Anda di halaman 1dari 20

Proses pembentukan janin atau bayi pada manusia diawali dengan proses senggama (koitus) antara pria dan

wanita.
Menurut Wikipedia, pada waktu berhubungan seksual seorang pria dapat mengeluarkan 300-400 juta sel sperma.
Namun dari sekian banyak sel sperma, hanya satu sel sperma yang dapat membuahi sel telur. Sel telur yang telah
dibuahi akan menjadi zigot dan menempel pada dinding rahim. Setelah beberapa jam, zigot akan mengalami
beberapa fase berikut ini.
Fase morulla. Dalam fase ini zigot membelah secara mitosis berturut-turut sehingga menjadi 2-4-8-16 dan akhirnya
32

buah

sel.

Fase blastulla. Pada fase blastulla ditandainya dengan terjadinya pembentukan rongga tubuh dan jaringannya.
Fase gastrulla. Pada fase ini terjadi pembentukan 3 lapisan pada dinding rahim, yaitu ektoderm, mesoderm, dan
endoderm.

Selanjutnya, zigot membentuk embrio yang diselubungi oleh kantung kuning telur (bagian ini tidak berkembang pada
janin manusia), amnion, alantonis, dan korion. Setelah semua membran dan plasenta terbentuk, maka embrio bisa
disebut sebagai janin atau fetus. Janin memperoleh makanan dan oksigen dari darah induk (ibunya) dan
memberikan zat-zat sisa metabolisme ke dalam darah ibu untuk dibuang.

Pada bulan pertama perkembangan embrio manusia ditandai dengan alat-alat tubuh yang cukup penting telah mulai
terbentuk dan sudah mulai berfungsi walaupun belum sempurna. Kaki dan tangan belum terbentuk pada bulan
pertama usia kehamilan. Demikian pula otak janin masih berupa gumpalan darah. Panjang embrio pada usia
kandungan satu bulan sekitar 2.5 sampai 6 mm.
Berikutnya, pada bulan kedua usia kehamilan embrio telah terbentuk kaki dan tangan, alat-alat kelamin bagian
dalam, rangka yang masih berupa tulang rawan, alat-alat bagian muka dan beberapa alat penting yang lain. Panjang
embrio pada usia kandungan dua bulan adalah antara 25 sampai 40 mm.
Pada bulan ketiga usia kehamilanan, hampir seluruh alat tubuh secara lengkap telah terbentuk, termasuk alat
kelamin luar. Panjang janin pada fase ini sekitar 70 sampai 100 mm dan dapat dibedakan antara janin laki-laki atau
perempuan. Lalu pada bulan keempat kehamilan seorang wanita, kondisi janin mulai terbentuk kulit, rambut, kelenjar
keringat dan kelopak mata. Gerakan janin sudah terasa oleh ibunya. Panjang janin saat itu sekitar 145 mm.
Sejak minggu ke-12 usia kehamilan seorang wanita, janin hanya mengalami pertumbuhan ke arah membesar dan
memanjang hingga menjelang kelahirannya. Secara normal, lama masa kandungan manusia adalah 9 bulan lebih 10
hari. Pada waktu bayi lahir, ia segera bernafas dengan paru-paru sehingga aliran darah dari plasenta terhenti.
Pernafasan tersebut biasanya diawali dengan tangisan.
Mudah-mudahan informasi kesehatan ini bisa berguna untuk Anda.

Kelainan Embrio

Posted on January 1, 2009. Filed under: Health and Medicine |

PENGERTIAN TERATOLOGY
Teratology merupakan cabang Embryology yang khusus membahas mengenai
pertumbuhan struktural janin yang abnormal. Akibat pertumbuhan abnormal itu
janin dapat gugur atau lahir bayi yang mengalami cacat. Bayi yang lahir cacat
hebat biasa disebut monster. Sedangkan bila bayi tersebut kembar atau kembar
siam/dempet yang pertautannya parah sekali disebut monster duplex.
PERKEMBANGAN YANG ABNORMAL (MALFORMATION)
Individu dari species menunjukkan banyak variasi yang didapat dari Genetic
Inequality, Perubahan Environment selama perkembangan atau oleh keduanya.
Dengan mengambil rata-rata dari variasi intra specific memungkinkan untuk
mendefinisikan 1 abstrak normal untuk kebanyakan individu dari species yang
berdekatan.
Individu-individu di luar ini yang mempunyai range yang tak sesuai baik banyak
atau sedikit dipertimbangkan mempunyai jalan perkembangan yang abnormal
(TERATOGENESIS) dan bila keadaan akhir menunjukkan suatu bentuk yang

abnormal mereka disebut dengan istilah MALFORMATION. Individu-individu dalam


range yang serupa dianggap mempunyai perkembangan yang normal atau
NORMOGENESIS.
Abnormal dari fungsi dapat juga dihasilkan dari Factor Genetik misalnya Hemophilia
dan kelainan metabolisme yang dibawa dari lahir. Kelainan-kelainan seperti ini
dihimpunkan juga pada Malformation dan sering menyebabkan perubahan bentuk.
Faktor Environment tidaklah begitu potent dalam menghasilkan kelainan pada
embryo mamalia.
Murphy (1940) membuat suatu kesimpulan bahwa Cross Human Congenital
Malformation timbul hanya dari pengaruh-pengaruh yang mengenai germ cell yang
mendahului fertilisasi. Walaupun demikian pada beberapa keadaan misalnya pada
Polydactily dari Guinea pig serta ada Mongolian Idiocy pada manusia dilihat umur
dari si ibu (maternal) merupakan satu faktor dalam menghasilkan perkembangan
abnormal.
Penyakit maternal atau alcoholism bukanlah sebagai konklusi yang menunjukkan
penyebab sebenarnya dari perkembangan abnormal walau tentu saja mereka
berhubungan dengan Feotal Nutriton dan perkembangan umum.
Banyak kelainan-kelainan perkembangan disebabkan penyakit genetis, ini dapat
kita lihat umpamanya pada mutasi. Penyebab genetis sering dihasilkan oleh kerja
dari GENES baik dominan atau homozygos resesif yang kerjanya banyak merugikan
pada beberapa proses perkembangan.
Dihasilkan abnormality disebabkan sebahagian oleh gangguan proses-proses
tertentu dan sebahagian lain pada percobaan-percobaan oleh proses embryonic
yang lain untuk menkompensasi kekurangan-kekurangan. Gen pada perkembangan
baik la normal atau abnormal mereka bekerja atau berperan dengan chemicai
subtance secara cermat dan ini berkenaan dengan DIFFERENSIASI dan khususnya
PERUBAHAN PERKEMBANGAN.
Pada perkembangan yang normal Proses Differensiasi bekerja dengan satu
kecepatan tertentu dimana proses yang berbeda bisa bersamaan waktunya. Bahan
genetis mengontrol kecepatan produksi dan waktu kerja dari zat-zat tertentu yang
mengkoordinir differensiasi.
Waktu yang sebenarnya dari proses menentukan gambaran general control dari
perkembangan. Bila waktu ini tidak synchronized maka akan dihasilkan
perkembangan abnormal.
Beberapa gen yang autonom melakukan pengaruh langsung pada jaringan yang
berkembang di mana ia berada, sedang yang lain (Heteronomous) berhubungan
dengan perkembangan dari jaringan yang berjauhan dari Zona aktivitynya dengan
mengadakan perubahan padanya. Contohnya fungsi dari kelenjer endokrin yang
diproduksinya mempunyai pengaruh pada jaringan yang berkembang. Pada
vertebrata yang rendah, kelainan genetik dapat dibuat dengan mengadakan
perubahan environment (misalnya chemical dan physical agent). Perubahan
Environment bekerja sebagai TERRATOGENIC AGENT pada abnormal berkenaan
dengan satu proses atau proses-proses dari perkembangan.

Pada orang setiap 50 kelahiran hidup rata-rata 1 yang cacat. Sedangkan dari yang
digugurkan perbandingan itu jauh lebih tinggi.Perbandingan bervariasi sesuai
dengan jenis cacat. Contoh daftar berikut :
Lobang antara atrium 1 : 5
Cryptorchidisme 1 : 300
Sumbing dan langit-langit celah 1 : 1.000
Albino 1 : 20.000
Hemophilia 1 : 50.000
Tak ada anggota 1 : 500.000
Melihat kepada bagian tubuh yang kena, persentage keseringan cacat ialah :
SSP (susunan pusat) 60%
Saluran pencernaan 15%
Kardiovaskuler 10%
Otot dan kulit 10%
Alat lain 5%
ABNORMALITY DALAM UKURAN
Ukuran (size) dari organisme tergantung pada :
Jumlah permulaan dari protoplasma yang dapat digunakan, dapat ditentukan oleh
gen dari chromosom dari telur yang unfertilized itu sendiri, atau chromosom dari
tubuh ibu umumnya atau oleh keadaan nutrisi si induk. Pada mamalia jumlah
protoplasma yang dikandung ovum yang matang mempunyai sedikit effect pada
ukuran akhir yang dicapai organisme.
Cepat pertumbuhan dari sel-sel embryonic dan ini bergantung dari gen chromosom
dari zygote.
Jumlah makanan yang diterima dan digunakan (faktor environment).
Lamanya pertumbuhan (faktor environment) misalnya pada Post Maturity
menghasilkan ukuran yang lebih besar.
Ukuran akhir dari organ-organ individu bergantung pada faktor :
Masa permulaan dari sel-sel yang dikandung.
Cepatnya pertumbuhan Intrinsic dari sel-sel (kemungkinan faktor genetic)
Terbatasnya ruangan yang digunakan
Pengaruh hormon, baik dari keduanya, Feotus sendiri dan maternal circulation.
Nutrisi
Kemungkinan aktivitas dari fungsi, contohnya Hypertrophy dari islet Tesue dari
Pancreas Feotus dari ibu yang berpenyakit diabetes.
Bila banyak dari faktor-faktor ini bertambah atau berkurang maka proporsi yang
normal dari tubuh akan berubah menjadi pembesaran (Enlargement) atau
pengurangan (Reduksi) dari ukuran organ yang bersangkutan. Walaupun
pengaturan kemudian dapat memperbaiki kembali ketidaknormalan ini ke balance
pertumbuhan normal, tetapi scope dari pengaturan kembali ini mempunyai batasan
dan dibelakang dari Range abnormality maka proses pertumbuhan menjadi lixed
dan ini menyebabkan MALFORMASI YANG PERMANEN.
TYPE ABNORMALITY
Grup dalam anomali-anomali dapat dibagi dalam subdivisi-subdivisi sesuai dengan
cara bagaimana perkembangan yang abnormal itu menyimpang dari normal.

Hal ini berhubungan dengan abnormality dan differensiasi. Bila diferensiasi normal
dari 1 jaringan terjadi berarti sel-sel yang dikandung telah menerima INDUKSI
STIMULUS YANG ADEQUATE.
Sekiranya satu induksi stimulus yang adequate tidak ada atau jaringan substrat
sudah dipengaruhi maka Primordia dari satu organ akan FAJL (cacat)
kemunculannya.
Ditinjau dari abnormality dari differensiasi dapat dibagi :
AGENESIS.
Keadaan ini dihasilkan dari Failure (cacat) dari primordium dimana ia tidak
berkembang sampai suatu tingkat yang matang baik keseluruhan maupun
sebahagian.
Contohnya pada keadaan dimana dijumpai adanya agenesis :
Tidak adanya lensa mata
Absence-nya lengan atau jari
Albinism
Alkaptonurle
Absencenya suatu organ bisa menyebabkan kehilangan dalam perkembangan
berikutnya dari perkembangan foetus yang berhubungan dengan organ tersebut.
Keabnormalan ini bisa disebabkan satu defisiensi genetic yang tidak dapat
dipisahkan dari satu jaringan (Streeter 1933) atau turut campur (Interferency)
pengaruh blood suply pada beberapa kecepatan differensiasi perkembangan.
Misalnya absencenya digiti atau lensa mata pada tikus sebagai hasil kelebihan
produksi Cerebrospinal Fluid yang menyebar secara subcutan dan membentuk
Blebs (gelembung) yang bercampur dengan blood sualy dan hubungan yang normal
dari jaringan embryonic (Bonnerve 1943). Streeter telah menunjukkan kesimpulan
bahwa abnormality seperti absencenya digiti atau sebagian extremitas tidak hanya
oleh keadaan penjepitan-penjepitan.
DEVELOPMENTAL ARREST
Suatu keadaan dimana fase penyempurnaan menuju formal terjadi penghentian
perkembangan yang progresive atau ia menetap pada suatu perkembangan yang
belum sempurna.
Subsidivisi ini dibedakan lagi dalam beberapa type :
HYPOPLASIA
Suatu perkembangan tidak sempurna. Ini bisa berupa :
Hypoplasia lokal pada Hypoplasia dari lengan.
Hypoplasia general Contohnya dwarfism yaitu perkembangan tubuh yang kerdil
biasanya disebabkan kurangnya fungsi Pituitary Gland.
RETENSI DARI PRIMITIVE CONDITION
Kondisi primitif yang dipertahankan meliputi organ-organ :
Viscera
Contohnya :
Duodenal atresia dan duadenal conclusslon.
Double uterus (uterus duplex).
Recto vaginal fistel : pada wanita dijumpai celah antara rectum dan vagina
menyebabkan feces keluar bersama urine.

Infantile uterus : uterus yang belum matang.


Soma
Ini bisa dijumpai sebagai deffect pada bagian mid line dari tubuh ataupun struktur
yang seharusnya bilateral berfusi menjadi tunggal.
Contoh :
Cleft palate (palate schizis) langit terbelah.
Umbilical Herniation (Hernia umbilicalis) : Pusat menonjol
Bifide Sternum : Sternum terbelah
Syndactily : jari-jari yang berdekatan baik tangan atau kecil bersatu.
FAILURE MENUJU ATROPHY YANG NORMAL
Di sini struktur yang seharusnya mengalami obliterasi atau musnah masih tetap
tinggal dan dipertahankan.
Contoh :
Persistence anal membrane
Imperformate hymen hymen yang belum bercelah.
Vaginal process dari peritonium
Double vena cava
Persistence ductus arteriosus.
FAILURE MENUJU CONSOLIDASI
Contoh :
Accessory lobus (lobus tambahan) pada organ-organ spleen, pancreas dan adrenal
gland.
INCOMPLETE MIGRATION
Contoh :
Undescend testicle : testis tak turun secara komplit ke scrotum.
Undescend kidney
Lingual thyroid gland
ABNROMAL MIGRATION DAN MISPLACEMENT
(Perpindahan yang abnormal dan kesalahan tempat).
Bila induksi stimulus timbul pada posisi yang menyimpang atau melakukan
pengaruhnya pada arah yang atypical, maka organ yang dihasilkan akan
mengambil posisi abnormal (ectopic). Posisi yang ectopic dari organ juga dapat
dihasilkan dari ketidakteraturan dalam morphogenetic movement, anomali dan
posisi organ yang berdekatan. Faliture pada differensiasi perkembangan embryonic
atau oleh abnormality hormonal seperti pada penurunan testis.
ABNORMAL FUSION (SPLITING) :
Fusi atau penyatuan dari organ bilateral yang tidak kita jumpai pada keadaan
normal atau terbelahnya organ tertentu.
Contoh :
Horse shoe kidney : ginjal bentuk ladam kuda.
Ureter yang membelah
Twinning atau kembar
ATYPICAL DIFFERENTIATION
Keadaan dimana jalannya perkembangan dan hasil akhirnya tidak seperti foetus
normal.

Kelebihan aktivitas induksi yang bisa dihasilkan organizer itu sendiri atau anomali
dalam respon (Atypical Competence) pada jaringan bereaksi atau kerja dari
organizer yang salah pada perkembangan dapat dihasilkan pada beberapa type dari
differensiasi.
Contoh :
Congenital tumor
Achondroplasia : beberapa jaringan tidak berdifferensiasi dan mengadakan
spesialisasi.
Mongolism : suatu bentuk dan tingkat kecerdasan yang rendah dan gambaran
wajah yang jelek dan bodoh.
ATAVISM
Keadaan dimana salah satu atau seluruh struktur dari species yang lebih rendah
muncul pada foetus.
Contoh :
Azygos lobe pada paru-paru yang biasanya dijumpai pada binatang menyusui dan
berkaki empat (lobus tambahan).
Elevator muscle dari clavicula seperti yang kita jumpai pada jenis kera (Primates)
yang pandai memanjat.
Cervical Ribs : tulang rusuk leher, terdapat pada lembu
Cacat yang terjadi juga ditemukan ialah seperti : sirenomelus (ektremitas seperti
ikan
duyung
;
anggota
belakang
tidak
ada,
anggota
depan
pendek), phocomelia (anggota seperti anjing laut ; tangan dan kaki seperti sirip
untuk mendayung), polydactyly (berjari 6),syndactyly (berjari 4), jari buntung, tak
berjari kaki dan tangan, ada ekor, dwarfisme (kerdil), cretinisme (cebol) dan
gigantisme (raksasa).
PERTIMBANGAN-PERTIMBANGAN UMUM MENGENAI MEKANISME KERJA ZAT
TERATOGEN
Prinsip-prinsip ini harus diingat apabila kita mempertimbangkan kemungkinan
bahwa anak-anak dipengaruhi oleh faktor-faktor tertentu.
Namun pada dasarnya proses kerja teratogen itu sendiri adalah dengan cara:
Mengubah kecepatan proliferasi sel.
Menghalangi sintesa enzim.
Mengubah permukaan sel sehingga agregasi tak benar.
Mengubah matrix, yang mengganggu perpindahan sel-sel.
Merusak organizer atau daya kompetensi sel berespons.
TINGKAT PERKEMBANGAN MUDIGAH MENENTUKAN KEPEKAAN
Tingkat perkembangan mudigah menentukan kepekaannya terhadap faktor-faktor
genetik
Perkembangan mammalia mulai dengan perkembangan sel yang cepat yang hanya
sedikit memperlihatkan differensiasi, jikapun ada. Masa ini yang berlangsung sejak
saat pembuahan hingga pembentukan lempeng-lempeng benih. Dikenal sebagai
tingkat prelempeng benih atau tingkat pra-differensiasi.
Tingkat selanjutnya dikenal sebagai masa mudigah. Dimana sel-sel mulai
menampakkan perbedaan morfologi yang nyata sebagai akibat dari perubahanperubahan kimiawi.

Tingkat terakhir, atau masa lain ditandai oleh pertumbuhan susunan-susunan alatalat tubuh.
Pada umumnya telah diketahui apabila zat teratogen bekerja selama tingkat pradifferensial. Ia merusak seluruh atau sebahagian besar sel-sel mudigah.
Mengakibatkan kematian, atau zat itu hanya melukai beberapa sel, dalam hal mana
kemampuan mengatur mudigah akan mengimbangi yang hilang dan tidak akan
timbul kelainan-kelainan.
Beberapa faktor teratogenik seperti hipervitaminosis A dan penyinaran yang pada
tingkat-tingkat perkembangan yang lanjut diketahui sangat teratogenik, ternyata
tidak mempengaruhi mudigah pada tingkat pertama perkembangan. Pada saat ini
hanya dikenal beberapa contoh yang tersebar dimana zat teratogen yang diberi
selama tingkat pertama perkembangan menyebabkan kelainan-kelainan.
Akan tetapi mungkin zat teratogen ini tetap tinggal dalam jaringan ibunya dan baru
menjadi aktif apabila kepekaan mudigah meningkat pada tingkat kedua
perkembangan.
Selama masa mudigah, yaitu tingkat differensiasi yang intensif kebanyakan zat-zat
teratogenik sangat efektif dan menghasilkan banyak kelainan-kelainan. Akan tetapi
jenis kelamin yang dihasilkan tergantung pada alat mana yang paling peka pada
saat teratogenik tersebut bekerja.
Tiap-tiap alat nampaknya melalui masanya yang paling peka pada permulaan
differensiasinya dan berbagai alat-alat tubuh menjadi peka yang satu sesudah yang
lain. Hal ini dengan jelas diperlihatkan dengan memberi tikus-tikus makanan yang
kekurangan akan asam pteroiglutomat.
Dengan cara demikian telah ditemukan bahwa kalainan-kelainan susunan syarat
pusat dan jantung dapat ditimbulkan sejak hari ke-7 hingga hari ke-9 dan kelainankelainan rangka, saluran kemih, dan jantung serta pembuluh-pembuluh darah
lainnya dapat ditimbulkan sejak hari ke-9 hingga hari ke-11 dan kelainan-kelainan
rangka sejak hari ke-11 hingga hari ke-14.
Hal yang sama tampaknya berlaku juga bagi virus rubella pada mudigah manusia
tergantung pada hari perkembangannya virus akan menyerang salah satu alat
setelah alat lainnya masing-masing pada tingkat pekanya sendiri.
Selama masa perkembangan ketiga atau masa janin yang ditandai oleh
pertumbuhan-pertumbuhan alat-alat tubuh, kepekaan terhadap zat teratogenik
menurun dengan cepat. Akan tetapi, sejumlah kecil alat-alat seperti otak kecil, kulit
otak besar, dan sebahagian susunan kemih dan kelamin masih terus mengalami
differensiasi.
Oleh karena itu sebahagian dari susunan-susunan tersebut, tetap peka terhadap
pengaruh faktor-faktor teratogenik hingga tingkat akhir kehamilan. Memang jika
tikus diberi berbagai zat kimia selama tingkat kehamilan lanjut, kulit otak besar
sangat dipengaruhi.
Mungkin juga faktor-faktor lingkungan dapat merusak otak manusia yang sedang
berkembang pada pertengahan kedua kehamilan dan bahkan setelah anak lahir dan
menyebabkan keterbelakangan jiwa serta cacat-cacat otak lainnya.
Pengaruh faktor teratogenik tergantung pada genotip

Sejumlah penelitian nampaknya mengungkapkan bahwa sesuatu zat tertogenik


memperbesar angka kejadian kelainan-kelainan yang terjadi jarang-jarang tanpa
pengobatan dan bahwa nampak seakan-akan ditimbulkan karena ketidakstabilan
unsur-unsur genetik yang mendasarinya.
Apabila suatu jenis mencit yang secara teratur menghasilkan keturunan dengan
kira-kira 2% diantaranya dihinggapi kelainan-kelainan rangka dipuasakan selama 24
jam, hasilnya adalah peningkatan kelainan rangka sebanyak 22%.
Contoh lain mengenai pentingnya genotip terlihat pada kenyataan bahwa tidak
hanya jenis yang berlainan tetapi juga strain yang berbeda dan substrain beberapa
reaksinya terhadap zat teratogenik yang serupa. Perbedaan-perbedaan ini terutama
bersifat kwantitatif dengan variasi hingga 70%.
Apabila dosis kortison yang sesuai disuntikkan ke dalam mencit yang hamil dari
strain A dan C57, hasilnya ialah belahan pada langit mulut pada semua keturunan
strain A dan pada 19% strain C57.
Apabila strain jantan dikawinkan dengan strain A betina, 43% anaknya mempunyai
belahan pada langitan mulutnya. Akan tetapi jika induk betina strain C57
disilangkan dengan induk jantan strain A angka kejadian menurun hingga 4%. Hal
ini mengungkapkan bahwa baik gen induk betina maupun gen mudigah dapat
mempengaruhi kepekaan terhadap zat teratogen.
Zat teratogenik bekerja secara khusus pada segi tertentu pertukaran zat sel
Banyak zat-zat teratogenik menimbulkan pola kelainan yang khas apabila diberikan
pada jenis tertentu pada tingkat perkembangan tertentu. Apabila kelainan-kelainan
yang ditimbulkan oleh dua faktor teratogenik berbeda sama sekali sangat mungkin
zat-zat ini bekerja pada tingkat blokimia yang berlainan sama sekali pada bola
metabolik mudigah.
Apabila kelainan-kelainan yang disebabkan oleh dua macam zat yang berbeda
saling menutupi, ada yang sama ada yang mirip, dan ada yang berlainan kedua
faktor itu agaknya sebahagian bekerja pada tingkat perkembangan yang sama dan
sebahagian yang lainnya pada tingkat perkembangan yang berbeda.
Apabila gambaran yang dihasilkan oleh dua zat adalah sama atau serupa,
pengaruhnya agak sama, walaupun belum tentu demikian.
Suatu zat teratogenik tidak perlu bekerja pada proses pertukaran zat khusus tetapi
dapat mempengaruhi proses-proses biokimiawi yang berbeda pada saat-saat
perkembangan yang berbeda sama sekali.
Misalnya, pengaruh teratogenik insulin pada mudigah ayam. Pada permulaan
perkembangan dapat dilawan oleh asam piruvat. Akan tetapi pada tingkat
perkembangan lebih lanjut hanya nikotinamida dapat mencegah pengaruh
teratogenik yang ditimbulkan insulin.
Ringkasannya dapat dikemukakan bahwa faktor-faktor yang berbeda dapat
mempengaruhi differensiasi dan pertumbuhan mudigah. Akan tetapi akibatnya tidak
perlu berupa kelainan yang menyolok.
Pada keadaan tertentu zat teratogonik bersifat racun atau dapat mempengaruhi
susunan alat-alat vital mudigah atau janin demikian beratnya sehingga
menimbulkan kematian.

Pada peristiwa-peristiwa lain pengaruh lingkungan mungkin demikian ringannya


sehingga mudigah atau janin mampu hidup terus tetapi sebahagian susunansusunan alatnya terkena pengaruh.
Ini dapat mengakibatkan hambatan pertumbuhan sebagian atau seluruhnya atau
cacat total seperti keterbelakangan jiwa
Pendahuluan
Teratologi merupakan salah satu dari cabang embriologi yang khusus mengenai pertumbuhan
struktur abnormal yang luar biasa. Teratologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang atau
sebab-sebab terjadinya kelainan bentuk (malformasi) pada mudigah yang sedang berkembang. Terotologi
atau teratologia berasal dari kata Yunani. Teratos = monster = bayi yang lahir cacat hebat dan logos = ilmu,
biasanya pada bayi yang lahir abnormal disebut bayi monster (baby monster). Kelainan bentuk dapat
berupa kelainan struktur, perilaku, faal dari metabolik yang terdapat pada waktu lahir dan biasa di istilahkan
dengan malformasi kongenital, anomali kongenital atau cacat lahir.
Secara alam keadaan cacat sulit untuk dipastikan apa penyebabnya yang khusus, mungkin sekali
diakibatkan oleh gabungan atau kerjasama berbagai faktor dari genetik dan lingkungan. Penyebab
teratogenesis disebut faktor-faktor teratogen dan kejadian cacat ini dapat dilakukan secara eksperimental
yang disebut dengan eksperimental teratogen. Kelainan bentuk / malformasi yang sering juga ditemukan
seperti sireno melus (anggota seperti ikan duyung, anggota belakang tidak ada, anggota depan pendek),
phocomelia (anggota seperti anjing laut, tangan dan kaki seperti sirip untuk mendayung), polydactyly
(berjari banyak), syndactyly (jari buntung, tidak berjari kaki dan tangan), ada ekor, dwarfisme (kerdil),
crehorisme (cebol) dan gigantisme (raksasa).
Era baru dalam teratologi dimulai setelah penggunaan talidomid, suatu obat hipnotik-sedatif, dalam klinik.
Menurut Adam et al (2000), obat ini diperkenalkan pertama kali pada akhir tahun 1950-an di Jerman, dan
terbukti relatif tidak toksik pada hewan coba dan manusia. Jadi, meskipun dosis terapi 100 mg, dosis sebesar
14.000 mg yang dimakan untuk bunuh diri tidak akan mengakibatkan kematian. Obat ini digunakan, antara
lain, untuk meringankan mual-mual pada wanita hamil muda. Dalam tahun 1960, dilaporkan beberapa
kasus fekomelia. Pada tahun berikutnya, kasus ini semakin banyak ditemukan. Fekomelia adalah suatu jenis
cacat bawaan yang sangat langka berupa pendeknya atau tiadanya anggota badan. Penelusuran penyebab
fekomelia pada kasus-kasus itu segera sampai pada penggunaan talidomid oleh ibu-ibu hamil, terutama
antara minggu ketiga dan minggu ke delapan kehamilan. Segera obat ini dilarang beredar.
Meskipun demikian, sekitar 1.000 bayi cacat telah lahir di beberapa negara. Karena parahnya cacat bawaan
itu, dirancanglah prostese khusus dan diadakan program rehabilitasi khusus. Namun, efek tragis yang
dramatis pada individu yang cacat dan trauma pada keluarga serta masyarakat yang demikian besar
menyebabkan diambilnya semua tindakan yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya teratogenesis
akibat ulah manusia itu. Salah satu tindakan ini adalah melakukan berbagai jenis uji pada sejumlah besar
obat, zat tambahan makanan, pestisida, zat kimia dan bahan pencemar lingkungan seperti logam berat
misalnya serta alkohol (Adam et al, 2002), dan rokok (Adam et al, 2003) untuk menentukan potensi
teratogenisitasnya.
Kejadian kelainan bentuk karena beberapa hal diantaranya :
1. Gangguan pertumbuhan ditengah jalan
2. Terhentinya pertumbuhan di tengah jalan
3. Kelebihan pertumbuhan
4. Salah arah diferensiasi
Gangguan pertumbuhan mengakibatkan mudigah yang tidak mempunyai ginjal, tidak punya
anggota, tidak ada pigmen (albino). Pertumbuhan terhenti di tengah jalan mengakibatkan : cacat sumbing,
ada celah pada langit-langit (palattum durum), uterus duplex, dwarfisme, hernia. Kelebihan pertumbuhan
mengakibatkan : gigantisme, polydactyly, dan kembar. Differensiasi salah arah mengakibatkan : tumor,
achondroplasia, mongolisme teratoma dan lain-lain.
Makin tinggi kadar teratogen semakin parah tingkat teratogenitasnya. Bahan yang dapat
menimbulkan teratogenesis secara eksperimental ialah cortison, insulin, progesteron, thalidomide,
azathiopurine, salicylate. Cacat lahir yang tidak diketahui penyebabnya sekitar 40 60%. Cacat lahir yang
disebabkan oleh genetik seperti kelainan kromosom dan gen-gen mutan sekitar 15 %. Cacat lahir yang
disebabkan oleh faktor lingkungan sekitar 10%. Cacat lahir yang disebabkan oleh pengaruh gabungan faktor
genetik dan lingkungan (keturunan multifaktorial) sekitar 20-25%.
Pada manusia, angka kematian yang ditimbulkan diakibatkan adanya cacat lahir hampir terjadi di
seluruh dunia, baik untuk orang Asia, Amerika, Afrika, Amerika Latin, Kaukasus dan penduduk asli Amerika
(Sadler,1997). Cacat lahir merupakan angka tertinggi dalam menduduki tingkat kematian bayi di Amerika
Serikat (tahun 1988).
Beberapa jenis anomali, yaitu:
1. Malformasi

Malformasi adalah kelainan yang terjadi selama pembentukan struktur yaitu pada saat
organogenesis. Cacat-cacat ini bisa menyebabkan hilangnya sama sekali atau sebagian dari sebuah struktur
atau perubahan-perubahan konfigurasi normal. Kejadian ini disebabkan oleh faktor genetik dan/atau
lingkungan yang bekerja sendiri-sendiri atau bekerja sama.
2. Distrupsi
Distrupsi adalah perubahan morfologi yang terjadi setelah pembentukan struktur organ.
Disebabkan oleh proses pembentukan pembuluh darah yang menyebabkan atresia usus, cacat-cacat yang
ditimbulkan oleh pita amnion.
3. Deformasi
Deformasi adalah kelainan bentuk yang disebabkan oleh gaya-gaya mekanik yang mencetak
sebagian mudigah dalam jangka waktu yang lama. Deformasi sering mengenai sistem kerangka otot dan
biasanya bisa pulih setelah lahir.
4. Sindrom
Sindrom adalah sekelompok cacat yang terjadi secara bersamaan, mempunyai etiologi yang spesifik dan
sama. Misalnya : heart defects (cacat jantung), anomali genital dan telinga, retarded growth
(keterlambatan pertumbuhan, atresia choanal (atresia coona), anomali, vertebrat, anus, cardiac
trakeoesofagus, renal, limb dan coloboma.
Kejadian Baby Monster yang telah dilakukan penelitian oleh Goldstein dan Murphy terhadap 106 wanita
hamil yang sedang menjalani pengobatan radiasi, dari bayi yang dilahirkan 38 mengalami cacat, 16 tidak
cacat, sisanya idiot dengan kepala kecil-kecil. Penyebab terjadinya baby monster adalah :
1.
Pembuahan sperma dan ovum yang abnormal
2.
Kegagalan perjalanan sel telur dari ovarium ke rahim
3.
Kegagalan fungsi hormon, terutama hormon yang mempengaruhi korpus luteum.
4.
Kelainan bentuk fisik dari kandungan, seperti kesalahan posisi, perubahan bentuk
akibat kandungan.
5.
Infeksi kandungan
6.
Infeksi pada janin
7.
Toksisitas
8.
Defisiensi zat gizi
9.
Kelainan genetik
10. Kelainan non genetik
Hasil penelitian oleh Gregg (1941), bahwa ibu yang hamil pada tri mester pertama menderita rubella
maka bayi yang dilahirkan akan menyebabkan kelainan pada mata (congenital catarac), otak yang kecil
(micropthalmus) bisu tuli (deaf mutism); kelainan jantung (cardiac defect), kepala kecil (micro cephaly) dan
kelainan gigi (dental defect).
Faktor-faktor yang menentukan kemampuan suatu agen untuk menimbulkan cacat lahir telah
diketahui dengan pasti melalui penelitian dan pengamatan laboratorium yang disimpulkan dalam prinsipprinsip teratologi.
Prinsip-prinsip teratologi menurut Wilson (1959), adalah ;
1.
Kerentanan terhadap teratogenesis tergantung pada genotip konseptus dan cara ibu yang penting
dalam hal metabolisme obat, ketahan terhadap infeksi, dan proses-proses biokimiawi serta molekuler lainnya
yang akan mempengaruhi perkembangan konseptus.
2.
Kerentahan terhadap terogen berbeda-beda menurut stadium perkembangan saat paparan, masa yang
paling sensitif untuk timbulkan cacat lahir adalah masa embriogenesis. Meskipun kebanyakan kelainan/cacat
terjadi selama masa embriogenesis, cacat bisa juga terjadi sebelum atau sesudah masa ini, sehingga tidak
ada satu masa yang benar-benar aman.
3.
Manifestasi perkembangan abnormal tergantung pada dosis dan lamanya paparan terhadap suatu
teratogen.
4.
Teratogen bekerja dengan cara (mekanisme) yang spesifik pada sel-sel atau jaringan-jaringan yang
sedang berkembang untuk memulai proses embriogenesis yang abnormal.
5.
Manifestasi perkembangan abnormal adalah kematian, malformasi, keterlambatan pertumbuhan dan
gangguan fungsi.
Secara experimental dapat di buat cacat / defect dengan mempergunakan salah satu teratogen
(penyebab teratogenesis) dan mengontrol faktor yang lainnya. Teratogen bekerja lewat proses :
1.
Mengubah kecepatan proliferasi sel.
2.
Menghalangi sintesa enzim.
3.
Mengubah permukaan sel sehingga terjadi agregasi secara tidak teratur.
4.
Mengubah matrix yang mengganggu perpindahan sel-sel
5.
Merusak organizer atau daya kompetisi yang berespon
Mekanisme Kerja Teratogen
Kerentanan terhadap teratogen berbeda-beda menurut stadium perkembangan saat paparan. Masa yang
paling sensitif untuk menimbulkan cacat lahir pada manusia adalah masa kehamilan minggu ketiga hingga
kedelapan. Masing-masing sistem organ mempunyai satu atau beberapa stadium kerentanan. Manifestasi

perkembangan abnormal tergantung pada dosis dan lamanya paparan terhadap suatu teratogen. Teratogen
bekerja dengan cara spesifik pada sel-sel dan jaringan ringan yang sedang berkembang untuk memulai
patogenesis yang abnormal. Manifestasi perkembangan abnormal adalah kematian, malformasi,
keterlambatan perkembangan, dan gangguan fungsi (Anonimus, 2003 11).
Aksi suatu zat yang berakibat pada kecacatan selama kebuntingan berhubungan erat dengan
perkembangan fetus. Perkembangan fetus dibagi menjadi blastogenesis, organogenesis, histogenesis dan
pematangan fungsional ( Rang et al., 1999). Pada fase blastogenesis merupakan proses utama dalam
pembelahan sel sehingga zat teratogen dapat mengakibatkan kematian embrio dengan menghambat proses
pembelahan sel. Pada organogenesis, terjadi proses pembentukan organ sehingga zat teratogen akan
menyebabkan malformasi organ, jenis malformasi tergantung dari jenis teratogen. Histogenesis dan
pematangan fungsional tergantung pada suplai nutrisi dan diatur berbagai sistem hormon (Kalant and
Roschlau, 1989).
Banyak zat-zat kimia terbukti bersifat teratogen pada hewan coba tetapi tidak pada manusia yang mungkin
disebabkan manusia kurang rentan dan tingkat pajanan yang tinggi pada manusia. Efek teratogenik suatu
zat kimia dapat muncul berupa tingkat kebuntingan yang rendah, jumlah anak per induk yang berkurang dan
ketahanan hidup janin yang rendah (Frank, 1995). Perkembangan tidak normal dapat disebabkan oleh faktor
genetik seperti mutasi dan aberasi serta faktor lingkungan baik yang berasal dari obat, radiasi, infeksi,
defisiensi dan emosi. Banyak zat kimia mempengaruhi replikasi dan transkripsi asam nukleat atau translasi
RNA. Teratogen tertentu dapat mempengaruhi pasokan energi yang digunakan untuk metabolisme dengan
cara langsung mengurangi persediaan substrat dan analog seperti glukosa, asam amino dan vitamin.
Kondisi hipoksia juga bersifat teratogen dengan mengurangi oksigen dalam proses metabolisme yang
membutuhkan oksigen yang dapat mengakibatkan ketidakseimbangan osmolaritas. Ketidakseimbangan ini
meyebabkan odema yang pada gilirannya dapat menyebabkan kelainan bentuk dan iskemia jaringan (Yatim,
1982; Poernomo, 1999).
Kelainan teratogenik yang timbul ditentukan oleh tempat kerja (site of action) dan tahap kerja (stage of
action) dari perkembangan organ yang dipengaruhi. Terdapat empat tingkatan aksi zat teratogen yaitu aksi
primer yang terjadi pada kompartemen intraseluler (intracellular compartement) pada rangkaian interaksi
antara inti dan sitoplasma pada produksi metabolit yang khas dari sel tersebut. Kedua, aksi primer terjadi
karena kelainan dalam struktur dan fungsi dari permukaan sel (cell surface). Ketiga, terjadi karena
ketidaknormalan pada matriks ekstraseluler (celluler matrix). Keempat, pada lingkungan janin (fetus
environment) ketidaknormalan pada tingkat organisme atau dalam hubungan feto-maternal.
Tahap kerja (Stage of Action) pada perkembangan organ tubuh, tahap ini merupakan tahap perkembangan
organ selama embriogenesis berupa rangkaian tingkat yang berbeda-beda yang dikontrol dengan tepat.
Pada tahap ini akan terbentuk susunan jaringan yang teratur dengan bentuk dan ukuran yang spesifik serta
stadium pertumbuhan ini sangat peka terhadap faktor genetik maupun faktor lingkungan. Perubahan pada
tiap tahap pertumbuhan mempunyai kepekaan terhadap teratogen yang berbeda. Perkembangan suatu
organ meliputi kejadian-kejadian yang dapat dibedakan menjadi : determinasi, proliferasi, organisasi seluler,
migrasi dan kematian morfologik sel (Yatim, 1982).
Faktor-faktor teratogen, Sampai saat ini faktor yang menyebabkan teratogenik adalah :
A. Faktor Genetik
Banyak cacat kongenital terutama pada manusia yang di turunkan, dan beberapa diantaranya jelas
mengikuti pola Hukum Mendel. Pada banyak kasus, kelainan dapat langsung disebabkan oleh perubahan
pada satu buah gen saja. Karena itu dinamakan mutasi gen tunggal yang dimaksud mutasi yaitu perubahan
pada susunan mukletida gen.
Beberapa kelainan yan disebabkan oleh faktor genetik yaitu :
1. Mutasi
Mutasi menimbulkan alel cacat yang mungkin dominan atau resefif. Pada manusia jenis cacat yang
disebabkan oleh mutasi gen tunggal diperkirakan mendekati 8% dari seluruh malformasi.
Gen-gen membentuk pasangan-pasangan disebut alel, ada alel cacat yang diturunkan bersama-sama
dengan karakter jenis kelamin contohnya cacat karena mutasi adalah polydactily, syndactily, hemophylia,
musculor dystrophy, albino
2. Aberasi
Aberasi adalah kelainan kromosom bisa merupakan kelainan jumlah atau kelainan susunan. Aberasi
merupakan penyebab penting malformasi kongenital dan abortus spontan. Diperkirakan bahwa 50 % dari
semua konsepsi berakhir dengan abortus spontan dan bahwa 50 % dari abortus ini mempunyai kelainan
kromosom berat. Jadi kira-kira 25% dari semua konsepsi mengalami kelainan/cacat kromosom utama.
Contoh catat karena sindromo, seperti Sindroma Down, Sindroma Turner, Sindroma Klinefelter, Triploidi,
Trisomi.
B. Faktor Lingkungan
Banyak faktor dapat berkaitan dengan deferensiasi dan pertumbuhan mudigah akan tetapi, hasilnya tidak
harus berupa suatu kelainan nyata. Pada beberapa contoh bahan-bahan teratogenik sedemikian toksis
sampai dapat mengenai sistem organ mudigah yang sangat penting, sehingga mengakibatkan kematian
pada kasus lain pengaruh lingkungan dapat sedemikian ringannya sehingga mudigah dapat bertahan hidup,

tetapi beberapa sistem organnya terganggu. Hal ini dapat mengakibatkan hambatan pertumbuhan atau
gangguan fungsi baik sebagian ataupun total.
Hingga awal 1940-an diduga bahwa cacat kongenital terutama disebabkan oleh faktor genetik. Setelah
Gregg menemukan penyakit campak Jermantersebut yang menyerang seorang ibu selama awal kehamilan
menyebabkan kelainan pada mudigah, tiba-tiba menjadi jelas bahwa kelainan kongenital juga dapat
disebabkan oleh faktor lingkungan. Pengamatan oleh Lenz yang mengaitkan cacat pada tungkai dengan obat
sedative, thalidomide pada turun 1961, memperjelas bahwa obat-batan dapat melintasi plasenta dan
menimbulkan cacat lahir. Sejak saat itu banyak bahan-bahn diketahui sebagai terotogen.
Tragedi Minamata Disease di Jepang (1972), disebabkan konsentrasi pencemaran senyawa merkuri di daerah
Teluk Minamata sehingga terjadi akumulasi pada ikan dan binatang laut lainnya, kemudian melalui rantai
makanan senyawa merkuri ini akan sampai dalam tubuh manusia, akhirnya mengakibatnya keracunan
(Clarke, 75)
Beberapa kelainan yang disebabkan oleh faktor lingkungan yaitu :
A. Agen-Agen Infektif
1. Rubella (Campak Jerman)
Gregg adalah orang Jerman pertama yang menduga bahwa campak Jerman yang menyerang wanita
hamil pada awal kehamilan dapat menimbulkan kelainan-kelainan kongenital. Dapat di pastikan virus rubella
mengakibatkan malformasi pada mata (katarak dan microflalmia), telinga bagian dalam (tuli kongenital
karena kerusakan alat konti), jangkung (duktus arteriosus persisten) cacat otak, keterbelakangan mental,
keterlambatan pertumbuhan pada rahim, kerusakan miokardium dan cacat-cacat vascular. Jenis cacat
ditentukan oleh tingkat perkembangan mudigah pada saat terjadinya infeksi.
2. Sitomegalovirus
Menyebabkan malformasi dan infeksi janin kronis yang berlangsung sampai lahir dengan gejala utama
infeksi virus ini adalah mikrocephalus, perkapuran otak, kebutaan karioretinitis dan hepatosplenomegali.
3. Virus Herpes Simpleks
Infeksi ini ditularkan pada saat kelahiran, dengan gejala utama microsefali, microftalmus, displasia retina,
hepatomegali, splenomegali dan keterbelakangan jiwa. Ciri-ciri penyakit virus ini adalh reaksi-reaksi
keradangan.
4. Varisela (Cacar Air)
Kira-kira ada 20% kesempatan kelainan korgenital yang terjadi kalau ibu-ibu terinfeksi varisela pada
trimester pertama kehamilan dengan gejala ; hipoplasia tungkai, keterbelakangan jiwa dan atrofi otot.
5. Toxoplasmosis
Infeksi parasit protozoa toxoplasma gondii pada ibu yang didapatkan pada daging yang kurang matang.
Binatang pemeliharaan (kucing) dan tanah yang tercemar oleh tinja, telah terbukti menimbulkan cacat
kongenital, dengan gejala adalah hidrosefalus, keterbelakangan jiwa, khorioretinitis, mikroftalmos dan cacat
mata lainnya. Penyakit ini biasanya tidak dikenali pada wanita-wanita hamil.
6. Virus Herpes Simpleks
Infeksi ini ditularkan pada saat kelahiran, dengan gejala utama adalah microcephali, microfthalmus,
displasia retina, hepatomegali, splenomegali dan keterbelakangan jiwa.
7. Varicela (cacar air)
Kelainan kongenital yang terjadi kalau induk terinfeksi varicela adalah 20% pada kebuntingan awal,
dengan gejala: hipoplasia tungkai, keterbelakangan jiwa, atrofi otot.
8. Infeksi Virus Lainnya dan Hipertermia
Malformasi yang terjadi setelah ibu mengalami infeksi campak, hepatistis, parotitis, poliomielitis dan virus
echo. Sebuah cacat yang disebabkan oleh agen-agen infektif adalah pirogenik dan hypertermia (peninggian
temperatur tubuh). Penderita hipertermia yang sedang hamil pada saat lipatan-lipatan saraf sedang
menutup dan selama masa embriogenesis maka akan lahir anak anensefali.
9. HIV
Adanya sistem kekebalan yang berkeruang atau bahkan tidak ada akibat dari Virus ini adalah
mikrocephali, keterbelakangan pertumbuhan.
10. Sifilis
Merupakan penyakit kelamin yang harus diwaspadai dan pada janin menyebabakan kelaian jiwa
serta tuli.
B. Agen-agen fisik
Efek teratogen dari pengaruh radiasi yang berasal sinar X adalah mikrocephali spina bifida, cacat
ekstremitas, palatoskisis (cacat celah palatum) dan kebutaan. Pada janin manusia belum diketahui dosis
aman maksimum, namun pada embrio mencit dapat terjadi kerusakan dengan dosis 5 rad.
Pengaruh radiasi dengan dosis kecil pada mencit terbukti menyebabkan mutasi dan lebih lanjut
terjadi kelainan kongenital pada generasi berikutnya. Wanita Jepang yang hamil pada saat bom atom
Hirosima dan Nagasaki, terbukti 28% mengalami keguguran, 25% melahirkan anak yang mati, 25%
mengalami kelainan susunan saraf pusat.
C. Agen-agen kimiawi
1. Merkuri organik dan timah hitam

Pengaruh bahan kimia yang secara tidak langsung dihirup melaui pernafasan tanpa disadari akan
memicu timbulnya teratogenik. Mercury (Methylmercury), racunnya secara akut dapat menyebabkan
pharyngitis, gastroentritis, vomiting, nephritis, hepatitus dan kolaps, sedangkan secara kronis dapat
menyebabkan kerusakan hepar, neural dan teratogenesis. Lead, karena ukuran dan serbuannya yang secara
bersamaan, lead dapat menggantikan calsium masuk dalam tulang. Sehingga keracunan Lead dapat
menyebabkan nephrotoxicity, neurotoxicity dan hypertensi. Arsenic, jika terhisap perinhalasi dari makanan
dan minuman yang tercemar dapat menyebabkan vomiting, diarrhea dan kelainan jantung. Cadmium,
cadmium yang tercampur metallothionein jika terikat zinc dan copper dalam tubuh dapat menggaggu level
homeostasis.
2. Bahan makanan dan minuman
Mengkonsumsi minuman yang berakohol pun dengan kadar tinggi akan berpengaruh pada janin yang
dikandungnya. Alkohol akan menyebabkan sindrom alkohol janin, fisura palpebrae pendek, hiploplasia
rahang atas, cacat jantung, keterbelakangan jiwa. Pada perokok berat bagi wanita hamil, nikotin yang
terkandung dalam rokok menyebabkan kelainan berupa keterlambatan pertumbuhan, mikrocephali, kelainan
perilaku dan gastroskisis.
D. Hormon
1. Agen-agen androgenik
Progestin sintetik sering digunakan selama proses kehamilan untuk mencegah abortus. Progestin etisteron
dan non etisteron mempunyai kegiatan androgenik yang besar dan banyak menyebabkan kasus
maskulinisasi alat kelamin pada mudigah wanita. Kelainan yang ditimbulkan yaitu pembesaran klitoris ada
hubungan dengan dengan penyatuan lipatan labioskrotal.
2. Dietilstilbestrol
Estrogen sintetik yang sering digunakan untuk mencegah abortus ini sudah digunakan sejak tahun
1940-an. Pada tahun 1971 obat ini digunakan untuk kontraindikasi, ketika dipastikan banyak wanita muda
yang terkena karsinoma vagina dan serviks akibat adanya obat ini dalam uterusnya,Kelainan kongenital
yang timbul pada embrio wanita yaitu pada tuba uteri, uterus dan vagina bagian atas. Pada mudigah pria
dari induk yang terpapar obat ini adalah kelainan pada testis dan analisis sperma abnormal. Pada manusia
akibat yang terjadi tidak sama antara wanita dan pria, pada pria tidak menunjukkan peningkatan resiko
perkembangan karsinoma sistem kelamin.
3.Kortison
Percoban telah berulang kali dilakukan pada keliinci dan mencit pada tingkat kehamilan tertentu dapat
menyebabkan palatoskisis pada keturunannya, akan tetapi jumlah pada manusia masih belum dapat
dipastikan.
E. Defisiensi Nutrisi
Terutama akibat kekurangan vitamin A (isotretionin) dapat menyebabakan hiplopasia mandibula,
celah langit-langit, cacat jantung. Defisiensi asam valproat akan menyebabkan kelainan jantung dan cacat
tubaneuralis.

Prinsip Prosedur Pengujian


Hewan
Tikus, kelinci, mencit dan hamster biasa dipakai sebagai hewan coba. Hewan-hewan ini mudah diperoleh,
penanganannya mudah, jumlah anaknya cukup besar, dan masa kehamilannya pendek. Babi kadang-kadang
juga digunakan karena secara filogenetik mirip dengan manusia; jenis makanan babi juga mirip dengan
manusia, tidak seperti makanan kelinci. Penggunaan primata bukan manusia juga dianjurkan karena
hubungan filogenetiknya dekat dengan manusia. Hewan lain, seperti anjing dan kucing, juga digunakan oleh
beberapa peneliti. Sifat berbagai jenis hewan yang dipakai dalam teratologi mempunyai beberapa
keuntungan dan kerugian. Namun, bila dipertimbangkan seluruhnya, kelinci dan primata bukan manusia
memberikan lebih banyak manfaat (Schardein dkk., 1995).
Hewan coba harus muda, dewasa, dan sehat. Lebih disukai betina premigravida. Untuk tikus, sekurangkurangnya 20 betina ditempatkan dalam setiap kelompok dosis; sedangkan untuk kelinci digunakan 12
betina per dosis (EPA, 1999). Untuk hewan besar, seperti anjing dan primata bukan manusia, digunakan
jumlah yang lebih sedikit.
Karena tekniknya sederhana, embrio anak ayam dipakai secara luas pada tahun 1960-an. Namun, sekarang
diketahui bahwa model percobaan ini terlalu banyak memberikan hasil positif palsu karena tidak adanya
plasenta serta kerentanannya terhadap faktor nonspesifik seperti pH, berat jenis, dan tekanan osmotik.

Pemberian Zat Kimia

Dosis sekurang-kurangnya diberikan tiga tingkat dosis. Dosis tertinggi harus menyebabkan gejala
keracunan pada beberapa induk (dan atau janin), seperti berkurangnya berat badan. Dosis terendah harus
tidak menampakkan efek buruk. Satu atau lebih dosis harus berada di antara kedua ekstrim itu.
Selain itu, dibuat dua kelompok pembanding. Salah satu diberi pelarut atau larutan garam fisiologis,
sedangkan yang lain diberi zat yang diketahui bersifat teratogen aktif. Kelompok ini akan memberikan

informasi tentang insidens cacat spontan dan kepekaan hewan dalam kondisi percobaan. Selain pembanding
ini, data dari studi yang lalu (historical control) juga berguna.

Cara dan Waktu


Zat yang diuji harus diberikan lewat jalur yang sama dengan jalur pajanan manusia. Zat tambahan
makanan dan pencemar makanan sebaiknya dicampur dalam makanan hewan. Obat yang dimasukkan lewat
mulut biasanya diberikan dengan sonde lambung.
Waktu pemberian zat kimia sangat penting, seperti yang digambarkan pada percobaan TuchmanDuplesis yang dikutip oleh Lu (1995), dengan 6-merkaptopurin yang mengakibatkan cacat saraf dan mata
atau anomali kerangka tergantung dari saat pajanan. Namun, untuk penelitian teratologi rutin, zat kimia
biasanya diberikan selama periode organogenesis, suatu periode paling rentan untuk embrio. Periode ini
bervariasi untuk setiap jenis. Periode rentan untuk beberapa jenis hewan dan informasi yang berhubungan
dengan itu tercakup dalam tabel 1.
Tabel 1 Penelitian Teratogenesis pada Beberapa Hewan
Tikus

Mencit

Hamster

Kelinci

100-120 hari

60-90 hari

60-90 hari

Dewasa belum kawin

Seksio Caesaria*

hari ke 6-15

hari ke 6-15

hari ke 5-10

hari ke 6-18

Pembanding positif

hari ke 20

hari ke 17

hari ke 14

hari ke 29

Usia induk pada awalnya


Periode pemberian dosis*

ASA, 250 mg/kg ASA, 150 mg/kg ASA, 250 mg/kg 6-aminonikotinamid 2,5 mg/kg
* Hari 0 adalah ketika sperma ditemukan dalam vagina atau, pada kelinci, hari terjadinya kopulasi atau
inseminasi buatan.
ASA, asam asetilsalisilat, teratogen potensial pada hewan coba tertentu meskipun hanya mampu
menyebabkan perdarahan pada janin manusia dan hanya dalam dosis besar.

Pengamatan
Hewan Bunting. Hewan harus diperiksa setiap hari untuk melihat tanda-tanda nyata keracunan.
Betina yang menunjukan tanda-tanda akan keguguran atau melahirkan prematur (seperti perdarahan
vagina) harus dibunuh dan diperiksa.
J a n i n. Janin biasanya diambil melalui pembedahan kira-kira sehari sebelum perkiraan hari
kelahiran. Prosedur ini dimaksudkan untuk menghindari kanibalisme dan memungkinkan penghitungan
tempat yang diresorpsi dan kematian janin. Kemudian dilakukan pengamatan berikutnya dan hasilnya
dicatat, seperi:

Jumlah korpora lutea

Jumlah implantasi

Jumlah resorpsi

Jumlah janin yang mati

Jumlah janin yang hidup

Jenis kelamin janin yang hidup

Berat janin yang hidup

Panjang (ujung kepala-telapak kaki) janin yang hidup

Kelainan pada janin yang hidup


Pemeriksaan Rinci. Hal ini dilakukan untuk menentukan berbagai jenis kelainan. Setiap janin diperiksa cacat
luarnya. Selain itu, sekitar dua pertiga sampel janin diambil secara acak, diwarnai dengan merah alizarin,
dan diperiksa ada tidaknya kelainan rangka. Sisanya sepertiga diperiksa cacat viseranya setelah difiksasi
dalam cairan Bouin dan diiris dengan silet. Pada hewan yang lebih besar, seperti anjing, babi, dan primata
bukan manusia, struktur rangka bisa diperiksa dengan sinar-X, bukan dengan pewarnaan.
Pengaruh Tertunda. Untuk toksikan yang diduga mempengaruhi sistem saraf pusat atau sistem
genitourinaria janin, cukup banyak betina hamil yang dibiarkan melahirkan anaknya. Anak-anak ini dirawat

oleh ibu biologiknya, sehingga memungkinkannya terpajan toksikan melalui air susu, atau oleh induk
angkatnya. Pada kasus terakhir ini efek potensial pajanan pasca pascalahir dihilangkan.
Uji neuromotor dan perilaku dapat digunakan untuk mendeteksi efek SSP. Hal ini mencakup sikap
tubuh, kegiatan motorik, koordinasi, ketahanan, penglihatan, pendengaran, kemampuan belajar, respons
terhadap lingkungan asing, perilaku kawin, dan tingkah laku maternal.

EVALUASI EFEK TERATOGEN


Katagori dan Makna relatif
Aberasi. Seperti telah diutarakan di atas, cacat morfologik meliputi struktur luar dan/ atau dalam.
Selain itu, mungkin terdapat kelainan fungsional. Tidak semua jenis aberasi sama maknanya. Contohnya,
adanya tulang rusuk tambahan dan kelainan pada penulangan sternum mungkin sedikit efeknya atau tidak
tampak pada morfologi luar, aktivitas fungsional, atau kelangsungan hidup janin. Ini hanya dipandang
sebagai penyimpangan.
Cacat bentuk yang maknanya tak jelas mencakup ekor keriting, kaki lurus, malrotasi anggota badan
atau cakar, wristdrop, lidah menonjol, atrium dan atau ventrikel yang besar, kelainan perkembangan pelvis
ginjal, dan kulit yang transparan. Biasanya kelainan ini digolongkan sebagai anomali minor.
Sebaliknya, malformasi mayor, seperti spina bifida atau hidrosefalus, akan mengganggu kelangsungan
hidup, pertumbuhan, perkembangan, kesuburan dan panjang usia hewan.
Dalam prakteknya, perbedaan antara kategori ini tidak selalu jelas. Karena itu faktor-faktor lain perlu
dipertimbangkan. Resorpsi. Ini adalah manifestasi kematian hasil konsepsi. Meskipun tempat resorpsi dapat
dikenali dengan pemeriksaan teliti pada rahim, penentuan jumlah resorpsi akan lebih baik dengan
menghitung jumlah keseluruhan implantasi yang ditunjukan oleh jumlah korpora lutea, dikurangi dengan
jumlah bayi yang hampir aterm. Jika ada peningkatan dalam jumlah resorpsi pada kelompok uji, mungkin
diperlukan perubahan prosedur pengujian untuk membedakan embriotoksisitas dengan teratogenisitas,
misalnya dengan menurunkan dosis untuk mengurangi toksisitas atau mempersingkat periode pajanan
induk.
Toksisitas Janin. Hal ini tampak dari berkurangnya berat badan janin yang tidak bertahan hidup. Jenis data ini
sering digunakan sebagai bukti penyokong dalam menilai teratogenisitas toksikan tersebut. Bila diragukan
pada kelinci, ketahanan hidup janin dapat ditentukan dengan menginkubasikannya selama 24 jam. Pada
hewan pengerat sebaiknya pemeriksaan diulangi, tetapi induk dibiarkan melahirkan anaknya (tanpa seksio
caesaria).

Sumber Kesalahan
1.

Hewan yang digunakan mungkin memperlihatkan banyak cacat spontan atau resisten terhadap
pengaruh teratogen. Kesalahan ini biasanya dapat dinilai dari respon hewan dalam kelompok
pembanding negatif dan positif.

2.

Cara penanganan hewan yang buruk juga dapat mengakibatkan meningkatnya insidens cacat.

3.

Konsumsi makanan induk dapat dipengaruhi oleh toksikan. Hal ini dapat mempengaruhi berat badan
induk dan secara tak langsung mempengaruhi janin.

4.

Dosis yang berlebihan dapat mengakibatkan banyak resorpsi, tetapi dengan sedikit atau tanpa
cacat. Sebaliknya, jika dosisnya terlalu kecil, mungkin tidak ada bukti teratogenisitas sama sekali.

5.

Beberapa efek teratogen mungkin terabaikan bila pemeriksaan dilakukan secara sambil lalu.

Analisis Hasil

Dalam membandingkan kelompok coba dan kelompok pembanding, satuan yang tepat adalah jumlah
anak yang lahir (litter) dan bukan janin individual, karena setiap induk merupakan satu satuan percobaan.
Dengan kata lain, jumlah litter yang mengandung janin cacat, resorpsi atau janin yang mati adalah
parameter yang digunakan dalam analisis statistik. Namun meningkatnya jumlah rata-rata janin yang cacat
per litter merupakan bukti nyata adanya terotogenisitas.
Jika hasil uji memperlihatkan hubungan antara dosis dan respons (insidens cacat), biasanya dapat
disimpulkan bahwa zat tersebut bersifat teratogenik dalam kondisi percobaan tersebut.
Bila insidens cacat tidak memberikan kesimpulan pasti, analisis data dari pembanding historis dapat amat
berharga. Selain itu, analisis cermat terhadap data parameter lain pada janin dan induk kadang-kadang
berguna.

Ekstrapolasi pada Manusia


Hasil uji teratogenik pada hewan coba tidak dapat begitu saja diekstrapolasikan pada manusia.
Tiadanya model hewan yang cocok dibuktikan oleh kenyataan bahwa teratogen yang paling kuat bagi
manusia, seperti talidomid, yang efektif pada dosis 0,5-1 mg/kg BB, tidak memperlihatkan efek teratogenik
pada tikus dan mencit meskipun dengan dosis 4.000 mg/kg BB. Pada kelinci hanya diperoleh embriopati
yang sedang saja. Sebaliknya, asam asetilsalisilat sudah lama diketahui aman untuk wanita hamil, tetapi zat
ini bersifat teratogen kuat bagi tikus, mencit, dan hamster.
Kenyataan bahwa banyak zat kimia terbukti bersifat teratogen pada hewan coba tetapi tidak pada
manusia mungkin sebagian disebabkan oleh lebih rendahnya kerentanan manusia dan rendahnya tingkat
pajanan pada manusia. Tetapi, ini juga dapat disebabkan oleh kurangnya penelitian epidemiologi. Perlu juga
diingat bahwa efek teratogenik suatu zat kimia dapat muncul berupa rendahnya angka kehamilan,
berkurangnya jumlah anak per induk, atau rendahnya ketahanan hidup janin. Karena itu dalam ekstrapolasi
data hewan ke manusia, faktor ini harus pula diperhitungkan (Schardein dkk., 1995).
Meskipun demikian, karena semua zat kimia yang teratogenik pada manusia menunjukkan juga
keaktifannya pada hewan coba tertentu, maka patutlah dilakukan pengujian pada hewan yang tepat atas
semua zat kimia yang mungkin berkontak dengan wanita usia subur. Jika suatu zat memberikan hasil positif,
terutama bila positif juga pada lebih dari satu jenis hewan coba, zat ini sedapat mungkin dihindari oleh
wanita usia subur. Dalam menilai efek teratogenik suatu zat kimia, harus diperhitungkan bukan hanya
insidensnya, tetapi juga beratnya aberasi (Khera, 1991).

UJI IN VITRO
Meskipun belum rutin dilakukan, uji in vitro memberikan harapan sebagai prosedur penyaring dalam
menentukan organ sasaran, atau dalam mempelajari cara kerja teratogen. Di bawah ini secara ringkas
diterangkan beberapa uji in vitro. Beberapa rincian dan acuan diberikan oleh Saxen (1991).

Biakan Sel
Biakan sel dapat ditanam pada suspensi sebagai suatu lapisan tunggal, atau pada berbagai bahan
penyangga. Efek teratogenik dapat dinilai dari berbagai parameter. Karena mudahnya, prosedur ini dapat
digunakan sebagai uji prapenyaringan.
Salah satu pengujian akhir adalah analisis protein yang disintesis oleh biakan sel, misalnya biakan sel
embrio ayam. Untuk memastikan bahwa pengaruh bioaktivasi dan sawar plasenta telah dipertimbangkan,
biakan sel dipajankan pada zat yang diuji dan metabolitnya diekstraksi dari cairan amnion mencit bunting
yang telah diberi zat itu.
Sel tumor tertentu pada biakan segera menempel pada lapisan permukaan khusus. Telah diketahui
bahwa zat kimia yang bersifat teratogenik pada hewan biasanya menghambat lekatnya sel ini. Efek end
point lainnya adalah berubahnya diferensiasi sel oleh teratogen. Perubahan ini dapat ditentukan secara
biokimiawi dan morfologik.

Biakan Organ
Ginjal metanefron, gigi yang sedang berkembang, dan beberapa organ lainnya dapat digunakan
dalam biakan organ. Metanefron didapat dari mesenkim metanefron embrio tikus hari ke-11 dan
ditumbuhkan pada suatu penyaring berpori. Sebagai induktor, sumsum tulang embrionik direkatkan pada sisi
sebaliknya penyaring. Indikator ini diambil kembali setelah 24 jam, saat telah terjadi induksi. Jaringan
kemudian berdiferensiasi menjadi glomerulus, tubulus proksimal, dan tubulus distal. Beberapa zat kimia
terbukti dapat mengurangi jumlah tubulus yang terbentuk.
Biakan organ terlalu rumit untuk digunakan sebagai uji prapenyaringan. Namun, tampaknya berguna
untuk mempelajari cara kerja dan tempat sasaran zat kimia yang dicurigai.

Biakan Hidra
Johnson dan Gebel (1992) menjelaskan prosedur yang menggunakan biakan Hidra attenuata dalam
kondisi laboratorium. Pajanan zat kimia pada Hidra dewasa dan embrio buatan (terdiri atas sel yang
diregresikan secara acak dari hidra yang dihancurkan) menyebabkan berbagai perubahan morfologik,
bahkan menyebabkan kematian. Perbandingan kadar lethal pada embrio terhadap kadar letal pada yang
dewasa telah ditentukan untuk beberapa zat kimia. Rasio ini menunjukkan korelasi yang baik dengan
perbandingan dosis teratologik dan dosis toksik pada hewan pengerat dewasa. Prosedur ini tampaknya juga
memberikan harapan sebagai uji prapenyaringan.

TERATOLOGI (KELAINAN PADA PROSES


PERKEMBANGAN EMBRIO)
Dalam kehidupan di alam, tidak ada satupun makhluk yang sempurna, sering terlihat kekurangan
atau cacat. Kekurangan tersebut secara umum dapat disebut sebagai kelainan, yang bila
sedemikian beratnya dapat mengubah pemunculannya. Perubahan yang besar itu akan
menghasilkan makhluk yang mungkin menakutkan yang orang awam menyebutnya sebagai
monster.
Ilmu yang mempelajari segala sesuatu yang berkaitan dengan monster tersebut disebut dengan
nama teratologi (bahasa Yunani), teratos berarti monster dan logos berarti ilmu. Dan karena
kelainan tersebut lebih banyak terjadi pada masa perkembangan embrio, maka teratologi dianggap
sebagai cabang atau bagian dari embriologi.
Kelainan yang kita lihat tersebut, karena proses dan masa terjadinya pada masa perkembangan,
disebut pula kelainan perkembangan. Dan biasanya terlihat sejak lahir, sehingga disebut pula
sebagai kelainan bawaan atau anomali kongenital ataupun malformasi kongenital.
Istilah kelainan perkembangan/bawaan tersebut merupakan pengertian umum untuk semua bentuk
kelainan. Pada awalnya dimaksudkan untuk kelainan bentuk anatomi, tetapi kemudian kelainan
fungsi juga dimasukkan.
Teratologi :
Cabang embriologi yang mempelajari perkembangan yang abnormal dan berakhir dengan kelainan
(malformasi kongenital).Hiperdiploidi :
Trisomi yaitu jumlah kromosom lebih dari 46, dengan salah satu kromosom terdapat 3 buah (normal
2 buah, berpasangan). Penyebab yang biasa adalah pemisahan kromosom tak sama (nondisjunction) pada pembentukan gamet, sehingga ada gamet yang mempunyai kromosom 24. Bila
gamet ini bertemu dengan gamet normal lainnya, akan terbentuk zigot yang mengandung
47kromosom.
Sekitar 15 % kematian neonatus disebabkan malformasi kongenital dan sekitar 6 % pada anak
sampai usia 1 tahun menderita kelainan kongenital
Penyebab malformasi kongenital dapat dibedakan menjadi :
Faktor genetik (kelainan kromosom /gen mutasi)
Faktor non genetik, penyebabnya disebut teratogen.
Faktor genetik sebagai penyebab malformasi
A. Kelainan kromosom dapat dibedakan menjadi:
kelainan jumlah kromosom
kelainan struktur kromosom
kelainan mosaik
B. Malformasi disebabkan mutasi gen
A.1. Kelainan Jumlah Kromosom
Dalam keadaan normal kromosom yang 46 buah dalam keadaan berpasangan yang disebut
homolog. Kromosom yang 23 pasang dapat digolongkan autosom (22 pasang) dan kromosom seks
(1 pasang). Pasangan kromosom seks pada wanita dan pria berbeda tetapi pasangan autosom
sama.
Seorang wanita terdapat 22 pasang kromosom autosom dan XX kromosom seks. Seorang pria
mempunyai 22 pasang kromosom autosom dan XY kromosom seks. Pada kelainan jumlah
kromosom terjadi perubahan dari jumlah normal yang 46.

Kelainan jumlah kromosom dibagi menjadi :


Aneuploidi : yaitu berkurang atau bertambahnya jumlah kromosom dari 46, yaitu :
hipodiploidi (biasanya 45)
hiperdiploidi (biasanya 47-49)
Poliploidi : yaitu perubahan jumlah kromosom yang merupakan kelipatan dari N.
Hipodiploidi :
Monosomi, yaitu jumlah kromosom berkurang satu. Pada embrio yang mengalami kekurangan satu
kromosom autosom biasanya akan mati, karenanya monosomi autosom jarang sekali ditemukan
pada orang hidup. Sekitar 97% embrio yang kekurangan satu kromosom seks akan mati dan
sisanya 3% dapat hidup dengan Syndroma Turner atau disebut pula disgenesis ovarium.
Hiperdiploidi :
Trisomi yaitu jumlah kromosom lebih dari 46, dengan salah satu kromosom terdapat 3 buah (normal
2 buah, berpasangan). Penyebab yang biasa adalah pemisahan kromosom tak sama (nondisjunction) pada pembentukan gamet, sehingga ada gamet yang mempunyai kromosom 24. Bila
gamet ini bertemu dengan gamet normal lainnya, akan terbentuk zigot yang mengandung
47kromosom.
Trisomi Autosom : bila kromosom yang ada 3 adalah autosom. Syndroma Down atau trisomi 21,
dengan kromosom nomor 21 ditemukan 3 buah. Selanjutnya dikenal juga trisomi 18 atau Syndroma
Edward dan trisomi 13 atau Syndroma Patau.
Dikatakan bahwa kelebihan trisomi ada hubungannya dengan usia ibu yang meningkat. Terutama
pada trisomi 21, insidennya 1 dari 2000 kelahiran dari ibu kurang dari 25 tahun, tetapi insidennya
menjadi 1 dari 100 kelebihan pada ibu dengan umur lebih dari 40 tahun.
Trisomi kromosom seks : bila terjadi tidak memperlihatkan kelainan fisik yang karakteristik pada
waktu bayi atau anak-anak, tetapi baru diketahui setelah dewasa. Pada kelainan XXX (wanita) atau
XXY (pria) dapat dibedakan berdasarkan pemeriksaan kromatin seks lengkap, yaitu kromatin X dan
kromatin Y.
Tetrasomi dan pentasomi dilaporkan hanya pada kromosom seks. Baik pada wanita dengan XXXX
dan XXXXX ataupun pria dengan XXXY, XXYY dan XXXXY biasanya memperlihatkan kelainan
mental (mental retardasi) maupun fisik. Semakin banyak jumlah kromosom seksnya semakin parah
gangguannya, tetapi kelebihan kromoson seks tidak mengubah jenis kelamin penderita.
Poliploidi
Kelainan poliploidi, sel mengandung jumlah kromosom perlipatan dari haploid (misalnya menjadi 69,
92 kromosom, dsb). Poliploidi menyebabkan abortus spontan.
A.2. Kelainan Struktur Kromosom
Kebanyakan kelainan struktur kromosom disebabkan faktor lingkungan seperti radiasi, bahan kimia,
virus.
a. Translokasi
Perpindahan sebagian dari kromosom kepada kromosom lain yang tidak homolog.
Akibat translokasi tidak selalu menyebabkan kelainan perkembangan embrio, sebagai contoh
translokasi kromosom 21 ke kromosom 15, maka fenotip dari penderita yang mengalami translokasi
ini adalah normal. Kasus demikian ini disebut carrier. Lebih kurang 3%-4% pada penderita
Sindroma Down ditemukan trisomi translokasi.

b. Dilesi
Apabila suatu kromosom patah, bagian yang patah ini bisa hilang, hal ini disebut dilesi. Dilesi pada
lengan pendek kromosom 5 (grup B) menimbulkan sindroma cri du chat Kelainan yang diperlihatkan
bila menangis suaranya lemah seperti suara kucing menangis, mikrosefali, retardasi mental berat
dan kelainan jantung kongenital.
c. Kromosom cincin
Adalah tipe lain dari dilesi, yaitu kedua ujung kromosom yang berlawanan patah dan ujung-ujung
yang tersisa bersatu dan membentuk cincin. Kelainan demikian pernah ditemukan pada sindroma
turner (kromosom X) dan pada trisomi 18.
d. Duplikasi
Akibat ada bagian kromosom yang patah dan bagian yang patah ini menempel pada bagian lain dari
kromosom, sehingga bagian kromosom yang ditempeli ini mempunyai susunan kromosom sama
yang ganda. Penderita tidak memperlihatkan kelainan yang nyata karena tidak ada materi genetik
yang hilang.
e. Isokromosom
Apabila pembelahan sentromer terjadi secara transversal (biasanya secara longitudinal),
menghasilkan kromosom yang disebut isokromosom, kelainan banyak terjadi pada kromosom X.

Anda mungkin juga menyukai