wanita.
Menurut Wikipedia, pada waktu berhubungan seksual seorang pria dapat mengeluarkan 300-400 juta sel sperma.
Namun dari sekian banyak sel sperma, hanya satu sel sperma yang dapat membuahi sel telur. Sel telur yang telah
dibuahi akan menjadi zigot dan menempel pada dinding rahim. Setelah beberapa jam, zigot akan mengalami
beberapa fase berikut ini.
Fase morulla. Dalam fase ini zigot membelah secara mitosis berturut-turut sehingga menjadi 2-4-8-16 dan akhirnya
32
buah
sel.
Fase blastulla. Pada fase blastulla ditandainya dengan terjadinya pembentukan rongga tubuh dan jaringannya.
Fase gastrulla. Pada fase ini terjadi pembentukan 3 lapisan pada dinding rahim, yaitu ektoderm, mesoderm, dan
endoderm.
Selanjutnya, zigot membentuk embrio yang diselubungi oleh kantung kuning telur (bagian ini tidak berkembang pada
janin manusia), amnion, alantonis, dan korion. Setelah semua membran dan plasenta terbentuk, maka embrio bisa
disebut sebagai janin atau fetus. Janin memperoleh makanan dan oksigen dari darah induk (ibunya) dan
memberikan zat-zat sisa metabolisme ke dalam darah ibu untuk dibuang.
Pada bulan pertama perkembangan embrio manusia ditandai dengan alat-alat tubuh yang cukup penting telah mulai
terbentuk dan sudah mulai berfungsi walaupun belum sempurna. Kaki dan tangan belum terbentuk pada bulan
pertama usia kehamilan. Demikian pula otak janin masih berupa gumpalan darah. Panjang embrio pada usia
kandungan satu bulan sekitar 2.5 sampai 6 mm.
Berikutnya, pada bulan kedua usia kehamilan embrio telah terbentuk kaki dan tangan, alat-alat kelamin bagian
dalam, rangka yang masih berupa tulang rawan, alat-alat bagian muka dan beberapa alat penting yang lain. Panjang
embrio pada usia kandungan dua bulan adalah antara 25 sampai 40 mm.
Pada bulan ketiga usia kehamilanan, hampir seluruh alat tubuh secara lengkap telah terbentuk, termasuk alat
kelamin luar. Panjang janin pada fase ini sekitar 70 sampai 100 mm dan dapat dibedakan antara janin laki-laki atau
perempuan. Lalu pada bulan keempat kehamilan seorang wanita, kondisi janin mulai terbentuk kulit, rambut, kelenjar
keringat dan kelopak mata. Gerakan janin sudah terasa oleh ibunya. Panjang janin saat itu sekitar 145 mm.
Sejak minggu ke-12 usia kehamilan seorang wanita, janin hanya mengalami pertumbuhan ke arah membesar dan
memanjang hingga menjelang kelahirannya. Secara normal, lama masa kandungan manusia adalah 9 bulan lebih 10
hari. Pada waktu bayi lahir, ia segera bernafas dengan paru-paru sehingga aliran darah dari plasenta terhenti.
Pernafasan tersebut biasanya diawali dengan tangisan.
Mudah-mudahan informasi kesehatan ini bisa berguna untuk Anda.
Kelainan Embrio
PENGERTIAN TERATOLOGY
Teratology merupakan cabang Embryology yang khusus membahas mengenai
pertumbuhan struktural janin yang abnormal. Akibat pertumbuhan abnormal itu
janin dapat gugur atau lahir bayi yang mengalami cacat. Bayi yang lahir cacat
hebat biasa disebut monster. Sedangkan bila bayi tersebut kembar atau kembar
siam/dempet yang pertautannya parah sekali disebut monster duplex.
PERKEMBANGAN YANG ABNORMAL (MALFORMATION)
Individu dari species menunjukkan banyak variasi yang didapat dari Genetic
Inequality, Perubahan Environment selama perkembangan atau oleh keduanya.
Dengan mengambil rata-rata dari variasi intra specific memungkinkan untuk
mendefinisikan 1 abstrak normal untuk kebanyakan individu dari species yang
berdekatan.
Individu-individu di luar ini yang mempunyai range yang tak sesuai baik banyak
atau sedikit dipertimbangkan mempunyai jalan perkembangan yang abnormal
(TERATOGENESIS) dan bila keadaan akhir menunjukkan suatu bentuk yang
Pada orang setiap 50 kelahiran hidup rata-rata 1 yang cacat. Sedangkan dari yang
digugurkan perbandingan itu jauh lebih tinggi.Perbandingan bervariasi sesuai
dengan jenis cacat. Contoh daftar berikut :
Lobang antara atrium 1 : 5
Cryptorchidisme 1 : 300
Sumbing dan langit-langit celah 1 : 1.000
Albino 1 : 20.000
Hemophilia 1 : 50.000
Tak ada anggota 1 : 500.000
Melihat kepada bagian tubuh yang kena, persentage keseringan cacat ialah :
SSP (susunan pusat) 60%
Saluran pencernaan 15%
Kardiovaskuler 10%
Otot dan kulit 10%
Alat lain 5%
ABNORMALITY DALAM UKURAN
Ukuran (size) dari organisme tergantung pada :
Jumlah permulaan dari protoplasma yang dapat digunakan, dapat ditentukan oleh
gen dari chromosom dari telur yang unfertilized itu sendiri, atau chromosom dari
tubuh ibu umumnya atau oleh keadaan nutrisi si induk. Pada mamalia jumlah
protoplasma yang dikandung ovum yang matang mempunyai sedikit effect pada
ukuran akhir yang dicapai organisme.
Cepat pertumbuhan dari sel-sel embryonic dan ini bergantung dari gen chromosom
dari zygote.
Jumlah makanan yang diterima dan digunakan (faktor environment).
Lamanya pertumbuhan (faktor environment) misalnya pada Post Maturity
menghasilkan ukuran yang lebih besar.
Ukuran akhir dari organ-organ individu bergantung pada faktor :
Masa permulaan dari sel-sel yang dikandung.
Cepatnya pertumbuhan Intrinsic dari sel-sel (kemungkinan faktor genetic)
Terbatasnya ruangan yang digunakan
Pengaruh hormon, baik dari keduanya, Feotus sendiri dan maternal circulation.
Nutrisi
Kemungkinan aktivitas dari fungsi, contohnya Hypertrophy dari islet Tesue dari
Pancreas Feotus dari ibu yang berpenyakit diabetes.
Bila banyak dari faktor-faktor ini bertambah atau berkurang maka proporsi yang
normal dari tubuh akan berubah menjadi pembesaran (Enlargement) atau
pengurangan (Reduksi) dari ukuran organ yang bersangkutan. Walaupun
pengaturan kemudian dapat memperbaiki kembali ketidaknormalan ini ke balance
pertumbuhan normal, tetapi scope dari pengaturan kembali ini mempunyai batasan
dan dibelakang dari Range abnormality maka proses pertumbuhan menjadi lixed
dan ini menyebabkan MALFORMASI YANG PERMANEN.
TYPE ABNORMALITY
Grup dalam anomali-anomali dapat dibagi dalam subdivisi-subdivisi sesuai dengan
cara bagaimana perkembangan yang abnormal itu menyimpang dari normal.
Hal ini berhubungan dengan abnormality dan differensiasi. Bila diferensiasi normal
dari 1 jaringan terjadi berarti sel-sel yang dikandung telah menerima INDUKSI
STIMULUS YANG ADEQUATE.
Sekiranya satu induksi stimulus yang adequate tidak ada atau jaringan substrat
sudah dipengaruhi maka Primordia dari satu organ akan FAJL (cacat)
kemunculannya.
Ditinjau dari abnormality dari differensiasi dapat dibagi :
AGENESIS.
Keadaan ini dihasilkan dari Failure (cacat) dari primordium dimana ia tidak
berkembang sampai suatu tingkat yang matang baik keseluruhan maupun
sebahagian.
Contohnya pada keadaan dimana dijumpai adanya agenesis :
Tidak adanya lensa mata
Absence-nya lengan atau jari
Albinism
Alkaptonurle
Absencenya suatu organ bisa menyebabkan kehilangan dalam perkembangan
berikutnya dari perkembangan foetus yang berhubungan dengan organ tersebut.
Keabnormalan ini bisa disebabkan satu defisiensi genetic yang tidak dapat
dipisahkan dari satu jaringan (Streeter 1933) atau turut campur (Interferency)
pengaruh blood suply pada beberapa kecepatan differensiasi perkembangan.
Misalnya absencenya digiti atau lensa mata pada tikus sebagai hasil kelebihan
produksi Cerebrospinal Fluid yang menyebar secara subcutan dan membentuk
Blebs (gelembung) yang bercampur dengan blood sualy dan hubungan yang normal
dari jaringan embryonic (Bonnerve 1943). Streeter telah menunjukkan kesimpulan
bahwa abnormality seperti absencenya digiti atau sebagian extremitas tidak hanya
oleh keadaan penjepitan-penjepitan.
DEVELOPMENTAL ARREST
Suatu keadaan dimana fase penyempurnaan menuju formal terjadi penghentian
perkembangan yang progresive atau ia menetap pada suatu perkembangan yang
belum sempurna.
Subsidivisi ini dibedakan lagi dalam beberapa type :
HYPOPLASIA
Suatu perkembangan tidak sempurna. Ini bisa berupa :
Hypoplasia lokal pada Hypoplasia dari lengan.
Hypoplasia general Contohnya dwarfism yaitu perkembangan tubuh yang kerdil
biasanya disebabkan kurangnya fungsi Pituitary Gland.
RETENSI DARI PRIMITIVE CONDITION
Kondisi primitif yang dipertahankan meliputi organ-organ :
Viscera
Contohnya :
Duodenal atresia dan duadenal conclusslon.
Double uterus (uterus duplex).
Recto vaginal fistel : pada wanita dijumpai celah antara rectum dan vagina
menyebabkan feces keluar bersama urine.
Kelebihan aktivitas induksi yang bisa dihasilkan organizer itu sendiri atau anomali
dalam respon (Atypical Competence) pada jaringan bereaksi atau kerja dari
organizer yang salah pada perkembangan dapat dihasilkan pada beberapa type dari
differensiasi.
Contoh :
Congenital tumor
Achondroplasia : beberapa jaringan tidak berdifferensiasi dan mengadakan
spesialisasi.
Mongolism : suatu bentuk dan tingkat kecerdasan yang rendah dan gambaran
wajah yang jelek dan bodoh.
ATAVISM
Keadaan dimana salah satu atau seluruh struktur dari species yang lebih rendah
muncul pada foetus.
Contoh :
Azygos lobe pada paru-paru yang biasanya dijumpai pada binatang menyusui dan
berkaki empat (lobus tambahan).
Elevator muscle dari clavicula seperti yang kita jumpai pada jenis kera (Primates)
yang pandai memanjat.
Cervical Ribs : tulang rusuk leher, terdapat pada lembu
Cacat yang terjadi juga ditemukan ialah seperti : sirenomelus (ektremitas seperti
ikan
duyung
;
anggota
belakang
tidak
ada,
anggota
depan
pendek), phocomelia (anggota seperti anjing laut ; tangan dan kaki seperti sirip
untuk mendayung), polydactyly (berjari 6),syndactyly (berjari 4), jari buntung, tak
berjari kaki dan tangan, ada ekor, dwarfisme (kerdil), cretinisme (cebol) dan
gigantisme (raksasa).
PERTIMBANGAN-PERTIMBANGAN UMUM MENGENAI MEKANISME KERJA ZAT
TERATOGEN
Prinsip-prinsip ini harus diingat apabila kita mempertimbangkan kemungkinan
bahwa anak-anak dipengaruhi oleh faktor-faktor tertentu.
Namun pada dasarnya proses kerja teratogen itu sendiri adalah dengan cara:
Mengubah kecepatan proliferasi sel.
Menghalangi sintesa enzim.
Mengubah permukaan sel sehingga agregasi tak benar.
Mengubah matrix, yang mengganggu perpindahan sel-sel.
Merusak organizer atau daya kompetensi sel berespons.
TINGKAT PERKEMBANGAN MUDIGAH MENENTUKAN KEPEKAAN
Tingkat perkembangan mudigah menentukan kepekaannya terhadap faktor-faktor
genetik
Perkembangan mammalia mulai dengan perkembangan sel yang cepat yang hanya
sedikit memperlihatkan differensiasi, jikapun ada. Masa ini yang berlangsung sejak
saat pembuahan hingga pembentukan lempeng-lempeng benih. Dikenal sebagai
tingkat prelempeng benih atau tingkat pra-differensiasi.
Tingkat selanjutnya dikenal sebagai masa mudigah. Dimana sel-sel mulai
menampakkan perbedaan morfologi yang nyata sebagai akibat dari perubahanperubahan kimiawi.
Tingkat terakhir, atau masa lain ditandai oleh pertumbuhan susunan-susunan alatalat tubuh.
Pada umumnya telah diketahui apabila zat teratogen bekerja selama tingkat pradifferensial. Ia merusak seluruh atau sebahagian besar sel-sel mudigah.
Mengakibatkan kematian, atau zat itu hanya melukai beberapa sel, dalam hal mana
kemampuan mengatur mudigah akan mengimbangi yang hilang dan tidak akan
timbul kelainan-kelainan.
Beberapa faktor teratogenik seperti hipervitaminosis A dan penyinaran yang pada
tingkat-tingkat perkembangan yang lanjut diketahui sangat teratogenik, ternyata
tidak mempengaruhi mudigah pada tingkat pertama perkembangan. Pada saat ini
hanya dikenal beberapa contoh yang tersebar dimana zat teratogen yang diberi
selama tingkat pertama perkembangan menyebabkan kelainan-kelainan.
Akan tetapi mungkin zat teratogen ini tetap tinggal dalam jaringan ibunya dan baru
menjadi aktif apabila kepekaan mudigah meningkat pada tingkat kedua
perkembangan.
Selama masa mudigah, yaitu tingkat differensiasi yang intensif kebanyakan zat-zat
teratogenik sangat efektif dan menghasilkan banyak kelainan-kelainan. Akan tetapi
jenis kelamin yang dihasilkan tergantung pada alat mana yang paling peka pada
saat teratogenik tersebut bekerja.
Tiap-tiap alat nampaknya melalui masanya yang paling peka pada permulaan
differensiasinya dan berbagai alat-alat tubuh menjadi peka yang satu sesudah yang
lain. Hal ini dengan jelas diperlihatkan dengan memberi tikus-tikus makanan yang
kekurangan akan asam pteroiglutomat.
Dengan cara demikian telah ditemukan bahwa kalainan-kelainan susunan syarat
pusat dan jantung dapat ditimbulkan sejak hari ke-7 hingga hari ke-9 dan kelainankelainan rangka, saluran kemih, dan jantung serta pembuluh-pembuluh darah
lainnya dapat ditimbulkan sejak hari ke-9 hingga hari ke-11 dan kelainan-kelainan
rangka sejak hari ke-11 hingga hari ke-14.
Hal yang sama tampaknya berlaku juga bagi virus rubella pada mudigah manusia
tergantung pada hari perkembangannya virus akan menyerang salah satu alat
setelah alat lainnya masing-masing pada tingkat pekanya sendiri.
Selama masa perkembangan ketiga atau masa janin yang ditandai oleh
pertumbuhan-pertumbuhan alat-alat tubuh, kepekaan terhadap zat teratogenik
menurun dengan cepat. Akan tetapi, sejumlah kecil alat-alat seperti otak kecil, kulit
otak besar, dan sebahagian susunan kemih dan kelamin masih terus mengalami
differensiasi.
Oleh karena itu sebahagian dari susunan-susunan tersebut, tetap peka terhadap
pengaruh faktor-faktor teratogenik hingga tingkat akhir kehamilan. Memang jika
tikus diberi berbagai zat kimia selama tingkat kehamilan lanjut, kulit otak besar
sangat dipengaruhi.
Mungkin juga faktor-faktor lingkungan dapat merusak otak manusia yang sedang
berkembang pada pertengahan kedua kehamilan dan bahkan setelah anak lahir dan
menyebabkan keterbelakangan jiwa serta cacat-cacat otak lainnya.
Pengaruh faktor teratogenik tergantung pada genotip
Malformasi adalah kelainan yang terjadi selama pembentukan struktur yaitu pada saat
organogenesis. Cacat-cacat ini bisa menyebabkan hilangnya sama sekali atau sebagian dari sebuah struktur
atau perubahan-perubahan konfigurasi normal. Kejadian ini disebabkan oleh faktor genetik dan/atau
lingkungan yang bekerja sendiri-sendiri atau bekerja sama.
2. Distrupsi
Distrupsi adalah perubahan morfologi yang terjadi setelah pembentukan struktur organ.
Disebabkan oleh proses pembentukan pembuluh darah yang menyebabkan atresia usus, cacat-cacat yang
ditimbulkan oleh pita amnion.
3. Deformasi
Deformasi adalah kelainan bentuk yang disebabkan oleh gaya-gaya mekanik yang mencetak
sebagian mudigah dalam jangka waktu yang lama. Deformasi sering mengenai sistem kerangka otot dan
biasanya bisa pulih setelah lahir.
4. Sindrom
Sindrom adalah sekelompok cacat yang terjadi secara bersamaan, mempunyai etiologi yang spesifik dan
sama. Misalnya : heart defects (cacat jantung), anomali genital dan telinga, retarded growth
(keterlambatan pertumbuhan, atresia choanal (atresia coona), anomali, vertebrat, anus, cardiac
trakeoesofagus, renal, limb dan coloboma.
Kejadian Baby Monster yang telah dilakukan penelitian oleh Goldstein dan Murphy terhadap 106 wanita
hamil yang sedang menjalani pengobatan radiasi, dari bayi yang dilahirkan 38 mengalami cacat, 16 tidak
cacat, sisanya idiot dengan kepala kecil-kecil. Penyebab terjadinya baby monster adalah :
1.
Pembuahan sperma dan ovum yang abnormal
2.
Kegagalan perjalanan sel telur dari ovarium ke rahim
3.
Kegagalan fungsi hormon, terutama hormon yang mempengaruhi korpus luteum.
4.
Kelainan bentuk fisik dari kandungan, seperti kesalahan posisi, perubahan bentuk
akibat kandungan.
5.
Infeksi kandungan
6.
Infeksi pada janin
7.
Toksisitas
8.
Defisiensi zat gizi
9.
Kelainan genetik
10. Kelainan non genetik
Hasil penelitian oleh Gregg (1941), bahwa ibu yang hamil pada tri mester pertama menderita rubella
maka bayi yang dilahirkan akan menyebabkan kelainan pada mata (congenital catarac), otak yang kecil
(micropthalmus) bisu tuli (deaf mutism); kelainan jantung (cardiac defect), kepala kecil (micro cephaly) dan
kelainan gigi (dental defect).
Faktor-faktor yang menentukan kemampuan suatu agen untuk menimbulkan cacat lahir telah
diketahui dengan pasti melalui penelitian dan pengamatan laboratorium yang disimpulkan dalam prinsipprinsip teratologi.
Prinsip-prinsip teratologi menurut Wilson (1959), adalah ;
1.
Kerentanan terhadap teratogenesis tergantung pada genotip konseptus dan cara ibu yang penting
dalam hal metabolisme obat, ketahan terhadap infeksi, dan proses-proses biokimiawi serta molekuler lainnya
yang akan mempengaruhi perkembangan konseptus.
2.
Kerentahan terhadap terogen berbeda-beda menurut stadium perkembangan saat paparan, masa yang
paling sensitif untuk timbulkan cacat lahir adalah masa embriogenesis. Meskipun kebanyakan kelainan/cacat
terjadi selama masa embriogenesis, cacat bisa juga terjadi sebelum atau sesudah masa ini, sehingga tidak
ada satu masa yang benar-benar aman.
3.
Manifestasi perkembangan abnormal tergantung pada dosis dan lamanya paparan terhadap suatu
teratogen.
4.
Teratogen bekerja dengan cara (mekanisme) yang spesifik pada sel-sel atau jaringan-jaringan yang
sedang berkembang untuk memulai proses embriogenesis yang abnormal.
5.
Manifestasi perkembangan abnormal adalah kematian, malformasi, keterlambatan pertumbuhan dan
gangguan fungsi.
Secara experimental dapat di buat cacat / defect dengan mempergunakan salah satu teratogen
(penyebab teratogenesis) dan mengontrol faktor yang lainnya. Teratogen bekerja lewat proses :
1.
Mengubah kecepatan proliferasi sel.
2.
Menghalangi sintesa enzim.
3.
Mengubah permukaan sel sehingga terjadi agregasi secara tidak teratur.
4.
Mengubah matrix yang mengganggu perpindahan sel-sel
5.
Merusak organizer atau daya kompetisi yang berespon
Mekanisme Kerja Teratogen
Kerentanan terhadap teratogen berbeda-beda menurut stadium perkembangan saat paparan. Masa yang
paling sensitif untuk menimbulkan cacat lahir pada manusia adalah masa kehamilan minggu ketiga hingga
kedelapan. Masing-masing sistem organ mempunyai satu atau beberapa stadium kerentanan. Manifestasi
perkembangan abnormal tergantung pada dosis dan lamanya paparan terhadap suatu teratogen. Teratogen
bekerja dengan cara spesifik pada sel-sel dan jaringan ringan yang sedang berkembang untuk memulai
patogenesis yang abnormal. Manifestasi perkembangan abnormal adalah kematian, malformasi,
keterlambatan perkembangan, dan gangguan fungsi (Anonimus, 2003 11).
Aksi suatu zat yang berakibat pada kecacatan selama kebuntingan berhubungan erat dengan
perkembangan fetus. Perkembangan fetus dibagi menjadi blastogenesis, organogenesis, histogenesis dan
pematangan fungsional ( Rang et al., 1999). Pada fase blastogenesis merupakan proses utama dalam
pembelahan sel sehingga zat teratogen dapat mengakibatkan kematian embrio dengan menghambat proses
pembelahan sel. Pada organogenesis, terjadi proses pembentukan organ sehingga zat teratogen akan
menyebabkan malformasi organ, jenis malformasi tergantung dari jenis teratogen. Histogenesis dan
pematangan fungsional tergantung pada suplai nutrisi dan diatur berbagai sistem hormon (Kalant and
Roschlau, 1989).
Banyak zat-zat kimia terbukti bersifat teratogen pada hewan coba tetapi tidak pada manusia yang mungkin
disebabkan manusia kurang rentan dan tingkat pajanan yang tinggi pada manusia. Efek teratogenik suatu
zat kimia dapat muncul berupa tingkat kebuntingan yang rendah, jumlah anak per induk yang berkurang dan
ketahanan hidup janin yang rendah (Frank, 1995). Perkembangan tidak normal dapat disebabkan oleh faktor
genetik seperti mutasi dan aberasi serta faktor lingkungan baik yang berasal dari obat, radiasi, infeksi,
defisiensi dan emosi. Banyak zat kimia mempengaruhi replikasi dan transkripsi asam nukleat atau translasi
RNA. Teratogen tertentu dapat mempengaruhi pasokan energi yang digunakan untuk metabolisme dengan
cara langsung mengurangi persediaan substrat dan analog seperti glukosa, asam amino dan vitamin.
Kondisi hipoksia juga bersifat teratogen dengan mengurangi oksigen dalam proses metabolisme yang
membutuhkan oksigen yang dapat mengakibatkan ketidakseimbangan osmolaritas. Ketidakseimbangan ini
meyebabkan odema yang pada gilirannya dapat menyebabkan kelainan bentuk dan iskemia jaringan (Yatim,
1982; Poernomo, 1999).
Kelainan teratogenik yang timbul ditentukan oleh tempat kerja (site of action) dan tahap kerja (stage of
action) dari perkembangan organ yang dipengaruhi. Terdapat empat tingkatan aksi zat teratogen yaitu aksi
primer yang terjadi pada kompartemen intraseluler (intracellular compartement) pada rangkaian interaksi
antara inti dan sitoplasma pada produksi metabolit yang khas dari sel tersebut. Kedua, aksi primer terjadi
karena kelainan dalam struktur dan fungsi dari permukaan sel (cell surface). Ketiga, terjadi karena
ketidaknormalan pada matriks ekstraseluler (celluler matrix). Keempat, pada lingkungan janin (fetus
environment) ketidaknormalan pada tingkat organisme atau dalam hubungan feto-maternal.
Tahap kerja (Stage of Action) pada perkembangan organ tubuh, tahap ini merupakan tahap perkembangan
organ selama embriogenesis berupa rangkaian tingkat yang berbeda-beda yang dikontrol dengan tepat.
Pada tahap ini akan terbentuk susunan jaringan yang teratur dengan bentuk dan ukuran yang spesifik serta
stadium pertumbuhan ini sangat peka terhadap faktor genetik maupun faktor lingkungan. Perubahan pada
tiap tahap pertumbuhan mempunyai kepekaan terhadap teratogen yang berbeda. Perkembangan suatu
organ meliputi kejadian-kejadian yang dapat dibedakan menjadi : determinasi, proliferasi, organisasi seluler,
migrasi dan kematian morfologik sel (Yatim, 1982).
Faktor-faktor teratogen, Sampai saat ini faktor yang menyebabkan teratogenik adalah :
A. Faktor Genetik
Banyak cacat kongenital terutama pada manusia yang di turunkan, dan beberapa diantaranya jelas
mengikuti pola Hukum Mendel. Pada banyak kasus, kelainan dapat langsung disebabkan oleh perubahan
pada satu buah gen saja. Karena itu dinamakan mutasi gen tunggal yang dimaksud mutasi yaitu perubahan
pada susunan mukletida gen.
Beberapa kelainan yan disebabkan oleh faktor genetik yaitu :
1. Mutasi
Mutasi menimbulkan alel cacat yang mungkin dominan atau resefif. Pada manusia jenis cacat yang
disebabkan oleh mutasi gen tunggal diperkirakan mendekati 8% dari seluruh malformasi.
Gen-gen membentuk pasangan-pasangan disebut alel, ada alel cacat yang diturunkan bersama-sama
dengan karakter jenis kelamin contohnya cacat karena mutasi adalah polydactily, syndactily, hemophylia,
musculor dystrophy, albino
2. Aberasi
Aberasi adalah kelainan kromosom bisa merupakan kelainan jumlah atau kelainan susunan. Aberasi
merupakan penyebab penting malformasi kongenital dan abortus spontan. Diperkirakan bahwa 50 % dari
semua konsepsi berakhir dengan abortus spontan dan bahwa 50 % dari abortus ini mempunyai kelainan
kromosom berat. Jadi kira-kira 25% dari semua konsepsi mengalami kelainan/cacat kromosom utama.
Contoh catat karena sindromo, seperti Sindroma Down, Sindroma Turner, Sindroma Klinefelter, Triploidi,
Trisomi.
B. Faktor Lingkungan
Banyak faktor dapat berkaitan dengan deferensiasi dan pertumbuhan mudigah akan tetapi, hasilnya tidak
harus berupa suatu kelainan nyata. Pada beberapa contoh bahan-bahan teratogenik sedemikian toksis
sampai dapat mengenai sistem organ mudigah yang sangat penting, sehingga mengakibatkan kematian
pada kasus lain pengaruh lingkungan dapat sedemikian ringannya sehingga mudigah dapat bertahan hidup,
tetapi beberapa sistem organnya terganggu. Hal ini dapat mengakibatkan hambatan pertumbuhan atau
gangguan fungsi baik sebagian ataupun total.
Hingga awal 1940-an diduga bahwa cacat kongenital terutama disebabkan oleh faktor genetik. Setelah
Gregg menemukan penyakit campak Jermantersebut yang menyerang seorang ibu selama awal kehamilan
menyebabkan kelainan pada mudigah, tiba-tiba menjadi jelas bahwa kelainan kongenital juga dapat
disebabkan oleh faktor lingkungan. Pengamatan oleh Lenz yang mengaitkan cacat pada tungkai dengan obat
sedative, thalidomide pada turun 1961, memperjelas bahwa obat-batan dapat melintasi plasenta dan
menimbulkan cacat lahir. Sejak saat itu banyak bahan-bahn diketahui sebagai terotogen.
Tragedi Minamata Disease di Jepang (1972), disebabkan konsentrasi pencemaran senyawa merkuri di daerah
Teluk Minamata sehingga terjadi akumulasi pada ikan dan binatang laut lainnya, kemudian melalui rantai
makanan senyawa merkuri ini akan sampai dalam tubuh manusia, akhirnya mengakibatnya keracunan
(Clarke, 75)
Beberapa kelainan yang disebabkan oleh faktor lingkungan yaitu :
A. Agen-Agen Infektif
1. Rubella (Campak Jerman)
Gregg adalah orang Jerman pertama yang menduga bahwa campak Jerman yang menyerang wanita
hamil pada awal kehamilan dapat menimbulkan kelainan-kelainan kongenital. Dapat di pastikan virus rubella
mengakibatkan malformasi pada mata (katarak dan microflalmia), telinga bagian dalam (tuli kongenital
karena kerusakan alat konti), jangkung (duktus arteriosus persisten) cacat otak, keterbelakangan mental,
keterlambatan pertumbuhan pada rahim, kerusakan miokardium dan cacat-cacat vascular. Jenis cacat
ditentukan oleh tingkat perkembangan mudigah pada saat terjadinya infeksi.
2. Sitomegalovirus
Menyebabkan malformasi dan infeksi janin kronis yang berlangsung sampai lahir dengan gejala utama
infeksi virus ini adalah mikrocephalus, perkapuran otak, kebutaan karioretinitis dan hepatosplenomegali.
3. Virus Herpes Simpleks
Infeksi ini ditularkan pada saat kelahiran, dengan gejala utama microsefali, microftalmus, displasia retina,
hepatomegali, splenomegali dan keterbelakangan jiwa. Ciri-ciri penyakit virus ini adalh reaksi-reaksi
keradangan.
4. Varisela (Cacar Air)
Kira-kira ada 20% kesempatan kelainan korgenital yang terjadi kalau ibu-ibu terinfeksi varisela pada
trimester pertama kehamilan dengan gejala ; hipoplasia tungkai, keterbelakangan jiwa dan atrofi otot.
5. Toxoplasmosis
Infeksi parasit protozoa toxoplasma gondii pada ibu yang didapatkan pada daging yang kurang matang.
Binatang pemeliharaan (kucing) dan tanah yang tercemar oleh tinja, telah terbukti menimbulkan cacat
kongenital, dengan gejala adalah hidrosefalus, keterbelakangan jiwa, khorioretinitis, mikroftalmos dan cacat
mata lainnya. Penyakit ini biasanya tidak dikenali pada wanita-wanita hamil.
6. Virus Herpes Simpleks
Infeksi ini ditularkan pada saat kelahiran, dengan gejala utama adalah microcephali, microfthalmus,
displasia retina, hepatomegali, splenomegali dan keterbelakangan jiwa.
7. Varicela (cacar air)
Kelainan kongenital yang terjadi kalau induk terinfeksi varicela adalah 20% pada kebuntingan awal,
dengan gejala: hipoplasia tungkai, keterbelakangan jiwa, atrofi otot.
8. Infeksi Virus Lainnya dan Hipertermia
Malformasi yang terjadi setelah ibu mengalami infeksi campak, hepatistis, parotitis, poliomielitis dan virus
echo. Sebuah cacat yang disebabkan oleh agen-agen infektif adalah pirogenik dan hypertermia (peninggian
temperatur tubuh). Penderita hipertermia yang sedang hamil pada saat lipatan-lipatan saraf sedang
menutup dan selama masa embriogenesis maka akan lahir anak anensefali.
9. HIV
Adanya sistem kekebalan yang berkeruang atau bahkan tidak ada akibat dari Virus ini adalah
mikrocephali, keterbelakangan pertumbuhan.
10. Sifilis
Merupakan penyakit kelamin yang harus diwaspadai dan pada janin menyebabakan kelaian jiwa
serta tuli.
B. Agen-agen fisik
Efek teratogen dari pengaruh radiasi yang berasal sinar X adalah mikrocephali spina bifida, cacat
ekstremitas, palatoskisis (cacat celah palatum) dan kebutaan. Pada janin manusia belum diketahui dosis
aman maksimum, namun pada embrio mencit dapat terjadi kerusakan dengan dosis 5 rad.
Pengaruh radiasi dengan dosis kecil pada mencit terbukti menyebabkan mutasi dan lebih lanjut
terjadi kelainan kongenital pada generasi berikutnya. Wanita Jepang yang hamil pada saat bom atom
Hirosima dan Nagasaki, terbukti 28% mengalami keguguran, 25% melahirkan anak yang mati, 25%
mengalami kelainan susunan saraf pusat.
C. Agen-agen kimiawi
1. Merkuri organik dan timah hitam
Pengaruh bahan kimia yang secara tidak langsung dihirup melaui pernafasan tanpa disadari akan
memicu timbulnya teratogenik. Mercury (Methylmercury), racunnya secara akut dapat menyebabkan
pharyngitis, gastroentritis, vomiting, nephritis, hepatitus dan kolaps, sedangkan secara kronis dapat
menyebabkan kerusakan hepar, neural dan teratogenesis. Lead, karena ukuran dan serbuannya yang secara
bersamaan, lead dapat menggantikan calsium masuk dalam tulang. Sehingga keracunan Lead dapat
menyebabkan nephrotoxicity, neurotoxicity dan hypertensi. Arsenic, jika terhisap perinhalasi dari makanan
dan minuman yang tercemar dapat menyebabkan vomiting, diarrhea dan kelainan jantung. Cadmium,
cadmium yang tercampur metallothionein jika terikat zinc dan copper dalam tubuh dapat menggaggu level
homeostasis.
2. Bahan makanan dan minuman
Mengkonsumsi minuman yang berakohol pun dengan kadar tinggi akan berpengaruh pada janin yang
dikandungnya. Alkohol akan menyebabkan sindrom alkohol janin, fisura palpebrae pendek, hiploplasia
rahang atas, cacat jantung, keterbelakangan jiwa. Pada perokok berat bagi wanita hamil, nikotin yang
terkandung dalam rokok menyebabkan kelainan berupa keterlambatan pertumbuhan, mikrocephali, kelainan
perilaku dan gastroskisis.
D. Hormon
1. Agen-agen androgenik
Progestin sintetik sering digunakan selama proses kehamilan untuk mencegah abortus. Progestin etisteron
dan non etisteron mempunyai kegiatan androgenik yang besar dan banyak menyebabkan kasus
maskulinisasi alat kelamin pada mudigah wanita. Kelainan yang ditimbulkan yaitu pembesaran klitoris ada
hubungan dengan dengan penyatuan lipatan labioskrotal.
2. Dietilstilbestrol
Estrogen sintetik yang sering digunakan untuk mencegah abortus ini sudah digunakan sejak tahun
1940-an. Pada tahun 1971 obat ini digunakan untuk kontraindikasi, ketika dipastikan banyak wanita muda
yang terkena karsinoma vagina dan serviks akibat adanya obat ini dalam uterusnya,Kelainan kongenital
yang timbul pada embrio wanita yaitu pada tuba uteri, uterus dan vagina bagian atas. Pada mudigah pria
dari induk yang terpapar obat ini adalah kelainan pada testis dan analisis sperma abnormal. Pada manusia
akibat yang terjadi tidak sama antara wanita dan pria, pada pria tidak menunjukkan peningkatan resiko
perkembangan karsinoma sistem kelamin.
3.Kortison
Percoban telah berulang kali dilakukan pada keliinci dan mencit pada tingkat kehamilan tertentu dapat
menyebabkan palatoskisis pada keturunannya, akan tetapi jumlah pada manusia masih belum dapat
dipastikan.
E. Defisiensi Nutrisi
Terutama akibat kekurangan vitamin A (isotretionin) dapat menyebabakan hiplopasia mandibula,
celah langit-langit, cacat jantung. Defisiensi asam valproat akan menyebabkan kelainan jantung dan cacat
tubaneuralis.
Dosis sekurang-kurangnya diberikan tiga tingkat dosis. Dosis tertinggi harus menyebabkan gejala
keracunan pada beberapa induk (dan atau janin), seperti berkurangnya berat badan. Dosis terendah harus
tidak menampakkan efek buruk. Satu atau lebih dosis harus berada di antara kedua ekstrim itu.
Selain itu, dibuat dua kelompok pembanding. Salah satu diberi pelarut atau larutan garam fisiologis,
sedangkan yang lain diberi zat yang diketahui bersifat teratogen aktif. Kelompok ini akan memberikan
informasi tentang insidens cacat spontan dan kepekaan hewan dalam kondisi percobaan. Selain pembanding
ini, data dari studi yang lalu (historical control) juga berguna.
Mencit
Hamster
Kelinci
100-120 hari
60-90 hari
60-90 hari
Seksio Caesaria*
hari ke 6-15
hari ke 6-15
hari ke 5-10
hari ke 6-18
Pembanding positif
hari ke 20
hari ke 17
hari ke 14
hari ke 29
ASA, 250 mg/kg ASA, 150 mg/kg ASA, 250 mg/kg 6-aminonikotinamid 2,5 mg/kg
* Hari 0 adalah ketika sperma ditemukan dalam vagina atau, pada kelinci, hari terjadinya kopulasi atau
inseminasi buatan.
ASA, asam asetilsalisilat, teratogen potensial pada hewan coba tertentu meskipun hanya mampu
menyebabkan perdarahan pada janin manusia dan hanya dalam dosis besar.
Pengamatan
Hewan Bunting. Hewan harus diperiksa setiap hari untuk melihat tanda-tanda nyata keracunan.
Betina yang menunjukan tanda-tanda akan keguguran atau melahirkan prematur (seperti perdarahan
vagina) harus dibunuh dan diperiksa.
J a n i n. Janin biasanya diambil melalui pembedahan kira-kira sehari sebelum perkiraan hari
kelahiran. Prosedur ini dimaksudkan untuk menghindari kanibalisme dan memungkinkan penghitungan
tempat yang diresorpsi dan kematian janin. Kemudian dilakukan pengamatan berikutnya dan hasilnya
dicatat, seperi:
Jumlah implantasi
Jumlah resorpsi
oleh ibu biologiknya, sehingga memungkinkannya terpajan toksikan melalui air susu, atau oleh induk
angkatnya. Pada kasus terakhir ini efek potensial pajanan pasca pascalahir dihilangkan.
Uji neuromotor dan perilaku dapat digunakan untuk mendeteksi efek SSP. Hal ini mencakup sikap
tubuh, kegiatan motorik, koordinasi, ketahanan, penglihatan, pendengaran, kemampuan belajar, respons
terhadap lingkungan asing, perilaku kawin, dan tingkah laku maternal.
Sumber Kesalahan
1.
Hewan yang digunakan mungkin memperlihatkan banyak cacat spontan atau resisten terhadap
pengaruh teratogen. Kesalahan ini biasanya dapat dinilai dari respon hewan dalam kelompok
pembanding negatif dan positif.
2.
Cara penanganan hewan yang buruk juga dapat mengakibatkan meningkatnya insidens cacat.
3.
Konsumsi makanan induk dapat dipengaruhi oleh toksikan. Hal ini dapat mempengaruhi berat badan
induk dan secara tak langsung mempengaruhi janin.
4.
Dosis yang berlebihan dapat mengakibatkan banyak resorpsi, tetapi dengan sedikit atau tanpa
cacat. Sebaliknya, jika dosisnya terlalu kecil, mungkin tidak ada bukti teratogenisitas sama sekali.
5.
Beberapa efek teratogen mungkin terabaikan bila pemeriksaan dilakukan secara sambil lalu.
Analisis Hasil
Dalam membandingkan kelompok coba dan kelompok pembanding, satuan yang tepat adalah jumlah
anak yang lahir (litter) dan bukan janin individual, karena setiap induk merupakan satu satuan percobaan.
Dengan kata lain, jumlah litter yang mengandung janin cacat, resorpsi atau janin yang mati adalah
parameter yang digunakan dalam analisis statistik. Namun meningkatnya jumlah rata-rata janin yang cacat
per litter merupakan bukti nyata adanya terotogenisitas.
Jika hasil uji memperlihatkan hubungan antara dosis dan respons (insidens cacat), biasanya dapat
disimpulkan bahwa zat tersebut bersifat teratogenik dalam kondisi percobaan tersebut.
Bila insidens cacat tidak memberikan kesimpulan pasti, analisis data dari pembanding historis dapat amat
berharga. Selain itu, analisis cermat terhadap data parameter lain pada janin dan induk kadang-kadang
berguna.
UJI IN VITRO
Meskipun belum rutin dilakukan, uji in vitro memberikan harapan sebagai prosedur penyaring dalam
menentukan organ sasaran, atau dalam mempelajari cara kerja teratogen. Di bawah ini secara ringkas
diterangkan beberapa uji in vitro. Beberapa rincian dan acuan diberikan oleh Saxen (1991).
Biakan Sel
Biakan sel dapat ditanam pada suspensi sebagai suatu lapisan tunggal, atau pada berbagai bahan
penyangga. Efek teratogenik dapat dinilai dari berbagai parameter. Karena mudahnya, prosedur ini dapat
digunakan sebagai uji prapenyaringan.
Salah satu pengujian akhir adalah analisis protein yang disintesis oleh biakan sel, misalnya biakan sel
embrio ayam. Untuk memastikan bahwa pengaruh bioaktivasi dan sawar plasenta telah dipertimbangkan,
biakan sel dipajankan pada zat yang diuji dan metabolitnya diekstraksi dari cairan amnion mencit bunting
yang telah diberi zat itu.
Sel tumor tertentu pada biakan segera menempel pada lapisan permukaan khusus. Telah diketahui
bahwa zat kimia yang bersifat teratogenik pada hewan biasanya menghambat lekatnya sel ini. Efek end
point lainnya adalah berubahnya diferensiasi sel oleh teratogen. Perubahan ini dapat ditentukan secara
biokimiawi dan morfologik.
Biakan Organ
Ginjal metanefron, gigi yang sedang berkembang, dan beberapa organ lainnya dapat digunakan
dalam biakan organ. Metanefron didapat dari mesenkim metanefron embrio tikus hari ke-11 dan
ditumbuhkan pada suatu penyaring berpori. Sebagai induktor, sumsum tulang embrionik direkatkan pada sisi
sebaliknya penyaring. Indikator ini diambil kembali setelah 24 jam, saat telah terjadi induksi. Jaringan
kemudian berdiferensiasi menjadi glomerulus, tubulus proksimal, dan tubulus distal. Beberapa zat kimia
terbukti dapat mengurangi jumlah tubulus yang terbentuk.
Biakan organ terlalu rumit untuk digunakan sebagai uji prapenyaringan. Namun, tampaknya berguna
untuk mempelajari cara kerja dan tempat sasaran zat kimia yang dicurigai.
Biakan Hidra
Johnson dan Gebel (1992) menjelaskan prosedur yang menggunakan biakan Hidra attenuata dalam
kondisi laboratorium. Pajanan zat kimia pada Hidra dewasa dan embrio buatan (terdiri atas sel yang
diregresikan secara acak dari hidra yang dihancurkan) menyebabkan berbagai perubahan morfologik,
bahkan menyebabkan kematian. Perbandingan kadar lethal pada embrio terhadap kadar letal pada yang
dewasa telah ditentukan untuk beberapa zat kimia. Rasio ini menunjukkan korelasi yang baik dengan
perbandingan dosis teratologik dan dosis toksik pada hewan pengerat dewasa. Prosedur ini tampaknya juga
memberikan harapan sebagai uji prapenyaringan.
b. Dilesi
Apabila suatu kromosom patah, bagian yang patah ini bisa hilang, hal ini disebut dilesi. Dilesi pada
lengan pendek kromosom 5 (grup B) menimbulkan sindroma cri du chat Kelainan yang diperlihatkan
bila menangis suaranya lemah seperti suara kucing menangis, mikrosefali, retardasi mental berat
dan kelainan jantung kongenital.
c. Kromosom cincin
Adalah tipe lain dari dilesi, yaitu kedua ujung kromosom yang berlawanan patah dan ujung-ujung
yang tersisa bersatu dan membentuk cincin. Kelainan demikian pernah ditemukan pada sindroma
turner (kromosom X) dan pada trisomi 18.
d. Duplikasi
Akibat ada bagian kromosom yang patah dan bagian yang patah ini menempel pada bagian lain dari
kromosom, sehingga bagian kromosom yang ditempeli ini mempunyai susunan kromosom sama
yang ganda. Penderita tidak memperlihatkan kelainan yang nyata karena tidak ada materi genetik
yang hilang.
e. Isokromosom
Apabila pembelahan sentromer terjadi secara transversal (biasanya secara longitudinal),
menghasilkan kromosom yang disebut isokromosom, kelainan banyak terjadi pada kromosom X.