Anda di halaman 1dari 24

Penyebab penyakit dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu biotik atau parasit dan abiotik atau non

parasit.Biotik yaitu penyebab penyakit yang sifatnya menular atau infeksius, msalnya jamur, bakteri,
nematoda, mycoplasma dan tanaman tinggi parasitik.Abiotik yaitu penyebab penyakit yang sifatnya tidak
menular atau non infeksius.Penyakit-penyakit karena penyebab abiotik sering disebut penyakit
fisiologis/fisiogenis, sedangkan patogennya disebut fisiopath. Fisiopath tersebut antara lain kondisi cuaca
yang tidak menguntungkan, kondisi tanah yang kurang baik, dan kerusakan karena mekanik dan zat-zat
kimia (Semangun, 1994).
Utamanya yang menyerang tanaman adalah pathogen.Pada waktu sekarang telah dikenal banyak
macam patogen tumbuhan dan tidak sedikit diantaranya yang mempunyai arti ekonomi penting.Patogen
adalah organism penyebab penyakit tanaman. Patogen (pathos = menderita + gen = asal-usul)
merupakan agen yang menyebabkan penderitaan (sakit).Setiap macam tanaman dapat diserang oleh
banyak macam patogen tumbuhan, begitu pula satu macam patogen ada kemungkinan dapat menyerang
sampai berpuluh-puluh tanaman.Sering pula terjadi, bahwa patogen tumbuhan tertentu dapat menyerang
satu macam organ tanaman atau ada pula yang menyerang berbagai macam organ tanaman. Kenyataan
ini akan menyulitkan dalam mempelajari penyakit pada tanaman. Untuk mengatasi kesulitan tersebut,
maka diadakan klasifikasi penyakit tumbuhan sehingga memudahkan kita untuk mempelajari penyakit
tumbuhan menurut kepentingannya masing-masing.sampai sekarang kita telah mengenal berbagai
kretaria yang digunakan untuk maksud tersebut.
Yunasfi, 2002.Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Penyakit Danpenyakit Yang
Disebabkan Oleh Jamur. Universitas Sumatera Utara.
Ada tiga faktor yang mendukung timbulnya penyakit yaitu tanaman inang, penyebab penyakit, dan faktor
lingkungan.Tanaman inang adalah tanaman yang diserang oleh patogen.Patogen ada dua yaitu fisiopath
yang bukan organisme dan parasit yang meruapakan organisme seperti jamur, bakteri, dan virus
(Motoredjo, 1989).Fisiopath merupakan faktor lingkungan yang tidak tepat bagi tanaman, misalnya suhu
yang terlalu rendah atau terlalu tinggi, adanya gas beracun yang berasal dari pencemaran ataupun hasil
samping metabolisme tanaman itu sendiri dan kurangnya unsur hara pada tanah (Pyenson, 1979).
Konsep timbulnya penyakit diawali dengan menunjuk pathogen sebagai penyebab penyakit utama, yang
selanjutnya diketahui pada berbagai macam buku teks mengenai konsep timbulnya penyakit umumnya
dianut tiga segitiga penyakit.Komponen tersebut adalah inang, pathogen dan lingkungan dan
berkembang menjadi segi empat penyakit.Beberepa factor komponen dalam penyakit ini selanjutnya
dapat diuraikan kembali sehingga konsep timbulnya suatu penyakit menjadi lebih berkembang.

Tanaman yang merupakan tumbuhan yang diusahakan dan


diambil manfaatnya, dapat ditinjau dari dua sudut (pandangan) :
1. Sudut BIOLOGI yang berarti organisme yang melakukan kegiatan
fisiologis seperti tumbuh, berpihak dan lain-lain.
2. Sudut EKONOMI yang berarti penghasil bahan yang berguna bagi
manusia seperti buah, biji, bunga, daun, batang dan lain-lain.
Sedang penyakit sendiri sebenarnya berarti proses di mana
bagian-bagian tertentu dari tanaman tidak dapat menjalankan
fungsinya dengan sebaik-baiknya.
Patogen atau penyebab penyakit dapat berupa organisme, yang
tergolong dalam dunia tumbuhan, dan bukan organisme yang biasa

disebut fisiophat. Sedangkan organisme dapat dibedakan menjadi :


parasit dan saprofit
Sumber inokulum atau sumber penular adalah tempat dari mana
inokulum atau penular itu berasal dan sesuai dengan urutan
penularannya dibedakan menjadi sumber penular primer, sumber
penular sekunder, sumber penular tertier dan seterusnya.
Selama perkembangan penyakit dapat kita kenal beberapa peristiwa
yaitu :
1. Inokulasi adalah jatuhnya inokulum pada tanaman inangnya.
2. Penetrasi dalah masuknya patogen ke dalam jaringan tanaman
inangnya.
1. Infeksi adalah interaksi antara patogen dengan tanaman inangnya.
2. Invasi adalah perkembangan patogen di dalam jaringan tanaman
inang. Akibatnya adanya infeksi dan invasi akan timbul gejala,
yang kadang-kadang merupakan rangkaian yang disebut syndrom.
Pada gejala itu sering kita jumpai adanya tanda, misalnya tubuh
buah atau konidi. Sehubungan dengan peristiwa-peristiwa di atas
terjadilah :
3. Periode (masa) inkubasi yaitu waktu antara permulaan infeksi
dengan timbulnya gejala yang pertama. Namun demikian di dalam
praktek sering dihitung mulai dari inokulasi sampai terbentuknya
sporulasi pada gejala pertama tersebut hingga waktunya menjadi
jauh lebih panjang.
4. Periode (masa) infeksi adalah waktu antara permulaan infeksi
sampai reaksi tanaman yang terakhir, untuk inipun biasanya
dihitung mulai saat inokulasi.
Siklus atau daur penyakit adalah rangkaian kejadian selama
perkembangan penyakit. Di samping itu ada yang disebut siklus hidup
patogen yaitu perkembangan patogen dari suatu stadium kembali ke
stadium yang sama. Siklus ini biasanya dapat dibedakan menajdi :
1. Stadium Patogenesis adalah stadium patogen di mana berhubungan
dengan jaringan hidup tanaman inangnya.
1. Stadium Saprogenesis adalah stadium patogen di mana tidak
berhubungan dengan jaringan hidup tanaman inangnya .
Berdasarkan kondisi sel yang dipakai sebagai sumber
makanannya maka parasit atau patogen dapat dibedakan menjadi :

1. Patofit apabila parasit itu mengisap makanan dari sel inang yang
masih hidup.
2. Pertofit apabila parasit itu mengisap makanan dari sel inang yang
dibunuhnya lebih dahulu.
Faktor yang mempengaruhi dapat tidaknya tanaman diserang
oleh patogen, dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu :
1. Predisposisi apabila faktor yang menyebabkan kenaikan
kerentanan atau penurunan ketahanan itu berupa faktor luar
seperti suhu, kelembaban dan lain-lain.
2. Disposisi apabila faktor yang menyebabkan kenaikkan kerentanan
itu berasal dari dalam artinya bersifat genetis atau bawaan.
Berdasarkan ekspresinya penyakit dapat dibedakan menjadi :
1. Endemi (Enfitosis) yaitu penyakit yang selalu timbul dan
menyebabkan kerugian yang cukup berarti.
2. Epidemi (Epifitosis) yaitu penyakit yang timbulnya secara berkala
dan menimbulkan kerugian yang cukup berarti.
3. Sporadis yaitu penyakit yang timbulnya tidak menentu dan tidak
menimbulkan kerugian yang berarti.
Tanggapan tanaman inang terhadap patogen dapat merupakan
sifat dari tanaman inang tersebut dan dapat dibedakan menjadi :
1. Tahan apabila dalam keadaan biasa tanaman tersebut tidak dapat
diserang oleh patogen.
2. Rentan apabila dalam keadaan biasa tanaman tersebut dapat
diserang oleh patogen, jadi merupakan lawan dari tahan.
3. Toleran apabila dalam keadaan biasa dapat menyesuaikan diri
dengan patogen yang berada dalam jaringan tubuhnya sehingga
tidak mempengaruhi kemampuan produksinya.
Bentuk
yang
ekstrem
dari
ketahanan
tersebut
disebut Kekebalan sedang
bentuk
ekstrem
dari
toleran
disebut Inapparency, artinya dalam keadaan yang bagaimanapun
juga tetap memiliki sifat tersebut.
Pyenson, L. 1979. Fundamentals of Entomology and Plant Pathology. The Avi. Publishing
Company, Inc. Westport, Connecticut. 98 107
Sinaga, M.S. 2003. Dasar-dasar Ilmu Penyakit Tumbuhan. Jakarta, Penebar Swadaya.

Patogen dalam arti luas adalah tiap agen yang menyebabkan penyakit. Namun, istilah ini
biasanya hanya digunakan untuk menunjukkan penyebab penyakit yang tergolong
organisme yang hidup saja terutama, cendawan, bakteri, nematoda, virus, dan tumbuhan
parasitik yang menyerang tumbuhan (Sinaga, 2003).

Musim panas/kemarau yang lebih panas akan menguntungkan patogen termofilik.


Akibat peningkatan temperatur, distribusi geografis serangga vektor penyakit tanaman
menjadi meluas sehingga memperluas insidensi penyakit.
Meningkatnya temperatur diketahui telah meningkatkan serangan Phytophthora
cinnamomi, penyebab penyakit busuk akar dan pangkal batang pada tanaman berdaun
lebar dan konifer.
Kekeringan yang terjadi pada musim kemarau dapat meningkatkan serangan jamur
penyebab penyakit yang sangat tergantung tekanan/stress yang dialami inangnya.
Berkurangnya hari hujan diperkirakan dapat menurunkan serangan patogen yang
menyerang daun.
Peningkatan konsentrasi CO2 di udara mengakibatkan meningkatnya fekunditas dan
agresiveness patogen (Coakley et al., 1999)
Hasil penelitian menunjukkan setiap peningkatan suhu sebesar 1 oC dapat
mempercepat terjadinya penyakit hawar daun kentang (4-7 hari lebih cepat).
Garrett, KA et al. 2006. Climate Change Effects on Plant Disease: Genomes to
Ecosystems. Annu. Rev. Phytopathol. 44:489509.

.1 Konsep Timbulnya Penyakit (Konsep Segi Tiga Gangguan)


Penyakit tanaman dapat terjadi jika sedikitnya terdapat kontak dan interaksi antara dua
komponen. Komponen tersebut berupa tanaman dan patogen. Jika pada saat terjadinya
kontak tersebut lingkungan mendukung, maka akan terjadi penyakit. Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa suatu penyakit akan terjadi jika pada suatu waktu di satu
tempat terdapat tanaman yang rentan, sementara patogen yang virulen dan lingkungan
baik fisik kimia maupun biologi yang sesuai dengan untuk terjadinya penyakit. Apabila
satu faktor saja tidak tersedia, maka penyakit tidak akan terjadi. Interaksi antara
tanaman, patogen yang virulen dan lingkungan ini sering disebut sebagai konsep
segitiga penyakit (Utami dan Anggraini, 2008:228).
Pada konsep segi tiga penyakit tersebut, apabila salah satu faktor penyebab tidak ada,
maka tidak akan terjadi suatu penyakit pada tanaman. Namun, apabila dalam kondisi
pertumbuhan tanaman terdapat pathogen disekitar tanaman tersebut serta lingkungan
mendukung pertumbuhan pathogen, maka kecenderungan untuk terjadinya infeksi
penyakit pada tanaman cukup besar (Adinugroho, 2008:14).

2.2Peran Manusia dalam Menimbulkan Penyakit Tanaman (Konsep Segi


Empat Gangguan)
Konsep timbulnya suatu penyakit semakin berkembang seiring dengan berkembangnya
ilmu penyakit tumbuhan, pada awalnya para pakar yang dipelopori oleh DeBary (dalam
Adinugroho,
2008:4)
menujuk
pathogen
sebagai
penyebab
penyakit
yang utama.Dalamperkembangannya, diketahui bahwa dalam berbagai buku teks
mengenai penyakit tumbuhan umunya dianut konsep segitiga penyakit (disease
triangle) seperti antara lain dikemukan oleh Blanchard dan Tattar (dalam Adinugroho,
2008:4). Ketiga komponen penyakit tersebut adalah inang, pathogen dan lingkungan.
Kemudian berkembang sebuah konsep yang didasari pemikiran bahwa manusia ikut
berperan dalam timbulnya suatu penyakit tumbuhan (Triharsono, 2010:51).Hal tersebut
dikarenakan manusia dapat memberikan pengaruh terhadap pathogen dan tanaman
inang itu sendiri serta kondisi lingkungan sebagai faktor-faktor yang dapat menimbulkan
penyakit tanaman.Konsep ini dikenal dengan segi empat penyakit (dalam Adinugroho,
2008:4).
Manusia sebagaipenanam, berusaha untuk mempengaruhi ketiga faktor yang dapat
menimbulkan penyakit (lingkungan, inang, dan patogen) agar terjadi interaksi yang
menguntungkan bagi manusia. Namun demikian, adanya campur tangan manusia
menyebabkan interaksi dari kempat faktor tersebut yang akan memicu terjadinya
penyimpangan proses fisiologi tanaman, sehingga terjadi penyakit (Utami dan
Anggraini, 2008:228).
Dalam konsep segi empat gangguan, gangguan akan terjadi jika tanaman rentan
berinteraksi dengan patogen virulen dalam lingkungan yang menguntungkan
perkembangan pengganggu, karena adanya tindakan manusia. Dengan demikian
perlindungan tanaman pada konsep segi empat gangguan ini ditujukan untuk empat
sasaran, yaitu tanaman, pengganggu, lingkungan dan manusia (Purnomo, 2006:6).
Sehingga dibutuhkan manajemen lahan yang baik oleh manusia agar tidak melakukan
tindakan yang mengakibatkan terjadinya interaksi ketiga faktor dalam konsep segi tiga
gangguan.
Adinugroho W.C. 2008. Konsep Timbulnya Penyakit Tanaman. Tidak Diterbitkan. Tugas
Kuliah. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (IPB).
Purnomo, B. 2006. Dasar-dasar Perlindungan Tanaman, (Tanpa Penerbit)

Semangum , S . 1996 . Pengantar Ilmu Penyakit Tumbuhan . Universitas Gajammada


. Yogyakarta

Harsono. Tri.2012. Biologi "Taksonomi Tumbuhan" daftar-isi-kata-pengantar-i-daftarisi.html. Diakses pada tanggal 11 Oktober 2012
Faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Hama Tanaman
Populasi hama di alam bersifat dinamis, selalu berubah berubah-ubah karena
adanya berbagai faktor yang selalu berubah berubah-ubah pula

A. Faktor dalam (Internal)


1.sifat genetis hama
2.kemampuan berkembang biak
Siklus hidup
Keperidian
Nisbah kelamin
3.kemampuan untuk bertahan hidup

B.Faktor Luar (Eksternal)


faktor lingkungan, yang terdiri dari
1.Faktor fisik
a.Geografis
Menggambarkan situasi alam suatu tempat sifatnya menghambat pemencaran
hama dari satu daerah ke daerah lain
b.Iklim/cuaca
Suhu
Serangga tergolong hewan yang berdarah dingin (poikilotermal), sehingga suhu
badannya mudah mengikuti suhu lingkungan. Setiap spesies serangga memerlukan
suhu lingkungan yang berbeda dengan penyesuaian suhu ada pada suatu kisaran
yang berbeda pada setiap spesies (dipengaruhi oleh faktor dalam spesies tersebut)
Kelembaban
Berpengaruh pada biologi hama. Erat hubungannya dengan kandungan air dalam
tubuh serangga. Kelembaban udara juga sangat berpengaruh pada perkembangan
patogen serangga

c.Cahaya
Berpengaruh pada perilaku serangga
Diurnal: aktif pada siang hari
Nocturnal: aktif pada malam hari
Crepuscular: aktif pada sore hari
Reaksi positif dan negatif serangga terhadap cahaya
d.Angin
Berpengaruh pada pemencaran hama
e.Curah hujan
Dapat berpengaruh langsung, secara mekanis dapat menghanyutkan seranggaserangga yang berukuran kecil. Secara tidak langsungmenyebabkan kelembaban
udara tinggi, sehingga sesuai bagi perkembangan patogen penyebab penyakit
serangga
2.Faktor makanan
Serangga/hewan yang menjadi hama adalah serangga/hewan yang memakan
tanaman atau fitofag
Pemakan satu jenis tumbuhan (monofag)
Pemakan beberapa jenis tumbuhan (oligofag)
Pemakan banyak jenis tumbuhan (polifag)
Kuantitas : menanam secara monokultur menyebabkan kuantitas makanan
berlimpah dan baik untuk perkembangan serangga/hewan fitofag
Kualitas : menentukan taraf perkembangan
perkembangan, kesuburan, mortalitas)

populasi

hama

(pertumbuhan,

3.Faktor biotik
Peranan musuh alamiah dan pesaing mempengaruhi tinggi rendahnya populasi
hama
-Predator(serangga atau hewan lain)
-Parasitoid (serangga)
-Patogen (virus, cendawan, bakteri, nematoda)

-Pesaing (intraspesifik, interspesifik)

Cuaca dapat mempengaruhi setiap organisme di alam ini tidak terkecuali organisme pengganggu
tanaman. Proses kehidupan yang penting seperti pertumbuhan, perkembangan, daya tahan hidup dan
juga perilakunya secara langsung ataupun tidak langsung dipengarahi oleh perubahan lingkungan.

Penyebaran hewan dan tumbuhan di alam ini bukanlah terjadi secara kebetulan namun sebagai hasil
interaksi dari pengaruh faktor-faktor lingkungan terhadapnya. Sebaran geografis suatu organisme antara
lain dibatasi oleh faktor-faktor fisik yaitu suhu, kelembaban udara, cahaya dan tersedianya air.

Perkembangan hama dan penyakit mempunyai hubungan yang erat dengan keadaan lingkungan
habitatnya. Keadaan lingkungan selalu berubah-ubah, organisme penggangu yang hidup di dalamnyapun
selalu berubah menyesuaikan diri.

Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan OPT dalam garis besarnya dapat dibagi menjadi
dua (Little, 1971) yaitu:
1. Faktor dalam adalah faktor yang berada dalam tubuh orgnisme seperti organ tubuh dan keadaan
fisiologisnya.
2. Faktor luar adalah faktor yang berada di luar tubuh organisme yang mempengaruhinya langsung dan
tidak langsung yaitu faktor fisik, biotik dan makanan.

Kedua kelompok tersebut bekerjasama membentuk corak lingkungan hidup yang berbeda yang bersifat
menekan atau merangsang perkembangan OPT. kelompok factor luar dapat dibedakan lagi menjadi
factor fisik, biotic dan factor makanan.

Faktor fisik dapat dibedakan menjadi unsur cuaca dan topografi suatu daerah merupakan faktor
penghambat atau sekurang-kurangnya mempengaruhi penyebaran OPT. Hal ini disebabkan oleh

perbedaan topografi yang menyebabkan terjadinya perbedaan faktor iklim dan secara tidak langsung
menimbulkan perbedaan tumbuhan yang tumbuh.

Faktor biotik adalah semua faktor yang pada dasarnya bersifat hidup dan berperan dalam keseimbangan
populasi OPT. Termasuk dalam faktor biotik adalah parasit, predator, kompetisi dan resistensi
tanaman.Faktor makanan adalah unsur utama yang menentukan perkembangan OPT. tersedianya
inang(tanaman dan hewan) yang menjadi sumber makanan merupakan factor pembatas dalam
menentukan taraf kejenuhan populasi (carryng Capacity) lingkungan atas OPT.

Faktor cuaca mempunyai peranan penting dalam siklus kehidupan serangga. Dalam batas yang luas,
cuaca mempengaruhi penyebarannya, kelimpahanya, dan sebagai salah satu faktor utama penyebab
timbulnya serangan hama.

Kelimpahan serangga berhubungan erat dengan perbandingan antara kelahiran dan kematian pada
suatu waktu tertentu. Kelahiran dipengaruhi antara lain oleh cuaca, makanan dan taraf kepadatannya.
Kematian terutama dipengaruhi oleh cuaca dan musuh alami. Kepadatan dapat mengakibatkan emigrasi
yang dapat berarti sebagai kurangnya individu di suatu lokasi yang dianggap suatu kematian. Cuaca
berpengaruh langsung terhadap tingkat kelahiran dan kematian, secara tidak langsung cuaca
mempengaruhi hama melalui pengaruhnya terhadap kelimpahan organisme lain termasuk musuh
alaminya.

Organisme, khususnya serangga mempunyai daya menahan pengaruh faktor lingkungan fisik sehingga
menjadi kebal. Organisme serangga dapat mengatasi keadaan yang ekstrem berupa adaptasi yang
berhubungan dengan faktor genetis atau penyesuain yang sifatnya fisiologis. Serangga sesuai dengan
sifatnya mempunyai kemampuan meyesuaikan diri dengan lingkungan tetapi karena serangga juga
mempunyai sayap, serangga dapat pindah menghindari tempat yang ekstrim mencari tempat yang lebih
sesuai.

Faktor cuaca dapat mempengaruhi segala sesuatu dalam sistem komunitas serangga anatara lain
fisiologi, perilaku, dan ciri-ciri biologis lainnya baik langsung maupun tidak langsung. Faktor cuaca dapat
dipisahkan menjadi unsur-unsur cuaca: suhu, kelembaban, cahaya dan pergerakan udara/angin.

1. suhu

Pengaruh suhu terhadap kehidupan serangga banyak dipelajari di negara beriklim dingin/sedang,
dimana suhu selalu berubah menurut musim. Di negara tropika seperti Indonesia keadaanya
berbeda, iklimnya hampir sama sehingga variasi suhu relatif kecil. Perbedaan suhu yang nyata
adalah karena ketinggian. Serangga adalah organisme yang sifatnya poikilotermal sehingga suhu
badan serangga banyak dipengaruhi dan mengikuti perubahan suhu udara.

Beberapa aktifitas serangga dipengaruhi oleh suhu dan kisaran suhu optimal bagi serangga
bervariasi menurut spesiesnya. Secara garis besar suhu berpengaruh pada (nayar et al, 1981)
kesuburan/produksi telur, laju pertumbuhan dan migrasi atau penyebarannya.

Mengukur kecepatan pertumbuhan serangga dalam hubungannya dengan suhu dapat dilakukan
sengan thermal constant. Hal tersebut berdasarkan asumsi bahwa terdapat hubungan antara
perkembangan serangga dengan jumlah thermal constant biasanya dinyatakan dengan hari
derajat (day degree accumulation). Walaupun kurang tepat namun sering digunakan untuk
perkiraan perkembangan serngga. Potter dan Timmons melaporkan bahwa log-degree day
mempunyai korelasi yang tinggi dengan kumulatif persentase tangkapan hama penggerek
tanaman hortikultura. Ternyata hubungan tersebut dapat digunakan untuk menduga saat
penerbangan pertama seranga penggerek tersebut.

Hama wereng batang coklat untuk menyelesaikan siklus hidupnya dari telur sampai dewasa/mati
membutuhkan total konstanta panas efektif sebesar 500 hari derajat. Untuk mencapai jumlah
tersebut diperlukan waktu sebulan (30 hari) untuk generasi musim panas dengan suhu rata-rata
harian 27 derajat celcius dan membutuhkan waktu 42 hari untuk generasi musim gugur dengan
suhu rata-rata harian 22 derajat celcius (Kisimoto, 1981)

Kematian serangga dalam hubungannya dengan suhu terutama berkaitan dengan pengaruh
batas-batas ekstrim dan kisaran yang masih dapat ditahan serangga (suhu cardinal). Suhu yang
sangat tinggi mempunyai pengaruh langsung terhadap denaturasi/ merusak sifat protein yang
mengakibatkan serangga mati. Pada suhu rendah kematian serangga terjadi karena
terbentukknya kristal es dalam sel.

2. Kelembaban
Serangga seperti juga hewan yang lain harus memperhatikan kandungan air dalam tubuhnya,
akan mati bila kandungan airnya turun melewati batas toleransinya. Berkurangnya kandungan air
tersebut berakibat kerdilnya pertumbuhan dan rendahnya laju metabolisme. Kandungan air
dalam tubuh serangga bervariasi dengan jenis serangga, pada umumnya berkisar antara 50-90%
dari berat tubuhnya. Pada serangga berkulit tubuh tebal kandungan airnya lebih rendah.

Agar dapat mempertahankan hidupnya serangga harus selaluu berusaha agar terdapat
keseimbangan air yang tepat. Beberapa serangga harus dilingkungan udara yang jenuh dengan
uap air sedang yang lainnya mampu menyesuaikan diri pada keadaan kering bahkan mampu
menahan lapar untuk beberapa hari.

Kelembaban juga mempengaruhi sifat-sifat, kemampuan bertelur dan pertumbuhan serangga.


3. Cahaya
Cahaya mempunyai peranan penting dalam pertumbuhan, perkembangannya dan tahan
kehidupannya serangga baik secara langsung maupun tidak langsung. Cahaya mempengaruhi
aktifitas serangga, cahaya membantu untuk mendapatkan makanan, tempat yang lebih sesuai.

Setiap jenis serangga membutuhkan intensitas cahaya yang berbeda untuk aktifitasnya.
Berdasarkan hasl di atas serangga dapat digolongkan

o Serangga diurnal yaitu serangga yang membutuhkan intensitas cahaya tinggi aktif pada
siang hari
o Serangga krepskular adala serangga yang membutuhkan intensitas cahaya sedang aktif
pada senja hari.
o Serangga nokturnal adalah serangga yang membutuhkan intensitas cahaya rendah aktif
pada malam hari
o

Penelitian menunjukkan bahwa cahaya bulan berpengaruh nyata pada tangkapan lampu perangkap
terhadp serangga nokturnal.

4. pergerakan udara
pergerakan udara merupakan salah satu faktor yang penting dalam penyebaran kehidupan
serangga. Penyebaran arah serangga kadang mengikuti arah angin.

Beranda

Kuliah Agribisnis Ku..


Search

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Serangga


DIPOSKAN OLEH ERLIN RAHAYU DI 07.52 RABU, 28 MARET 2012

Secara umum terdapat tiga faktor yang mempengaruhi pertumbuhan serangga, yaitu faktor
internal, faktor external dan faktor makanan.
Faktor Internal
Kemampuan berkembang biak (reproductive potensial) akan menentukan tinggi rendahnya,
populasi hama. Apabila di telusuri lebih lanjut, kemampuan berkembang biak itu bergantung
kepada kecepatan berkembang biak (rate of multiplication) dan perbandingan sex ratio
serangga hama. Kemudian kecepatan berkembang biak ditentukan oleh keperidian (fecundity)
dan jangka waktu perkembangan.
a.

Sex Ratio
Serangga hama pada umumnya berkembang biak melalui perkawinan walaupun ada beberapa
spesies tertentu yang menghasilkan keturunannya tanpa melalui pembuahan telurnya yang
disebut partenogenesis. Perbandingan serangga jantan dan serangga betina atau lebih dikenal
dengan sex ratio sangat penting dalam menentukan cepatnya pertumbuhan populasi hama.

Sebagian besar serangga mempunyai sex ratio 1:1 yang artinya kemungkinan serangga jantan
dan serangga betina yang bertemu kemudian melakukan kopulasi akan lebih tinggi sehingga
reproduksi serangga tersebut akan tinggi. Pada beberapa serangga hama tertentu, perbandingan
sex ratio tidaklah demikian, contoh pada serangga hama Xylosandrus compactus sex rationya
1:9; pada serangga Hyphothenemus hampei sex rationya 1:59, artinya serangga betina lebih
banyak dari serangga jantan. Kemudian pada serangga hama Saissetia nigra dan Saissetia
coffeae, telur menetas menjadi serangga betina dan belum ditemukan serangga jantan. Ada lagi
yang menyatakan sex ratio itu sebagai sex faktor yaitu perbandingan antara jumlah serangga
betina dengan populasi serangga atau :

Sebagai contoh suatu populasi serangga ada 80 ekor di antaranya 40 ekor serangga betina. Jadi
sex faktor = 0,5. Apabila sex faktor = 1,0 berarti seluruh populasi betina, maka peluang biakan
serangga itu partenogenesis.
b. Keperidian
Keperidian adalah kemampuan indiviidu betina untuk menghasilkan sejumlah telur. Serangga
hama yang mempunyai keperidian cukup tinggi biasanya diketahui dengan faktor luar sebagai
penghambat perkembangannya juga tinggi. Baik berupa makanannya, musuh alami, faktor fisik:
ataupun faktor kompetisi antara serangga hama itu sendiri dalam memperoleh ruang tempat
hidup, memperoleh makanan dan lain sebagainya. Pada serangga hama tertentu meletakkan
telur satu per satu dan dalam jumlah yang tidak begitu banyak, namun mayoritas serangga
hama akan meletakkan telur secara berkelompok dan begitu menetas akan terjadi kompetisi
diantara serangga sendiri. Kompetisi akan terjadi pada individu-individu dalam suatu habitat
untuk mendapatkan sumber kebidupan. Kompetisi antar individu dapat terjadi dalam bentuk:
1) Kompetisi dalam hal makanan
Kompetisi dalam hal makanan biasanva terjadi karena populasi makanan saat itu berkurang,
sedangkan populasi serangga stabil atau bahkan meningkat. Akibatnya akan bekerja faktor yang
bersifat density dependent, yang berkaitan dengan suplai makanan tersebut, terjadinya
penurunan populasi serangga karena meningkatnya mortalitas. Kompetisi diatas dapat
dicontohkan pada serangga hama gudang:Tribolium sp., Sitophilus sp. yang suplai makanannya
terbatas seperti gudang-gudang dikosongkan sehingga makanan terbatas dan serangga banyak

mati. Bagi serangga yang kuat dalam kompetisi itu akan tetap hidup karena serangga tersebut
masih mendapat makanan.
2) Kompetisi dalam hal ruang gerak
Kompetisi itu terjadi pada serangga hama yang hidup dan berkembang pada ruang gerak
terbatas. Dapat dicontohkan serangga yang hidup pada lubang gerak. Bila dalam sebuah lubang
gerak dihuni oleh 2 ekor larva atau lebih, maka ruang gerak menjadi sempit. Akibatnya serangga
yang kuat akan bertahan dan yang lemah akan terdesak dan mati.
3) Kompetisi dalam hal tempat berlindung
Kompetisi ini sering dijumpai pada serangga-serangga yang berukuran kecil yang umumnya
lemah, tidak tahan sinar matahari langsung, kelembaban yang rendah, hujan lebat dan angin
kencang. Jika tempat berlindung terbatas maka sebagian populasinya akan tertimpa keadaan
ekstrim di atas. Akibatnya populasi menurun. Pengaruh lain akibat kompetisi ini adalah
menurunnya populasi musuh alami karena berkurangnya inang ataupun mangsa.
c.

Jangka Waktu Perkembangan Serangga


Pada sebagian serangga hama jangka waktu perkembangan dari telur sampai dewasa
berlangsung pendek, tetapi pada serangga lain perkembangannya berlangsung lama. Serangga
yang mengalami metamorfosa holometabola perkembangan serangga dimulai dari telur-larvapupa/kepompong-dewasa. Pada serangga yang mengalami metamorfasa hemimetabola atau
paurometabola perkembangannya dimulai dari telur-nimfa-dewasa. Kualitas makanan akan
berpengaruh kepada pertumbuhan serangga seperti dicontohkan pada serangga Dasynus
piperis yang diberi makanan (buah lada) dari varietas Natar mempunyai bobot tubuh yang lebih
besar daripada serangga yang diberi makanan dari varietas Cunuk dan Petaling. Hal itu
berkaitan dengan perbedaan karbohidrat, protein maupun pipereni pada tiga varietas tersebut.
Demikian pula pengaruh makanan terhadap serangga hama diantaranya tercermin dari siklus
hidup serangga itu. Pada umumnya serangga yang kebutuhan nutrisinya terpenuhi dan
berimbang, siklus hidupnya akan lebih cepat bila dibandingkan dengan serangga hama yang
kebutuhan nutrisinya tidak cukup. Berbagai spesies serangga masing-masing mempunyai
berbagai spesies serangga jangka perkembangan bagian serangga yang berbeda-beda pula. Ada
serangga yang siklus hidupnya beberapa hari, atau hidup lebih dari satu bulan. Pada Coccus
viridis, begitu telur diletakkan maka 11 jam kemudian telur menetas menjadi nimfa.

Faktor Eksternal
Merupakan faktor yang berhubungan dengan lingkungan tempat hidup serangga. Terdapat tiga
faktor eksternal yang mempengaruhi pertumbuhan hama, yaitu faktor abiotik, biotik, dan
makanan.
a.

Faktor Abiotik

1) Suhu/Temperatur
Setiap spesies serangga mempunyai jangkauan suhu masing-masing dimana ia dapat hidup, dan
pada umumnya jangkauan suhu yang efektif adalah suhu minimum. Serangga memiliki kisaran
suhu tertentu untuk kehidupannya. Diluar kisaran suhu tersebut serangga dapat mengalami
kematian. Efek ini terlihat pada proses fisiologis serangga, dimana pada suhu tertentu aktivitas
serangga tinggi dan akan berkurang (menurun) pada suhu yang lain (Ross, et al., 1982; Krebs,
1985). Umumnya kisaran suhu yang efektif adalah 15C (suhu minimum), 25C suhu optimum
dan 45C (suhu maksimum). Pada suhu yang optimum kemampuan serangga untuk melahirkan
keturunan akan besar dan kematian (mortalitas) sebelum batas umur akan sedikit (Natawigena,
1990).
2) Kelembaban Udara
Kelembaban udara mempengaruhi kehidupan serangga langsung atau tidak langsung. Serangga
yang hidup di lingkungan yang kering mempunyai cara tersendiri untuk mengenfisienkan
penggunaan air seperti menyerap kembali air yang terdapat pada feces yang akan dibuang dan
menggunakan kembali air metabolik tersebut, contohnya serangga rayap. Oleh karena itu
kelembaban harus dilihat sebagai keadaan lingkungan dan kelembaban sebagai bahan yang
dibutuhkan organisme untuk melangsungkan proses fisiologis dalam tubuh. Sebagai unsur
lingkungan, kelembaban sangat menonjol sebagai faktor modifikasi suhu lewat reduksi
evapotranspirasi. Selanjutnya tidak ada organisme yang dapat hidup tanpa air karena sebagian
besar jaringan tubuh dan kesempurnaan seluruh proses vital dalam tubuh akan membutuhkan
air. Serangga akan selalu mengkonsumsi air dari lingkungannya dan sebaliknya secara terus
menerus akan melepaskan air tubuhnya melalui proses penguapan dan ekskresi. Dalam hal ini
kebutuhan air bagi serangga sangat dipengaruhi oleh lingkungan hidupnya terutama
kelembaban udara.

Beberapa

penelitian

mengenai

beberapa

ketahanan

serangga

terhadap

kekeringan

menunjukkan korelasi yang tinggi dengan keadaan lembab tempat hidupnya. Secara umum
kelembaban udara dapat mempengaruhi pembiakan, pertumbuhan, perkembangan dan
keaktifan serangga baik langsung maupun tidak langsung. Kemampuan serangga bertahan
terhadap keadaan kelembaban udara sekitarnya sangat berbeda menurut jenisnya. Dalam hal
ini kisaran toleransi terhadap kelembaban udara berubah untuk setiap spesies maupun stadia
perkembangannya, tetapi kisaran toleransi ini tidak jelas seperti pada suhu. Bagi serangga
pada umumnya kisaran toleransi terhadap kelembaban udara yang optimum terletak didalam
titik maksimum 73-100 persen. Cuaca yang lembab merangsang pertumbuhan populasi, sedang
cuaca yang sangat kering atau keadaan yang banyak hujan menghambat pertumbuhan tersebut.
Kebanyakan air, seperti banjir dan hujan lebat merupakan bahaya bagi kehidupan beberapa
jenis serangga, termasuk juga berbagai jenis kupu-kupu yang sedang beterbangan, serta dapat
menghanyutkan larva yang baru menetas.
3) Cahaya, Warna, dan Bau
Cahaya adalah faktor ekologi yang besar pengaruhnya bagi serangga, diantaranya lamanya
hidup, cara bertelur, dan berubahnya arah terbang. Banyak jenis serangga yang memilki reaksi
positif terhadap cahaya dan tertarik oleh sesuatu warna, misalnya oleh warna kuning atau hijau.
Beberapa jenis serangga diantaranya mempunyai ketertarikan tersendiri terhadap suatu warna
dan bau, misalnya terhadap warna-warna bunga. Akan tetapi ada juga yang tidak menyukai bau
tertentu (Natawigena, 1990).
Sumber cahaya dan panas yang utama di alam adalah radiasi surya. Radiasi dalam hal ini
radiasi langsung yang bersumber dari surya dan radiasi baur yang berasal dari atmosfir secara
keseluruhan. Untuk menjelaskan sifat radiasi di bedakan antara panjang gelombang cahaya dan
intensitas cahaya atau radiasi. Pengaruh cahaya terhadap perilaku serangga berbeda antara
serangga yang aktif siang hari dengan yang aktif pada malam hari. Pada siang hari keaktifan
serangga dirangsang oleh keadaan intensitas maupun panjang gelombang cahaya di sekitarnya.
Sebaliknya ada serangga pada keadaan cahaya tertentu justru menghambat keaktifannya. Pada
umumnya radiasi yang berpengaruh terhadap serangga adalah radiasi infra merah, dalam hal
ini berpengaruh untuk memanaskan tubuh serangga.
4) Angin

Angin dapat berpengaruh secara langsung terhadap kelembaban dan proses penguapan badan
serangga dan juga berperan besar dalam penyebaran suatu serangga dari tempat yang satu ke
tempat lainnya. Baik memiliki ukuran sayap besar maupun yang kecil, dapat membawa
beberapa ratus meter di udara bahkan ribuan kilometer (Natawigena, 1990). Angin
mempengaruhi mobilitas serangga. Serangga kecil mobilitasnya dipengaruhi oleh angin, artinya
serangga yang demikian dapat terbawa sejauh mungkin oleh gerakan angin.
b. Faktor Biotik
Komponen terpenting dari faktor biotik adalah parasitoid, predator, dan entomopatogen.
1) Parasitoid
Parasitoid berukuran kecil dan mempunyai waktu perkembangan lebih pendek dari inangnya
dengan cara menumpang hidup pada atau di dalam tubuh serangga hama. Dalam tubuh
host/inang tersebut, parasitoid mengisap cairan tubuh atau memakan jaringan bagian dalam
tubuh inang. Parasitoid yang hidup di dalam tubuh inang disebut endoparasitoid dan yang
menempel di luar tubuh inang disebut ectoparasitoid. Parasitoid umumnya mempunyai inang
yang lebih spesifik, sehingga dalam keadaan tertentu parasitoid lebih efektif mengendalikan
hama. Kelemahan dari parasitoid itu karena adanya parasitoid tertentu yang dapat terkena
parasit lagi oleh parasitoid lain. Kejadian seperti diatas disebut hiperparasitisme dan parasitoid
lain tersebut disebut parasit sekunder. Bila parasit sekunder ini terkena parasit lagi disebut
parasit tersier. Parasit sekunder dan parasit tersier disebut sebagai hyperparasit.
2) Predator
Predator yaitu binatang atau serangga yang memangsa binatang atau serangga lain. Predator
biasanya berukuran lebih besar dari parasit dan perkembangannya lebih lama inangnya.
Predator tidak spesifik terhadap pemilihan mangsa. Oleh karena itu predator adalah serangga
atau hewan lain yang memakan serangga hama secara langsung. Untuk perkembangan larva
menjadi dewasa dibutuhkan banyak mangsa. Predator yang monophagous (mempunyai satu
inang) menggunakan serangga hama sebagai makanan utamanya. Predator seperti ini biasanya
efektif tetapi mempunyai kelemahan, yaitu apabila populasi hama yang rnenjadi hama
mangsanya berkurang, biasanya predator tidak dapat bertahan hidup lama. Pada umumnya
predator tidak bersifat monophagous, contoh: kumbang famili Coccinellidae, belalang sembah
dan lain sebagainya.

3) Entomopatogen
Entomopatogen dapat menimbulkan penyakit, meliputi cendawan, bakteri, virus, nematoda
atau

hewan

mikro

lainnya

yang

dapat

mempengaruhi

kehidupan

serangga

hama.

Entomopatogen sudah mulai dikembangkan sebagai pestisida alami untuk mengendalikan


serangga hama. Sebagai contoh Bacillus thuringiensissudah diformulasikan dengan berbagai
merek dagang. Bakteri ini akan menginfeksi larva sehingga tidak mau makan dan akhirnya larva
mati. Demikian pula dengan cendawan sudah dikembangkan untuk mengendalikan serangga
hama, sepertiMetarhizium anisopliae yang digunakan untuk mengendalikan larva Oryctes
rhinoceros.

Entomopatogen lain seperti virus Nuclear Po1yhidrosis Virus (NPV) yang

mempunyai prospek cukup baik untuk mengendalikan larva Lepidoptera, seperti ulat grayak.
Faktor Makanan
Faktor makanan sangat penting bagi kehidupan serangga hama. Keberadaan faktor makanan
akan dipengaruhi oleh suhu, kelembaban, curah hujan dan tindakan manusia. Pada musim
hujan, orang banyak menanam lahannya dengan berbagai tanaman. Apabila semua faktor lain
sangat mendukung perkembangan serangga maka pertambahan populasi serangga akan sejalan
dengan makin bertambahnya makanan. Keadaan sebaliknya akan menurunkan populasi
serangga hama. Hubungan faktor makanan dengan populasi serangga itu disebut hubungan
bertautan padat ataudensity independent. Oleh karena itu faktor makanan dapat digunakan
untuk menekan populasi serangga hama, baik dalam bentuk tidak memahami lahan pertanian
dengan tanaman yang merupakan makanan serangga hama, bisa juga menanami lahan
pertanian dengan tanaman yang tidak disukai serangga hama tertentu atau dengan tanaman
resistens. Misal makin luasnya tanaman kelapa akan meningkatkan, populasi Artona sp.
Walaupun demikian Artona lebih menyukai daun tua dan bukan daun muda yang baru terbuka
ataupun daun yang belum terbuka kurang disukai. Walang sangit hanya menghisap butir padi
dalam keadaan matang susu. Jelaslah tersedianya kualitas makanan dalam jumlah yang
memadai akan meningkatkan populasi hama dengan cepat.
LABEL: PERLINTAN

2 komentar:
1.
Intan.Pachirishu

18 September 2012 06.54


thx yaa buat artikel`a :)
salam kenal
1.
Ari Nugroho
24 Maret 2013 10.25
arigatou....tulisanyamembantu saya untuk mencintai serangga, termasuk membantu skripsi saya.
ari

Poskan Komentar
Posting Lama Beranda

Lencana Facebook
Elin Erlin | Buat Lencana Anda

Pengikut
Labels

Perlintan (2)

Sistem Pertanian Terpadu (1)

Tentang Aku (1)

Blog Archive

Maret (4)
elin.itu.erlin. Diberdayakan olehBlogger.

Popular Posts

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Serangga


Secara umum terdapat tiga faktor yang mempengaruhi pertumbuhan serangga, yaitu faktor
internal, faktor external dan faktor makanan. ...

Sistem Integrasi Tanaman - Ternak (SITT)


BAB I PENDAHULUAN A.

Latar Belakang Pertanian terpadu pada hakekatnya adalah

memanfaatkan seluruh potensi energi sehingga da...

Pertumbuhan Populasi Serangga


Populasi setiap organisme pada ekosistem tidak pernah sama dari waktu ke waktu lainnya,
tetapi naik turun yang berkisar sekitar suatu g...

Mulai Nge Blogging


Sebelumnya, aku pengen kenalan ma temen-temen semua.. Orang bilang kalo tak kenal maka
tak sayang bukan? Nhaaah karena aku pengen di...

Our Network Sites

Damar Wu

About Us
Kuliah Agribisnis Ku.. 2010 | Many thanks to: Free Blogger Templates, Web Design Company and SEO Company

Homoiterm adalah hewan berdarah panas. Pada hewan homoiterm suhunya lebih stabil, hal ini
dikarenakan adanya reseptor dalam otaknya sehingga dapat mengatur suhu tubuh. Hewan homoiterm
dapat melakukan aktivitas pada suhu lingkungan yang berbeda akibat dari kemampuan mengatur suhu
tubuh. Hewan homoiterm mempunyai variasi temperatur normal yang dipengaruhi oleh faktor umur,
faktor kelamin, faktor lingkungan, faktor panjang waktu siang dan malam, faktor makanan yang
dikonsumsi, dan faktor jenuh pencernaan air. [1] [2]
Hewan berdarah panas adalah hewan yang dapat menjaga suhu tubuhnya, pada suhu-suhu tertentu
yang konstan biasanya lebih tinggi dibandingkan lingkungan sekitarnya. Sebagian panas hilang melalui
proses radiasi, berkeringat yang menyejukkan badan. Melalui evaporasi berfungsi menjaga suhu tubuh
agar tetap konstan. Contoh hewan berdarah panas adalah bangsa burung dan mamalia.
Hewan berdarah dingin atau disebut juga Poikiloterm adalah hewan yang suhu tubuhnya kira-kira
sama dengan suhu lingkungan sekitarnya [1]. Poikiloterm suhu tubuhnya dipengaruhi oleh lingkungan.
Suhu tubuh bagian dalam lebih tinggi dibandingkan dengan suhu tubuh luar. Yang termasuk dalam
Poikiloterm adalah bangsa Ikan,Reptil, dan Amfibi. [2]
Suhu yang tinggi menjelaskan mengapa banyak organisme berdarah dingin seperti ikan, ampibi,
crustacea, dan kadal hidup lebih lama di daerah bergaris lintang besar daripada bergaris lintang kecil,
menurut penelitian baru-baru ini diterbitkan dalam "Proceedings of the National Academy of sciences
(PNAS) online". Asisten Profesor Dr Stephan Munch dan Ph.D. calon "Santiago Salinas", keduanya dari

Universitas Stony Brook School of Atmospheric dan Ilmu Kelautan, ditemukan bahwa bermacam macam
jarak suhu dari spesies untuk mengubah temperatur tubuhnya dengan temperatur lingkungannya,
temperatur lingkungan adalah faktor dominan mengendalikan geografis variasi dalam jangka hidup
spesies.
Melihat pada data jangka hidup dari lab dan pengamatan lapangan selama lebih dari 90 spesies dari
bumi, air tawar, lingkungan laut. Mereka belajar organisme yang berbeda dengan rata-rata umurnya - dari
Arcartia tonsa, yang memiliki jangka hidup dari rata-rata 11,6 hari, dengan mutiara remis Margaritifera
margaritifera, yang memiliki rata-rata jangka hidup dari 74 tahun. Mereka menemukan bahwa dari
berbagai jenis, suhu yang konsisten yang bereksponensial berkaitan dengan jangka hidupnya.
Hubungan antara suhu dan jangka hidup dari penelitian Munch dan Salinas, ditemukan melalui analisis
data dengan cara yang serupa dengan hubungan yang memprediksi teori metabolis ekologi (MTE). Teori
ini, yang merupakan kerangka pemodelan yang telah digunakan untuk menjelaskan cara pada sejarah
kehidupan, dinamika populasi, pola geografis, dan proses ekologi skala hewan dengan ukuran tubuh dan
suhu.
Jangka hidup di dari 87% makhluk hidup bebas dan spesies yang Munch Salinas pelajari bervariasi
sebagai prediksi MTE. Namun setelah mengeluarkan efek suhu, masih terdapat banyak variasi di dalam
jangka hidup spesies ini, menunjukkan bahwa lainnya, faktor lokal masih memainkan peran dalam
menentukan jangka hidup. [3]

Lihat pula[sunting | sunting sumber]

Homoiterm (hewan berdarah panas)

Referensi[sunting | sunting sumber]


1.

^ Guyton, D.C. 1993. Fisiologi Hewan, edisi 2. EGC. Jakarta

2.

^ Shvoong Termogulasi pada hewan. Diakses 18 Februari 2011

3.

^ Hewan berdarah dingin, Lingkungan yang lebih hangat akan membuat jangka hidup
pendek. Diakses 20 Februari 2011

Kategori:

Hewan

Fisiologi hewan

Suhu

Shvoong Termogulasi pada hewan. Diakses 18 Februari 2011

^ Swenson, GM. 1997. Dules Physiology or Domestic Animals. Publishing Co. Inc : USA

Anda mungkin juga menyukai