare tipe ini disebabkan adanya hambatan mekanisme transport aktif natrium
(Na+), kalium (K+), adenosine triphosphate-ase (ATP-ase) di enterosit dan absorbsi
Na+ dan air yang abnormal. Dalam keadaan normal transpor aktif Na+ K+ ATPase berfungsi antara lain untuk penyerapan glukosa, asam amino dan ion Cl -. Bentuk
diare ini antara lain berupa diare klorida kongenital dan kelainan transpor Na + usus.
(Behrman R, Kliegman R, Jenson H, 2004; Sudoyo AW, 2009)
f. Motilitas dan waktu transit usus abnormal.
Diare tipe ini disebabkan hipermotilitas dan iregularitas motilitas usus sehingga
menyebabkan absorpsi yang abnormal di usus halus. Akibatnya tidak semua jumlah
nutrien dapat dicerna atau diserap dengan baik di usus halus. Penyebab gangguan
motilitas antara lain diabetes melitus, pasca reseksi lambung, vagotomi, dan
hipertiroid. (Behrman R, Kliegman R, Jenson H, 2004; Sudoyo AW, 2009)
g. Gangguan permeabilitas usus
Diare tipe ini disebabkan permeabilitas usus yang abnormal yang disebabkan
adanya kelainan morfologi membran epitel spesifik pada usus halus. Dapat
disebabkan antara lain oleh infeksi dan penyakit seliaka. Pada penyakit seliaka,
pasien memiliki kepekaan terhadap gluten/gliadin (komponen gandum/padi-padian)
sehingga apabila usus terpajan gluten akan memicu respons imun antara lain
datangnya sel B dan sel plasma di usus halus dan sel limfosit di lambung. Akibatnya
terjadi kerusakan enterosit yang mengakibatkan pendataran vilus/berkurangnya luas
permukaan penyerapan. (Sudoyo AW, 2009)

14

2.6.

Manifestasi klinis
Diare akut karena infeksi dapat disertai muntah, demam, tenesmus,

hematokezia, nyeri perut, dan kejang perut. Mula-mula bayi /anak menjadi cengeng,
gelisah, suhu badan mungkin meningkat, nafsu makan berkurang. Tinja makin cair,
mungkin mengandung darah dan atau lendir, warna tinja berubah menjadi kehijauhijauan karena tercampur empedu. Karena seringnya defekasi, anus dan sekitarnya
lecet karena tinja makin lama menjadi asam akibat banyaknya asam laktat, yang
terjadi dari pemecahan laktosa yang tidak dapat diabsorpsi oleh usus. (Asnil P dkk,
2003)
2.7.

Faktor risiko diare


Beberapa faktor risiko yang dapat meningkatkan enteropatogen:

a. Tidak memberikan ASI secara penuh pada bayi sejak lahir sampai usia 4-6 bulan.
b. Tidak cukup tersedianya air bersih.
c. Tercemarnya air oleh tinja.
d. Tidak ada / kurangnya sarana MCK (mandi, cuci, kakus).
e. Kebersihan perorangan dan lingkungan yang buruk.
f. Cara penyimpanan dan penyediaan makan yang tidak higienis.
g. Menggunakan botol susu yang kurang bersih. (Markum AH, 1997; Garnadi Y dkk,
2000)
Beberapa faktor risiko pejamu yang dapat meningkatkan kerentanan pejamu
terhadap enteropatogen diantaranya malnutrisi, imunodefisiensi, imunodepresi,
rendahnya kadar asam lambung, peningkatan motilitas usus, serta faktor genetik.
(Markum AH, 1997; Garnadi Y dkk, 2000)
2.8.

Diagnosis diare

Cara mendiagnosis pasien diare adalah dengan menentukan 3 hal berikut:

Persistensinya.

Etiologinya.

Derajat dehidrasinya. (Juffrie M dkk, 2009)

15

2.9.

Dampak Diare

Sebagai akibat diare baik akut maupun kronik akan terjadi:


1.

Kehilangan air dan elektrolit (dehidrasi)


Mengakibatkan

terjadinya

gangguan

keseimbangan

asam-basa

(asidosis

metabolik dan hipokalemia). Dehidrasi terjadi karena kehilangan air lebih banyak
daripada pemasukan. Dehidrasi pada diare dapat menyebabkan kematian.
2.

Gangguan gizi
Sewaktu anak menderita diare, sering terjadi gangguan gizi dengan akibat

terjadinya penurunan berat badan dalam waktu yang singkat. Pada penderita diare
terjadi pengeluaran cairan yang berlebihan sedangkan pemasukan makanan berkurang.
3.

Gangguan sirkulasi darah


Dapat berupa renjatan hipovolemik sebagai akibat diare dengan atau tanpa

disertai dengan muntah. Akibatnya perfusi jaringan berkurang sehingga hipoksia dan
asisosis metabolik bertambah berat, dapat mengakibatkan perdarahan otak, kesadaran
menurun, dan bila tak cepat diobati dapat meninggal.
4.

Hipoglikemia
Hipoglikemia terjadi pada 2-3 % dari anak-anak yang menderita diare. Gejala-

gejala hipoglikemia tersebut dapat berupa lemas, apatis, peka rangsang, tremor,
berkeringat, pucat, syok, kejang, sampai koma. (Asnil P dkk, 2003; Sudoyo AW,
2009)

16

2.10.

Klasifikasi Keparahan Dehidrasi Pada Anak-anak Dengan Diare Untuk

Dehidrasi
Tabel 2.10.1. Klasifikasi Dehidrasi Pada Anak-anak Dengan Diare Untuk Dehidrasi
Klasifikasi
Dehidrasi berat

Tanda atau gejala


Terdapat dua atau lebih dari
tanda-tanda berikut:
Letargis atau tidak sadar.
Mata cekung.
Tidak bisa minum atau
malas minum.
Cubitan
kulit
perut
kembalinya
sangat
lambat.

Tata laksana
Jika tidak ada klasifikasi berat
lainnya: beri cairan untuk
dehidrasi berat (rencana terapi
C).
Jika anak juga mempunyai
klasifikasi berat lainnya :
- Rujuk segera dan selama
dalam perjalanan ibu diminta
terus memberi larutan oralit
sedikit demi sedikit.
- Anjurkan ibu agar tetap
memberi ASI.
Jika ada kolera di daerah
tersebut, beri obat antibiotik
untuk kolera.

Dehidrasi
ringan/sedang

Terdapat dua atau lebih dari


tanda-tanda berikut :
Gelisah, rewel, atau
mudah marah.
Mata cekung.
Haus, minum dengan
lahap.
Cubitan
kulit
perut
kembalinya lambat.

Tanpa dehidrasi

Tidak cukup
dehidrasi

tanda-tanda

Beri cairan dan makanan sesuai


rencana terapi B.
Jika anak juga mempunyai
klasifikasi berat lainnya :
- Rujuk segera ke rumah sakit
dan selama dalam perjalanan
ibu diminta terus memberi
larutan oralit sedikit demi
sedikit.
- Anjurkan ibu agar tetap
member ASI.
Nasihati ibu kapan harus
kembali segera.
Kunjungan ulang setelah 5 hari
bila tidak ada perbaikan.
Beri cairan dan makanan sesuai
rencana terapi A.
Nasihati ibu tentang kapan
harus kembali segera.
Kunjungan ulang setelah 5 hari
bila tidak ada perbaikan.

17

a. Jika ada diare 14 hari atau lebih


Klasifikasi
Diare persisten berat

Tanda atau gejala


Ada dehidrasi

Tata laksana
Atasi dehidrasi sebelum dirujuk,
kecuali bila anak juga mempunyai
klasifikasi berat lain.
Rujuk.

Diare persisten

Tanpa dehidrasi

Nasihati
ibu
tentang
cara
pemberian makan pada anak
dengan diare persisten.
Kunjungan ulang setelah 5 hari.

Dikutip dari Pocket Book of Hospital Care for Children (WHO). Switzerland: WHO Press ; 2005.
Buku Bagan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS).

Departemen Kesehatan Republik

Indonesia; 2005.

b. Jika ada darah dalam tinja


Klasifikasi untuk diare jika ada darah dalam tinja yaitu disentri. Tata laksana
yang diberikan adalah antibiotik yang sesuai dengan Shigella selama 5 hari serta
kunjungan ulang setelah 2 hari. (WHO, 2005)
2.11. Tata laksana diare
a. Upaya rehidrasi berdasarkan derajat dehidrasi
Rencana terapi A
1. Beri cairan tambahan (sebanyak anak mau)

Jelaskan kepada ibu :


- Pada bayi muda pemberian ASI merupakan cara pemberian cairan
tambahan yang utama.
- Beri ASI lebih sering dan lebih lama pada setiap kali pemberian.
- Jika anak memperoleh ASI eksklusif, berikan oralit atau air matang
sebagai tambahan.
- Jika anak tidak memperoleh ASI eksklusif, berikan 1 atau lebih cairan
berikut ini : oralit, larutan gula garam, cairan makanan (kuah sayur, air
tajin atau air matang).

18

Anak harus diberi larutan oralit di rumah jika :


- Anak telah diobati dengan rencana terapi B atau C dalam kunjungan
ini.
- Anak tidak dapat kembali ke klinik jika diarenya bertambah parah.

Ajari ibu cara mencampur dan memberikan oralit. Beri ibu 6 bungkus
oralit (200 ml) untuk digunakan di rumah.

Tunjukkan kepada ibu berapa banyak cairan termasuk oralit yang harus
diberikan sebagai tambahan bagi kebutuhan cairannya sehari-hari:
- Sampai umur 2 tahun
- 2 tahun atau lebih

50 sampai 100 ml setiap kali buang air besar


100 sampai 200 ml setiap kali buang air besar

Katakan kepada ibu :


-

Agar

meminumkan

sedikit-sedikit

tapi

sering

dari

mangkuk/cangkir/gelas.
-

Jika anak muntah, tunggu 10 menit. Kemudian lanjutkan lagi dengan


lebih lambat.

- Lanjutkan pemberian cairan tambahan sampai diare berhenti.

2. Berikan suplemen zink

Jelaskan kepada ibu berapa banyak zink yang diberikan


- Sampai usia 6 bulan tablet (10 mg) per hari untuk 10-14 hari.
- 6 bulan 1 tablet (20 mg) per hari untuk 10-14 hari.

Tunjukkan kepada ibu bagaimana memberikan suplemen zink


- Untuk bayi, tablet dapat dilarutkan dengan sedikit air matang, ASI,
atau oralit.
- Untuk anak, tablet dapat dikunyah atau dilarutkan dalam air matang
atau oralit.

3. Lanjutkan pemberian makan/ASI.


4. Kapan harus kembali.

19

Rencana terapi B
Berikan oralit di klinik sesuai yang dianjurkan selama periode 3 jam.
1. Tentukan jumlah oralit yang diberikan dalam 3 jam pertama.
Tabel 2.11.1 Jumlah Oralit Dalam 3 jam Pertama
Umur *
Berat badan
Dalam ml

Sampai 4 bulan
< 6 kg
200 400

4 -12 bulan
6 - < 10 kg
400 700

12 - 24 bulan
10 - <12 kg
700 900

2 - 5 tahun
12 19 kg
900 1400

*Digunakan umur hanya bila berat badan anak tidak diketahui. Jumlah oralit
yang diperlukan (dalam ml) dapat dihitung dengan cara berat badan (dalam
kg) dikalikan 75.
- Jika anak menginginkan oralit lebih banyak dari pedoman diatas berikan.
- Untuk anak berumur kurang dari 6 bulan yang tidak menetek, berikan juga
100-200 ml air matang sampai periode ini.
2. Tunjukkan kepada ibu cara memberikan larutan oralit:
Minumkan sedikit-sedikit tapi sering dari cangkir/mangkuk/gelas.
Jika anak muntah, tunggu 10 menit. Kemudian lanjutkan lagi dengan lebih
lambat.
Lanjutkan ASI selama anak mau.
3. Setelah 3 jam :
Ulangi penilaian dan klasifikasikan kembali derajat dehidrasinya.
Pilih rencana terapi yang sesuai untuk melanjutkan pengobatan.
Mulailah memberi makan jika anak berumur 6 bulan atau lebih, ketika
masih di klinik.
Jika bayi berumur kurang dari 6 bulan, lanjutkan pemberian ASI selama
bayi mau.
4. Jika ibu memaksa pulang sebelum pengobatan selesai :
Tunjukkan cara menyiapkan cairan oralit di rumah.
Tunjukkan berapa banyak oralit yang harus diberikan di rumah untuk
menyelesaikan 3 jam pengobatan.

20

Beri bungkus oralit yang cukup untuk rehidrasi. Juga beri 6 bungkus
sesuai yang dianjurkan dalam rencana terapi A.
Jelaskan 4 aturan perawatan di rumah :

Berikan cairan tambahan.

Berikan suplemen zink.

Lanjutkan pemberian makan.

Kapan harus kembali. (WHO, 2005; Depkes RI, 2005)

Rencana terapi C
Ikuti tanda panah. Jika jawaban Ya, lanjutkan kekanan. Jika tidak, lanjutkan
kebawah.

21

Apakah saudara dapat


menggunakan
cairan IV segera?

- Mulai beri cairan IV segera. Bila penderita bisa


minum, berikan oralit, sewaktu cairan IV dimulai.
Berikan 100 mL/kgBB cairan RL (atau NS, atau
Ringer Asetat) sebagai berikut :
Usia
Pemberian 1
Kemudian
30 mL/kgBB
70 mL/kgBB
Bayi < 1 thn
: 1 jam
5 jam
Anak 1-5 thn
: 30 menit
2 jam
- Ulangi bila denyut nadi lemah atau tidak teraba.
- Nilai kembali penderita tiap 1-2 jam. Bila
rehidrasi belum tercapai, percepat tetesan IV.
- Juga berikan oralit (5 mg/kgBB/jam) bila penderita
masih bisa minum, biasanya setelah 3-4 jam (bayi)
atau 1-2 jam (anak).
- Setelah 6 jam (bayi) atau 3 jam (anak), nilai ulang
penderita menggunakan tabel penilaian. Lalu
pilihlah rencana terapi yang sesuai (A, B, atau C)
untuk melanjutkan terapi.

Ya

Tidak

Apakah ada terapi IV


terdekat (dalam 30
menit)?

Tidak

Apakah saudara dapat


menggunakan pipa
nasogastrik untuk
rehidrasi?
Tidak

Segera rujuk anak untuk


rehidrasi melalui NGT
atau IV

Ya

- Kirim penderita untuk terapi intravena.


- Bila penderita bisa minum, sediakan oralit dan tunjukkan
cara memberikannya selama perjalanan.

- Mulai rehidrasi mulut dengan oralit melalui pipa


nasogastrik atas mulut. Berikan 20 mL/kgBB/jam
selama 6 jam (total 120 mL/kgBB).
- Nilailah penderita tiap 1-2 jam :
Bila muntah / perut kembung, berikan cairan
perlahan.
Bila rehidrasi tidak tercapai selama 3 jam, rujuk
penderita untuk terapi IV.
- Setelah 6 jam, nilai kembali penderita dan pilih rencana
terapi yang sesuai.
Catatan :
Bila mungkin, amati penderita sedikitnya 6 jam setelah rehidrasi untuk
memastikan bahwa ibu dapat mengembalikan cairan yang hilang dengan
memberi oralit.
Bila usia > 2 thn, pikirkan kemungkinan kolera dan berikan antibiotik
yang tepat secara oral setelah anak sadar.

Gambar 2.11.1. Rencana Terapi C


Dikutip dari Pocket Book of Hospital care for children (WHO). Switzerland: WHO Press ; 2005. Buku Bagan
Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS). Departemen Kesehatan Republik Indonesia; 2005.

22

b.

Dukungan nutrisi

Beri anak makanan untuk mencegah kekurangan gizi. Sasaran akhir adalah untuk
menjamin tumbuh kembang yang optimal dalam arti bahwa anak dapat
mengkonsumsi diet yang lazim sesuai dengan umurnya berdasarkan kondisi klinik
yang normal. Langkah terapi nutrisi diet persisten dapat digunakan sebagai acuan
terapi nutrisi diare pada kekurangan energi protein berat (KEP). (Juffrie M dkk, 2009)
c.

Suplementasi zink

Pemberian tablet zink harus diberikan selama 10-14 hari berturut-turut meskipun
anak sudah sembuh. Terapi zink pada kasus diare akut tertentu ternyata dapat
menurunkan kejadian berlanjutnya diare akut menjadi diare persisten. Zink juga
digunakan untuk mengobati diare persisten. (Juffrie M dkk, 2009)
d.

Antibiotik selektif

Antibiotik tidak diberikan pada kasus diare cair akut kecuali dengan indikasi yaitu
pada diare berdarah dan kolera. Pemberian antibiotik secara rutin tidak diperlukan.
Antibiotik diberikan sesuai dengan tata laksana diare akut atau apabila ada infeksi
non intestinal seperti pneumonia, infeksi saluran kencing, dan sepsis. (Juffrie M dkk,
2009)
e.

Edukasi orang tua


Nasihat pada ibu atau pengasuh untuk kembali segera jika ada demam, tinja

berdarah, muntah berulang, makan atau minum sedikit, sangat haus, diare makin
sering atau belum membaik dalam 3 hari. Suruh ibu untuk kembali jika keadaan anak
belum membaik. (Juffrie M dkk, 2009)
2.12. Pencegahan Diare

Pemberian ASI secara penuh sampai berusia 4-6 bulan, selanjutnya diberikan
bersama makanan lain.

Memperbaiki cara penyapihan.

Banyak menggunakan air bersih.

Mencuci tangan.

Menggunakan jamban.

Imunisasi campak. (Garnadi Y dkk, 2000)

23

ASI Eksklusif
2.13.

Pengertian ASI (Air Susu Ibu) dan ASI Eksklusif


Air Susu Ibu (ASI) adalah makanan pertama, utama, dan terbaik bagi bayi

yang bersifat alamiah. ASI mengandung semua nutrisi penting yang diperlukan bayi
untuk tumbuh kembangnya, serta antibodi yang bisa membantu bayi membangun
sistem kekebalan tubuh dalam masa pertumbuhannya. (Prasetyono DS, 2009) ASI
dikatakan sebagai mukjizat. Hal ini dapat kita pahami dari penelitian yang
menunjukkan bahwa tidak ada makanan di dunia yang sesempurna ASI. ASI adalah
satu jenis makanan yang mencukupi seluruh unsur kebutuhan bayi baik fisik,
psikologi, sosial, maupun spiritual. (Purwanti H, 2004) Sedangkan ASI eksklusif
adalah pemberian ASI sedini mungkin setelah persalinan, diberikan tanpa jadwal, dan
tidak diberi makanan lain, walaupun hanya air putih sampai bayi berumur 6 bulan.
(Purwanti H, 2004)
2.14.

Stadium dan Komposisi ASI


Produksi ASI berbeda dalam kadar dan komposisi. Ini disebabkan oleh

perbedaan kebutuhan bayi untuk berkembang dari hari ke hari. Oleh karena itu, apa
yang diperlukan bayi akan selalu tercukupi oleh ASI dan tidak akan kekurangan
kecuali bila bayi mengalami gangguan. (Purwanti H, 2004) Berdasarkan perbedaan
kadar dan komposisi tersebut ASI dapat dibagi dalam beberapa stadium yaitu :
ASI Stadium I
ASI stadium I adalah kolostrum. Kolostrum merupakan cairan yang pertama
disekresi oleh kelenjar payudara dari hari ke-1 sampai hari ke-4. Kolostrum berwarna
kuning keemasan disebabkan oleh tingginya komposisi lemak dan sel-sel hidup.
Kolostrum merupakan pencahar yang ideal untuk membersihkan mekoneum dari usus
bayi yang baru lahir dan mempersiapkan saluran pencernaan makanan bayi bagi
makanan yang akan datang. Kandungan tertinggi dalam kolostrum adalah antibodi
yang siap melindungi bayi ketika kondisinya masih sangat lemah. Kandungan protein
dalam kolostrum lebih tinggi dibandingkan kandungan protein dalam susu matur.

24

Sementara kandungan karbohidratnya lebih rendah dari ASI matur. Mineral terutama
natrium, kalium, dan klorida lebih tinggi jika dibandingkan dengan susu matur.
ASI stadium II
ASI stadium II adalah ASI peralihan. ASI ini diproduksi pada hari ke-4
sampai hari ke-10 dari masa laktasi. Komposisi protein makin rendah, sedangkan
lemak dan karbohidrat makin tinggi, dan jumlah volume ASI semakin meningkat. Hal
ini merupakan pemenuhan terhadap aktivitas bayi yang mulai aktif karena bayi sudah
beradaptasi terhadap lingkungan.
ASI stadium III
ASI stadium III adalah ASI matur. ASI yang disekresi dari hari ke-10 sampai
seterusnya. ASI matur merupakan nutrisi bayi yang terus berubah disesuaikan dengan
perkembangan bayi sampai berumur enam bulan. ASI matur merupakan cairan
berwarna putih kekuning-kuningan yang diakibatkan warna dari garam Ca-caseinat,
riboflavin, dan karoten yang terdapat didalamnya. (Soetjiningsih, 1997; Purwanti H,
2004; Nix S, 2005)

25

Tabel 2.14.1. Komposisi ASI


Komposisi

Kolostrum
(hari 1-5)
58,0
2,9
jenuh -

Energi (kcal/dl)
Lemak (g/dl)
Asam lemak tak
rantai (% total lemak)
Protein (g/dl)
Kasein (g/dl)
- lactalbumin (g/dl), whey
Laktobulin
Lactoferin (g/dl)
IgA (g/dl)
Laktosa (g/dl)
Vitamin A(RE)(g/dl)
Kalsium (mg/dl)
Natrium (mg/dl)
Magnesium (g/dl)
Fosfor (g/dl)
Riboflavin
Tiamin
Asam nikotinat
Asam askorbat
Zat besi (mg/dl)
Taurin

2,3
0,5
0,5
0,5
5,3
151
28
48
4
14
30
15
75
4,4
-

ASI matur
(> 30 hari)
70,0
4,2
14

Susu sapi

0,9
0,4
0,3
1,2
0,2
0,2
7,3
75
30
15
4
15
43
16
172
4,3
0,08
40

3,3
2,5
0,1
3,1
Trace
0,003
4,7
40
125
47
12
100
157
42
85
1,6
0,05

65
3,8
3

Dikutip dan dimodifikasi dari Manajemen Laktasi . edisi ke-3. Jakarta; 2007. p 3-2.

2.15.

Manfaat Menyusui dan Keunggulan ASI


Pemberian ASI merupakan metode pemberian makanan bayi yang terbaik,

terutama bayi berumur kurang dari 6 bulan. ASI mengandung berbagai zat gizi dan
cairan yang dibutuhkan untuk mencukupi kebutuhan gizi bayi pada 6 bulan pertama
setelah kelahiran. (Prasetyono DS, 2009)
Manfaat menyusui bagi bayi
1.

ASI merupakan makanan alamiah yang baik untuk bayi, praktis, ekonomis,
mudah dicerna karena memiliki komposisi dan zat gizi yang ideal sesuai dengan
kebutuhan dan kemampuan pencernaan bayi.

26

2.

ASI mengurangi risiko infeksi gastrointestinal dan enterokolitis pada bayi


prematur.

3.

ASI meningkatkan kemampuan kognitif bayi.

4.

ASI mengandung faktor-faktor antibakterial, anti virus, anti infeksi dan anti
inflamasi yang memberikan perlindungan bagi bayi.

5.

Proses pemberian ASI dapat menjalin hubungan psikologis antara ibu dan bayi.
(Roesli U, 2008)

Manfaat menyusui bagi ibu


1.

Isapan bayi dapat membuat rahim menciut, mempercepat kondisi ibu untuk
kembali ke masa pra kehamilan.

2.

Mengurangi risiko terkena kanker rahim dan kanker payudara.

3.

Isapan bayi pada payudara akan merangsang terbentuknya oksitosin oleh


kelenjar hipofisis. Oksitosin membantu involusi uterus dan mencegah terjadinya
pendarahan post partum.

4.

Dengan menyusui maka kesuburan ibu menjadi berkurang untuk beberapa bulan
(menjarangkan kehamilan).

5.

ASI lebih murah karena ibu tidak perlu membeli susu formula beserta
perlengkapannya.

6.

Lemak di sekitar panggul dan paha yang ditimbun pada masa kehamilan
berpindah ke dalam ASI, sehingga ibu lebih cepat langsing kembali. (Roesli U
dan Yohmi E, 2008; Prasetyono DS, 2009)

2.16.

Unsur Nutrisi ASI

Karbohidrat
Karbohidrat utama dalam ASI adalah laktosa dan berfungsi sebagai salah satu

sumber energi untuk otak. ASI mengandung karbohidrat relatif lebih tinggi jika
dibandingkan dengan air susu sapi (6,5-7 gram %) Kadar laktosa yang terdapat dalam
ASI hampir 2 kali lipat dibanding pada susu sapi atau susu formula. Namun demikian
angka kejadian diare yang disebabkan karena tidak dapat mencerna laktosa
(intoleransi laktosa) jarang ditemukan pada bayi yang mendapat ASI. Hal ini
disebabkan karena penyerapan laktosa ASI lebih baik dibanding laktosa susu sapi

27

atau susu formula. Di dalam usus sebagian laktosa diubah menjadi asam laktat yang
berfungsi untuk mencegah pertumbuhan bakteri yang berbahaya serta membantu
penyerapan kalsium dan mineral-mineral lain. (Soetjiningsih, 1997; Perinasia, 2007;
Roesli U dan Yohmi E, 2008; Prasetyono D.S, 2009)

Protein
Kandungan protein ASI cukup tinggi dan komposisinya berbeda dengan protein

yang terdapat dalam susu sapi. Protein dalam ASI dan susu sapi terdiri dari protein
whey dan casein. Protein dalam ASI lebih banyak terdiri dari protein whey yang lebih
mudah diserap oleh usus bayi, sedangkan susu sapi lebih banyak mengandung casein
yang lebih sulit dicerna oleh usus bayi. Perbandingan protein unsur whey dan casein
dalam ASI adalah 60:40, sedangkan di dalam air susu sapi 20:80. Kemungkinan bayi
yang sering menderita diare dan defekasi dengan feses berbentuk biji cabai
menandakan adanya makanan yang sukar diresorpsi (bayi yang mendapat ASI
eksklusif 14,7 kali lebih sehat). Dalam ASI terdapat dua asam amino yang tidak
terdapat dalam susu sapi yaitu sistin dan taurin. Sistin diperlukan untuk pertumbuhan
somatik sedangkan taurin untuk pertumbuhan otak. (Purwanti H, 2004; Perinasia,
2007; Roesli U dan Yohmi E, 2008)

Lemak
Kadar lemak dalam ASI pada mulanya rendah kemudian meningkat jumlahnya.

Sekitar 50 % kalori ASI berasal dari lemak. Kadar lemak dalam ASI antara 3,5-4,5 %.
Walaupun kadar lemak dalam ASI tinggi, tetapi mudah diserap oleh bayi karena
trigliserida dalam ASI lebih dulu dipecah menjadi asam lemak dan gliserol oleh
enzim lipase yang terdapat dalam ASI. Susu formula tidak mengandung enzim karena
enzim akan rusak bila dipanaskan. Itu sebabnya, bayi akan sulit menyerap lemak susu
formula dan menyebabkan bayi menjadi diare. Kadar asam lemak tak jenuh dalam
ASI 7-8 kali dalam air susu sapi. Asam lemak jenuh yang terdapat dalam kadar yang
tinggi yang terpenting adalah kalsium dan adanya garam kalsium dari asam lemak ini
akan memacu perkembangan otak bayi dan mencegah terjadinya hipokalsemia. ASI
juga mengandung asam linoleat (omega 6) dan asam linolenat (omega 3) yang

28

fungsinya sangat penting untuk pertumbuhan otak anak. (Soetjiningsih, 1997;


Purwanti H, 2004; Perinasia, 2007)

Mineral
ASI mengandung mineral yang lengkap, walaupun kadarnya relatif rendah, tetapi

cukup untuk bayi sampai umur 6 bulan. Mineral utama yang terdapat dalam ASI
adalah kalsium yang mempunyai fungsi untuk pertumbuhan jaringan otot dan rangka,
transmisi jaringan saraf dan pembekuan darah. Walaupun kadar kalsium ASI lebih
rendah dari susu sapi, tapi tingkat penyerapannya lebih besar.
Kandungan zat besi di dalam ASI maupun susu formula keduanya rendah serta
bervariasi. Bayi yang mendapat ASI mempunyai risiko kekurangan zat besi
dibandingkan dengan bayi yang mendapat susu formula. Hal ini disebabkan karena
zat besi yang berasal dari ASI lebih mudah diserap, yaitu 20-50 % dibandingkan
hanya 4-7 % pada susu formula. Seng diperlukan untuk tumbuh kembang, sistem
imunitas dan mencegah penyakit-penyakit tertentu seperti akrodermatitis enteropatika.
Bayi yang mendapat ASI cukup mendapatkan seng, sehingga terhindar dari penyakit
ini. (Purwanti H, 2004; Perinasia, 2007; Roesli U dan Yohmi E, 2008)
Vitamin
ASI mengandung vitamin yang lengkap. Vitamin cukup untuk 6 bulan sehingga
tidak perlu ditambah kecuali vitamin K karena bayi baru lahir ususnya belum mampu
membentuk vitamin K. Oleh karena itu, perlu tambahan vitamin K pada hari ke-1,ke3, dan ke-7. Vitamin K1 dapat diberikan oral. (Purwanti H, 2004)
Dalam ASI vitamin A, D, dan C ada dalam jumlah cukup, sedangkan golongan
vitamin B kecuali riboflavin dan patotenik sangat kurang, tetapi tidak perlu
ditambahkan karena kebutuhan bayi akan dicukupi oleh makanan yang dikonsumsi
oleh ibu menyusui. (Purwanti H, 2004)
2.17.

Faktor Kekebalan ASI


ASI sering disebut sebagai darah putih karena mengandung sel-sel yang

penting dalam pemusnahan kuman dan merupakan perlindungan pertama pada


saluran cerna bayi. (Roesli U dan Yohmi E, 2008) Di dalam ASI secara garis besar
didapatkan 2 macam kekebalan yaitu:

29

Faktor kekebalan non-spesifik


a.

Faktor bifidus
Di dalam ASI kadar faktor bifidus 40 kali lebih daripada di dalam susu sapi dan

rusak apabila ASI dipanaskan. Faktor bifidus dalam suasana asam di dalam usus bayi
akan menstimulir pertumbuhan Laktobacillus bifidus. Laktobacillus bifidus ini di
dalam usus akan mengubah laktosa yang banyak terdapat dalam ASI menjadi asam
laktat dan asam asetat sehingga suasana akan lebih asam. Suasana yang asam ini akan
menghambat pertumbuhan E.coli (kuman yang sering menyebabkan diare pada bayibayi) dan enterobacteriae. (Soetjiningsih, 1997; Purwanti, 2004)
b.

Laktoferin
Laktoferin adalah gugus asam amino dalam ASI yang mampu menghambat

bakteri merugikan. Kerja laktoferin adalah suatu protein yang mengikat zat besi
berkompetisi di dalam usus bayi dengan kuman-kuman patogen dalam mengikat Fe,
B12, dan asam folat. Laktoferin dapat pula menghambat pertumbuhan jamur kandida.
Kadar laktoferin dalam ASI adalah 1-6 mg/ml dan tertinggi pada kolostrum.
(Soetjiningsih, 1997; Purwanti H, 2004; Roesli U dan Yohmi E, 2008)
c.

Lisozim
Lisozim adalah suatu substrat anti-infeksi yang berguna untuk mata. Lisozim dan

immunoglobulin A (IgA) memecah dinding sel bakteri kuman enterobakteri dan


kuman gram positif. Lisozim melindungi tubuh bayi terhadap virus herpes antara lain
herpes hominis. Keaktifan lisozim ASI beberapa ribu kali lebih tinggi dibanding susu
sapi. Kadar lisozim dalam ASI adalah 0,1 mg/ml yang bertahan sampai tahun kedua
menyusui, bahkan sampai penyapihan. Dibanding susu sapi, ASI mengandung 300
kali lebih banyak lisozim per satuan volume yang sama. Keunikan lisozim adalah bila
faktor protektif lain menurun kadarnya sesuai tahap lanjut ASI, maka lisozim justru
meningkat pada 6 bulan pertama setelah kelahiran. (Soetjiningsih, 1997; Purwanti H,
2004; Perinasia, 2007; Roesli U danYohmi E, 2008)

30

d.

Peroksidase
Peroksidase adalah enzim yang dapat menghancurkan kuman patogen. Berbeda

dengan susu sapi, ASI tidak mengandung laktoperoksidase yang dapat menyebabkan
reaksi peradangan di dinding usus bayi, kalaupun ada kadarnya kecil. (Roesli U dan
Yohmi E, 2008)
Faktor kekebalan spesifik
a.

Sistem komplemen
Komplemen adalah protein yang berfungsi sebagai penanda sehingga bakteri

yang ditempel oleh komplemen dapat dengan mudah dikenal oleh sel pemusnah.
Disamping itu, komplemen sendiri secara langsung dapat menghancurkan bakteri.
Sistem komplemen ini ada dalam ASI yang akan menjadi aktif bila diaktifkan oleh
kompleks antigen dan antibodinya. Karena adanya reaksi antara antibody IgA dan
IgG dengan bakteri gram negatif. Komplemen C3 dan C4 walaupun dalam ASI rendah
namun mempunyai daya opsonik, anafilatoksik, dan kemotaktik yang bekerja bila
diaktifkan oleh IgA dan IgE yang juga terdapat dalam ASI. (Purwanti H, 2004;
Perinasia, 2007; Roesli U dan Yohmi E, 2008)
b.

Kanal seluler
Kolostrum mengandung berbagai sel hidup. Per ml terdiri dari makrofag 90 %,

limfosit 1,15 %, dan leukosit merupakan satu komponen yang mempertahankan tubuh.
Konsentrasi faktor anti-infeksi tinggi dalam kolostrum. Kadar secretory IgA (SIgA),
laktoferin, lisozim, dan sel seperti makrofag, neutrofil, dan limfosit lebih tinggi pada
ASI prematur dibanding ASI matur. (Purwanti H, 2004; Perinasia, 2007)
c.

Imunoglobulin
Immunoglobulin ada 30 macam, 18 jenis berasal dari serum ibu dan 12 macam

ditemukan dalam ASI. Selain imunoglobulin G (IgG) dapat menembus plasenta juga
dapat memberi perlindungan terhadap penyakit difteri, tetanus, dan antibodi
stafilokokus. Immunoglobulin A (IgA) didalam ASI setelah diisap bayi akan
menempel dalam lumen usus bayi yang mencegah melekatnya kuman dan virus pada
dinding mukosa usus, juga mengaktifkan sistem komplemen. Immunoglobulin M
(IgM) akan ditransfer pada awal kehidupan bayi sebagai perlindungan terhadap E.coli

31

dan polio, bila ibu sudah pernah terpajan sebelumnya dengan bakteri atau virus
tersebut. (Purwanti H, 2004; Roesli U dan Yohmi E, 2008)
2.18.

ASI dan Sistem Pertahanan Saluran cerna


Secretory IgA (SIgA) merupakan faktor proteksi mukosa saluran cerna.

Peningkatan kadar SIgA berkorelasi dengan peningkatan sistem pertahanan mukosa


saluran cerna terhadap infeksi, sedangkan mukus yang melapisi permukaan sel epitel
saluran cerna berfungsi sebagai barier agar mikroorganisme tidak dapat masuk ke
aliran darah. Dari beberapa penelitian terbukti bahwa bayi yang mendapat ASI
eksklusif mempunyai kadar SIgA yang lebih tinggi dibanding bayi yang mendapat
susu formula. ASI terbukti merupakan modulator respon imun yang kuat dengan
terlihatnya kadar antibodi yang tinggi terhadap beberapa imunisasi pada bayi yang
mendapat ASI eksklusif. (Roesli U dan Yohmi E, 2008)
2.19.

ASI dan Gangguan Saluran Cerna


Proteksi ASI terhadap infeksi saluran cerna dihubungkan dengan keberadaan

mikroba saluran cerna. Keberadaan bakteri baik di dalam saluran cerna terbukti oleh
banyak kajian bermanfaat pada diare, baik yang disebabkan oleh infeksi (bakteri dan
virus) maupun untuk pencegahan diare akibat penggunaan antibiotik. Kadar SIgA
yang meningkat akibat masukan ASI berpengaruh terhadap sistem pertahanan
mukosa terhadap infeksi dengan cara menghambat absorpsi kuman. (Roesli U dan
Yohmi E, 2008)
2.20. Peran ASI dalam Pencegahan dan Penatalaksanaan Diare Akut
Penelitian di Canada membuktikan bahwa ASI melindungi bayi terhadap
infeksi saluran pencernaan dan pernapasan dalam 6 bulan pertama kehidupan.
(Soetjiningsih, 1997) Demikian pula dengan penelitian di Kalifornia menunjukkan
bahwa angka kejadian diare pada anak yang minum ASI 50 % lebih rendah dari yang
minum susu formula. (Soetjiningsih, 1997) Hal ini disebabkan oleh komponenkomponen ASI berikut ini:

Komponen imunologik dan anti-infeksi pada ASI


ASI merupakan substansi bahan yang hidup dengan kompleksitas biologis yang

luas yang mampu memberikan daya perlindungan, baik secara aktif maupun melalui

32

pengaturan imunologis. ASI tidak hanya memberikan daya perlindungan yang unik
terhadap infeksi dan alergi, tetapi juga menstimuli perkembangan yang memadai dari
sistem imunologi bayi sendiri.
Dengan adanya komponen-komponen zat anti-infeksi, maka bayi yang minum
ASI akan terlindung dari berbagai macam infeksi baik yang disebabkan oleh bakteri,
virus, parasit, dan antigen lainnya. (Soetjiningsih, 1997)

Anti alergi pada ASI


SIgA pada kolostrum dan ASI matur selain bekerja sebagai antibakteri juga

mencegah terabsorpsinya makromolekul asing, sementara sistem imun pada bayi


belum sempurna dan usus bayi-bayi yang mendapat kolostrum dan ASI jarang
terkena alergi, terutama terhadap protein susu sapi yang dikenal sebagai CMPCE
(Cows milk protein sensitive enteropathy) yang memberikan gejala diare kronik.
(Soetjiningsih, 1997)

Immunoglobulin pada ASI


Immunoglobulin yang utama pada ASI adalah SIgA. Selama 4 bulan pertama

kehidupan, bayi yang minum ASI menerima 500-600 mg IgA setiap hari dari ASI.
IgA ibu yang ditransfer melalui ASI melindungi bayi dari mikroba pathogen yang
berasal dari sekitarnya, misalnya mikroba patogen yang berasal dari flora intestinal
ibunya dan saluran pernapasan antara lain V.kolera, E.coli, Streptococcus,
Stafilokokus, Candida albicans. SIgA juga melindungi bayi dari dari protein asing,
sehingga bayi tidak mudah alergi. SIgA adalah molekul yang resisten terhadap enzim
proteolitik dari saluran pencernaan dan pH lambung, dan masih menunjukkan
antibodi yang aktif pada tinja bayi yang minum ASI. (Soetjiningsih, 1997)

Elemen Seluler pada ASI


Kolostrum dan ASI manusia dan golongan mamalia lainnya mengandung

berbagai macam elemen seluler. Pada ASI, konsentrasi tertinggi terdapat pada 3-4
hari setelah bayi mulai disusui, jumlahnya sekitar 500.000-10.000.000 permililiter.
(Soetjiningsih, 1997)

33

Hormon dan Faktor-Faktor Pertumbuhan


ASI mengandung bermacam-macam hormon dan faktor pertumbuhan. Telah

diketahui fungsinya pada percobaan binatang (in vivo) bahwa keduanya merangsang
pertumbuhan jaringan saluran cerna, sedangkan secara in vitro menyebabkan
replikasi dari kultur jaringan. (Soetjiningsih, 1997)

Enzim pada ASI


ASI mengandung bermacam-macam enzim. Enzim pada ASI tersebut berfungsi

membantu pencernaan bayi dimana fungsi pankreas masih belum sempurna.


(Soetjiningsih, 1997)
2.21.

Susu Formula
Susu formula yang sekarang beredar umumnya terdiri dari campuran emulsi

lemak, protein, karbohidrat, vitamin, dan mineral dan ditambahkan zat stabilisator.
Namun tidak ada susu formula yang sama dengan ASI, yang mengandung sel-sel
hidup dan sesuai kebutuhan bayi. Hal lain yang penting diperhatikan adalah osmolitas.
Pada susu sapi dan susu kedelai, zat-zat mineral dan karbohidrat adalah penentu dari
osmolitas ini. Larutan dengan osmolitas tinggi akan menghasilkan gangguan pada
usus halus, sehingga terjadi diare atau mungkin pula juga dehidrasi karena terjadi
ketidakseimbangan elektrolit. (Prasetyono DS, 2009; Meadow R dan Newell S, 2003)
Pemberian susu formula juga dibedakan berdasarkan tingkat alergi bayi
terhadap susu. Terkait ini, terdapat tiga jenis susu formula yakni susu formula
adapted, susu formula complete starting, dan susu formula follow-up (Prasetyono DS,
2009).

34

2.22. Komposisi Zat Gizi Susu Formula


Dalam situasi ASI versus susu formula, ASI merupakan suatu makanan bayi
yang tidak ada tandingannya. Produksi ASI adalah makanan yang paling baik dan
paling cocok untuk bayi, namun akhir-akhir ini banyak susu formula yang mendekati
komposisi ASI. (Perinasia, 2007)
2.23. Kerugian Air Susu Buatan
a.

Pengenceran yang salah


Tidak semua ibu dapat mengencerkan susu formula seperti aturan yang

seharusnya. Pengenceran yang salah dapat diartikan 2 hal, yaitu melarutkan lebih
encer dari seharusnya, atau lebih pekat dari seharusnya.
Pelarutan susu lebih pekat dari seharusnya dapat mengakibatkan:

Hipernatremi

Obesitas

Hipertensi

Enterokolitis nekrotikans

Sebaliknya larutan yang hipoosmolar mengakibatkan malnutrisi dan gangguan


pertumbuhan. (Perinasia, 2007)
b.

Kontaminasi mikroorganisme
Pembuatan susu formula di rumah tidak menjamin bebas dari kontaminasi

mikroorganisme patogen. Penelitian menunjukkan bahwa banyak susu formula


terkontaminasi oleh mikroorganisme patogen. (Perinasia, 2007)
d.

Menyebabkan alergi
Kejadian alergi susu sapi bukannya tidak jarang, prevalensinya dilaporkan antara

0,5-1 %, tetapi tidak banyak petugas kesehatan yang menyadarinya. Gejala alergi
susu sapi tidak hanya berupa gejala gastrointestinal seperti muntah, kolik, diare,
perdarahan gastrointestinal, enterokolitis, gejala seperti sumbatan usus, tetapi gejala
yang menyangkut sistem lain seperti rinorea, urtikaria, dan renjatan. (Perinasia, 2007)
Susu sapi dan susu kedelai dapat menyebabkan enterokolitis pada bayi yang
sensitif terhadap susu sapi atau susu kedelai dengan gejala diare dengan darah,

35

leukosit pada tinja, muntah, malabsorbsi karbohidrat yang biasanya terjadi dalam 12
jam pertama setelah pemberian. (Perinasia, 2007)
e.

Susu sapi dapat menyebabkan diare kronis


Ada dugaan bahwa diare akut dapat berlanjut menjadi kronis pada anak yang

minum susu sapi. Diduga kerusakan mukosa usus yang terjadi pada diare akut
menyebabkan diare kronis melalui mekanisme peningkatan absorbsi antigen mukosa
yang rusak yang selanjutnya terjadi sensitisasi terhadap protein susu sapi dan
enteropati yang akhirnya akan memperberat kerusakan mukosa. (Perinasia, 2007)
f.

Tidak mempunyai manfaat seperti ASI


Air susu buatan/formula:

Nutriennya tidak sesempurna ASI.

Tidak mengandung zat protektif.

Mudah menimbulkan alergi.

Lebih mudah menimbulkan karies dentis.

Lebih mudah menimbulkan maloklusi.

Kurang menimbulkan efek psikologis yang menguntungkan. (Perinasia, 2007)

2.24.

Kerangka Konsep
Melihat banyaknya faktor yang dapat mempengaruhi kejadian diare, maka
peneliti tidak melakukan penelitian pada seluruh faktor tersebut dengan
pertimbangan disesuaikan dengan karateristik sampel. Dengan demikian
kerangka konsep yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut :
Independen

Pemberian ASI eksklusif

Gambar 2.24.1. Kerangka Konsep

Dependen

Kejadian Diare

36

2.25. Definisi Operasional


Tabel 2.25.1 Definisi Operasional

No
1

Variabel
Dependen
Kejadian
diare

Definisi
Diare adalah buang air

Alat
Ukur

Cara Ukur

Skala
Ukur

Kuesioner

wawancara

ordinal 1. Tidak Diare

besar yang tidak normal

Hasil Ukur

2. Diare

dimana terdapat
perubahan konsistensi
menjadi lembek/cair dan
perubahan frekuensi
lebih dari 3 kali dalam
sehari.

No

Variabel
Independen

Definisi

Alat
Ukur

Cara Ukur

Skala Ukur

Hasil Ukur

ASI eksklusif adalah


pemberian ASI sedini
mungkin setelah

Pemberian
ASI
eksklusif

persalinan, diberikan
tanpa jadwal, dan tidak
diberi makanan lain,
walaupun hanya air
putih sampai bayi
berumur 6 bulan

Kuesioner Wawancara

Nominal

1 = Ya
2 = Tidak

BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN

3. 1. Desain Penelitian
Jenis penelitian ini adalah survei yang bersifat deskriptif dengan
menggunakan desain potong lintang (cross

sectional). Informasi yang

dikumpulkan hanya pada suatu saat. (Notoadmojo, 2002)


3. 2. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Bendungan, Kecamatan Cilegon.
Waktu penelitian adalah pada bulan Agustus-September 2010.

3. 3. Populasi penelitian
Populasi penelitian ini adalah seluruh bayi berusia 6-12 bulan di Kelurahan
Bendungan, Kecamatan Cilegon tahun 2010 yang berjumlah 185 orang.
Tabel 3.3.1. Posyandu di Kelurahan Bendungan
Nama Posyandu
Aster I
Aster II
Aster III
Aster IV
Aster V
Aster VI
Aster VII
Aster VIII
Jumlah

Alamat Posyandu
Cidunak RT 05/04
Palas RT 03/02
Munjul RT 04/03
Blok I RT 12/06
Cikerut RT 11/11
Palas RT 01/01
Palas RT 02/01
Blok H RT 09/09

Jumlah bayi berusia 6-12 bulan


35
19
30
20
6
29
29
17
185

Sumber : Data Posyandu Kelurahan Bendungan Kecamatan Cilegon bulan Agustus 2010.

Jadi jumlah populasi bayi usia 6-12 bulan sebesar 185 sampel.

37

38

3. 4. Sampel penelitian
Sampel dalam penelitian ini adalah bayi yang berusia 6-12 bulan di
Kelurahan Bendungan, Kecamatan Cilegon tahun 2010 yang berjumlah 106 bayi.
Teknik pengambilan sampel dilakukan melalui teknik simple random sampling
dengan cara mengundi nama-nama bayi yang terdaftar pada posyandu.
Besar sampel
Untuk menentukan besarnya sampel dalam penelitian ini digunakan rumus
sebagai berikut:
n =

(z)2 P.Q
d2

Keterangan:
n : jumlah sampel
P : keadaan yang akan dicari = 0.5
d : tingkat ketepatan absolut yang dikehendaki = 0.1
: tingkat kemaknaan = 1.96
Q: 1 P = 1 0.5 = 0.5
2
n = (1.96) . 0,5 . 0,5

(0,1)2
n = 96
Maka, diperoleh jumlah sampel yang diperlukan adalah 96 subjek. Untuk
menjaga kemungkinan adanya drop out (DO), maka jumlah subjek ditambah
sebanyak 10%. Jadi jumlah subjek adalah 96 + 9,6 = 105,6, dibulatkan menjadi
106 subjek.

39

3. 5. Kriteria Penelitian
3. 5. 1. Kriteria Inklusi
Bayi usia 6-12 bulan yang pernah diberi ASI dan atau susu
formula.
Bayi yang tinggal di Kelurahan Bendungan Kecamatan Cilegon.
3.5. 2. Kriteria Eksklusi

Bayi yang berusia di bawah 6 bulan

Bayi yang berusia di atas 12 bulan

3. 6. Cara Kerja
3. 6. 1. Variabel
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini:
a.

Variabel terikat:
kejadian diare.
Kategori:
a. Bayi dengan kejadian diare
b. Bayi tanpa kejadian diare

b.

Variabel bebas :
pemberian ASI eksklusif.
Kategori:
a. Bayi yang diberi ASI eksklusif
b. Bayi yang tanpa diberi ASI eksklusif

40

3. 6. 2. Pengumpulan Data
Penelitian ini akan dilaksanakan bila telah memperoleh persetujuan
setelah penjelasan atau informed consent dari subjek penelitian.
Data yang dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder.
1. Data primer
Data primer diperoleh melalui metode kuesioner serta wawancara. Metode
kuesioner adalah metode pengumpulan data melalui sejumlah pertanyaan
tertulis untuk memperoleh informasi tentang pemberian ASI eksklusif dan
kejadian diare.
2. Data sekunder
Sumber data sekunder diperoleh melalui metode dokumentasi berupa data
tentang jumlah bayi usia 6-12 bulan di Posyandu Kelurahan Bendungan,
Kecamatan Cilegon.

3.6.3. Instrumen data


Instrumen data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi:
1. Dokumentasi
Data yang dapat diperoleh dengan alat dokumentasi dalam penelitian ini
berupa daftar bayi yang berusia 6-12 bulan di Posyandu Kelurahan
Bendungan, Kecamatan Cilegon serta gambaran umum Puskesmas Cilegon.
2. Kuesioner
Dalam penelitian ini menggunakan kuesioner yang sudah divalidasi
dengan tipe pertanyaan tertutup yang dibuat berdasarkan indikator variabel.
Enumerator mewawancarai ibu untuk memperoleh semua informasi yang
ditanyakan dalam kuesioner.
3.6. 4. Pengolahan, Analisis dan Penyajian Data
Semua data dicatat dalam status penelitian, dikumpulkan dan
kemudian diolah dengan menggunakan program SPSS for window 16. Cara

41

pengolahan data dalam penelitian ini menggunakan komputer yang meliputi


editing, koding, dan tabulating data.
1. Editing
Editing ini dapat berupa koreksi terhadap kesalahan angka, huruf ataupun
konsistensi jawaban dari responden.
2. Koding
Setelah data diteliti, langkah berikutnya adalah memberi kode angka pada
pada atribut variabel untuk memudahkan analisis data.
3. Tabulasi data
Mengelompokkan data sesuai dengan tujuan penelitian, kemudian
dimasukkan ke dalam tabel yang telah ditetapkan.
Data yang diperoleh kemudian dianalisis, adapun analisis data meliputi:
1. Analisis univariat
Analisis ini digunakan untuk menjelaskan masing-masing variabel yang
meliputi variabel bebas dan variabel terikat.
2. Analisis bivariat
Analisis ini digunakan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan
pemberian ASI eksklusif dengan kejadian diare. Untuk

analisanya

digunakan uji chi square dengan program komputer. Hasil penelitian


disajikan dalam bentuk tekstular dan tabular.

BAB 4
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini dilakukan terhadap ibu-ibu yang memiliki bayi berusia 6-12
bulan yang berdomisili di Kelurahan Bendungan, Cilegon. Besar sampel yang
dikumpulkan dalam kurun waktu tersebut sebanyak 106 subyek.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara
pemberian ASI eksklusif dengan kejadian diare melalui kuesioner dan wawancara.
Penelitian ini belum pernah dilakukan sebelumnya di Kelurahan Bendungan
Kecamatan Cilegon.
4. 1. Keterbatasan Penelitian
Penelitian

ini

mempunyai

keterbatasan-keterbatasan

yang

dapat

mempengaruhi hasil penelitian. Keterbatasan-keterbatasan tersebut, yaitu:


1.

Penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggunakan pendekatan desain studi


cross sectional atau desain potong lintang yang hanya menggambarkan variabel
yang diteliti, baik independen maupun dependen pada waktu yang sama sehingga
tidak bisa melihat adanya hubungan sebab akibat.

2.

Objek dalam penelitian ini adalah bayi berusia 6-12 bulan yang tercatat namanya
di Posyandu Kelurahan Bendungan, sehingga kurang mewakili suatu populasi.

3.

Proses pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara wawancara
langsung kepada responden. Selama proses pengumpulan data ada kendala yang
dialami oleh peneliti, yaitu penerimaan yang kurang bersahabat dari beberapa

42

43

responden saat dilakukan wawancara sehingga jawaban yang diberikan


cenderung sekedarnya saja. Hal ini bisa menyebabkan bias informasi.
4.2. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
4.2.1.

Kondisi Geografi

Puskesmas Cilegon merupakan salah satu dari 8 puskesmas yang ada di


kota Cilegon. Terletak di Kelurahan Masigit Kecamatan Jombang.
Mempunyai wilayah kerja di Kecamatan Cilegon berbatasan langsung dengan
wilayah kecamatan-kecamatan lainnya:

Utara

: Kecamatan Jombang

Timur

: Kecamatan Cibeber

Selatan

: Kecamatan Mancak

Barat

: Kecamatan Ciwandan

Luas wilayah Kecamatan Cilegon sebesar 749.958 Ha, 50 % wilayahnya


merupakan daerah perkotaan. Secara administratif, Kecamatan Cilegon terdiri
dari 5 Kelurahan yang mencakup 28 RW dan 97 RT.
4.2.2. Kondisi demografi
Jumlah penduduk kecamatan Cilegon berdasarkan estimasi Dinas
kesehatan kota Cilegon dari data BKCS (Badan Kependudukan dan Catatan
Sipil) pada tahun 2009 adalah 38.029 jiwa, yang terdiri dari 18.831 laki-laki
dan 19.198 perempuan dengan kepadatan penduduk 4016 jiwa/km2 dengan
rata-rata jumlah jiwa per rumah tangga sebanyak 4 orang.
Tabel 4.2.2.1 Distribusi Penduduk Berdasarkan Kelompok Sasaran Program
No
1
2
3
4
5

Kelurahan
Ciwaduk
Ciwedus
Bendungan
Ketileng
Bagendung
Jumlah

Jumlah
Penduduk
10.669
9.965
7.872
5.940
3.583
38.029

01-11
bulan
227
212
168
127
70
810

1-5
tahun
1.120
1.046
827
624
376
3.993

Bumil

Bulin

Bufas

250
233
184
139
84
891

239
223
176
133
80
851

80
133
176
133
80
851

Sumber: Data Profil kesehatan UPTD Puskesmas Cilegon tahun 2010.

44

4.3.Hasil Analisis Univariat


4.3.1. Pemberian ASI Eksklusif
Tabel 4.3.1.1 Distribusi Sampel berdasarkan pemberian ASI eksklusif
Pemberian ASI
eksklusif
Ya
Tidak
Total

Jumlah

Persentase (%)

56
50
106

52,8%
47,2%
100%

Tabel 4.4.1.1 memperlihatkan distribusi sampel menurut pemberian


ASI eksklusif, persentase tertinggi pada sampel yang diberi ASI eksklusif
yaitu 56 sampel (52,8 %) dibandingkan sampel yang tidak diberi ASI
eksklusif yaitu 50 sampel

(47,2 %). Ginna S (2008) juga melalukan

penelitian pada 65 sampel di Puskesmas Ciputat Timur bahwa bayi yang


diberi ASI eksklusif berjumlah 33 sampel (50,8 %) dibandingkan yang
tidak diberi ASI eksklusif yaitu 32 sampel (49,2 %) .
4.3.2. Jenis Kelamin
Tabel 4.3.2.1 Distribusi Sampel berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis kelamin
Laki-laki
Perempuan
Total

Jumlah
51
55
106

Persentase (%)
48,1%
51,9%
100%

Tabel 4.3.2.1 memperlihatkan distribusi sampel menurut jenis kelamin,


diperoleh bahwa sampel dengan jenis kelamin perempuan sebesar 51,9%
(55 sampel), jumlah ini lebih besar bila dibandingkan dengan sampel yang
berjenis kelamin laki-laki yang jumlahnya sebesar 48,1% (51 sampel).
Puspitaningrum C (2008 )juga menyebutkan bahwa sampel dengan jenis
laki-laki yaitu 12 sampel (66,67), sedangkan yang berjenis kelamin
perempuan yaitu 24 sampel (33,33).

45

Tabel 4.3.2.2. Distribusi Sampel berdasarkan Jenis Kelamin Menurut


Kejadian Diare
Jenis
Kelamin
N
23
17
40

Laki-laki
Perempuan
Total

Kejadian Diare
Diare
Tidak Diare
%
N
%
45,1
28
54,9
30,9
38
69,1
62,3
66
62,3

Total
N
51
55
106

%
100
100
100

Tabel 4.3.2.2 memperlihatkan distribusi sampel berdasarkan jenis


kelamin menurut kejadian diare, diperoleh bahwa persentase terbesar diare
terdapat pada bayi yang berjenis kelamin laki-laki yaitu 23 sampel (45,1%),
jumlah ini lebih besar bila dibandingkan dengan sampel yang berjenis
kelamin perempuan yang jumlahnya yaitu 17 sampel (30,9%).
Tidak ada penelitian yang menyebutkan kejadian diare terkait dengan
jenis kelamin. Namun pada penelitian ini didapatkan laki-laki lebih banyak
terkena diare dibandingkan perempuan.
4.3.3. Umur
Tabel 4.3.3.1. Distribusi Sampel berdasarkan Kelompok Umur
Umur
6 bulan
7 bulan
8 bulan
9 bulan
10 bulan
11 bulan
12 bulan
Total

Jumlah
10
21
13
21
10
18
13
106

Persentase (%)
9,4%
19,8%
12,3%
19,8%
9,4%
17,0%
12,3%
100%

Tabel 4.3.3.1. memperlihatkan distribusi sampel menurut kelompok


umur diperoleh persentase terbesar terdapat pada sampel yang berumur 7
dan 9 bulan yaitu 21 sampel (19,8%), persentase terbesar berikutnya
terdapat pada sampel yang berumur 11 bulan yaitu 18 sampel (17 %),

46

kemudian untuk sampel yang persentasenya paling kecil terdapat pada


sampel yang berumur 6 dan 10 bulan yakni 10 sampel (9,4%).
Tabel 4.3.3.2 Distribusi Sampel berdasarkan Kelompok Umur Menurut
Kejadian Diare
Kejadian
diare
3
6
5
6
4
9
7
40

Umur
6 bulan
7 bulan
8 bulan
9 bulan
10 bulan
11 bulan
12 bulan
Total
Tabel

4.3.3.2.

Jumlah bayi

Presentase (%)

10
21
13
21
10
18
13
106

30
28,6
38,5
28,6
40
50
53,8

memperlihatkan

distribusi

sampel

berdasarkan

kelompok umur 6-12 bulan menurut kejadian diare, diperoleh persentase


diare terbesar terdapat pada sampel yang berumur 12 bulan sebanyak 7 dari
13 sampel (53,8 %), kemudian untuk sampel yang persentasenya paling
kecil terdapat pada sampel yang berumur 7 dan 9 bulan sebanyak 6 dari 21
sampel (28,6 %).
Sebagian besar episode diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan.
Insidensi tertinggi terjadi pada kelompok umur 6-11 bulan pada saat
diberikan makanan pendamping ASI. Pola ini menggambarkan kombinasi
efek penurunan kadar antibodi ibu, kurangnya kekebalan aktif bayi,
pengenalan makanan yang mungkin terkontaminasi bakteri tinja manusia
atau binatang pada saat bayi mulai merangkak. (Robinson dan Roberton,
2003) Namun tidak ada penelitian yang menyebutkan secara spesifik umur
bayi yang rentan terhadap diare. Pada penelitian ini didapatkan umur bayi
12 bulanlah yang memiliki presentase diare tertinggi yaitu 9 dari 18 sampel
(53,8 %). Pada penelitian Citra Puspitaningrum menyebutkan bayi usia 12
bulan yang paling banyak terkena diare sebanyak 22 sampel (61,11 %).

47

4.3.4. Kejadian Diare


Tabel 4.3.4.1. Distribusi Sampel berdasarkan kejadian diare
Kejadian diare
Ya
Tidak
Total

Jumlah
40
66
106

Persentase (%)
37,7%
62,3%
100%

Tabel 4.3.4.1. memperlihatkan distribusi sampel menurut kejadian


diare yang dikategorikan berdasarkan frekuensi Buang Air Besar (BAB) &
konsistensi tinja diperoleh bahwa persentase tertinggi pada sampel yang tidak
diare yaitu 66 sampel (37,7 %) dibandingkan sampel yang mengalami
kejadian diare yaitu 40 sampel (62,3%).
4.3.5. Kolostrum
Tabel 4.3.5.1. Distribusi Sampel berdasarkan Pemberian Kolostrum
Pemberian
kolostrum
Ya
Tidak
Total

Jumlah

Persentase (%)

106
0
106

100%
0%
100%

Tabel 4.3.5.1. memperlihatkan distribusi

Sampel berdasarkan

pemberian kolostrum, 106 sampel yang diberi ASI, terdapat 106 sampel
(100 %) yang diberi kolostrum.
4.3.6. Pembersihan Puting Susu Sebelum Menyusui
Tabel 4.3.6.1. Distribusi Sampel berdasarkan Pembersihan Puting
Susu Sebelum Menyusui
Pembersihan
Jumlah
Persentase (%)
Puting
Sering
77
72,6 %
Jarang
29
27,4 %
Total
106
100 %
Tabel
4.3.6.1. memperlihatkan distribusi sampel berdasarkan
pembersihan puting sebelum menyusui. Didapatkan 77 sampel (72,6 %)

48

bagi responden yang sering membersihkan puting sebelum menyusui.


Sedangkan untuk responden yang jarang membersihkan puting sebelum
menyusui sebanyak 29 sampel (27,4 %).
Tidak ada penelitian lain yang menyebutkan kebiasaan pembersihan
puting susu terkait dengan kejadian diare pada bayi.
4.3.7. Perilaku cuci tangan
Tabel 4.3.7.1. Distribusi Sampel berdasarkan Perilaku Cuci Tangan
Sebelum Menyusui atau sebelum memberi makanan/minuman selain
ASI
Perilaku cuci
Jumlah
Persentase (%)
tangan
Sering
77
72,6 %
Jarang
29
27,4 %
Total
106
100 %
Tabel 4.3.7.1. memperlihatkan distribusi sampel berdasarkan perilaku
sebelum menyusui atau sebelum memberi makanan/minuman selain ASI.
Didapatkan 77 sampel (72,6 %) bagi responden yang sering mencuci tangan
sebelum menyusui atau memberi makanan/minuman selain ASI. Sedangkan
untuk responden yang jarang mencuci tangan sebelum menyusui atau
memberi makanan/minuman selain ASI sebanyak 29 sampel (27,4 %).
Suherna C (2009) juga melalukan penelitian pada 87 sampel di
Puskesmas Balai Agung Sekay didapatkan 36 sampel (41,4 %) bagi
responden yang sering mencuci tangan sebelum menyusui atau memberi
makanan/minuman selain ASI. Sedangkan untuk responden yang jarang
mencuci tangan sebelum menyusui atau memberi makanan/minuman selain
ASI sebanyak 51 sampel (58,6 %).
4.4. Hasil Analisis Bivariat
Hubungan Pemberian ASI Eksklusif Terhadap Kejadian Diare
Hasil tabulasi silang pemberian ASI eksklusif dengan kejadian diare
diperoleh jumlah terbesar kejadian diare pada sampel yang tidak diberi ASI

49

eksklusif sebesar 33 sampel (66,0 %) , sedangkan untuk sampel yang diberi ASI
eksklusif dengan kejadian diare hanya 7 sampel (12,5 %).
Tabel 4.4.1. Distribusi Sampel berdasarkan Status Pemberian ASI Eksklusif dan
Kejadian Diare di Kelurahan Bendungan Cilegon Tahun 2010
Status
Pemberian
ASI
Eksklusif
Ya
Tidak
Total

Kejadian Diare
Diare
Tidak Diare
N
%
N
%
7
33
40

12,5
66,0
62,3

49
17
60

87,5
34,0
62,3

Total
N

56
50
106

100
100
100

OR (95 % CI)

Pvalue

13,588 (5,076
36,374)

0,000

Tabel 4.4.1. memperlihatkan bahwa bayi dengan diberikan ASI eksklusif


yang terkena diare ada 7 bayi (12,5 %). Sedangkan bayi dengan tidak diberikan ASI
eksklusif yang terkena diare ada 33 bayi (66 %). Ada hubungan bermakna antara
pemberian ASI eksklusif dengan kejadian diare dengan nilai p 0,000 (p<0,05).
Peluang kejadian diare pada bayi yang tidak diberi ASI eksklusif 13 kali lebih
besar terkena diare dibandingkan dengan bayi yang diberi ASI eksklusif dengan nilai
OR=13,588.
Bayi yang diberi ASI eksklusif lebih jarang menderita diare dibandingkan
bayi yang tidak diberi ASI eksklusif. Hal ini disebabkan ASI mengandung berbagai
komponen yang penting bagi pencegahan dan terapi diare akut. (Soetjiningsih, 1997)
Sistem kekebalan tubuh pada bayi saat lahir masih sangat terbatas dan akan
berkembang sesuai dengan meningkatnya paparan mikroorganisme di dalam saluran
cernanya. Berbagai faktor perlindungan ditemukan di dalam ASI, termasuk antibodi
IgA sekretori (SIgA). Saat menyusui, sIgA berpengaruh terhadap paparan
mikroorganisme pada saluran cerna bayi dan membatasi masuknya bakteri kedalam
aliran melalui mukosa saluran cerna. Keadaan ini yang menerangkan mengapa
menyusui dapat melindungi bayi baru lahir terhadap berbagai infeksi secara efektif.
( Roesli U dan Yohmi E, 2008)
Selain itu, saluran pencernaan bayi mudah mencerna ASI yang masuk ke
pencernaan bayi karena ASI yang diminum bayi mengandung enzim pencernaan

50

sehingga ASI dapat diserap dengan sempurna dan tidak menimbulkan diare. (Susanti
N.I, 2004) Dari hasil pengamatan pada praktik lapangan, bayi yang mendapat ASI
eksklusif 6 bulan frekuensi diare sangat kecil bahkan mulai minggu ke-4 sampai
bulan ke-6. Keadaan ini menggambarkan seluruh produk ASI dapat terserap oleh
sistem pencernaan bayi. Pada kelompok yang mendapat susu tambahan lebih sering
menderita diare. (Purwanti, 2004) Pembuatan susu formula di rumah tidak menjamin
bebas dari kontaminasi mikroorganisme patogen. Penelitian menunjukkan bahwa
banyak susu formula terkontaminasi oleh mikroorganisme patogen. (Perinasia, 2007)
ASI dapat menurunkan atau mengeliminasi paparan dari bakteri patogen yang
ditransmisikan melalui makanan dan minuman serta ASI mengandung faktor
antimikrobial dan substansi lain yang dapat memperkuat sistem imun dan melindungi
sistem pencernaan bayi yang baru lahir. (Morgan dan Dickerson, 2002)
ASI memiliki nutrien yang sempurna, mengandung zat protektif, tidak menimbulkan
alergi, serta memberikan efek psikologis yang menguntungkan. (Perinasia, 2007)
Terdapat perbedaan yang signifikan antara bayi yang diberi ASI eksklusif dengan
yang tidak diberi ASI eksklusif.
Hal tersebut didukung dengan penelitian di Canada yang juga membuktikan
bahwa ASI melindungi bayi terhadap infeksi pencernaan dan pernapasan dalam 6
bulan pertama kehidupan. Demikian pula dengan penelitian di California
menunjukkan bahwa angka kejadian diare pada anak minum ASI 50 % lebih rendah
dari minum susu formula. (Soetjiningsih, 1997)
Hasil penelitian Purwanti (2004) membuktikan bayi yang diberi ASI
mempunyai kemungkinan 14,2 kali lebih sering terkena diare dibandingkan dengan
bayi yang mendapat ASI eksklusif.

51

Hubungan Perilaku Ibu Terhadap Kejadian Diare


Tabel 4.4.2. Distribusi Sampel Berdasarkan Perilaku Ibu
Perilaku Ibu
Baik
Kurang Baik
Total

Jumlah
75
31
106

%
70,8
29,2
100

Tabel 4.4.2. memperlihatkan bahwa ibu dengan perilaku baik terhadap


pencegahan diare yaitu 75 sampel (70,8 %), sedangkan ibu dengan perilaku kurang
baik yaitu 31 sampel (29,2 %). Ariyanti M (2009) juga melalukan penelitian pada 83
sampel di Puskesmas Swakelola menyebutkan bahwa ibu dengan perilaku baik
terhadap pencegahan diare yaitu 31 sampel (27,7%), sedangkan ibu dengan perilaku
kurang baik yaitu 52 sampel (72,29 %).
Tabel 4.4.3. Distribusi Sampel Berdasarkan Perilaku Ibu Menurut Kejadian Diare
Perilaku
Ibu
Baik
Kurang
baik
Total

Kejadian Diare
Tidak Diare
Diare
N
%
N
%
66
80,0
9
12,0
0
0
31
100

N
75
50

%
100
100

66

106

100

62,3

40

37,7

Total

OR (95 % CI)

Pvalu
e

0,120(0,065
0,221)

0,000

Tabel 4.4.3. memperlihatkan bahwa ibu dengan perilaku baik yang


bayinya terkena diare ada 9 orang atau 12,0%, sedangkan ibu dengan perilaku
kurang baik yang bayinya terkena diare ada 31 bayi atau 100,0 %. Terdapat
hubungan antara perilaku ibu dengan kejadian diare pada bayi dengan p 0,000
(p<0,05).
Diare bisa disebabkan karena faktor bayi dan perilaku Ibu. Perilaku ibu juga
dapat meningkatkan risiko diare seperti tidak mencuci tangan setelah buang air
besar dan sesudah membuang tinja anak atau sebelum makan dan menyuapi
anak (Depkes RI, 2000).
Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Suherna C (2009) di
Puskesmas Sekardangan Kabupaten Sidoarjo, yang menyatakan bahwa ada
hubungan antara cara kebiasaan ibu dalam mencuci tangan sebelum memberi
minum/makan bayi dengan kejadian diare pada anak.

BAB 5
SIMPULAN DAN SARAN

5.1. Simpulan
1. Pemberian ASI eksklusif pada bayi yaitu sebesar 56 sampel (52,8 %), sedangkan
bayi yang tidak diberi ASI eksklusif yaitu sebesar 50 sampel (47,2 %).
2. Bayi yang mengalami kejadian diare yaitu sebesar 40 sampel (37,7%), sedangkan
yang tidak mengalami kejadian diare yaitu sebesar 66 sampel (62,3%)
3. Pada bayi yang diberi ASI eksklusif, kejadian diare sebesar 7 sampel (12,5%)
sedangkan pada bayi yang tidak diberi ASI eksklusif kejadian diare sebesar 33
sampel (66,0%). Peluang kejadian diare pada bayi yang tidak diberi ASI eksklusif
13 kali lebih besar terkena diare dibandingkan dengan bayi yang diberi ASI
eksklusif.
5.2. Saran
1. Bagi ibu-ibu yang memiliki bayi di Kelurahan Cilegon harus berusaha
memberikan ASI eksklusif sampai bayi berumur 6 bulan.
2. Bagi pengelola program gizi Puskesmas Cilegon, diharapkan lebih dapat
meningkatkan lagi dalam memberikan penyuluhan tentang pentingnya ASI
eksklusif kepada masyarakat, khususnya kepada ibu-ibu balita di wilayah kerja
Puskesmas Cilegon.
3. Bagi peneliti selanjutnya perlu meneliti lebih lanjut mengenai variabel-variabel
lain yang berhubungan dengan kejadian diare.

52

DAFTAR PUSTAKA

Adisasmito W. Faktor resiko diare pada bayi dan balita di Indonesia: systematic
review penetilian akademik bidang kesehatan masyarakat. Makara, Kesehatan
Juni 2007;1-10.
Asnil P, dkk. Gastroenteritis (Diare) Akut. Jakarta: FKUI; 2003. 56-7.
Behrman R, Kliegman R, Jenson H. Nelson Textbook of Pediatrics. 17th
Ed.Saunders : Elsavier Mosby.;2005 .p 1273; 1277-79.
Billoo G, Ahmed S. Prevention of Diarrhea.[diakses 25 September 2010]
Diunduh
dari
:
http
://
Pediatric
on
call.com
doctor/diarrhea/prevention_diarrhea.asp.

/for

Departemen Kesehatan RI, Profil Kesehatan Indonesia 2008. Jakarta: Depkes RI


2008.
Departemen Kesehatan RI. Buku Bagan Manajemen Terpadu Balita Sakit
(MTBS).2005.
Departemen Kesehatan RI.Diare. Jakarta: DepKes RI 2000.
Garnadi Y dkk. Kumpulan Kasus Pediatri. Jakarta : MediaDIKA; 2000. 234;
236-38; 243-48.
Ginna S. Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Tentang ASI Eksklusif Di Puskesms
Ciputat Timur Pada Bulan Oktober 2008. Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta; 2008.
Hartanti H. Kamus Kedokteran Dorland.29th ed. Jakarta: EGC; 2002.
Imtiaz Y, Saleem M. Exclusive Breastfeeding and Child Survival in Pakistan
and Other South Asian Countries. Pakistan Journal of Nutrition 8 (6): p 910-11.
Juffrie M dkk. Modul pelatihan diare. UKK gastro-hepatologi IDAI. Jakarta:
FKUI; 2009. 6-11.
Kasus Diare di Indonesia.2010. [diakses 25 september 2010]. Diunduh dari:
http:// piogama.ugm.ac.id / index php/ 2009/ 01/ epidemiologi-kasus-diare/
Markum AH. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. Jilid 1. Jakarta: FKUI; 2002.

53

54

Morgan, Dickerson. Nutrition in Early Life.British: Wiliy; 2003. 227.


Myrnawati. Buku Ajar Epidemiologi. Jakarta :FK Yarsi; 2004. 127.
Nix S. Basic Nutrition and Diet Therapy. 12th Ed. St. Louis: Elsevier Mosby;
2005. p 186.
Notoadmodjo S. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta :Rineka Cipta; 2002.
26.
Perinasia. Bahan Bacaan Manajemen Laktasi. Cetakan ke-3. Jakarta; 2007. 3-2 ;
3-3 ; 3-4 ; 3-5 ; 3-9 ; 3-11 ; 3-12.
Purwanti H. Konsep penerapan ASI eksklusif. Jakarta: EGC; 2004. 3; 5; 24-9.
Prasetyono DS. Buku pintar ASI eksklusif. Yogyakarta: DIVA press; 2009. 567; 219-24.
Roesli U. Inisiasi Menyusui Dini Plus ASI Eksklusif. Jakarta: Pustaka Bunda;
2008. 40-9.
Roesli U dan Yohmi E. Manajemen Laktasi. Dalam Bedah ASI. Editor Suradi
R, dkk. Jakarta: FKUI; 2008. 45-53; 69-79.
Robinson dan Roberton. Practical Paediatrics.5th ed. Churchill livingstone:
Elsevier; 2003.hal 675-76.
Meadow R dan Newell S. Lecture Notes Pedriatika.7th ed.Jakarta: Erlangga;
2005. 171.
Soetjiningsih. ASI Petunjuk untuk Tenaga Kesehatan. Jakarta: EGC; 1997.hal
21-7; 29-39.
Suharyono. Diare Akut Klinik dan Laboratorik.Jakarta : Rhineka Cipta ; 2008.
Hal 1; 2; 81- 3.
Suherna C. Hubungan Antara Pemberian Susu Formula Dengan Kejadian Diare
Pada Anak Usia 0-24 Bulan Di Wilayah Kerja Puskesmas Balai Agung Sekayu
Taahun 2009; 2009.
Sudoyo AW. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. ed 5. Jakarta: Interna
Publishing; 2009. Hal 548-49.
UNICEF. Breastfeeding.[diakses 25 september 2010]
Diunduh dari: http ://Unicef.org/Programme breastfeeding/breastfeeding.

55

Victoria C, Smith P, Vaughan P, Nobre, Lombardi, Teixeira, Fuchs, Moneira.


Infant Feeding and Deaths Due to Diarrhea.[diakses 24 september 2010]
Diunduh dari: http : // aje.oxford journals.org/content/129/5/1032. Abstract.
WHO. Pocket Book of Hospital care for children.Switzerland: WHO Press ;
2005. p 114; 117; 120.

LAMPIRAN 2

FORMULIR PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN


(INFORMED CONSENT)
Program Studi Pendidikan Dokter
FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

SURAT PERSETUJUAN
Yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama :
Umur : tahun
Setelah mendapatkan keterangan secukupnya serta menyadari manfaat dari
penelitian tersebut di bawah ini yang berjudul :
HUBUNGAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF TERHADAP KEJADIAN
DIARE PADA BAYI BERUSIA 6-12 BULAN KELURAHAN
BENDUNGAN KECAMATAN
PADA BULAN AGUSTUS 2010
dengan sukarela menyetujui diikutsertakan dalam penelitian di atas dengan catatan
bila suatu waktu merasa dirugikan dalam bentuk apapun, berhak membatalkan
persetujuan ini serta berhak untuk mengundurkan diri.

Jakarta,

Mengetahui

Yang menyetujui

Penanggung jawab penelitian

2010

Peserta

56

57

LAMPIRAN 3

KUESIONER HUBUNGAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF TERHADAP


ANGKA KEJADIAN DIARE PADA BAYI BERUSIA 6-12 BULAN DI
KELURAHAN BENDUNGAN KECAMATAN CILEGON
PADA BULAN AGUSTUS 2010
No. Kuesioner :
I.

IDENTITAS RESPONDEN

1.
2.

Nama anak
Umur

Berapa kali (nama anak)

A. Tidak pernah

menderita

B. 1 kali

.. bulan

diare

dalam

setahun?

C. >1 kali

Apakah ibu memberikan

A. Ya

ASI kepada (nama anak)?

B. Tidak

Berapa

ibu

A. < 6bulan

memberikan ASI kepada

B. 6 bulan

lama

(nama anak)?
4

Apakah ibu memberikan

A. Ya

cairan

B. Tidak

berwarna

(kolostrum)

kuning

yang

keluar

segera setelah lahir?


5

Apakah

anak

ibu

mendapatkan

B. Tidak

makanan/minuman
selain

ASI

A. Ya

pada

lain
awal

Jenis makanan/minuman:

kelahirannya?bila ya, jenis


makanan/minuman

apa

yang diberikan?
6

Berapakah umur anak ibu

A. < 6 bulan

saat

B. > 6 bulan

mulai

diberikan

58

makanan/minuman

selain

ASI?
7

Apakah sebelum menyusui

A. Sering

atau

B. Jarang

menyiapkan

makanan/minuman

selain

C. Tidak pernah

ASI, ibu mencuci tangan


terlebih

dahulu

sampai

benar-benar bersih?
8

Apakah sebelum menyusui

A. Sering

ibu membersihkan terlebih

B. Jarang

dahulu daerah sekitar puting

C. Tidak pernah

susu?

59

Lembar Jawaban
No

Jawaban

Skor

60

LAMPIRAN 4

HASIL ANALISIS UNIVARIAT

Statistics
Pemberian ASI Eksklusif
N

Valid

106

Missing

Pemberian ASI Eksklusif


Cumulative
Frequency
Valid

Percent

Percent

Ya

56

52.8

52.8

52.8

Tidak

50

47.2

47.2

100.0

Total

106

100.0

100.0

Statistics
Jenis Kelamin
N

Valid Percent

Valid
Missing

106
0

61

Jenis Kelamin
Cumulative
Frequency
Valid

Percent

Valid Percent

Percent

laki-laki

51

48.1

48.1

48.1

Perempuan

55

51.9

51.9

100.0

106

100.0

100.0

Total

Statistics
Umur Bayi
N

Valid
Missing

106
0

Umur Bayi
Cumulative
Frequency
Valid

Percent

Valid Percent

Percent

6 bulan

10

9.4

9.4

9.4

7 bulan

21

19.8

19.8

29.2

8 bulan

13

12.3

12.3

41.5

9 bulan

21

19.8

19.8

61.3

10 bulan

10

9.4

9.4

70.8

11 bulan

18

17.0

17.0

87.7

12 bulan

13

12.3

12.3

100.0

106

100.0

100.0

Total

62

Statistics
Kejadian Diare
N

Valid

106

Missing

Kejadian Diare
Cumulative
Frequency
Valid

Percent

Valid Percent

Percent

Tidak diare

66

62.3

62.3

62.3

Diare

40

37.7

37.7

100.0

Total

106

100.0

100.0

Statistics
Pemberian Kolostrum
N

Valid

106

Missing

Pemberian Kolostrum
Cumulative
Frequency
Valid

ya

106

Percent
100.0

Valid Percent
100.0

Percent
100.0

63

Statistics
Pembersihan Puting Susu
Sebelum Menyusui
N

Valid

106

Missing

Pembersihan Puting Susu Sebelum Menyusui


Cumulative
Frequency
Valid

Percent

Valid Percent

Percent

sering

77

72.6

72.6

72.6

jarang

29

27.4

27.4

100.0

Total

106

100.0

100.0

Statistics
Perilaku Cuci Tangan
N

Valid
Missing

106
0

Perilaku Cuci Tangan


Cumulative
Frequency
Valid

Percent

Valid Percent

Percent

sering

77

72.6

72.6

72.6

jarang

29

27.4

27.4

100.0

Total

106

100.0

100.0

64

Crosstabs
Case Processing Summary
Cases
Valid
N
Jenis Kelamin * Kejadian

Percent
106

Diare

Missing
N

Total

Percent

100.0%

.0%

Percent
106

100.0%

Jenis Kelamin * Kejadian Diare Crosstabulation


Kejadian Diare
Tidak diare
Jenis Kelamin

laki-laki

Count
% within Jenis Kelamin

perempuan

Total

23

51

54.9%

45.1%

100.0%

38

17

55

69.1%

30.9%

100.0%

66

40

106

62.3%

37.7%

100.0%

Count
% within Jenis Kelamin

Total

28

Count
% within Jenis Kelamin

Diare

HASIL ANALISIS BIVARIAT

Crosstabs

Case Processing Summary


Cases
Valid
N
ASIberi * kejadianDIARE

Missing

Percent
106

100.0%

Total

Percent
0

.0%

Percent
106

100.0%

65

ASIberi * kejadianDIARE Crosstabulation


kejadianDIARE
Tidak diare
ASIberi

Ya

Count
% within ASIberi

Tidak

Total

56

87.5%

12.5%

100.0%

17

33

50

34.0%

66.0%

100.0%

66

40

106

62.3%

37.7%

100.0%

Count
% within ASIberi

Total

49

Count
% within ASIberi

Diare

Chi-Square Tests

Value
Pearson Chi-Square
Continuity Correction
Likelihood Ratio

Exact Sig. (2-

Exact Sig. (1-

sided)

sided)

sided)

df
a

.000

29.942

.000

34.202

.000

32.179
b

Asymp. Sig. (2-

Fisher's Exact Test

.000

Linear-by-Linear Association
N of Valid Cases

31.875

.000

106

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 18.87.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value
Odds Ratio for ASIberi (Ya /
Tidak)
For cohort kejadianDIARE =
Tidak diare
For cohort kejadianDIARE =
Diare
N of Valid Cases

Lower

Upper

13.588

5.076

36.374

2.574

1.727

3.834

.189

.092

.389

106

.000

66

Crosstabs
Case Processing Summary
Cases
Valid
N
perilaku_Ibu * Kejadian Diare

Missing

Percent
106

Total

Percent

100.0%

Percent

.0%

106

100.0%

perilaku_Ibu * Kejadian Diare Crosstabulation


Kejadian Diare
Tidak diare
perilaku_Ibu

Count
% within perilaku_Ibu

Total

Count
% within perilaku_Ibu

Total

66

75

88.0%

12.0%

100.0%

31

31

.0%

100.0%

100.0%

66

40

106

62.3%

37.7%

100.0%

Count
% within perilaku_Ibu

Diare

Chi-Square Tests

Value
Pearson Chi-Square
Continuity Correction
Likelihood Ratio

Exact Sig. (2-

Exact Sig. (1-

sided)

sided)

sided)

.000

68.595

.000

85.466

.000

72.292
b

df

Asymp. Sig. (2-

Fisher's Exact Test

.000

Linear-by-Linear Association
N of Valid Cases

71.610

.000

106

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 11.70.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

.000

67

95% Confidence Interval


Value
For cohort Kejadian Diare =
Diare
N of Valid Cases

.120
106

Lower
.065

Upper
.221

Anda mungkin juga menyukai