PENDAHULUAN
Penjelasan :
1) Kesehatan Jiwa (mental health) menurut pengertian ilmu kedokteran pada
saat ini adalah suatu kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik,
intelektual dan emosional yang optimal dari seorang dan perkembangan itu
berjalan selaras dengan orang lain.
Makna kesehatan jiwa adalah manusia mempunyai sifat-sifat yang harmonis
(serasi) dan memperhatikan semua segi dalam kehidupannya dan dalam
hubungan dengan manusia lain.
Untuk
mencapai
kondisi
yang
dimaksud
maka
pemerintah
telah
Penderita gangguan jiwa tidak selalu abnormal tingkah lakunya, dan sering
kelainan yang ditujukkan hanyalah berdasarkan keluhan saja. Oleh karena
itu semua petugas pelayanan kesehatan jiwa sebaiknya mengetahui dasar
kesehatan jiwa.
Beberapa sifat yang dapat dipakai sebagai pegangan dalam pemeriksaan
seorang yang sehat jiwanya adalah :
a) Mempunyai emosi yang tenang. Ia cukup bahagia dalam kehidupannya
dan dapat bergaul baik dengan anak-anaknya, keluarga, maupun
lingkungan tempat tinggal atau tempat kerja. Suatu waktu dapat saja
merasa kurang gembira, bertengkar dan marah-marah, tapi pada
umumnya ia relatif bebas dari rasa khawatir, rasa benci dan rasa cemas.
b) Dapat memelihara keseimbangan jiwanya secara mantap, yaitu cukup
tabah, penuh pengertian serta dapat mengambil keputusan dan memiliki
tangung jawab. Dengan demikian ia mengahadapi kehidupan dengan
segala persoalan serta ia dapat menikmati karunia-Nya.
c) Mempunyai masa kanak-kanak yang bahagia. Tata cara kehidupan pada
masa kanak-kanak adalah sangat penting artinya dalam perkembangan
menjadi dewasa. Beberapa hal penting yang harus diperoleh dalam masa
kanak-kanak adalah : cinta, kasih sayang, pujian dan dorongan serta
disiplin yang sehat.
3) Peran Serta Masyarakat
Adalah peran serta aktif masyarakat baik sebagai key person maupun
sebagai konsumen dalam pemecahan masalah, perencanaan, pelaksanaan,
penilaian, pembinaan dan pengembangan upaya kesehatan jiwa
masyarakat setempat.
b.
Tujuan Khusus
Bila mungkin menurunkan atau mempertahankan angka-angka yang telah
diperoleh sesuai dengan survei epidemiologi gangguan jiwa yaitu :
1) Angka psikosis < 1,44 4,6 per 1000 penduduk.
2) Angka ansietas < 2 5% dari populasi.
3) Angka depresi < 1% dari pulasi.
4) Angka retardasi mental < 1.25 per 1000 penduduk.
5) Jumlah penyalahgunaan obat dan alkohol < 100.000 orang.
6) Angka epilepsi < 0.26 per 1000 penduduk.
BAB II
PEMBAHASAN
Seperti gangguan medis lainnya, gangguan psikiatri menyatakan dirinya
dalam cara yang khas. Penyimpangan dari normal, dari ringan ke berat, dapat muncul
dalam intensitas, durasi, waktu, dan isi pikiran, emosi dan tingkah laku, beberapa
keluhan dan gangguan psikiatri harus dimengerti dalam kontak yang luas,
membutuhkan evaluasi lebih dari dunia interpersonal pasien, pekerjaan, kehidupan
keluarga dan budaya dari praktek medis yang umum. Alam dan ekspresi dari tanda
dan gejala kekuatan pasien.
Perbedaan yang paling penting antara tampilan tipikal dari penyakit medis dan
gangguan psikiatri adalah pasien kadang-kadang gambarannya indiosinkron dari
keadaan internal kualitatif mereka. Pengalaman objectif sering sulit untuk di
diskripsikan dalam kata-kata. Penyair dan pembuat novel sering lebih mampu dari
klinisi untuk mengkarakterisasikan dan menggambarkan secara akurat kualitas dan
pengalaman beberapa gejala psikiatri. Banyak pasien dan klinisi sering menemukan
kesulitan untuk berkomunikasi secara akurat.
Pemilihan pada diagnosa psikiatri selama lebih dari 25 tahun telah
dipertahankan dengan meningkatnya dari reabilitas.
Realitas dari gejala klinis yang diobservasi, pemilihan ini telah mempunyai
pengaruh yang kuat, klinisi dan peneliti menggunakan aneka ragam struktur
wawancara dapat menjadi pernyataan yang beralasan pada gejala apa pasien diteliti
dan bagaimana pasien menemukan kriteria untuk gangguan psikiatri yang khas pada
edisi III dari diagnostik dan stastik manual dari gangguan mental (DSM IV).
Pendukung kelemahan
Genetik dan faktor intra uterin
Kelemahan genetik memainkan peranan penting dalam pernyataan beberapa
gangguan jiwa, terutama diantara demensia tipe alzeimer, shizofrenia, gangguan
mood, gangguan kecemasan dan ketergantungan alkohol.
Proses intra urenaria menkonstribusikan ke banyak gangguan jiwa sebagai
contoh, kelaparan pada ibu hamil dan infeksi influenza selama trimester kedua
kehamilan telah dilibatkan pada pathogenesis schizofrenia. Merokok saat kehamilan
dan berat badan lahir rendah dapat menjadi resiko pathogenesis terjadinya gangguan
kurang perhatian pada anak. Penyalahgunaan alkohol pada ibu dapat menjadi
syndrom alkohol fetus / penyebab utama ketidak mampuan perkembangan
Psikologikal Stresor
Kelemahan physological dapat menghasilkan masalah yang panjang semua
metabolisme, toksik, infeksi dan penyebab lain penyakit fisik meningkatkan
kelemahan pada gangguan kejiwaan.
Infeksi HIV yang menuju positiv dan AIDs yang merupakan stressor, dapat
menjadi gangguan jiwa. Pasien dengan gejala gangguan jiwa dapat menampilkan
perubahan organic yang merupakan efek langsung dari virus pada susunan syaraf
pusat menghasilkan perubahan kepribadian dan mood dengan riwayat keluarga
merasakan mentalnya tidak aktif.
Stresor Lingkungan
Hubungan komplek antara berbagai jenis kehidupan pada umumnya peristiwa
yang terprediksi dan peristiwa negatif dan perkembangan gejala psikiatri pada
umumnya.
Karateristik dari gejala dan tanda-tanda
Gejala dan tanda-tanda dari 2 kategori-kategori mayor dari fenomena klinis,
secara klasik sebagai gangguan medis.
8
Penyakit dalam bahasa ilmiah merupakan suatu gejala yang didasari oleh
faktor sebab-akibat. Dalam kasus kejadian penyakit, berbagai penelitian telah
dilakukan oleh para ahli untuk mengetahui akar penyebab munculnya penyakit itu,
contohnya pada kasus penyakit jiwa. Sebagian penelitian menyebutkan gangguan
kejiwaan ini disebabkan adanya ketidakseimbangan kimiawi pada otak penderita,
hubungan genetik, infeksi virus pada otak dan sebagainya. Tetapi penelitian lain juga
membuktikan bahwa penyakit ini memiliki dasar biologis yang kuat seperti halnya
penyakit jantung, diabetes dan lain-lain.
Salah satu fenomena sosial yang sering terlihat dalam keseharian masyarakat
kita dewasa ini adalah banyaknya orang yang terkena kasus penyakit jiwa. Jumlah
kasus ini meningkat seiring dengan berkembangnya zaman yang
menimbulkan
implikasi perubahan.
Stigma masyarakat terhadap penderita gangguan jiwa akan menekan para
penderita pada lapisan terbawah struktural sosial, sehingga sangat menyulitkan
penderita untuk mendapatkan pekerjaan yang layak.
Penyakit kejiwaan sesungguhnya disebabkan oleh multikausal yang
kompleks, mulai dari unsur biologik, psikologik hingga proses-proses sosial yang
ada di masyarakat. Semuanya itu dapat menyebabkan munculnya penyakit kejiwaan
mulai dari yang paling ringan hingga yang berat.
Perubahan sosial adalah salah satu kontributor utama dalam tahapan
munculnya penyakit jiwa. Perubahan sosial dalam satu komunitas masyarakat
berhubungan dengan peningkatan kejadian tekanan mental. Namun, pengaruh sosial
bukanlah satu-satunya penyebab dalam terjadinya penyakit jiwa.
Penyakit Kejiwaan Ditinjau Dari Aspek Sosial
Salah satu fenomena sosial yang sering terlihat dalam keseharian masyarakat
kita dewasa ini adalah banyaknya orang yang terkena kasus penyakit jiwa. Jumlah
kasus ini meningkat seiring dengan berkembangnya zaman yang
menimbulkan
implikasi perubahan yang terkadang bersifat radikal sehingga tidak semua golongan
9
masyarakat mampu beradaptasi dengan keadaan tersebut. Jumlah kasus ini telah
mencapai tahap yang mengkhawatirkan di beberapa negara maju dan bukan tidak
mungkin juga akan mengalami masalah serupa transisi modernisasi global yang
melanda seluruh dunia.
Salah satu penyakit kejiwaan yang sering dibicarakan akhir-akhir ini adalah
skizofrenia. Skizofrenia adalah penyakit yang sangat dahsyat. Sebagian penelitian
menyebutkan gangguan kejiwaan ini disebabkan adanya ketidakseimbangan kimiawi
pada otak penderita, hubungan genetik, infeksi virus pada otak dsb. Kenyataannya
skizofrenia belum ada obatnya, dan belum diketahui penyebabnya secara pasti.
Namun penelitian membuktikan penyakit ini memiliki dasar biologis yang
kuat
keluarganya. Misalnya, anggapan bahwa orang gila semuanya bodoh, atau orang gila
10
kesembuhan
seringkali
merupakan
proses
yang
melelahkan
dan
kejiwaan
sesungguhnya
disebabkan
oleh
multiaksial
yang
kompleks, mulai dari unsur biologik, psikologik hingga proses-proses sosial yang
ada di masyarakat. Semuanya itu dapat menyebabkan munculnya penyakit kejiwaan
mulai dari yang paling ringan hingga yang berat.
Political Economy
Para ekonom barat telah membuktikan bahwa kondisi ekonomi masyarakat di
negara bagian utara Amerika selama seratus tahun belakangan merupakan pemicu
yang signifikan dari jumlah kejadian di rumah sakit untuk kasus penyakit kejiwaan
dan bunuh diri (Brenner, 1981). Pada golongan ekonomi lemah jumlah kasus bahkan
dua kali lebih besar dibandingkan yang lainnya, mereka melaporkan dirinya berada
dalam kondisi yang buruk untuk kesehatan mental mereka.
Warner (1985) dalam penelitiannya telah menganalisa prevalensi kejadian
skizofrenia dihubungkan dengan kondisi politik dan ekonomi. Ia menyimpulkan
bahwa ada hubungan yang erat antara permulaan penyakit, pengobatan yang
diberikan dan pergantian pegawai di satu sisi dengan keadaan ekonomi di sisi yang
11
lain. Kejadian penyakit ini juga meningkat pada imigran dibandingkan dengan jumlah
kejadian yang sama di negara asal mereka.
Namun hasil penelitian di atas bukannya tanpa kontradiksi. Beberapa ahli
kejiwaan mempunyai pendapat yang berbeda mengenai kaitan politik ekonomi
dengan kejadian penyakit kejiwaan ini. Iskandar (2001) dalam penelitiannya
menyatakan tidak ada korelasi yang signifikan antara ketidakpastian politik dan
ekonomi dengan kejadian gangguan jiwa. Oleh karena itu, pernyataan yang
menyebutkan bahwa makin banyak orang terkena gangguan mental akibat krisis
ekonomi dan politik harus dikaji dengan teliti. Khusus Indonesia, selain tidak pernah
ada data yang menunjukkan jumlah penderita gangguan jiwa di Indonesia, data yang
ada di rumah sakit pun harus diwaspadai karena bisa jadi merupakan data atas orang
yang sama. Karena, penderita gangguan jiwa itu jarang yang merupakan pasien baru,
yang ada adalah pasien yang berpindah-pindah dari satu rumah sakit ke rumah sakit
lain.
Namun yang jelas, kondisi politik dan ekonomi Indonesia yang telah gonjangganjingkan selama lebih kurang empat tahun lebih memberikan efek yang hampir
sama dengan penelitian di atas. Walaupun tidak ada angka detail yang
menggambarkan jumlah total kejadian penyakit jiwa di seluruh Indonesia, tapi dapat
dirasakan bahwa penderita penyakit ini semakin banyak. Rendahnya kemauan
masyarakat terutama keluarga, untuk melaporkan kasus ini disebabkan mereka tidak
ingin menanggung malu akibat stigma negatif penyakit ini. Selain itu, kebanyakan
penderita penyakit jiwa ini tidak merasa dirinya menderita penyakit kejiwaan ini,
akibatnya mereka juga tidak berinisiatif mencari pengobatan.
Perubahan Sosial Dan Kontribusi Dalam Kejadian Penyakit Kejiwaan
Perubahan sosial adalah salah satu kontributor utama dalam tahapan
munculnya penyakit jiwa. Lin et al. (1969) menyimpulkan bahwa perubahan sosial
besar-besaran di Taiwan dari tahun 1940-an hingga pertengahan 1960 telah
menyebabkan peningkatan yang besar pada kejadian kelainan neuerotic. Beberapa
12
peneliti lainnya bahkan mendapatkan bahwa perubahan sosial dalam satu komunitas
masyarakat berhubungan dengan peningkatan kejadian tekanan mental. Alkoholisme,
penyalahgunaan obat, dan bunuh diri merupakan risiko terbesar pada penyakit mental
selama periode modernisasi yang cepat dalam lingkungan tradisional. Contohnya,
orang Indian di Amerika Utara, penduduk asli Alaska (Kraus dan Bufler, 1979; Shore
dan Manson, 1983).
Penggusuran rumah penduduk dan pemaksaan akulturasi pada pengungsi dan
imigran telah menyebabkan munculnya penyakit kejiwaan yang berulang-ulang.
Sebagai contoh, manusia kapal dari kawasan Asia Tenggara yang terdampar di
Amerika utara mengalami depresi yang tinggi, kebimbangan serta gangguan
psikososial (Beiser dan Fleming, 1986). Beberapa masalah sosial bahkan menjadi hal
yang biasa diantara kelompok minoritas tertentu, seperti sikap antisocial personality
antara anak muda kota yang berkulit hitam di Amerika Serikat.
Kelompok pria di bawah usia tujuh puluh tahun di Amerika Utara yang
mengalami kehilangan pasangan bahkan mengalami peningkatan jumlah kematian
yang signifikan bila dibandingkan dengan kelompok yang tidak (Osterweis et all.
1984). Dan mereka yang kemudian menikah kembali dapat mengurangi risiko ini
(Mechanic, 1986). Hasil dari penelitian kohort yang dilakukan beberapa pengamat
sosial menunjukkan bahwa kelas sosial, tingkat ekonomi, kejadian masa lalu
mempengaruhi perubahan dalam masa hidup mulai dari kelahiran hingga akhir masa
hidup, dan institusi sosial adalah kausa utama yang mempengaruhi kesehatan fisik
dan mental mereka. Namun, pengaruh sosial bukanlah satu-satunya kausa dalam
kejadian penyakit kejiwaan.
Kekerasan
Selama ini, orang sering dibingungkan oleh apakah kekerasan memicu
gangguan mental, atau gangguan mental yang menyebabkan kekerasan. Kekerasan
adalah sebagai sesuatu yang hanya bisa dilakukan oleh segolongan individu yang
kuat terhadap individu lain yang
menunjukkan bahwa kekerasan dipicu oleh perubahan biokimia otak, sementara yang
menanggung akibat kekerasan kimia pada otak itu sendiri dapat mengalami gangguan
mental yang disebut gangguan anxietas post traumatic stress disorder.
Budaya bisa meredam kekerasan, dan akal sehat bisa menyalurkan kekerasan
menjadi hal-hal yang bisa diterima, misalnya dalam bentuk tinju atau sepak bola.
Sementara teror adalah ancaman yang dilakukan oleh sekelompok atau individu yang
lemah, bukan oleh yang kuat. Tujuan teror bagi si lemah adalah untuk menunjukkan
dirinya eksis dengan cara mengubah persepsi orang lain melalui cara menakut-nakuti
atau mengancam.
Oleh karena itu, perbedaan antara teror dan kekerasan tergantung dari
pelakunya. Bila pelakunya jelas dan kuat, disebut kekerasan. Bila kekerasan
dilakukan pemerintah maka disebut pelanggaran HAM. Bila pelakunya tidak jelas,
disebut teror. Bila tujuannya cuma untuk materi, disebut kriminal. Namun, bila ada
motif lain yang dianggap luhur maka teror menjadi isme. Berarti kriminal pada pihak
lawan, tetapi jadi pahlawan di pihak kawan.
Selain itu, satu hal yang juga menjadi konsen dalam penyakit kejiwaan ini
adalah proporsi penderita berdasarkan jenis kelamin. Wanita merupakan kelompok
yang paling rentan untuk terkena penyakit jiwa dibandingkan pria, kejadian ini
dihubungkan dengan ketidakberdayaan relatif mereka dalam masyarakat (Weissman
dan Klerman, 1977; Brown dan Harris, 1978). Hal lain yang mempengaruhi wanita
sebagai kelompok risiko terbesar untuk terkena penyakit kejiwaan adalah dukungan
sosial yang kurang, baik dari keluarga maupun sanak saudara serta teman-temanya.
Prevalensi Dan Penderitaan Manusia
Sangat sulit untuk menentang bahwa lingkungan sosial sangat mempengaruhi
onset dan lamanya gangguan jiwa. Namun data pada prevensi yang berdasarkan
pengaruh yang saling berhubungan ini baru dibentuk. Kehilangan konseling dan
kelompok menolong diri sendiri sepertinya memperbaiki efek negatif jangka panjang
dari kehilangan pada populasi resiko, meskipun penelitian yang
14
mendukung
penemuan ini diperlemah oleh masalah teknik. Tetapi jenis dari ukuran preventif yang
diperkenalkan pada beberapa penelitian biasanya minimal apabila dibandingkan
dengan besarnya masalah sosial. Sangat beralasan untuk mengharapkan bahwa
apabila intervensi sosial dipropagasi bersamaan dengan modalitas terapetis yang
efektif, prevansi akan cenderung untuk sukses. Beberapa penelitian menunjukkan
bahwa apaibla pasien skizofrenia dan jaringan pendukung mereka menerima sumber
sosial yang adekuat (pendapatan, pekerjaan, pelatihan rehabilitasi, konseling) untuk
menghadapi kronisitas, rehospitalisasi dan disabilitas yang dapat dikurangi. Perilaku
penyakit kronis dapat dibatasi dan lebih banyak konsekuensi negatif yang
dikendalikan melalui prevensi tersier, seperti intervensi dalam keluarga untuk
mengurangi emosi negatif yang diekspresikan dan memperbaiki fungsi keluarga.
Gangguan depresi dan ansietas yang berasal dari sebab-sebab sosial lebih
dapat dimengerti sebagai penyakit yang bebas, melainkan suatu bentuk nonspesifik
todily (psychobiological) dari distress manusia. Mengapa mengistimewakan gejala,
kapankah mereka berbagi wilayah sosial yang sama? Demoralisasi dan berhutang
yang memperburuk keluarga, pekerjaan atau masalah ekonomi memicu sindrom dari
distress yang memiliki hubungan biologikal seperti halnya juga hubungan
psikologikal. Hubungan ini sering disebut sebagai gangguan psikiatrik, tetapi mereka
telah lebih dimengerti oleh ilmuwan dibidang sosial sebagai sekuele psikobiologikal
dari patologi sosial dan penderitaan manusia secara umum. Bahkan ketika
predisposisi genetik dan kerentanan neurogikal mengubah efek eksperiensial dari
tekanan sosial di sini ke dalam gangguan depresif, di sana ke dalam gangguan panik,
transduksi sosiosomatik dapat sangat terbatas pada bentuk distress sosial.
Dalam penelitian klinikal dan epidemiologikal sampai dengan tahun 1960,
psikiatris sangat dipengaruhi untuk pemikiran psikoanalitik, melihat neurosis histeria,
gangguan
depresi,
psikofisiologikal
gangguan
daripada
ansietas,
kelainan
yang
lebih
tidak
sebagai
dapat
spektrum
distress
ditentukan.
Istilah
ke dalam formulasi ini selanjutnya dengan pengenalan terapi spesifik utnuk kondisi
individual-depresi, panik, fobia, dll, titik pandang paling umum bahwa neurosis
merupakan kelompok penyakit tertentu semakin meningkat. Produk dari penyakit ini,
titik pandang spesifik adalah DSM III yang
dengan distres dari gangguan tidak tertentu. Setiap cluster berasal dari kriteria luklusi
dan eksklusi yang memudahkan klinisi untuk mendiagnosis kondisi yang overlaping
seperti halnya penyakit yang
berbeda,
seperti neurasthemia pada Cina kontemporer, fatique pada Perancis. Chronic pain
pada Amerika Utara, Nervios pada Amerika Latin dll. Pengaruh interpersonal dan
intrapsikis juga membentuk psikobiologi pada respons neurotik, yang mungkin lebih
akurat digambarkan oleh konsep sosiologikal mengenai perilaku sakit. Sehingga
dapat dikatakan penyakit gangguan neurotik adalah perubahan psikobiologikal non
spesifik secara beragam pada budaya yang berbeda-beda, mungkin anorexia,
dysthuymia, agoraphobia, taijin kyofustio, gangguan panik, terakhir syndrom virus
kronik.
Dari titik pandang sosial ini, neurosis menghadirkan medikalisasi dari sosial
yang menyebabkan sindrom psikofisiologikal dari penderitaan manusia. Penelitian
lintas budaya menghadirkan bukti yang
Kategori diagnostik dari penelitian klinis dan kerentanan partikular dari orang dan
kelompok menetapkan mana paket berikut yang dielaborasi dan diinterprestasi
sebagai gangguan depresif mayor dan mana yang merupakan gangguan panik. Dari
perspektif sosial ini, neurosis bukanlah penyakit melainkan manifestasi perilaku dari
distress yang dipengaruhi oleh sosial.
Model Stres
Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh yang ditimbulkan oleh
lingkungan sosial terhadap perkembangan pribadi dan kemunculan penyakit kejiwaan
dan yang lainnya, para psikolog mengembangkan model stress. Metode ini
dikembangkan oleh Walter Cannon dan Hans Selye, namun model yang digunakan
pada saat itu telah mengalami berbagai modifikasi dan tambahan.
Setiap individu mempunyai keseimbangan (homeostasis) dalam dirinya.
keseimbangan ini dapat terganggu oleh pengaruh yang muncul dari lingkungan di
sekitar individu. Gangguan atau tekanan yang serius akan menyebabkan tubuh
17
lebih
memperhatikan kebutuhan akan situasi tertentu dan kunci menuju hubungan daripada
kejadian satu hal yang
pasiennya yang mengintiminasi bahwa hal tersebut begitu penting seperti lingkup
hubungan sosial dan masalah-masalah moral. Konteks sosial, bukan kedalaman
hubungan, merupakan ukuran untuk validitas. Pada beberapa konteks, apakah moral,
18
bukan interpretasi psikologik, dipandang sebagai teras dari tugas retorikal dan
persuasi dan penyembuhan.
Asal dari psikiatri di Cina bukanlah pengobatan Cina, meskipun dikenal
sebagai kegilaan, histeria, depresi dan efek psikosomatik, tidak ada satupun yang
diatur sebagai cabang yang berbeda dari ilmu pengetahuan dari penyakit jiwa, langka
dalam hal pengobatan maupun kelompok spesialis terlatih untuk mengobati penyakit
jiwa.
Perspektif dari pengetahuan sosial tidak dapat mengharapkan masalah moral
ini hilang baik sebagai masalah sosial, bukan individual ataupun sebagai sesuatu yang
dapat dialamatkan pada tingkat politik, meskipun tingkat politik sangat crusial
terhadap pertanyaan ini; bahwa perspektif dapat digambarkan ke dalam peningkatan
sensibilitas personal terhadap masalah ini dengan mendorong para praktisi sebagai
sebuah sikap self-reflective terhadap nilai-nilai profesional dan sosial yang
mempengaruhi keputusan dan tindakan klinis mereka. Hal ini menjadi suatu contoh
mengenai pentingnya mengantropologikan perenungan para praktisi. Bahwa
sensibilitas antropologi harus mendorong skanning, rutin dari perspektif seorang
profesional dalam membuat alternatif perspektif pasien, keluarga, profesional lainnya,
budaya lainnya. Pendekatan ini tidak dapat meyakinkan tindakan moral. Namun hal
tersebut dapat dihadirkan dalam perilaku sehari-harei dari praktisi sebuah mekanisme
untuk refleksi moral yang rutin.
19
DIAGNOSIS
1.
GANGGUAN PSIKOSIS :
adalah suatu keadaan yang
meyebabkan timbulnya
ketidakmampuan berat
pada seseorang untuk
menilai realitas.
GEJALA KLINIS
-
2.
GANGGUAN
KECEMASAN (anxictas) :
Adalah perasaan tidak
menyenangkan yang
disebabkan oleh dugaan
akan bahaya atau frustasi
yang mengancam dan akan
membahayakan rasa
aman, keseimbanga atau
kehidupan seorang
individu. Rasa cemas ini
dirasakan bila individu
berusaha menguasai /
menghadapi suatu keadaan
atau situasi tertentu.
1.
2.
3.
GANGGUAN DEPRESI :
Adalah suatu bentuk
gangguan kejiwaan pada
alam perasaan seseorang
yang bercorak disforik
yang ditandai dengan
perasaan murung, rasa
sedih yang mendalam, rasa
tak berdaya, putus asa, tak
berguna, dan sebagainya.
Gaduh, gelisah
Perilaku abnormal
Gangguan tidur
Rasa curiga
Keluhan somatik yang
aneh
Rasa sedih yang tak
wajar
Waham/halusinasi
Hilangnya
perhatian
terhadap
kebersihan,
keluarga dan pekerjaan.
Keluhan fisik :
a. Somatik antara lain:
- Sakit kepala
- Pusing
- Nyeri atau rasa
tak enak di dada.
b. Vegetatif
antara
lain:
- Jantung berdebar
- Mual
- Diare/abatisasi
- Keringat dingin
- Napsu
makan
menurun
- Sesak napas
Keluhan psikis :
- Gelisah
- Takut
tak
wajar
umpama takut mati,
takut gila.
- Sulit tidur
Rasa
sedih
yang
mendalam
Gangguan tidur teruama
terbangun dini hari.
Hilangnya
perhatian
terhadap pekerjaan dan
keluarga.
Menangis tanpa sebab.
Hilangnya napsu makan
Konstipasi
Pembicaraan
dan
aktivitas
20
PENGOBATAN
TINDAK LANJUT
- Major tranguilizer
umpama
chlorpromazine hingga
gejala klinis berkurang.
- Dosis awal daapt
dimulai dengan 3 x 50
mg/hari ditingkatkan
secara bertahap 3 x 100
mg dan seterusnya
hingga pasien tenang.
Dosis optimal
dipertahankan hingga 4
minggu.
1. Simptomatik : sesuai
dengan keluhan pasien.
2. Ansiolitika : misal
Diazepam 3 x 2 mg atau
clobazam 3 x 10 mg
3. Berikan support agar
pasien merasa aman.
- Simptomatik sesuai
dengan keluhan.
- Anti depresi misal
amitryptilin 3 x 25 mg
selama 3 minggu.
- Bila ada kecemasan bei
ansiolitika.
- Berikan support agar
pasien merasa aman.
DIAGNOSIS
4.
RETARDASI MENTAL
Adalah suatu keadaan
dimana fungsi intelektual
umum di bawah rata-rata
yang terdapat dalam
periode perkembangan
(sebelum usia 18 tahun)
disertai ketidak-mampuan
proses belajar atau
adaptasi sosial.
GEJALA KLINIS
PENGOBATAN
TINDAK LANJUT
- Mulai tampak
usia sekolah :
pada
- Menganjurkan
sekolah di SLB.
anak
- Memberi pengertian
pada keluarga agar
dapat menerima
keadaan anak.
- Memberikan latihan
pada anak yang
berulang agar dapat
merawat diri.
perilaku
21
DIAGNOSIS
5.
6.
GEJALA KLINIS
PENGOBATAN
- Dsb.
GANGGUAN
PENGGUNAAN ZAT :
- Memerlukan
penanganan khusus.
- Tention headache
- Kolon iritabel
- Dismenore psikogenik
- Asma psikongenik
Pola penggunaan
zat patologik yang dapat
bermanipestasi sebagai
intoksikasi, namun zat
tersebut
digunakan
setiap hari agar ia dapat
berfungsi
dengan
adekuat.
- Simptomotk sesuai
dengan keluhan.
- Membantu
menyelesaikan masalah
yang dihadapi pasien.
- Puskesmas sebaiknya
hanya melakukan
deteksi pada remaja.
TINDAK LANJUT
Bila dalam waktu 3 minggu
tak ada perbaikan rujuk di
RS jiwa.
Ketidak mampuan
dalam fungsi sosial atau
pekerjaan akibt poal
penggunaan zat yang
patologik.
Jangka
waktu
penggunaan zat ini
paling sedikit 1 bulan.
2. Ketergantungan Zat :
Didapat adanya
ketergantungan
fisiologik
yang
dibuktikan
dengan
terdapatnya
toleransi
atau sindrom putus zat
(withdrawal).
Ketidakmampuan
dalam fungsi sosial atau
pekerjaan,
meskipun
jarang
manipestasi
gangguan ini hanya
pada
ketergantungan
fisiologik umpama :
Orang
yang
tergantung pada opioda
analgesik
yang
diberikan atas alasan
medik
untuk
mengurangi nyeri fisik.
7.
22
Memerlukan penanganan
khusus.
1) Gangguan tingkah
laku : Pola tingkah
laku yang berulang
dan menetap hingga
terjadi pelanggaran
hak azasi orang lain.
- Kenakalan yang
berlebihan dirumah atau
dimasyarakat.
- Memerlukan
penanganan khusus.
- Rujuk ke
terdekat.
RS
Jiwa
- Rujuk ke
terdekat.
RS
Jiwa
- Konsultasi dengan RS
Jiwa terdekat untuk
memberikan bimbingan.
2) Gangguan pemusatan
perhatian (dulu
dikenal dengan
sindrom hiperkinetik)
adalah : kurang
mampu memusatkan
perhatian dan impulsi
yang tidak sesuai
dengan taraf
perkembangan.
3) Gangguan
perkembangan spesifik
:
- Gangguan perkembangan
membaca.
- Gangguan perkembangan
berhitung.
- Memerlukan
penanganan khusus oleh
psikolog atau psikiater.
- Mudah teralih
perhatiannya.
- Sulit konsertasi di sekolah.
- Sering bertindak sebelum
berfikir.
- Biasanya timbul sebelum
usia 7 tahun.
- Gangguan perkembangan
bahasa
- Gangguan perkembangan
motorik.
- Gangguan perkembangan
artikulasi.
8.
- Phenobarbial dengan
dosis untuk :
* Hilangnya ingatan
secara mendadak dan
singkat
23
* Dewasa : mulai
dengan 3 x 50 mg,
naiikan dosis sampai
bebas serangan,
lanjutkan pemberian
obat sampai 3-5 tahun
bebas serangan.
- Bila terjadi kejang :
hindarkan pasien dari
tempat atau benda yang
dapat membahayakan.
- Beri spatel diantara gigi
agar lidah tidak tergigit.
- Pasien janga diikat.
Untuk
menegakkan
diagnosis kirim ke RS Jiwa
untuk pemeriksaan lebih
lengkap.
24
BAB III
PENUTUP
Upaya kesehatan jiwa dalam masyarakat perkotaan ini dapat berhasil bila
mendapat dukungan dan peran serta masyarakat melalui kerjasama yang
baik. Di mana unsur masyarakat merupakan hal yang penting dan
menentukan keberhasilan. Kerjasama tersebut dapat dijabarkan secara
operasional dalam loka karya mini yang akan menampilkan peranan pelayan
kesehatan yang didukung oleh mobilisasi tenaga pelayan kesehatan,
peralatan, obat, dan teknologi. Dalam pelaksanaan pembinaan dan
pengembangan kesehatan jiwa pada masyarakat perkotaan, termasuk
swasta yang terkait, merupakan unsur penentu keberhasilan. Hal penting
lainnya adalah pengertian dan kesadaran yang lebih baik oleh masyarakat
Indonesia dan perhatian yang lebih baik oleh pemerintah Indonesia akan
sangat membantu dalam terwujudnya kesehatan jiwa yang diinginkan.
25
DAFTAR PUSTAKA
1. Dari hasil survei Epidemiologi Gangguan Jiwa tahun 1983/1984 dan 1985/1986
di Tambora, Jakarta yang dilakukan oleh Direktorat Kesehatan Jiwa.
2. Survei Epidemiologi Gangguan Jiwa tahun 1988 di Desa Labo, Sulawesi Selatan.
3. Survei Epidemiologi Gangguan Jiwa di 4 (empat) desa di Kabupaten Magelang
tahun 1983
4. Maramis W.F, Ilmu Kedokteran Jiwa, Airlangga University Press, Surabaya 1995,
hal. 413-420.
5. http://www.emedicine.com
6. http://www.google.com
7. http://yahoo.com
8. http://pubmed.com
.
26
Referat
MASALAH KESEHATAN JIWA
DALAM MASYARAKAT PERKOTAAN
Pembimbing :
Disusun Oleh :
Ferdinand H.
030.00.083
KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas segala
rahmat-Nya, sehingga referat ini dengan judul MASALAH KESEHATAN JIWA
DALAM MASYARAKAT PERKOTAAN dapat penyusun selesaikan tepat pada
waktunya. Adapun referat ini disusun dalam rangka menjalankan kepaniteraan Klinik
Ilmu Kesehatan Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan Periode 16 Juni 19 Juli 2008.
Dengan selesainya referat ini, penyusun mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada :
1.
2.
3.
28
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ......................................................................................
ii
25
27
29
REFERAT
Pembimbing :
Disusun Oleh :
Ferdinand H.
030.00.083
31