Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang dan masalah


Sebagai hasil pembangunan nasional terjadi peningkatan pendapatan,
pendidikan dan sosial masyarakat dan hal ini menimbulkan pergeseran pola
penyakit yang terdapat dalam masyarakat dari kelompok penyakit menular ke
kelompok penyakit tidak menular, termasuk diantaranya gangguan jiwa.
Tujuan Pembangunan Kesehatan adalah tercapainya kemampuan hidup sehat
bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan terciptanya derajat kesehatan
masyarakat yang optimal. Kesehatan dalam hal ini diartikan sebagai suatu
kondisi yang bukan hanya bebas dari penyakit, cacat dan kelemahan tapi benarbenar merupakan kondisi yang positif dari kesejahteraan fisik, mental dan sosial
yang memungkinkan seseorang untuk hidup produktif.
Pertumbuhan penduduk yang tidak seimbang dengan pertumbuhan ekonomi,
dapat menimbulkan berbagai masalah psiko-sosial yang mempengaruhi taraf
kesehatan jiwa masyarakat. Demikian pula dengan adanya penyebaran dan
imigrasi penduduk yang timpang terutama urbanisasi, perubahan sosial yang
cepat, pergeseran nilai-nilai hidup, polusi informasi dan gaya hidup yang
merusak kesehatan seperti merokok, minum alkohol dan penyalah-gunaan obat.
Dari hasil survei epidemiologi gangguan jiwa yang dilakukan di beberapa tempat
di Indonesia, didapat angka-angka morbiditas gangguan jiwa sebagai berikut :
1) Prevalensi psikosis : 1,44 per 1000 penduduk di perkotaan dan 4,6 per 1000
penduduk di pedesaan angka menurut WHO adalah : 1-3 per 1000 penduduk.
2) Prevalensi neurosis dan gangguan psikosomatik adalah 98 per 1000
penduduk, sedang angka WHO untuk neurosis adalah 20-60 per 1000
penduduk.

Menurut penelitian di USA didapatkan bahwa 2-5% dari populasi menderita


ansietas dan 10% dari populasi pernah mengalami depresi.
3) Prevalensi retardasi mental : 1,25 per 1000 penduduk, dan menurut WHO
adalah 1-3 per 1000 penduduk.
4) Prevalensi penyahalgunaan obat dan alkohol belum ada pasti namun dari
data Rumah Sakit tercatat 10.000 pasien, dan diperkriakan jumlah pasien
penyalahgunaan obat dan alkohol yang terdapat dalam masyarakat kurang
lebih 100.000 orang.
5) Prevalensi Epilepsi adalah 0,26 per 1000 penduduk, sedang angka menurut
WHO adalah 8-10 per 1000 penduduk.
Angka tersebut diatas menggambarkan bahwa masalah kesehatan jiwa
merupakan masalah masyarakat. Dengan melaksanakan pelayanan jiwa di
masyarakat, diharapkan akan tercapai pelayanan kesehatan paripurna yang
diberikan kepada manusia seutuhnya.
U.U. Kesehatan No. 25/1992 pasal 24
1) Upaya yang diselenggarakan untuk mewujudkan jiwa yang sehat secara
optimal, baik intelektual, maupun emosional dan sosial, meliputi :

Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan jiwa

Pencegahan dan penanggulangan masalah psikososial dan gangguan jiwa

Penyembuhan dan pemulihan penderita gangguan jiwa.

2) Kesehatan jiwa dilakukan oleh perorangan, lingkungan keluarga, lingkungan


sekolah, lingkungan pekerjaan, lingkungan masyarakat, didukung sarana
pelayanan kesehatan jiwa dan sarana lainnya.
Upaya Kesehatan Jiwa adalah upaya kesehatan jiwa yang dilaksanakan
secara khusus atau terintegrasi dengan kegiatan pokok, yang dilaksanakan oleh
tenaga kesehatan dengan dukungan peran serta masyarakat yang ditujukan pada
individu, keluarga, masyarakat dan diutamakan pada masyarakat berpenghasilan

rendah, khususnya kelompok rawan tanpa mengabaikan kelompok lainnya,


dengan menggunakan teknologi tepat guna yang disesuaikan dengan kondisi dan
kebutuhan masyarakat setempat.
Kegiatan upaya kesehatan jiwa tersebut dilaksanakan melalui :
1) Pengenalan dini gangguan jiwa (early detection).
2) Memberikan upaya pertolongan pertama pada pasien-pasien dengan gangguan
jiwa (primary treatment).
3) Kegiatan rujukan yang memadai (adequate referral).
Selain itu diharapkan agar upaya kesehatan jiwa yang dilakukan oleh
tenaga kesehatan dapat melaksanakan terapi lanjutan (follow up) dari mereka
yang sudah selesai perawatannya di Rumah Sakit Jiwa, untuk meringankan beban
dari pasien. Dengan adanya pelayanan ini dapat diperoleh gambaran penyakit
dalam masyarakat tertentu yang dapat dipertanggung jawabkan melalui data yang
ada pusat pelayanan kesehatan masyarakat, khususnya dalam masyarakat
perkotaan.
Mengingat hal tersebut diatas maka dalam pelayanan kesehatan jiwa diharapkan
dapat :
1) Menangani gangguan jiwa baik yang akut maupun yang kronik yang dapat
terjadi pada setiap manusia maupun kelompok masyarakat hingga dapat
menurunkan angka kesakitan pasien ganguan jiwa.
2) Menangani gangguan jiwa dari setiap kelompok umur mulai dari anak,
remaja, dewasa dan usia lanjut dengan memanfaatkan azas-azas kesehatan
jiwa.
3) Menilai lebih sensitif dan waspada terhadap kemungkinan keterlibatan
emosional pada keluhan-keluhan atau gejala yang ditujukan pasien sewaktu
berobat.
4) Memberikan penyuluhan hingga masyarakat dapat memanfaatkan azas dasar
kesehatan jiwa dalam kehidupannya.

Penjelasan :
1) Kesehatan Jiwa (mental health) menurut pengertian ilmu kedokteran pada
saat ini adalah suatu kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik,
intelektual dan emosional yang optimal dari seorang dan perkembangan itu
berjalan selaras dengan orang lain.
Makna kesehatan jiwa adalah manusia mempunyai sifat-sifat yang harmonis
(serasi) dan memperhatikan semua segi dalam kehidupannya dan dalam
hubungan dengan manusia lain.
Untuk

mencapai

kondisi

yang

dimaksud

maka

pemerintah

telah

mengarahkan upaya penting antara lain :


a) Memelihara kesehatan jiwa dalam pertumbuhan dan perkembangan anak.
b) Mengusahakan keseimbangan jiwa dengan menyesuaikan penempatan
tenaga selaras dengan bakat dan kemampuan.
c) Perbaikan tempat kerja dan suasana kerja.
d) Mempertinggi taraf kesehatan jiwa seseorang dalam hubunganya dengan
keluarga dan masyarakat.
Mengingat hal tersebut di atas maka telah digariskan beberapa kebijaksanaan
yang pada prinsipnya menjabarkan dan menterjemahkan lingkup kesehatan
jiwa secara praktis dan konkrit.
2) Pelayanan Kesehatan Jiwa
Pelayanan Kesehatan Jiwa yang dilakukan oleh dokter/staf terhadap individu
adalah memberikan obat-obat psikofarmaka bila diperlukan serta pemecahan
masalah yang dihadapi pasien dan keluarga.
Pengertian jiwa sehat dan jiwa sakit menurut pola sosial budaya suatu
masyarakat berbeda. Disamping itu hampir semua penyakit fisik
mengandung segi kejiwaan dan dengan pendekatan kesehatan jiwa yang baik
akan bermanfaat dalam menghadapi semua penderita.

Penderita gangguan jiwa tidak selalu abnormal tingkah lakunya, dan sering
kelainan yang ditujukkan hanyalah berdasarkan keluhan saja. Oleh karena
itu semua petugas pelayanan kesehatan jiwa sebaiknya mengetahui dasar
kesehatan jiwa.
Beberapa sifat yang dapat dipakai sebagai pegangan dalam pemeriksaan
seorang yang sehat jiwanya adalah :
a) Mempunyai emosi yang tenang. Ia cukup bahagia dalam kehidupannya
dan dapat bergaul baik dengan anak-anaknya, keluarga, maupun
lingkungan tempat tinggal atau tempat kerja. Suatu waktu dapat saja
merasa kurang gembira, bertengkar dan marah-marah, tapi pada
umumnya ia relatif bebas dari rasa khawatir, rasa benci dan rasa cemas.
b) Dapat memelihara keseimbangan jiwanya secara mantap, yaitu cukup
tabah, penuh pengertian serta dapat mengambil keputusan dan memiliki
tangung jawab. Dengan demikian ia mengahadapi kehidupan dengan
segala persoalan serta ia dapat menikmati karunia-Nya.
c) Mempunyai masa kanak-kanak yang bahagia. Tata cara kehidupan pada
masa kanak-kanak adalah sangat penting artinya dalam perkembangan
menjadi dewasa. Beberapa hal penting yang harus diperoleh dalam masa
kanak-kanak adalah : cinta, kasih sayang, pujian dan dorongan serta
disiplin yang sehat.
3) Peran Serta Masyarakat
Adalah peran serta aktif masyarakat baik sebagai key person maupun
sebagai konsumen dalam pemecahan masalah, perencanaan, pelaksanaan,
penilaian, pembinaan dan pengembangan upaya kesehatan jiwa
masyarakat setempat.

4) Kegiatan Pelayanan Kesehatan Jiwa


Terpadu dengan kegiatan pokok pelayanan kesehatan lainnya, serta
memberikan pelayanan khusus bila diduga adanya faktor psikologi
sebagai penyebab.
B. TUJUAN
a.

Tujuan Umum : Tercapainya derajat kesehatan jiwa yang optimal bagi


seluruh masyarakat, khususnya masyarakat perkotaan.

b.

Tujuan Khusus
Bila mungkin menurunkan atau mempertahankan angka-angka yang telah
diperoleh sesuai dengan survei epidemiologi gangguan jiwa yaitu :
1) Angka psikosis < 1,44 4,6 per 1000 penduduk.
2) Angka ansietas < 2 5% dari populasi.
3) Angka depresi < 1% dari pulasi.
4) Angka retardasi mental < 1.25 per 1000 penduduk.
5) Jumlah penyalahgunaan obat dan alkohol < 100.000 orang.
6) Angka epilepsi < 0.26 per 1000 penduduk.

BAB II

PEMBAHASAN
Seperti gangguan medis lainnya, gangguan psikiatri menyatakan dirinya
dalam cara yang khas. Penyimpangan dari normal, dari ringan ke berat, dapat muncul
dalam intensitas, durasi, waktu, dan isi pikiran, emosi dan tingkah laku, beberapa
keluhan dan gangguan psikiatri harus dimengerti dalam kontak yang luas,
membutuhkan evaluasi lebih dari dunia interpersonal pasien, pekerjaan, kehidupan
keluarga dan budaya dari praktek medis yang umum. Alam dan ekspresi dari tanda
dan gejala kekuatan pasien.
Perbedaan yang paling penting antara tampilan tipikal dari penyakit medis dan
gangguan psikiatri adalah pasien kadang-kadang gambarannya indiosinkron dari
keadaan internal kualitatif mereka. Pengalaman objectif sering sulit untuk di
diskripsikan dalam kata-kata. Penyair dan pembuat novel sering lebih mampu dari
klinisi untuk mengkarakterisasikan dan menggambarkan secara akurat kualitas dan
pengalaman beberapa gejala psikiatri. Banyak pasien dan klinisi sering menemukan
kesulitan untuk berkomunikasi secara akurat.
Pemilihan pada diagnosa psikiatri selama lebih dari 25 tahun telah
dipertahankan dengan meningkatnya dari reabilitas.
Realitas dari gejala klinis yang diobservasi, pemilihan ini telah mempunyai
pengaruh yang kuat, klinisi dan peneliti menggunakan aneka ragam struktur
wawancara dapat menjadi pernyataan yang beralasan pada gejala apa pasien diteliti
dan bagaimana pasien menemukan kriteria untuk gangguan psikiatri yang khas pada
edisi III dari diagnostik dan stastik manual dari gangguan mental (DSM IV).

Pendukung kelemahan
Genetik dan faktor intra uterin
Kelemahan genetik memainkan peranan penting dalam pernyataan beberapa
gangguan jiwa, terutama diantara demensia tipe alzeimer, shizofrenia, gangguan
mood, gangguan kecemasan dan ketergantungan alkohol.
Proses intra urenaria menkonstribusikan ke banyak gangguan jiwa sebagai
contoh, kelaparan pada ibu hamil dan infeksi influenza selama trimester kedua
kehamilan telah dilibatkan pada pathogenesis schizofrenia. Merokok saat kehamilan
dan berat badan lahir rendah dapat menjadi resiko pathogenesis terjadinya gangguan
kurang perhatian pada anak. Penyalahgunaan alkohol pada ibu dapat menjadi
syndrom alkohol fetus / penyebab utama ketidak mampuan perkembangan
Psikologikal Stresor
Kelemahan physological dapat menghasilkan masalah yang panjang semua
metabolisme, toksik, infeksi dan penyebab lain penyakit fisik meningkatkan
kelemahan pada gangguan kejiwaan.
Infeksi HIV yang menuju positiv dan AIDs yang merupakan stressor, dapat
menjadi gangguan jiwa. Pasien dengan gejala gangguan jiwa dapat menampilkan
perubahan organic yang merupakan efek langsung dari virus pada susunan syaraf
pusat menghasilkan perubahan kepribadian dan mood dengan riwayat keluarga
merasakan mentalnya tidak aktif.
Stresor Lingkungan
Hubungan komplek antara berbagai jenis kehidupan pada umumnya peristiwa
yang terprediksi dan peristiwa negatif dan perkembangan gejala psikiatri pada
umumnya.
Karateristik dari gejala dan tanda-tanda
Gejala dan tanda-tanda dari 2 kategori-kategori mayor dari fenomena klinis,
secara klasik sebagai gangguan medis.
8

Penyakit dalam bahasa ilmiah merupakan suatu gejala yang didasari oleh
faktor sebab-akibat. Dalam kasus kejadian penyakit, berbagai penelitian telah
dilakukan oleh para ahli untuk mengetahui akar penyebab munculnya penyakit itu,
contohnya pada kasus penyakit jiwa. Sebagian penelitian menyebutkan gangguan
kejiwaan ini disebabkan adanya ketidakseimbangan kimiawi pada otak penderita,
hubungan genetik, infeksi virus pada otak dan sebagainya. Tetapi penelitian lain juga
membuktikan bahwa penyakit ini memiliki dasar biologis yang kuat seperti halnya
penyakit jantung, diabetes dan lain-lain.
Salah satu fenomena sosial yang sering terlihat dalam keseharian masyarakat
kita dewasa ini adalah banyaknya orang yang terkena kasus penyakit jiwa. Jumlah
kasus ini meningkat seiring dengan berkembangnya zaman yang

menimbulkan

implikasi perubahan.
Stigma masyarakat terhadap penderita gangguan jiwa akan menekan para
penderita pada lapisan terbawah struktural sosial, sehingga sangat menyulitkan
penderita untuk mendapatkan pekerjaan yang layak.
Penyakit kejiwaan sesungguhnya disebabkan oleh multikausal yang
kompleks, mulai dari unsur biologik, psikologik hingga proses-proses sosial yang
ada di masyarakat. Semuanya itu dapat menyebabkan munculnya penyakit kejiwaan
mulai dari yang paling ringan hingga yang berat.
Perubahan sosial adalah salah satu kontributor utama dalam tahapan
munculnya penyakit jiwa. Perubahan sosial dalam satu komunitas masyarakat
berhubungan dengan peningkatan kejadian tekanan mental. Namun, pengaruh sosial
bukanlah satu-satunya penyebab dalam terjadinya penyakit jiwa.
Penyakit Kejiwaan Ditinjau Dari Aspek Sosial
Salah satu fenomena sosial yang sering terlihat dalam keseharian masyarakat
kita dewasa ini adalah banyaknya orang yang terkena kasus penyakit jiwa. Jumlah
kasus ini meningkat seiring dengan berkembangnya zaman yang

menimbulkan

implikasi perubahan yang terkadang bersifat radikal sehingga tidak semua golongan
9

masyarakat mampu beradaptasi dengan keadaan tersebut. Jumlah kasus ini telah
mencapai tahap yang mengkhawatirkan di beberapa negara maju dan bukan tidak
mungkin juga akan mengalami masalah serupa transisi modernisasi global yang
melanda seluruh dunia.
Salah satu penyakit kejiwaan yang sering dibicarakan akhir-akhir ini adalah
skizofrenia. Skizofrenia adalah penyakit yang sangat dahsyat. Sebagian penelitian
menyebutkan gangguan kejiwaan ini disebabkan adanya ketidakseimbangan kimiawi
pada otak penderita, hubungan genetik, infeksi virus pada otak dsb. Kenyataannya
skizofrenia belum ada obatnya, dan belum diketahui penyebabnya secara pasti.
Namun penelitian membuktikan penyakit ini memiliki dasar biologis yang

kuat

seperti halnya penyakit jantung, diabetes dan lain-lain.


Penyakit ini juga bukan disebabkan oleh salah asuh, salah didik dan keluarga
yang broken home. Ia bisa diderita oleh siapa saja, bahkan oleh keluarga yang paling
normal sekalipun. Fakta statistik menunjukkan bahwa skizofrenia diderita oleh sekitar
1% dari populasi. Jadi, dari 200 juta penduduk Indonesia diperkirakan ada sekitar 2
juta orang penderita skizofrenia.
Kemunculan penyakit ini dimulai pada usia antara 16-30 tahun. Penyakit ini
tidak hanya menghancurkan kondisi psikologis dan fisik penderita, tapi juga
membawa kerusakan pada sendi-sendi keluarga dan masyarakat. Di negara-negara
maju mereka menyebutnya Killer of the Young People karena menghancurkan
produktivitas kaum muda.
Beberapa studi menyarankan agar penderita skizofrenia tetap menerima social
resources seperti pekerjaan, gaji, latihan rehabilitasi, konseling untuk menghindari
keadaan yang lebih parah. Rekayasa keadaan ini dapat menurunkan keparahan dari
penyakit (Estroff, 1981). Stigma masyarakat terhadap penderita gangguan jiwa juga
menekan para penderita pada lapisan terbawah struktur sosial. Akibatnya semakin
banyak diskriminasi dan makin terpinggirkannya orang-orang malang ini. Hal ini
menambah semakin beratnya penderitaan yang

dialami oleh penderita dan

keluarganya. Misalnya, anggapan bahwa orang gila semuanya bodoh, atau orang gila
10

membahayakan orang yang waras. Padahal penelitian membuktikan bahwa banyak


diantara penderita skizofrenia memiliki I.Q. yang tinggi bahkan di atas rata-rata.
Penelitian lain mengatakan orang yang mengalami gangguan kejiwaan lebih
rentan mengalami pelecehan dan tindak kekerasan dari orang normal daripada
sebaliknya. Stigma semacam ini sangat menyulitkan penderita mencari pekerjaan
yang layak, sedangkan biaya pengobatan sangat mahal ditambah lagi krisis ekonomi
yang makin menghimpit. Akhirnya banyak penderita tidak mampu menjangkau
pengobatan yang memadai.
Skizofrenia dapat disembuhkan melalui suatu terapi yang panjang. Tapi jalan
menuju

kesembuhan

seringkali

merupakan

proses

yang

melelahkan

dan

menghabiskan harapan. Bahkan ada penderita yang menghabiskan belasan tahun


bertarung menghadapi skizofrenia. Sebagian lainnya mungkin tidak pernah sembuh
dan berkeliaran seperti mayat hidup di jalan-jalan.
Penyakit

kejiwaan

sesungguhnya

disebabkan

oleh

multiaksial

yang

kompleks, mulai dari unsur biologik, psikologik hingga proses-proses sosial yang
ada di masyarakat. Semuanya itu dapat menyebabkan munculnya penyakit kejiwaan
mulai dari yang paling ringan hingga yang berat.
Political Economy
Para ekonom barat telah membuktikan bahwa kondisi ekonomi masyarakat di
negara bagian utara Amerika selama seratus tahun belakangan merupakan pemicu
yang signifikan dari jumlah kejadian di rumah sakit untuk kasus penyakit kejiwaan
dan bunuh diri (Brenner, 1981). Pada golongan ekonomi lemah jumlah kasus bahkan
dua kali lebih besar dibandingkan yang lainnya, mereka melaporkan dirinya berada
dalam kondisi yang buruk untuk kesehatan mental mereka.
Warner (1985) dalam penelitiannya telah menganalisa prevalensi kejadian
skizofrenia dihubungkan dengan kondisi politik dan ekonomi. Ia menyimpulkan
bahwa ada hubungan yang erat antara permulaan penyakit, pengobatan yang
diberikan dan pergantian pegawai di satu sisi dengan keadaan ekonomi di sisi yang
11

lain. Kejadian penyakit ini juga meningkat pada imigran dibandingkan dengan jumlah
kejadian yang sama di negara asal mereka.
Namun hasil penelitian di atas bukannya tanpa kontradiksi. Beberapa ahli
kejiwaan mempunyai pendapat yang berbeda mengenai kaitan politik ekonomi
dengan kejadian penyakit kejiwaan ini. Iskandar (2001) dalam penelitiannya
menyatakan tidak ada korelasi yang signifikan antara ketidakpastian politik dan
ekonomi dengan kejadian gangguan jiwa. Oleh karena itu, pernyataan yang
menyebutkan bahwa makin banyak orang terkena gangguan mental akibat krisis
ekonomi dan politik harus dikaji dengan teliti. Khusus Indonesia, selain tidak pernah
ada data yang menunjukkan jumlah penderita gangguan jiwa di Indonesia, data yang
ada di rumah sakit pun harus diwaspadai karena bisa jadi merupakan data atas orang
yang sama. Karena, penderita gangguan jiwa itu jarang yang merupakan pasien baru,
yang ada adalah pasien yang berpindah-pindah dari satu rumah sakit ke rumah sakit
lain.
Namun yang jelas, kondisi politik dan ekonomi Indonesia yang telah gonjangganjingkan selama lebih kurang empat tahun lebih memberikan efek yang hampir
sama dengan penelitian di atas. Walaupun tidak ada angka detail yang
menggambarkan jumlah total kejadian penyakit jiwa di seluruh Indonesia, tapi dapat
dirasakan bahwa penderita penyakit ini semakin banyak. Rendahnya kemauan
masyarakat terutama keluarga, untuk melaporkan kasus ini disebabkan mereka tidak
ingin menanggung malu akibat stigma negatif penyakit ini. Selain itu, kebanyakan
penderita penyakit jiwa ini tidak merasa dirinya menderita penyakit kejiwaan ini,
akibatnya mereka juga tidak berinisiatif mencari pengobatan.
Perubahan Sosial Dan Kontribusi Dalam Kejadian Penyakit Kejiwaan
Perubahan sosial adalah salah satu kontributor utama dalam tahapan
munculnya penyakit jiwa. Lin et al. (1969) menyimpulkan bahwa perubahan sosial
besar-besaran di Taiwan dari tahun 1940-an hingga pertengahan 1960 telah
menyebabkan peningkatan yang besar pada kejadian kelainan neuerotic. Beberapa
12

peneliti lainnya bahkan mendapatkan bahwa perubahan sosial dalam satu komunitas
masyarakat berhubungan dengan peningkatan kejadian tekanan mental. Alkoholisme,
penyalahgunaan obat, dan bunuh diri merupakan risiko terbesar pada penyakit mental
selama periode modernisasi yang cepat dalam lingkungan tradisional. Contohnya,
orang Indian di Amerika Utara, penduduk asli Alaska (Kraus dan Bufler, 1979; Shore
dan Manson, 1983).
Penggusuran rumah penduduk dan pemaksaan akulturasi pada pengungsi dan
imigran telah menyebabkan munculnya penyakit kejiwaan yang berulang-ulang.
Sebagai contoh, manusia kapal dari kawasan Asia Tenggara yang terdampar di
Amerika utara mengalami depresi yang tinggi, kebimbangan serta gangguan
psikososial (Beiser dan Fleming, 1986). Beberapa masalah sosial bahkan menjadi hal
yang biasa diantara kelompok minoritas tertentu, seperti sikap antisocial personality
antara anak muda kota yang berkulit hitam di Amerika Serikat.
Kelompok pria di bawah usia tujuh puluh tahun di Amerika Utara yang
mengalami kehilangan pasangan bahkan mengalami peningkatan jumlah kematian
yang signifikan bila dibandingkan dengan kelompok yang tidak (Osterweis et all.
1984). Dan mereka yang kemudian menikah kembali dapat mengurangi risiko ini
(Mechanic, 1986). Hasil dari penelitian kohort yang dilakukan beberapa pengamat
sosial menunjukkan bahwa kelas sosial, tingkat ekonomi, kejadian masa lalu
mempengaruhi perubahan dalam masa hidup mulai dari kelahiran hingga akhir masa
hidup, dan institusi sosial adalah kausa utama yang mempengaruhi kesehatan fisik
dan mental mereka. Namun, pengaruh sosial bukanlah satu-satunya kausa dalam
kejadian penyakit kejiwaan.
Kekerasan
Selama ini, orang sering dibingungkan oleh apakah kekerasan memicu
gangguan mental, atau gangguan mental yang menyebabkan kekerasan. Kekerasan
adalah sebagai sesuatu yang hanya bisa dilakukan oleh segolongan individu yang
kuat terhadap individu lain yang

lemah. Ini didukung hasil penelitian yang


13

menunjukkan bahwa kekerasan dipicu oleh perubahan biokimia otak, sementara yang
menanggung akibat kekerasan kimia pada otak itu sendiri dapat mengalami gangguan
mental yang disebut gangguan anxietas post traumatic stress disorder.
Budaya bisa meredam kekerasan, dan akal sehat bisa menyalurkan kekerasan
menjadi hal-hal yang bisa diterima, misalnya dalam bentuk tinju atau sepak bola.
Sementara teror adalah ancaman yang dilakukan oleh sekelompok atau individu yang
lemah, bukan oleh yang kuat. Tujuan teror bagi si lemah adalah untuk menunjukkan
dirinya eksis dengan cara mengubah persepsi orang lain melalui cara menakut-nakuti
atau mengancam.
Oleh karena itu, perbedaan antara teror dan kekerasan tergantung dari
pelakunya. Bila pelakunya jelas dan kuat, disebut kekerasan. Bila kekerasan
dilakukan pemerintah maka disebut pelanggaran HAM. Bila pelakunya tidak jelas,
disebut teror. Bila tujuannya cuma untuk materi, disebut kriminal. Namun, bila ada
motif lain yang dianggap luhur maka teror menjadi isme. Berarti kriminal pada pihak
lawan, tetapi jadi pahlawan di pihak kawan.
Selain itu, satu hal yang juga menjadi konsen dalam penyakit kejiwaan ini
adalah proporsi penderita berdasarkan jenis kelamin. Wanita merupakan kelompok
yang paling rentan untuk terkena penyakit jiwa dibandingkan pria, kejadian ini
dihubungkan dengan ketidakberdayaan relatif mereka dalam masyarakat (Weissman
dan Klerman, 1977; Brown dan Harris, 1978). Hal lain yang mempengaruhi wanita
sebagai kelompok risiko terbesar untuk terkena penyakit kejiwaan adalah dukungan
sosial yang kurang, baik dari keluarga maupun sanak saudara serta teman-temanya.
Prevalensi Dan Penderitaan Manusia
Sangat sulit untuk menentang bahwa lingkungan sosial sangat mempengaruhi
onset dan lamanya gangguan jiwa. Namun data pada prevensi yang berdasarkan
pengaruh yang saling berhubungan ini baru dibentuk. Kehilangan konseling dan
kelompok menolong diri sendiri sepertinya memperbaiki efek negatif jangka panjang
dari kehilangan pada populasi resiko, meskipun penelitian yang
14

mendukung

penemuan ini diperlemah oleh masalah teknik. Tetapi jenis dari ukuran preventif yang
diperkenalkan pada beberapa penelitian biasanya minimal apabila dibandingkan
dengan besarnya masalah sosial. Sangat beralasan untuk mengharapkan bahwa
apabila intervensi sosial dipropagasi bersamaan dengan modalitas terapetis yang
efektif, prevansi akan cenderung untuk sukses. Beberapa penelitian menunjukkan
bahwa apaibla pasien skizofrenia dan jaringan pendukung mereka menerima sumber
sosial yang adekuat (pendapatan, pekerjaan, pelatihan rehabilitasi, konseling) untuk
menghadapi kronisitas, rehospitalisasi dan disabilitas yang dapat dikurangi. Perilaku
penyakit kronis dapat dibatasi dan lebih banyak konsekuensi negatif yang
dikendalikan melalui prevensi tersier, seperti intervensi dalam keluarga untuk
mengurangi emosi negatif yang diekspresikan dan memperbaiki fungsi keluarga.
Gangguan depresi dan ansietas yang berasal dari sebab-sebab sosial lebih
dapat dimengerti sebagai penyakit yang bebas, melainkan suatu bentuk nonspesifik
todily (psychobiological) dari distress manusia. Mengapa mengistimewakan gejala,
kapankah mereka berbagi wilayah sosial yang sama? Demoralisasi dan berhutang
yang memperburuk keluarga, pekerjaan atau masalah ekonomi memicu sindrom dari
distress yang memiliki hubungan biologikal seperti halnya juga hubungan
psikologikal. Hubungan ini sering disebut sebagai gangguan psikiatrik, tetapi mereka
telah lebih dimengerti oleh ilmuwan dibidang sosial sebagai sekuele psikobiologikal
dari patologi sosial dan penderitaan manusia secara umum. Bahkan ketika
predisposisi genetik dan kerentanan neurogikal mengubah efek eksperiensial dari
tekanan sosial di sini ke dalam gangguan depresif, di sana ke dalam gangguan panik,
transduksi sosiosomatik dapat sangat terbatas pada bentuk distress sosial.
Dalam penelitian klinikal dan epidemiologikal sampai dengan tahun 1960,
psikiatris sangat dipengaruhi untuk pemikiran psikoanalitik, melihat neurosis histeria,
gangguan

depresi,

psikofisiologikal

gangguan

daripada

ansietas,

kelainan

yang

lebih
tidak

sebagai
dapat

spektrum

distress

ditentukan.

Istilah

psikoneurosis sering digunakan sebagai diagnosis untuk berbagai macam


gangguan. Konsep reaksi dari stress, John Hopkins Psikiatris, Adolph Meyer, masuk
15

ke dalam formulasi ini selanjutnya dengan pengenalan terapi spesifik utnuk kondisi
individual-depresi, panik, fobia, dll, titik pandang paling umum bahwa neurosis
merupakan kelompok penyakit tertentu semakin meningkat. Produk dari penyakit ini,
titik pandang spesifik adalah DSM III yang

telah mengganti rubrik neurosis

dengan distres dari gangguan tidak tertentu. Setiap cluster berasal dari kriteria luklusi
dan eksklusi yang memudahkan klinisi untuk mendiagnosis kondisi yang overlaping
seperti halnya penyakit yang

berdiri sendiri; seperti gangguan ansietas cluster

menspesifikasikan kriteria ke dalam gangguan ansietas tertentu, gangguan panik,


gangguan obsesif kompulsif, agorafobia, fobia sosial, dan fobia sederhana. Idenya
adalah bahwa masing-masing memiliki psikologi, penyebab, jangka waktu dan
respons pengobatan yang berbeda-beda.
Banyak data yang tidak cocok bila dimasukkan ke dalam formulasi ini.
Pertama, spesifitas pengobatan tidak mendekati kejelasan seperti biasanya dikleim.
Antidepresan dapat digunakan untuk mengobati beberapa gangguan ansietas,
beberapa ansietas memiliki efek terhadap depresi. Kedua, untuk semua penelitian
terbaru yang

memperhatikan mengenai kondisi neurotik, ada bukti bahwa

penyebabnya dapat diketahui. Bahkan penyertaan biologis menyebabkan tumpang


tindih yang besar. Gangguan panik menunjukkan bahwa hal tersebut memiliki fokus
otak yang unik terhadap aliran darah cerebral asimetrik, sehingga perubahan sistem
saraf autonomik dan sistem limbik tampak menjadi tidak spesifik pada depresi
maupun ansietas. Lebih jauh lagi, ansietas sering disertai dengan depresi, sehingga
kedua hal tersebut primer. Mungkin lebih rasional untuk memikirkan kontinuitas dari
respons psikobiologikal dari ansietas murni ke depresi murni, dengan
kebanyakan kasus berada di tengahnya. Terakhir, penemuan ini dapat dijelaskan
dengan alternatif, yang dapat digambarkan seperti berikut ini.
Kerentanan psikologikal dan biologikal dari seseorang digabungkan dengan
tekanan sosial lokal untuk menciptakan sindrom dari distress menyatukan respons
neuroendokrin, autonomis, kardiovascular, gastrointestinal dan sistem limbik.
Respons tersebut menyusun sebuah spektrum dari afektif, ansietas dan keuhan
16

somatik. Norma-norma kultural secara berbalasan berinteraksi dengan proses


biologikal untuk membentuk pengalaman tubuh/pribadi ini sehingga bentuk yang
berbeda dari distress menjadi predominasi pada kelompok sosial yang

berbeda,

seperti neurasthemia pada Cina kontemporer, fatique pada Perancis. Chronic pain
pada Amerika Utara, Nervios pada Amerika Latin dll. Pengaruh interpersonal dan
intrapsikis juga membentuk psikobiologi pada respons neurotik, yang mungkin lebih
akurat digambarkan oleh konsep sosiologikal mengenai perilaku sakit. Sehingga
dapat dikatakan penyakit gangguan neurotik adalah perubahan psikobiologikal non
spesifik secara beragam pada budaya yang berbeda-beda, mungkin anorexia,
dysthuymia, agoraphobia, taijin kyofustio, gangguan panik, terakhir syndrom virus
kronik.
Dari titik pandang sosial ini, neurosis menghadirkan medikalisasi dari sosial
yang menyebabkan sindrom psikofisiologikal dari penderitaan manusia. Penelitian
lintas budaya menghadirkan bukti yang

nyata dalam mendukung hipotesis ini.

Kategori diagnostik dari penelitian klinis dan kerentanan partikular dari orang dan
kelompok menetapkan mana paket berikut yang dielaborasi dan diinterprestasi
sebagai gangguan depresif mayor dan mana yang merupakan gangguan panik. Dari
perspektif sosial ini, neurosis bukanlah penyakit melainkan manifestasi perilaku dari
distress yang dipengaruhi oleh sosial.
Model Stres
Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh yang ditimbulkan oleh
lingkungan sosial terhadap perkembangan pribadi dan kemunculan penyakit kejiwaan
dan yang lainnya, para psikolog mengembangkan model stress. Metode ini
dikembangkan oleh Walter Cannon dan Hans Selye, namun model yang digunakan
pada saat itu telah mengalami berbagai modifikasi dan tambahan.
Setiap individu mempunyai keseimbangan (homeostasis) dalam dirinya.
keseimbangan ini dapat terganggu oleh pengaruh yang muncul dari lingkungan di
sekitar individu. Gangguan atau tekanan yang serius akan menyebabkan tubuh
17

merasakan kondisi ketegangan. Tubuh akan berusaha untuk mempertahankan


keseimbangan dini dengan melakukan satu mekanisme pertahanannya sndiri.
Mekanisme ini terkadang bahkan sering tidak berhasil sehingga membuat tubuh
kehilangan keseimbangannya. Dalam kondisi ini tubuh disebut mengalami stress.
Stres merupakan interaksi antara individu dengan stressor interaksi ini
menyebabkan individu akan melakukan adaptasi terhadap stressor. Stressor yang
umumnya muncul adalah perubahan hidup, seperti kematian pasangan, kehilangan
pekerjaan, perceraian dll. Yang kesemuanya itu dapat menyebabkan tubuh menjadi
sakit akibat kegagalan untuk beradaptasi.
Stres erat dikaitkan dengan penderitaan yang dialami manusia. Pihak yang
dianggap paling menderita diantara manusia adalah kaum miskin, kaum tertindas,
kaum tidak berdaya sehingga prevalensi terbesar adalah dari kelompok ini.
Penderitaan ini dikaitkan dengan keadaan mereka yang sangat tidak diuntungkan.
Rumah yang

tidak nyaman, makanan yang

tidak cukup gizi, pendidikan yang

minim, pekerjaan yang berlebihan.


Nilai-Nilai Profesional Yang Mempengaruhi Kerja Psikiatri
Psikiatri di Negara Barat sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai budaya secara
implisit mengenai diri sendiri dan patologinya yang membentuk suatu individu yang
dalam dan tertutup. Sebagai suatu perbandingan, baik buku-buku klasik dari Cina
maupun titik pandang common-sense kontemporer diantara orang-orang Cina, baik
psikologi maupun psikiatris. Menyebutkan bahwa individu adalah sant interpersonal.
Pandangan Cina mengenai diri sendiri, sampai derajat yang luas, sebagai konsensual
sebuah personalisasi yang

berorientasi pada pemusatan sosial. Yang

lebih

memperhatikan kebutuhan akan situasi tertentu dan kunci menuju hubungan daripada
kejadian satu hal yang

sangat pribadi. Tetapi untuk psikiatris Cina dan pasien-

pasiennya yang mengintiminasi bahwa hal tersebut begitu penting seperti lingkup
hubungan sosial dan masalah-masalah moral. Konteks sosial, bukan kedalaman
hubungan, merupakan ukuran untuk validitas. Pada beberapa konteks, apakah moral,
18

bukan interpretasi psikologik, dipandang sebagai teras dari tugas retorikal dan
persuasi dan penyembuhan.
Asal dari psikiatri di Cina bukanlah pengobatan Cina, meskipun dikenal
sebagai kegilaan, histeria, depresi dan efek psikosomatik, tidak ada satupun yang
diatur sebagai cabang yang berbeda dari ilmu pengetahuan dari penyakit jiwa, langka
dalam hal pengobatan maupun kelompok spesialis terlatih untuk mengobati penyakit
jiwa.
Perspektif dari pengetahuan sosial tidak dapat mengharapkan masalah moral
ini hilang baik sebagai masalah sosial, bukan individual ataupun sebagai sesuatu yang
dapat dialamatkan pada tingkat politik, meskipun tingkat politik sangat crusial
terhadap pertanyaan ini; bahwa perspektif dapat digambarkan ke dalam peningkatan
sensibilitas personal terhadap masalah ini dengan mendorong para praktisi sebagai
sebuah sikap self-reflective terhadap nilai-nilai profesional dan sosial yang
mempengaruhi keputusan dan tindakan klinis mereka. Hal ini menjadi suatu contoh
mengenai pentingnya mengantropologikan perenungan para praktisi. Bahwa
sensibilitas antropologi harus mendorong skanning, rutin dari perspektif seorang
profesional dalam membuat alternatif perspektif pasien, keluarga, profesional lainnya,
budaya lainnya. Pendekatan ini tidak dapat meyakinkan tindakan moral. Namun hal
tersebut dapat dihadirkan dalam perilaku sehari-harei dari praktisi sebuah mekanisme
untuk refleksi moral yang rutin.

19

Penanganan Gangguan Jiwa Dalam Masyarakat Perkotaan

DIAGNOSIS
1.

GANGGUAN PSIKOSIS :
adalah suatu keadaan yang
meyebabkan timbulnya
ketidakmampuan berat
pada seseorang untuk
menilai realitas.

GEJALA KLINIS
-

2.

GANGGUAN
KECEMASAN (anxictas) :
Adalah perasaan tidak
menyenangkan yang
disebabkan oleh dugaan
akan bahaya atau frustasi
yang mengancam dan akan
membahayakan rasa
aman, keseimbanga atau
kehidupan seorang
individu. Rasa cemas ini
dirasakan bila individu
berusaha menguasai /
menghadapi suatu keadaan
atau situasi tertentu.

1.

2.

3.

GANGGUAN DEPRESI :
Adalah suatu bentuk
gangguan kejiwaan pada
alam perasaan seseorang
yang bercorak disforik
yang ditandai dengan
perasaan murung, rasa
sedih yang mendalam, rasa
tak berdaya, putus asa, tak
berguna, dan sebagainya.

Gaduh, gelisah
Perilaku abnormal
Gangguan tidur
Rasa curiga
Keluhan somatik yang
aneh
Rasa sedih yang tak
wajar
Waham/halusinasi
Hilangnya
perhatian
terhadap
kebersihan,
keluarga dan pekerjaan.
Keluhan fisik :
a. Somatik antara lain:
- Sakit kepala
- Pusing
- Nyeri atau rasa
tak enak di dada.
b. Vegetatif
antara
lain:
- Jantung berdebar
- Mual
- Diare/abatisasi
- Keringat dingin
- Napsu
makan
menurun
- Sesak napas
Keluhan psikis :
- Gelisah
- Takut
tak
wajar
umpama takut mati,
takut gila.
- Sulit tidur
Rasa
sedih
yang
mendalam
Gangguan tidur teruama
terbangun dini hari.
Hilangnya
perhatian
terhadap pekerjaan dan
keluarga.
Menangis tanpa sebab.
Hilangnya napsu makan
Konstipasi
Pembicaraan
dan
aktivitas

20

PENGOBATAN

TINDAK LANJUT

- Major tranguilizer
umpama
chlorpromazine hingga
gejala klinis berkurang.
- Dosis awal daapt
dimulai dengan 3 x 50
mg/hari ditingkatkan
secara bertahap 3 x 100
mg dan seterusnya
hingga pasien tenang.
Dosis optimal
dipertahankan hingga 4
minggu.

Bila dalam waktu 4 minggu


tidak
memperlihatkan
kemajuan
atau
pasien
sangat gaduh gelisah &
membahayakan diri atau
orang sekitarnya, kirim ke
RS Jiwa terdekat.

1. Simptomatik : sesuai
dengan keluhan pasien.
2. Ansiolitika : misal
Diazepam 3 x 2 mg atau
clobazam 3 x 10 mg
3. Berikan support agar
pasien merasa aman.

Bila tidak ada perbaikan


dalam 2 minggu rujuk ke
Bagian
Psikiatri
RS
Umum/RS Jiwa terdekat.

- Simptomatik sesuai
dengan keluhan.
- Anti depresi misal
amitryptilin 3 x 25 mg
selama 3 minggu.
- Bila ada kecemasan bei
ansiolitika.
- Berikan support agar
pasien merasa aman.

Bila selama 3 minggu tak


ada perbaikan rujuk ke
bagian
Psikaitri
RS
Umum/RS Jiwa terdekat.

DIAGNOSIS
4.

RETARDASI MENTAL
Adalah suatu keadaan
dimana fungsi intelektual
umum di bawah rata-rata
yang terdapat dalam
periode perkembangan
(sebelum usia 18 tahun)
disertai ketidak-mampuan
proses belajar atau
adaptasi sosial.

GEJALA KLINIS

PENGOBATAN

TINDAK LANJUT

1. Retardasi Mental Ringan


(mampu didik).

- Tidak ada terapi khusus

Menganjurkan orang tua


untuk
konsultasi
lebih
lanjut ke RS Jiwa terdekat.

- 80% dari seluruh


retardasi mental.

- Bimbing keluarga agar


dapat menerima
keterbatasan anak.

- Mulai tampak
usia sekolah :

- Latih anak agar tidak


mandiri.

pada

* Sering tak naik kelas


* Memerlukan
bantuan
untuk
mengerjakan
pekerjaan
rumah
atau
kebutuhan
pribadi.
* Terdapatnya
perilaku anti sosial.
* Biasanya anak dapat
menyelesaikan
pendidikan sampai
tamat SD.

2. Retardasi Mental Sedang


(mampu latih) :
- Gejala sudah tampak
sejak
kecil,
yaitu
adanya
gangguan
perkembangan
fisik
dan
bicara
yang
lambat.
- Memerlukan bantuan
untuk mengurus diri
- Gangguan
yang jelas.

- Tidak ada terapi


khusus.

- Menganjurkan
sekolah di SLB.

anak

- Memberi pengertian
pada keluarga agar
dapat menerima
keadaan anak.

- Rujuk ke RS Jiwa untuk


konsultasi lebih lanjut.

- Memberikan latihan
pada anak yang
berulang agar dapat
merawat diri.

perilaku

3. Retardasi Mental Berat


dan Sangat Berat :
- Sejak lahir sudah
tampak
gejala
perkembangan
motorik yang buruk
dan
kemampuan
bicara yang sangat
minimal.
- Anak hanya mungkin
belajar bicara dan
dilatih
ketrampilan
untuk
pemeliharaan
kebersihan dasar.

21

- Tidak ada terapi


khusus.
- Anak sangat
membutuhkan
perhatian dan
bimbingan khusus.
- Memberi pengertian
pada orang tua
menerima keadaan ini.

Rujuk ke RS Jiwa terdekat


untuk
konsultasi
lebih
lanjut.

DIAGNOSIS
5.

6.

GEJALA KLINIS

PENGOBATAN

Faktor psikologik yang


mempengaruhi kondisi
fisik (dulu dikenal
sebagai : gangguan
psikomatik atau psikofisikologik) adalah suatu
kondisi/penyakit yang
mempunyai makna
tertentu yang diberikan
oleh individu terhadap
suatu stimulus lingkungan
dan timbulnya penyakit itu
mempunyai hubungan
waktu dengan stimulus
lingkungan tersebut.

Gejala fisik yang dikeluhkan

- Dsb.

- Beri ansiolitika seperti


clobazam 3 x 2 mg
untuk mengatasi
kecemasan pasien atau
anti depresiva bila
didapat kesan adanya
keadaan depresi.

GANGGUAN
PENGGUNAAN ZAT :

1. Penyalahgunaan zat tanpa


ketergantungan :

- Memerlukan
penanganan khusus.

Adalah suatu keadaan


dimana terjadi perubahan
tingkah laku yang
berkaitan dengan
penggunaan zat secara
teratur yang
mempengaruhi susunan
saraf pusat.

dapat mengenai semua sistem


dalam tubuh seperti :

- Tention headache
- Kolon iritabel
- Dismenore psikogenik
- Asma psikongenik

Pola penggunaan
zat patologik yang dapat
bermanipestasi sebagai
intoksikasi, namun zat
tersebut
digunakan
setiap hari agar ia dapat
berfungsi
dengan
adekuat.

- Simptomotk sesuai
dengan keluhan.
- Membantu
menyelesaikan masalah
yang dihadapi pasien.

- Puskesmas sebaiknya
hanya melakukan
deteksi pada remaja.

TINDAK LANJUT
Bila dalam waktu 3 minggu
tak ada perbaikan rujuk di
RS jiwa.

Rujuk ke RS Jiwa terdekat


karena merupakan masalah
yang
rumit
dalam
penagnanannya.

Ketidak mampuan
dalam fungsi sosial atau
pekerjaan akibt poal
penggunaan zat yang
patologik.
Jangka
waktu
penggunaan zat ini
paling sedikit 1 bulan.
2. Ketergantungan Zat :
Didapat adanya
ketergantungan
fisiologik
yang
dibuktikan
dengan
terdapatnya
toleransi
atau sindrom putus zat
(withdrawal).
Ketidakmampuan
dalam fungsi sosial atau
pekerjaan,
meskipun
jarang
manipestasi
gangguan ini hanya
pada
ketergantungan
fisiologik umpama :
Orang
yang
tergantung pada opioda
analgesik
yang
diberikan atas alasan
medik
untuk
mengurangi nyeri fisik.
7.

Gangguan pada anak dan


remaja umpama :

22

Memerlukan penanganan
khusus.

Rujuk ke RS Jiwa terdekat

1) Gangguan tingkah
laku : Pola tingkah
laku yang berulang
dan menetap hingga
terjadi pelanggaran
hak azasi orang lain.

- Kenakalan yang
berlebihan dirumah atau
dimasyarakat.

- Memerlukan
penanganan khusus.

- Rujuk ke
terdekat.

RS

Jiwa

- Lakukan deteksi dini


pada anak TK atau
kelas I SD.

- Rujuk ke
terdekat.

RS

Jiwa

- Konsultasi dengan RS
Jiwa terdekat untuk
memberikan bimbingan.

- Melanggar peraturan atau


norma sosial dalam
masyarakat.
- Sering pula ada aktivitas
seksal yang bersifat
agresif.
- Menyalahkan orang lain
dan merasa diperlukan
tidak adil.
- Sering juga ditemukan
merokok, minum
minuman keras, dan
penggunaan zat.
- Gangguan ini dapat
berkelompok.

2) Gangguan pemusatan
perhatian (dulu
dikenal dengan
sindrom hiperkinetik)
adalah : kurang
mampu memusatkan
perhatian dan impulsi
yang tidak sesuai
dengan taraf
perkembangan.

- Tidak dapat memusatkan


perhatian.

3) Gangguan
perkembangan spesifik
:

- Gangguan perkembangan
membaca.

- Deteksi dini pada anak


SD kelas 1-2-3.

- Gangguan perkembangan
berhitung.

- Memerlukan
penanganan khusus oleh
psikolog atau psikiater.

Adalah gangguan yang


hanya meliputi segi
tertentu (spesifik) dari
perkembangan yang
tidak disebabkan oleh
gangguan lain.

- Mudah teralih
perhatiannya.
- Sulit konsertasi di sekolah.
- Sering bertindak sebelum
berfikir.
- Biasanya timbul sebelum
usia 7 tahun.

- Gangguan perkembangan
bahasa

- Bila perlu kirim anak ke


RS Jiwa.

- Gangguan perkembangan
motorik.
- Gangguan perkembangan
artikulasi.

8.

EPILEPSI adalah suatu


gejala klinis yang
disebabkan oleh
manifestasi gangguan otak
dalam bentuk bangkitan
yang muncul secara
berkala yang disebabkan
oleh lepas muatan listrik
pada neuron-neuron otak
secara berlebihan.

- Serangan ringan berupa:

- Phenobarbial dengan
dosis untuk :

* Hilangnya ingatan
secara mendadak dan
singkat

* Anak : 6-7 mg/kg BB

* Pasien hanya berhenti


sejenak dalam pekerjaan
atau pembicaraan,
melihat ke suatu arah
atau berkedip, kemudian
melanjutkan
pekerjaannya.
- Serangan dapat pula
berupa nyeri perut, atau
gangguan sensibilitas.
- Serangan berat berupa :
penderita jatuh waktu
kehilangan kesadaran dan
kejang serta kontraksi otot,

23

* Dewasa : mulai
dengan 3 x 50 mg,
naiikan dosis sampai
bebas serangan,
lanjutkan pemberian
obat sampai 3-5 tahun
bebas serangan.
- Bila terjadi kejang :
hindarkan pasien dari
tempat atau benda yang
dapat membahayakan.
- Beri spatel diantara gigi
agar lidah tidak tergigit.
- Pasien janga diikat.

Untuk
menegakkan
diagnosis kirim ke RS Jiwa
untuk pemeriksaan lebih
lengkap.

bila kejang berhenti


biasanya penderita lalu
tertidur dan waktu bangun
tidak ingat apa yang
terjadi.
- Serangan dapat terjadi
hanya sekali sebulan atau
setiap hari.

24

BAB III
PENUTUP
Upaya kesehatan jiwa dalam masyarakat perkotaan ini dapat berhasil bila
mendapat dukungan dan peran serta masyarakat melalui kerjasama yang
baik. Di mana unsur masyarakat merupakan hal yang penting dan
menentukan keberhasilan. Kerjasama tersebut dapat dijabarkan secara
operasional dalam loka karya mini yang akan menampilkan peranan pelayan
kesehatan yang didukung oleh mobilisasi tenaga pelayan kesehatan,
peralatan, obat, dan teknologi. Dalam pelaksanaan pembinaan dan
pengembangan kesehatan jiwa pada masyarakat perkotaan, termasuk
swasta yang terkait, merupakan unsur penentu keberhasilan. Hal penting
lainnya adalah pengertian dan kesadaran yang lebih baik oleh masyarakat
Indonesia dan perhatian yang lebih baik oleh pemerintah Indonesia akan
sangat membantu dalam terwujudnya kesehatan jiwa yang diinginkan.

25

DAFTAR PUSTAKA
1. Dari hasil survei Epidemiologi Gangguan Jiwa tahun 1983/1984 dan 1985/1986
di Tambora, Jakarta yang dilakukan oleh Direktorat Kesehatan Jiwa.
2. Survei Epidemiologi Gangguan Jiwa tahun 1988 di Desa Labo, Sulawesi Selatan.
3. Survei Epidemiologi Gangguan Jiwa di 4 (empat) desa di Kabupaten Magelang
tahun 1983
4. Maramis W.F, Ilmu Kedokteran Jiwa, Airlangga University Press, Surabaya 1995,
hal. 413-420.
5. http://www.emedicine.com
6. http://www.google.com
7. http://yahoo.com
8. http://pubmed.com
.

26

Referat
MASALAH KESEHATAN JIWA
DALAM MASYARAKAT PERKOTAAN

Pembimbing :

Prof. Dr. dr. H.A. Prayitno, Sp.KJ (K)

Disusun Oleh :

Ferdinand H.
030.00.083

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN JIWA


RUMAH SAKIT JIWA SOEHARTO HEERDJAN
PERIODE 16 JUNI 19 JULI 2008
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA
2008
27

KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas segala
rahmat-Nya, sehingga referat ini dengan judul MASALAH KESEHATAN JIWA
DALAM MASYARAKAT PERKOTAAN dapat penyusun selesaikan tepat pada
waktunya. Adapun referat ini disusun dalam rangka menjalankan kepaniteraan Klinik
Ilmu Kesehatan Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan Periode 16 Juni 19 Juli 2008.
Dengan selesainya referat ini, penyusun mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada :
1.

Prof. Dr. H.A. Prayitno, dr, Sp.KJ selaku pembimbing referat.

2.

Dr. I Made Wiguna S, MM selaku proyek manager.

3.

Dokter-dokter yang telah turut memberikan bimbingan pengetahuan dan saran.


Demikian referat ini disusun dengan segala keterbatasan kemampuan

penyusun yang masih banyak kekurangannya. Untuk itu penyusun mengharapkan


kritik dan saran yang sifatnya membangun untuk perbaikan di masa mendatang.
Akhir kata semoga referat ini dapat bermanfaat bagi pembaca semuanya.

Jakarta, Juni 2008


Penyusun

28

DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ......................................................................................

DAFTAR ISI ....................................................................................................

ii

BAB I PENDAHULUAN .............................................................................

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................

BAB III PENUTUP .........................................................................................

25

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................

27

29

REFERAT

MASALAH KESEHATAN JIWA


DALAM MASYARAKAT PERKOTAAN

Pembimbing :

Prof. Dr. H.A. Prayitno, dr, Sp.KJ (K)

Disusun Oleh :

Ferdinand H.
030.00.083

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN JIWA


30

RUMAH SAKIT JIWA Dr. SOEHARTO HEERDJAN


PERIODE 16 JUNI - 19 JULI 2008
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA

31

Anda mungkin juga menyukai