Anda di halaman 1dari 6

Nama : Hilda Ayu Pratikasiwi

Praktikum ke : 11

NIM

Tanggal

: G24120068

: Rabu, 2 Desember 2014

MENGHITUNG DIPOLE MODE INDEX (DMI) DAN KORELASINYA DENGAN


KONDISI CURAH HUJAN
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak di antara dua benua (Asia
dan Australia) serta antara dua samudera (Hindia dan Pasifik) (Tjasyono 2008). Letak
geografis Indonesia yang sangat strategis di antara dua samudera ternyata tidak hanya
memberikan keuntungan, tetapi juga rawan akan fenomena penyimpangan iklim yang
beraksi di kedua samudera tersebut. Anomali interaksi antara laut dan atmosfer di sekitar
perairan Indonesia berpengaruh terhadap variabilitas hujan di Indonesia. Interaksiinteraksi tersebut salah satunya adalah kejadian IOD (Indian Osilation Dipole).
Menurut Saji et al. (1999a) IODM adalah sebuah fenomena fisis samudera dan
atmosfer di kawasan Samudera Hindia ekuator yang ditandai dengan adanaya anomali
negatif suhu permukaan laut dibagaian barat Samudera Hindia. Sinyal fenomena IODM
sering diasosiasikan dengan perubahan anomali suhu muka laut (SPL) antara Samudera
Hindia tropis bagian Barat (50 E -70E dan 10 S 10N) dengan Samudera Hindia
tropis bagian Timur (90 E -110E dan 10 S 10 ekuator). IOD dapat diketahui
dengan menghitung indeks yang dinamakan dengan Dipole Mode Index (DMI).
Interaksi Laut dan atmosfer di tropis tersebut menghasilkan tekanan tinggi di
Samudera Hindia bagian Timur (bagian Selatan Jawa dan Barat Sumatra) yang
menimbulkan aliran massa udara yang berhembus ke Barat. Hembusan angin ini akan
mendorong massa air di depannya dan mengangkat massa air dari bawah ke permukaan.
Akibatnya, SPL di sekitar pantai Selatan Jawa dan pantai Barat Sumatera akan
mengalami penurunan yang cukup drastis, sementara di dekat pantai timur Afrika tejadi
kenaikan suhu permukaan laut (Kailaku 2009).Fenomena tersebut berperan penting
terhadap kondisi ekstrim variabilitas hujan yang berdampak terhadap kondisi lingkungan
dan sosial baik secara global maupun regional (Lou et al 2010).

HASIL DAN PEMBAHASAN


Data yang akan digunakan di dalam praktikum ini yaitu data dari NOAA NCEPNCAR Reanalysis Products (NNRP) berupa data ERSST dan CRU TS2. Data tersebut
diperoleh dari website IRI Data Library. Portal IRI Data Library dapat diakses melalui
dua situs,yaitu: http://iridl.ldeo.columbia.edu dan http://iridl.ccromseap.ipb.ac.id.
Data yang diperoleh berupa grafik time series SST pada wilayah barat dan timur
wilayah Samudra Hindia serta nilai korelasinya dengan CH Musiman (SON) dari data
CRU TS 2.1. Data tersebut dimulai dari Januari 1982 hingga Desember 2002

Gambar 1 Grafik Time Series SST untuk wilayah barat Samudra Hindia
Gambar 1 memperlihatkan grafik time series SST di wilayah barat Samudra
Hindia. Suhu yang tercatat di wilayah tersebut antara 26.5C dan 30C. Pola suhu
tersebut berulang hampir setiap tahunnya. Terlihat bahwa hampir setiap pertengahan
tahun, sekitar bulan oktober, nilai SST justru sangat rendah. Pada wilayah tersebut SST
umumnya tidak lebih dari 28C. Bahkan di tahun-tahun tertentu seperti 1984 dan 1996,
SST tidak lebih 27C. Tahun-tahun ini biasanya disebut tahun IOD negatif. Pada tahuntahun seperti 1987, 1988, 1992 dan tahun 1998 merupakan tahun IOD positif yang mana
suhu SST lebih panas dari kondisi rata-ratanya. Umumnya suhu berada diatas 29.5C.

Gambar 2 Grafik Time Series SST untuk wilayah timur Samudra Hindia
Gambar 2 menggambarkan grafik time series SST di wilayah bagian timur
Samudra Hindia yang memiliki nilai SST antara 27.2C dan 30.1C. Terlihat pada
gambar 2 bahwa grafik memiliki pola yang lebih acak dibandingkan pada grafik SST
untuk wilayah barat Samudra Hindia. Hal ini bisa terjadi karena kemunculan anomali ini
paling sering muncul diwilayah barat Samudra Hindia di banding wilayah timurnya. Fase

pergerakan IOD yang berasal dari wilayah barat samudra Hindia kearah timur kadang
tidak mencapai wilayah timur sepenuhnya. Bahkan biasanya IOD akan melemah didaerah
timur, sehingga pola paling jelas IOD yaitu diawal pembentukannya atau wilayah barat.
Pada tahun 1986, 1984 dan 1997, nilai SST cukup rendah namun masih diatas 27C.
berbeda dengan wilayah barat Samudra Hindia yang dapat kurang dari 27C. Pada tahun
1988 terjadi IOD kuat yang membuat wilayah ini memiliki suhu diatas 30C.

4
3

1
DMI
Jan-02

May-00

Sep-98

Jan-97

May-95

Sep-93

Jan-92

May-90

Sep-88

Jan-87

May-85

-1

Sep-83

0
Jan-82

Nilai DMI

-2
-3

Time
Gambar 3 Grafik nilai Dipole Mode Index (DMI)

Gambar 3 merupakan grafik nilai Dipole Mode Index (DMI) yang terjadi antara
tahun 1982 hingga 2002. DMI merupakan gradien anomali suhu permukaan laut antara
Samudera Hindia Barat dan Samudera Hindia Timur. Umumnya semakin besar nilai
indeks ini, semakin kuat sinyal Indian Ocean Dipole dan semakin dahsyat akibat yang
ditimbulkan. Seperti terlihat pada gambar 3. Nilai DMI berada diantara -3 hingga 3.1.
Nilai positif menunjukkan DMI positif, dan nilai negative menunjukkan DMI negative.
Nilai DMI terbesar pada tahun 1997-1998. Terlihat bahwa nilainya hampir mendekati 3.

Gambar 4 Korelasi antara SST wilayah barat Samudra Hindia (Bulan Juli) dengan CH
Musiman (SON) dari data CRU TS 2.1 untuk wilayah Indonesia

Gambar 4 menunjukkan nilai korelasi SST wilayah barat Samudra Hindia dengan
curah hujan wilayah Indonesia. Terlihat pada gambar bahwa Wilayah Sumatera
bagian utara,sumatera bagian selatan, daerah jawa bagian barat serta sebagian wilayah
papua dan Nusa tenggara memiliki korelasi positif yang menandakan wilayah ini
terpengaruh oleh IOD. Wilayah lainnya pada bulan SON tidak memiliki korelasi
dengan IOD, bahkan wilayah Sulawesi memiliki korelasi negatif. Korelasi positif
menandakan bahwa wilayah Indonesia terjadi peningkatan curah hujan dimusim
tersebut. Hal ini disebut IOD negatif atau DM-.
Jika anomali SST di Samudera Hindia tropis bagian barat lebih besar daripada di
bagian timurnya, maka akan terjadi peningkatan curah hujan dari normalnya di pantai
timur Afrika dan Samudera Hindia bagian barat. Sedangkan di Indonesia mengalami
penurunan curah hujan dari normalnya yang menyebabkan kekeringan, kejadian ini biasa
dikenal dengan istilah Dipole Mode Positif (DM +). Fenomena yang berlawanan dengan
kondisi ini dikenal sebagai DM (-) (Ashok et al. 2001).

Gambar 5 Korelasi antara SST wilayah barat Samudra Hindia (Bulan Juli) dengan CH
Musiman (SON) dari data CRU TS 2.1 untuk wilayah Asia

Gambar 5 menunjukkan korelasi antara SST wilayah barat Samudra Hindia


dengan Curah hujan di wilayah Asia. Pada gambar tersebut terlihat bahwa terdapat
korelasi positif dengan nilai antara 0.2 hingga 0.6 di wilayah Asia bagian utara dan
sekitar perairan Samudra Pasifik. Terlihat wilayah asia selatan dan Afrika memiliki
korelasi yang cukup kuat. Namun sebagian besar dataran Asia tidak memilki korelasi
bahkan cenderung negatif. Hal ini mengakibatkan tidak semua wilayah terjadi
peningkatan curah hujan.

Gambar 6 Korelasi antara SST wilayah barat Samudra Hindia (Bulan Juli) dengan CH
Musiman (SON) dari data CRU TS 2.1 untuk wilayah Australia
Gambar 6 merupakan korelasi antara SST wilayah barat Samudra Hindia dengan
Curah hujan di wilayah Australia. Nilai korelasi antara -0.6 hingga 0.6. Wilayah Australia
bagian barat daya dan wilayah tenggara cenderung memiliki korelasi positif yang
ditunjukkan dengan warna kuning hingga merah didaerah tersebut. Sedangkan daerah
lainnya memiliki korelasi negatif hingga 0. Sebuah studi 2009 oleh Ummenhofer et al. di
University of New South Wales (UNSW) Pusat Penelitian Perubahan Iklim, telah
menunjukkan korelasi yang signifikan antara IOD dan kekeringan dibagian selatan
Australia, khususnya tenggara. Setiap kekeringan selatan besar sejak 1889 telah
bertepatan dengan fluktasi IOD positif/netral termasuk pada tahun 1895-1902, 1937-1945
dan 1995 hingga sekarang saat kekeringan. Penelitian menunjukkan bahwa ketika IOD
berada dalam fase negatif, didaerah Samudra Hindia dan barat Australia air dingin
sedangkan di Timor Leste hangat. Angin yang dihasilkan mengambil air dari laut dan
kemudian menyapu ke bawah kearah tenggara Australia dan akan memberikan curah
hujan yang lebih tinggi.
SIMPULAN
IOD merupakan anomali SST yang terjadi antara wilayah barat dan timur
Samudra Hindia. Grafik time series SST wilayah barat memiliki pola yang lebih teratur
dibanding wilayah timurnya. IOD negatif mempengaruhi peningkatan curah hujan di
Indonesia terutama wilayah Sumatera dan jawa, sebagian daratan Asia dan Australia.
Begitu pula dengan IOD positif yang mempengaruhi penurunan curah hujan di Indonesia,
Asia dan Australia. Nilai Dipole Mode Index (DMI) dapat menunjukkan kejadian IOD di
Samudra Hindia.

DAFTAR PUSTAKA
Ashok, K., Guan, Z., Yamagata, T.2001. A Look at the Relationship between the ENSO
and the Indian Ocean Dipole. Journal of the Meteorological Society of Japan Vol.
81, No.1, pp. 41-56, 2003.
Kailaku, T.E, (2009). Pengaruh ENSO (El Nino-Southern Oscillation) DAN IOD (Indian
Ocean Dipole) Terhadap Dinamika Waktu Tanam Padi di Wilayah Tipe Hujan
Equatorial dan Monsunal (Studi Kasus Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat
dan Kabupaten Karawang, Jawa Barat). Skripsi. Jurusan Meteorologi FMIPA IPB.
Bogor.
Luo, J-J., R. Zhang, S.K. Behera, Y. Masumoto, F.F. Jin, R. Lukas, and T. Yamagata.
2010. Interaction between El Nio and extreme Indian Ocean Dipole. Journal of
Climate, 23.726742
Saji, N. H., Goswami, B. N., Vinayachandran, P. N., and Yamagata, T. (1999). A dipole
mode in the tropical Indian Ocean. Nature, 401, 360-363.
Tjasyono, B., A. Lubis, I. Juaeni, Ruminta, dan S.W.B. Harijono. 2008. Dampak variasi
temperatur samudera pasifik dan hindia ekuatorial terhadap curah hujan di
Indonesia. Jurnal sains dirgantara LAPAN, 5(2). pp. 1-13.

Anda mungkin juga menyukai