Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat
dan karunia-Nya pada kelompok kami, sehingga dapat menyelesaikan laporan Problem
Based Learning sistem Endokrin dan Metabolisme modul 1 submodul 1 skenario 1 tepat pada
waktunya. Shalawat serta salam tak lupa kami junjungkan kepada Nabi Muhammad SAW,
keluarga, serta pengikutnya hingga akhir zaman. Amien ya robbal alamin.
Laporan ini kami buat untuk memenuhi tugas wajib yang dilakukan sebelum diskusi
pleno. Pembuatan laporan ini pun bertujuan meringkas semua materi yang ada di modul 1
submodul 1 yang berkaitan dengan Diabetes Melitus.
Terimakasih kami ucapkan pada tutor kami dr. Prabowo Soemarto, Sp.PA yang telah
membantu kami dalam kelancaran pembuatan laporan ini. Terimakasih juga kepada semua
pihak yang telah membantu kami dalam mencari informasi, mengumpulkan data dan
menyelesaikan laporan ini. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi kelompok kami pada
khususnya dan bagi pada pembaca pada umumnya.
Laporan kami masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yang
membangun dari para pembaca sangatlah kami harapkan untuk menambah kesempurnaan
laporan kami.
Jakarta, Maret 2013
DAFTAR ISI
I.
II.
III.
IV.
V.
VI.
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI ..
PENDAHULUAN ..
1.
LATAR BELAKANG
2.
TUJUAN .
3.
KEGIATAN .
4.
KELUARAN KEGIATAN .
PEMBAHASAN ..
SIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA ..
3
3
4
7
37
38
PENDAHULUAN
I.
LATAR BELAKANG
TUJUAN
8.
9.
III.
KLARIFIKASI
Skenario 1
Seorang perempuan berusia 20 tahun datang ke puskesmas dengan keluhan sering
kencing sejak 1 minggu yang lalu. Pasien sering terbangun di malam hari untuk kencing,
sering lapar, dan sering haus. Baju dan celana terasa longgar sejak 2 bulan terakhir. Tidak
demam, batuk dan pilek
Kata Sulit :
Wanita, 20 tahun
Sering terbangun di malam hari untuk kencing
Sering lapar dan sering haus
Baju dan celana terasa longgar ( 2 bulan terakhir )
Tidak demam, batuk, dan pilek
Data Tambahan :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
Apakah keluarga pasien ada yang mengalami gejala yang sama ? Disangkal !
Apakah pasien telah melakukan pemeriksaan penunjang ? Jika sudah, apakah
hasilnya ?
GDS :
250 mg/dl
GDP :
130 mg/dl
TSH :
3,0 U/l
FT4 :
4,0 g/dl
Apakah pasien pernah mengalami trauma kepala dan perut ? Disangkal
Berapa frekuensi kencing pasien dalam sehari ? Tidak ada info
Apakah pasien merasa gerah dan keringatnya bercucuran ? Tidak ada info
Apakah pasien sering berolahraga ? Pasien jarang berolahraga
Jika pasien mengalami luka, apakah lukanya cepat sembuh ? Tidak ada info
Apakah pasien sudah menikah ? Jika sudah apakah ada riwayat abortus berulang ?
Tidak ada info
Apakah telah dilakukan pemeriksaan urinalisis ? Iya
Protein
: Tidak ada info
Albumin
: Tidak ada info
Keratinin
: Tidak ada info
Indeks Massa Tubuh Pasien ? Tidak ada info
Berapa penurunan berat badan yang terjadi pada pasien ? Tidak ada info
Identifikasi masalah :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
PEMBAHASAN
1.
2.
Kelenjar endokrin atau kelenjar yang tidak mempunyai saluran keluar ( ductus
exretorius) adalah kelenjar yang mengirim hasil sekresinya langsung ke dalam darah
yang beredar dalam jaringan dan menyekresi zat kimia yang disebut hormon.
Hormon adalah zat yang dilepaskan ke dalam aliran darah dari suatu kelenjar atau
organ yang mempengaruhi kegiatan di dalam sel. Meliputi : Mempengaruhi
pertumbuhan, metabolisme, reproduksi dll
Selain kelenjar endokrin, terdapat pula sel pada organ atau jaringan yang
menghasilkan hormone yaitu hipotalamus, timus, pancreas, ovarium, testis, ginjal,
lambung, hati, usus halus, jantung dan kelenjar adiposa.
Dalam Tubuh Manusia Ada Tujuh Kelenjar Endokrin yang Penting, Yaitu :
Antara ke-2 lobus dihubungkan dengan isthmus dari tepi superior isthmus
berkembang ke cranial lobus pyramidalis yg dapat mencapai os. Hyoideum yang
setiap lobusnya berukuran 5 cm dan dibungkus oleh true capsula ( fascia propria )
Kelenjar tiroid menghasilkan hormon tiroksin dan Hormon tiroksin berfungsi untuk
mempengaruhi metabolisme sel tubuh dan pengaturan suhu tubuh.
Hormone yang dihasilkan adalah tirosin (T4) dan triiodotironin (T3) yang berperan penting
dalam pertumbuhan, diferensiasi sel, control laju metabolisme basal, dan konsumsi oksigen.
Selain itu, hormone ini berperan pula dalam metabolism lipid, karbohidrat, dan protein.
2. Glandula Parathyroidea
Merupakan 4 buah benjolan kecil yang terletak pada permukaan dorsal ujung-ujung
gld, thyroidea.
Mempunyai kapsul sendiri dan berada di dalam capsula gld. Parathyroidea
Berasal dari kantong brankhial
Pada orang dewasa kel. Ini berupa tonjolan bersimpai, berwarna kuning coklat
berbentuk ovoid
Paratiroid menempel pada kelenjar tiroid
Kelenjar ini menghasilkan parathormon.dan Parathormon berfungsi mengatur
kandungan fosfor dan kalsium dalam darah.
3. Thymus
Berasal dari endoderm, yaitu celah brachial ke-3 dan ke-4, kelenjar ini membesar
perlahan-lahan sampai membesar pada masa pubertas. Lalu akan mengalami atrofi
sehingga waktu dewasa menghilang dan hanya tersisa berupa jaringan ikat lemak dan
jika jaringan ikat lemak ini menetap bisa terjadi misal pada hyperthyroidisme atau
pada penyakit Addison disease.
Terletak di sepanjang rongga trachea di rongga dada bagian atas.
Timus membesar sewaktu pubertas dan mengacil setelah dewasa.
Kelenjar ini merupakan kelenjar penimbunan hormon somatotrof atau hormon
pertumbuhan dan setelah dewasa tidak berfungsi lagi.
Menghasilkan timosin yang berfungsi untuk merangsang limfosit
4. Pineal Gland
Berupa kel. yang kecil sekali terletak pd bagian belakang ventrikel tertius. Kelenjar
ini terdiri dari stroma jar. Ikat
Menghasilkan salah satu hormon melatonin yg berasal dari serotonin, mempunyai
efek antagonis terhadap melanocyt-stimulating hormon ( msh). Juga menghasilkan
bahan yg menghambat fungsi gonade
Hyperfungsi pineal berhubungan dengan pubertas yg terlambat dan hypofungsi dg
pubertas yg terlalu cepat (precox)
Beberapa tumor kel pineal dpt menimbulkan perubahan-2 dalam pematangan seksual
dan kelainan dalam tingkah laku seksual.
11
kelenjar ini adalah adanya corpora arenacea yang terbentuk dari matriks kalsifikasi (dari
garam kalsium dan magnesium).
13
Menghasilkan hormon insulin dan Hormon insulin ini berfungsi mengatur konsentrasi
glukosa dalam darah. Kelebihan glukosa akan dibawa ke sel hati dan selanjutnya akan
14
dirombak menjadi glikogen untuk disimpan. dan Kekurangan hormon ini akan
menyebabkan penyakit diabetes.
Histologi Pulau
Berbentuk telur yang berasal dari endoderm yang berada dekat dengan duktus biliaris dan
terdiri dari ratusan pulau. Tiap pulau disusun oleh sel polygonal atau bulat, lebih kecil,
dan pucat dibandingkan sel asinar di sekelilingnya. Pulau Langerhans dillihat secara
imunohistokimia terdiri dari :
d. Sel alfa : menghasilkan glucagon dan biasanya berada di pinggir pulau. Fungsi
glucagon adalah memecah glikogen di hati.
e. Sel beta : menghasilkan insulin dan terletak di bagian tengah pulau. Fungsi insulin
adalah mempercepat transport
7. Supradrenal Gland
Kel. Ini tidak termasuk sistem uropoetica, melainkan bagian dari sistem endokrin.
Beratnya mencapai 3-6 gram. Terletak pd puncak extremitas superior ren,
tepatnya bagian ventro-superio-media
Yang dextra berbentuk pyramid, berada disebelah ventral diaphragma thoracis.
Kelenjar ini berbentuk bola, menempel pada bagian atas ginjal. Pada setiap ginjal
terdapat satu kelenjar suprarenal dan dibagi atas dua bagian, yaitu bagian luar
(korteks) dan bagian tengah (medula).
Menghasilkan hormon Adrenalin.
Terletak di kutub atas ginjal berbentuk bulan sabit pipih dengan panjang 4-6 cm
dan lebar 1-2 cm. Berat keduanya adalah 8 g. Tiap kelenjar ditutup oleh kapsula
jaringan ikat yang padat dan bagian stroma kaya akan serat retikularis yang
mendukung sel sekretorik.
15
3.
masih belum dapat dimengerti. Tetapi jelas terlihat bahwa organ memberikan respon terhadap
semacam jam biologis.
Faktor-faktor lainnya juga merangsang pembentukan hormon. Prolaktin (hormon
yang dikeluarkan oleh kelenjar hipofisa) menyebabkan kelenjar susu di payudara
menghasilkan susu. Isapan bayi pada puting susu merangsang hipofisa untuk menghasilkan
lebih banyak prolaktin. Isapan bayi juga meningkatkan pelepasan oksitosin yang
menyebabkan mengkerutnya saluran susu sehingga susu bisa dialirkan ke mulut bayi.
Kelenjar semacam pulau pakreas dan kelenjar paratiroid, tidak berada dibawah
kendali hipofisa. Mereka memiliki sistem sendiri untuk merasakan apakah tubuh memerlukan
lebih banyak atau lebih sedikit hormon. Misalnya kadar insulin meningkat segera setelah
makan karena tubuh harus mengolah gula dari makanan. Jika kadar insulin terlalu tinggi,
kadar gula darah akan turun sampai sangat rendah
17
4.
Piruvat (erobik)
Berlangsung di semua sel dan memiliki
mitondria
Memerlukan Oksigen
Laktat (anerobik)
Berlangsung di sel-sel yang tidak memliki
mitondria seperti eritrosit dan sel otot putih
(tipe 2) atau anoksia (infark miokard)
Tidak memerlukan oksigen
Menggunakan NAD+
darah meningkat. Sebaliknya, disamping sel beta, terdapat juga sel alfa yang memiliki fungsi
memproduksi glukagon yang bekerja sebaliknya dari hormon insulin, yakni meningkatkan
kadar glukosa darah.
Pada penyakit diabetes mellitus tipe 1 adalah penyakit auto imun yang ditentukan
secara genetik dengan gejala-gejala yang pada akhirnya menuju proses bertahap
pengerusakan imunologik sel-sel yang memproduksi insulin. Individu yang peka secara
genetic tampaknya memberikan respon terhadap kejadian-kejadian pemicu yang diduga
berupa infeksi virus, dengn memproduksi autoantibody terhadap sel-sel beta, yang akan
berkurangnya sekresi insulin yang di rangsang oleh glukosa. Jika terjadi kelainan, fungsi
limfosit T yang terganggu akan berperan dalam pathogenesis perusakan sel-sel pulau
langerhands yang ditujukan terhadap komponen antigenic tertentu dari sel beta. Kejadian
pemicu yang memicu proses autoimun pada individu yang peka secara genetic berupa infeksi
virus coxsackie B4 atau gondongan atau virus lain.
Di kelenjar hipofisis hormone TRH merangsang TSH dan mempengaruhi kerja
tiroksin di kelenjar thyroid untuk menghasilkan T3 dan T4. Yang terjadi dalam tubuh tiroksin
normal tetapi merasa mengalami kekurangan dalam memproduksi T3 dan T4 sehingga TRH
dan TSH terangsang terus untuk meningkatkan kerjanya yang selanjutnya mengalami
hipertrofi pada tiroksin yang mengakibatkan tyroid mengalami hiperttiroid.
19
5.
Etiologi
a.
b.
c.
d.
e.
cuaca dingin
intake cairan berlebih
gangguan sekresai ADH oleh berbagai sebab (trauma kepala, tumor hipofisis)
psikogenik
gangguan sistem urinarius
Penyebab poliuria yang sering adalah diabetes mellitus, diabetes insipidus sentral
(diabetes insipidus neurogenik, diabetes insipidus kranial atau hipotalamik), diabetes
insipidus nefrogenik (diabetes insipidus renal, diabetes insipidus resisten ADH), polidipsi
primer atau diabetes insipidus dipsogenik. Diantara berabagai penyebab di atas yang,
penyebab yang paling utama adalah diabetes mellitus dan diabetes insipidus. Selain itu dalam
beberapa keadaan fisiologik dapat meningkatkan pengeluaran urin misalnya : stress, latihan,
dan cuaca panas dengan minum yang berlebihan.
POLYDIPSI
Etiologi umum: kekurangan cairan tubuh secara bermakna
Patomekanisme :
20
Terjadinya polidipsi berhubungan erat dengan adanya poliuri yang ditemukan pada
kasus. Poliuri (pengeluaran cairan tubuh secara berlebih) mengakibatkan terjadinya
perangsangan pusat haus di hipotalamus yang kemudian menuntun kita mengkonsumsi air
sebanyak-banyaknya untuk menghindari deplesi air yang berlebih dan membahayakan hidup
seseorang. Pembahasan ini lebih lanjut akan dibahas selanjutnya.
Haus dan mekanismenya
Jika terjadi peningkatan osmolalitas plasma terjadi perangsangan pusat haus.
Karena ambang rangsang haus lebih tinggi dari ambang rangsang AVP, kondisi ini disebut
mekanisme perlindungan dari deplesi yang berlebihan. Haus sebagai reaksi fisiologis
Sistem Umpan Balik Osmoreseptor-Adh
Bila osmolaritas (konsentari natrium plasma) meningkat diatas normal akibat
kekurangan air , maka sistem umpan balik ini akan bekerja sebagai berikut :
peningkatan osmolaritas cairan ekstrasel (yang secara praktis berarti peningkatan
konsentrasi natrium plasma) menyebabkan sel saraf khusus yang disebut sel
osmoreseptor, yang terletak di hipotalamus anterior dekat nukleus supraoptik, mengkerut.
Pengerutan sel osmoreseptor menyebabkan sel tersebut terangsang, yang akan
mengirimkan sinyal saraf ke sel saraf tambahan di nukleus supraoptik, yang kemudian
meneruskan sinyal ini menelusuri infundibulum hipofisis ke hipofisis posterior.
potensial aksi yang disalurkan ke hipofisis posterior akan merangsang pelepasan ADH,
yang disimpan dalam granula sekretorik (atau vesikel) di ujung saraf.
ADH memasuki aliran darah dan ditranspor ke ginjal, tempat ADH meningkatkan
permeabilitas air di bagian akhir tubulus distal dan tubulus koligentes. peningkatan
permeabilitas air di segmen nefron distal menyebabkan peningkatan reabsorsi air dan
ekskresi sejumlah urin yang pekat.
Kekurangan air
Penurunan H2O yang
dieksresi
Peningkatan
Osmolaritas ekstrasel
Peningkatan Reabsorbsi
H2O
Peningkatan Sekresi ADH
Peningkatan Permeabilitas
tubulus distal, duktus
koligentes terhadap air
21
Peranan Rasa Haus dalam Mengatur Osmolaritas Cairan Ekstrasel dan Konsentrasi
Natrium
Ginjal meminimalkan kehilangan cairan selama terjadi kekurangan air, melalui sistem
umpan balik osmoreseptor ADH. Akan tetapi, asupan cairan yang adekuat diperlukan untuk
mengimbangi kehilangan cairan yang terjadi melalui keringat dan nafas serta melalui
pencernaan. Asupan cairan diatur oleh mekanisme rasa haus, yang bersama dengan
mekanisme osmoreseptor ADH, mempertahankan kontrol osmolaritas cairan ekstrasel dan
konsentrasi natrium secara tepat. Banyak faktor yang sama yang merangsang sekresi ADH
juga akan meningkatkan rasa haus, yang akan didefinisikan sebagai keinginan sadar terhadap
air.
Pusat Rasa Haus di Sistem Saraf Pusat
Terdapat suatu daerah kecil yang terletak anterolateral dari nucleus peroptik, yang bila
distimulasi secara listrik, menyebabkan kegiatan minum dengan segera dan berlanjut selama
rangsangan berlangsung. Semua daerah ini bersama-sama disebut pusat rasa haus. Neuronneuron dipusat rasa haus memberi respons terhadap penyuntikan larutan garam hipertonik
dengan cara merangsang perilaku minum. Sel-sel ini hampir berfungsi sebagai osmoreseptor
untuk mengaktivasi mekanisme rasa haus, dengan cara yang sama saat osmoreseptor
merangsang pelepasan ADH.
Peningkatan osmolaritas cairan serebrospinal di ventrikel ketiga memberi pengaruh
yang pada dasarnya sama, yaitu menimbulkan keinginan untuk minum. Organum vasculosum
lamina terminalis yang terletak tepat dibawah permukaan ventrikel pada ujung inferior daerah
AV3V, agaknya ikut diperantarai respons tersebut.
Stimulus terhadap rasa haus
Salah satu yang terpenting adalah peningkatan osmolaritas cairan ekstrasel, yang
menyebabkan dehidrasi intrasel di pusat rasa haus, yang akan merangsang sensasi rasa haus.
Kegunaan respons ini sangat jelas; membantu mengencerkan cairan ekstrasel dan
mengembalikan osmolaritas ke dalam normal. Penurunan volume cairan ekstrasel dari
tekanan arteri juga merangsang rasa haus melalui suatu jalur yang tidak bergantung pada jalur
yang distimulasi oleh peningkatan osmolaritas plasma. Jadi, kehilangan volume darah melalui
pendarahan akan merangsang rasa haus walaupun mungkin tidak terjadi perubahan
osmolaritas plasma. Hal ini mungkin terjadi akibat input netral dari baroreseptor
kardiopulmonal dan baroreseptor .
Stimulus rasa haus yang ketiga yang penting adalah angiotensin II. Penelitian
terhadap binatang telah menunjukkan bahwa angiotensin II bekerja pada organ subfornikal
dan pada organus vaskulosum lamina terminalis. Karena angiotensin II juga distimulasi oleh
faktor-faktor yang berhubungan dengan hipovolemia dan tekanan darah rendah, pengaruhnya
pada rasa haus membantu memulihkan volume darah dan tekanan darah kembali normal,
bersama dengan kerja lain dari angiotensin II pada ginjal untuk menurunkan eksresi cairan.
Kekeringan pada mulut dan membran mukosa esofagus dapat mendatangkan sensasi
rasa haus. Akibatnya seseorang yang kehausan dapat segera melepaskan rasa hausnya setelah
ia minum air walaupun air tersebut belum diabsorbsi dari saluran pencernaan dan belum
memberi efek terhadap osmolaritas cairan ekstrasel.
Stimulus gastrointerstinal dan faring mempengaruhi timbulnya rasa haus. Contohnya
pada binatang yang memiliki pintu oesophagus ke arah eksterior, sehingga air tidak pernah
22
diabsrobsi ke dalam darah, kelegaan yang terjadi setelah minum hanya bersifat sebagian,
walaupun kelegaan itu bersifat sementara. Akan tetapi penurunan sensasi haus melalui
mekanisme gastrointestinal atau faringeal hanya bertahan singkat, keinginan untuk minum
hanya dapat dipuaskan sepenuhnya bila osmolaritas plasma dan/atau volume darah kembali
normal.
POLIFAGIA
Polifagia berasal dari bahasa Yunani yang terdiri atas dua suku kata; poli (yang
berarti banyak) dan fago (yang berarti makan). Secara umum, polifagia bisa diartikan sebagai
suatu gejala kelainan sistem metabolisme pada kondisi tertentu dimana penderitanya
mengalami rasa lapar yang berkelanjutan sehingga menyebabkan dirinya mengkonsumsi
makanan secara berlebih. Hal ini disebabkan menyusutnya kadar kalori dalam tubuh yang
dikeluarkan lewat saluran air kemih dalam jumlah yang cukup besar, sehingga penderita akan
mengalami penurunan berat badan secara drastis. Akibatnya si penderita akan mengalami rasa
lapar yang dahsyat dan terjadi secara kontinyu (terus menerus) sehingga menuntutnya untuk
lebih sering mengkonsumsi makanan tanpa henti.
Jadi kesimpulan dari Patomekanisme dari gejala di atas adalah :
Poliuria pada Diabetes Melitus
Kelebihan glukosa pada darah (hiperglikemi) yang melewati amabang ginjal, ginjal akan
membuangkelebihan tersebut melauli urin atau yang disebut glikosuria. Glikosuria ini akan
menyebabkan dieresis osmotic, karena pengenceran glukosa membutuhkan air, yang
meningkatkan pengeluaran urin.
Polidipsia pada Diabetes Melitus
Akibat pemakaian air dalam tubuh untuk pengenceran glukosa dalam urin pada proses
poliuria,akibatnya air di dalam tubh akan berkurang, sehingga akan menimbulkan efek haus
terhadappenderitanya.
Polifagia pada Diabetes Melitus
karena glukosa hilang bersama urin, ditambah glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel maka
berat tubuh akan berkurang. Hal ini akan menyebakan timbulnya rasa lapar.
23
6.
Adakah hubungan antara gejala utama pada skenario dengan penurunan berat badan ?
Poliuri : pada penderita DM, insulin tak dapat mengubah glukosa menjadi glikogen,
akibatnya banyak sekali glukosa yang masuk keginjal dan menyebabkan hiperfiltrasi pada
ginjal dan akhirnya kecepatan filtrasi di ginjal meningkat, sehingga pembuangan glukosa,
natrium dan zat zat pada urine lebih cepat. Hal itulah yang menyebabkan penderita menjadi
lebih sering kencing.
Polidipsi : pada gejala ini, ginjal yang biasanya melakukan proses difusi berubah menjadi
osmosis dikarenakan kadar glukosa yang tinggi dalam darah. Untuk menyeimbangkannya
ginjal mengambil kadar air pada darah, dan mengakibatkan darah menjadi pekat dan sel
menjadi kekurangan cairan, sehingga merangsang penderita untuk sering minum
Polifagi : glukosa setelah dirubah menjadi glikogen, sebagian akan disimpan di hati sebagai
cadangan energy. Tapi sayangnya pada penderita DM, hal itu tidak terjadi dikarenakan
adanya kerusakan organ pembuat insulin, atau insulin yang di hasilkan menjadi sedikit,
akhirnya glukosa seperti jadi sia sia karena tidak dapat menjadi energy untuk sel dalam
tubuh, sehingga otak merespon dengan memberikan sinyal lapar ke pada tubuh dan
menyebabkan penderita menjadi banyak makan.
Hubungan dengan berat badan menurun :
Ketika tidak ada glukosa yang diubah menjadi glikogen oleh insulin, tubuh mulain
memecah protein untuk sumber energy alternative. Sehingga secara otomatis juga akan
mempengaruhi penurunan berat badan. Di samping itu, ginjal yang berusaha menurunkan
kadar gula bekerja keras dan membutuhkan kalori yang lebih banyak dan mengambilnya dari
dalam sel sel tubuh
24
7.
Adakah hubungan gejala dengan faktor jenis kelamin dan usia pada skenario ?
Kasus pada skenario :
Wanita 20 tahun, menderita 3p (polouria, polidipsia, polifagia), adanya penurunan
berat badan.
Faktor risiko Wanita :
-
Kehamilan
Abortus
Menopouse
Penyakit degeneratif
Penyakit infeksi
Pemakaian obat obatan
Penyakit keturunan (genetik)
Kesimpulan, ada hubungan usia dan jenis kelamin dengan keluhan yang diderita, karena
adanya faktor risiko yang dapat mempengaruhi hidup penderia tersebut.
25
8.
1. Pemeriksaan Glukosa
Tes
Sampel
GDS
GDP
GD2PP
Bukan DM
(mg/dl)
< 100
< 90
< 100
< 90
< 140
< 120
Plasma vena
Darah kapiler
Plasma vena
Darah kapiler
Darah vena
Darah kapiler
Belum pasti DM
(mg/dl)
110 199
90 199
110 125
90 109
140 200
120 200
DM (mg/dl)
200
200
126
110
> 200
> 200
GDP (mg/dl)
110 serta < 126
< 126
126
b. Tes HbA1c
Kriteria pengendalian
Baik
Sedang
Buruk
2. Tes urin (Mikroalbuminuria), Nilai rujukan : < 20 mg/L (, 0,02 g/L) atau 30 mg/24
jam ( 0,03 g/24 jam)
3. Tes Tiroid-stimulating hormone
a. T es T 4
Nilai Rujukan :
- Dewas a
- Anak- anak
- Us ila
b. Tes T3
Nilai Rujukan :
- Dewasa
: 0,8 2,0 ng/ml (60 118 ng/dl)
- Wanita hamil, pemberian kontrasepsi oral, infant dan anak anak :
meningkat
c. Tes FT4 (Free Thyro xin), Nilai Rujukan : 10 27 pmo l/L
d. Tes FT 3 (Free Triiodotiro nin), Nilai Rujukan : 4,4 9,3 pmo l/L
e. Tes TSH (Tiroid Stimulating Hormone), Nilai Rujukan : 0,4 5,5 mIU/l
f. T es T SHs (TSH 3rd Generation)
Nilai rujukan : 0,4 5,5 mIU/l
27
9.
Apakah pasien diketahui mengidap diabetes? Jika ya, bagaimana manifestasinya dan
apa obat yang didapat? Bagaimana pemantauan untuk kontrol: frekuensi pemeriksaan
pemeriksaan urin, tes darah, HbA1C, buku catatan, kesadaran akan hipoglikemia? Tanyakan
mengenai komplikasi sebelumnya.
-
Riwayat Pengobatan
-
28
Faktor Risiko
-
Aktifitas fisik
Usia
Obesitas
Kehamilan
Riwayat DM
Jenis Kelamin
Ras
2. Pemeriksaan Fisik
Diabetes melitus merupakan penyakit yang memiliki efek kepada seluruh tubuh.
Maka dalam pemeriksaan fisik harus dialkukan pemeriksaan secara lengkap.
3. Pemeriksaan Penunjang
29
Pemeriksaan penyaring berguna untuk menjaring pasien DM, TGT dan GDPT,
sehingga dapat ditentukan langkah yang tepat untuk mereka. Pasien dengan TGT dan GDPT
merupakan tahap sementara menuju DM. setelah 5-10 tahun kemudian 1/3 kelompok TGT
akan berkembang menjadi DM. 1/3 tetap TGT dan 1/3 lainya kembali normal. Adanya TGT
sering berkaitan dengan resistensi insulin. pada kelompok TGT ini resiko terjadinya
aterosklerosis lebih tinggi dibandingkan kelompok normal. TGT sering berkaitan dengan
penyakit kardiovaskular, hipertensi dan dislipidemia. Peran aktif para pengelola kesehatan
sangat diperlukan agar deteksi DM dapat ditegakkan sedini mungkindan penegahan primer
dan skunder dapat segera diterapkan.
Pemeriksaan penyaring dapat dialakukan melalui pemeriksaan kadar glukosa darah
sewaktu atau kadar glukosa darah puasa, kemudian dapat diikuti dengan tes toleransi glukosa
oral (TTGO) standar.
Tabel : Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring dan diagnosis
DM.
30
Bukan DM
Kadar glukosa Plasma Vena
darah sewaktu
(mg/dl)
Plasma Kapiler
< 110
Belum pasti
DM
110-199
<90
90-199
200
< 110
110-125
126
< 90
90-109
110
DM
200
31
10.
DD 1 ( Diabetes Melitus )
DIABETES MELITUS
Definisi
Diabetes Melitus adalah gangguan metabolis yang secara genetis dan klinis termasuk
heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya Toleransi Karbohidrat.diabetse ditandai
dengan hiperglikemia puasa,postprandial,aterosclerotik dan penyakit vaskular mikroangiopati
dan Neuropati.
Epidemiologi
Tingkat prevalensi diabetes melitus adalah tinggi yang diduga terdapat 16 juta kasus
diabetes di Amerika Serikat dan setiap tahunnya didiagnosis 600.000 kasus baru,yang
merupakan penyebab kematian ketiga di Amerika Serikat dan merupakan penyebab utama
kebutuhan pada orang dewasa akibat retinopati diabetik.pada usia yang sama penderita DM
paling sedikit 2 kali lebih sering terkena serangan jantung dibandingkan dengan yang tidak
menderita diabetes. Dan 75 % penderita diabetes akhirnya meninggal karena penyakit
vaskular.penyakit jantung,gagal ginjal,stroke dan gangren sehingga selain itu kematian fetus
intrauterin pada ibu-ibu yang menderita diabetes tidak terkontrol juga meningkat.
Etiologi
DIABETES MELITUS tipe 1 adalah penyakit autoimun yang ditentukan secara
genetik dengan gejala-gejala yang pada akhirnya menuju proses bertahap pengerusakan
imunologik sel-sel yang memproduksi insulin.pemicu yang diduga berupa infeksi
virus,dengan memproduksi autoantibodi terhadap sel-sel beta yang mengakibatkan
berkurangnya sekresi insulin yang dirangsang oleh glukosa.pada diabetes melitus dalam
bentuk yang lebih berat baisanya sel-sel beta telah dirusak semuanya,sehingga terjadi
insulinopenia dan semua kelainan metabolik yang berkaitan dengan defisiensi insulin.bukti
untuk determinan genetik diabetes tipe satu ini adalah adanya kaitan dengan tipe-tipe
histokompatibilitas(human leukocyte antigen [HLA] spesifik.yang memberikan kode kepada
protein-protein yang berperan penting dalam interaksi monosit-limfosit.Protein-protein ini
mengatur respon sel T yang merupakan bagian normal dari respon imun .jika terjadi
kelainan,fungsi limfosit T yang terganggu akan berperan penting dalam patogenesis
perusakan sel-sel pulau langerhans yang terdapat peningkatan antibodi-antibodi yang
ditunjukkan terhadap komponen antigenik tertentu sel beta.pemicu yang menentukan proses
autoimun yang peka secara genetik dapat berupa infeksi virus coxsackai B4 atau gondongan
atau virus lain.
Klasifikasi Diabetes Melitus
Klasifikasi ini telah disahkan oleh WHO yang terdapat 3 klasifikasinya antara lain:
1. Diabetes Melitus tipe 1 dan 2
2. D iabetes Gestasional (diabetes kehamilan )
3. Diabetes tipe khusus
Dua kategori lain dari toleransi glukosa abnormal adalah gangguan toleransi glukosa
dan gangguan glukosa puasa.Diabetes tipe 1 dulu dikenal sebagai tipe juvenile onset dan tipe
dependen insulin,namun kedua tipe ini dapat muncul pada sembarang usia.
32
1. Diabetes tipe 2 /tipe onset maturasi sebesar 650.00 kasus baru setiap tahunnya yang
sering dikaitkan dengan penyakit ini
2. Diabetes gestasional selama kehamilan dan mempengaruhi 4% dari semua
kehamilan,faktor resiko nya adlah usia tua,etnik,obesitas,multiparitas,riwayat keluarga
dan riwayat diabetes gestasional terdahulu .karena terjadi peningkatan sekresi
berbagai hormon yang mempunyai efek metabolik terhadap toleransi glukosa.pada
kriteria diagnosis biokimia diabete gestasional terjadi apabila 2 atau lebih dari nilai
berikut yang dilampaui sesudah pemberian glukosa 75 g glukosa oral : puasa,105
mg/dl ;1 jam,190 mg/dl ;2 jam,165 mg/dl ; 3 jam, 145 mg/dl. Karenapenderita
beresiko tinggi terhadap morbiditas dan mortalitas perinatal dan mempunyai frekuensi
kematian janin viabel yang lebih tinggi.kebanyakan perempuan hamil harus menjalani
penapisan untuk diabetes selama usia kehamilan 24 hingga 28 minggu
3. Tipe khusus lain antara lain :
kelainan genetik dalam sel beta seperti yang dikenal MODY,diabetes subtipe
ini memiliki prevalensi familial yang tinggi dan bermanifestasi sebelum usia
14 tahun,pasien sering kali obesitas dan resisten terhadap insulin dan kelainan
genetik pun telah dikenali secara baik yang terdapat dalam 4 bentuk mutasi
dan fenotif yang berbeda yaitu MODY1,MODY2,MODY3,MODY4.
Kelainan genetik pada kerja insulin,menyebabkan sindroma resistensi insulin
berat dan akantosis negrikans
Penyakit pada eksokrin pankreas menyebabkan pankreatitis kronik
Penyakit endokrin seperti sindrom cushing dan akromegali
Obat-obat yang bersifat toksik terhadap sel-sel beta
Infeksi
Pada diagnosis Diabetes Melitus ditegakkan pada penemuan :
1. Gejala-gejala klasik dan hiperglikemia yang jelas
2. Kadar glukosa plasma puasa > 126 mg/dl (7 mol/L) pada sekurang-kurangnya 2
kesempatan
3. Kadar glukosa plasma selama tes toleransi glukosa oral (TTGO) > 200 mg/dl pada 2
jam dan
Patofisiologi
Hiperglikemia, tanda utama diabetes melitus, terjadi akibat penurunan penyerapan
glukosa oleh sel-sel, disertai oleh peningkatan glukosa oleh hati.Karena sebagian besar sel
tubuh tidak dapat menggunakan glukosa tanpa bantuan insulin, terjadi kelebihan glukosa
ekstrasel sementara terjadi defisiensi glukosa intrasel.
Kadar glukosa darah meninggi ke tingkat pada saat jumlah glukosa yang difiltrasi
melebihi kapasitas sel-sel tubulus melakukan reabsorpsi, sehingga glukosa akan timbul dalam
urin (glukosuria). Glukosa diurin menimbulkan efek osmotik yang menarik H20 bersamanya,
sehingga menimbulkan diuresis osmotik yang ditandai dengan poliuria( sering berkemih).
Cairan yang keluar belerbihan dati tubuh menyebabkan dehidrasi yang pada gilirannya
menyebabkan kegagalan sirkulasi perifer karena volume darh turun.
33
Manifestasi Klinis
poliuria
Polidipsi
Polifagi
Parestesi
Pruritus
Letih, lesu, dan Lemah badan
Berat badan menurun
Kriteria Diagnosis DM
Gejala klasik DM + glukosa plasma sewaktu 200 mg/dl.
Gejala klasik DM + glukosa plasma puasa 126 mg/dl
Glukosa plasma 2 jam pada TTGO 200 mg/dl
Penatalaksanaan
Medika Mentosa
1. Pemicu sekresi insulin
SULFONILUREA : Khlorpropamid, Glibenklamid, Glikasid, Glikuidon,
Glipisid, Glimepirid
GLINID : Repaglinid, Nateglinid
2. Penambah Sensitivitas terhadap Insulin
BIGUANID :Metformin
THIAZOLIDINDION / GLITAZON : Pioglitazon, Rosiglitazon
Non Medika Mentosa, Terapi dietetik bertujuan mengurangi masukan kalori dan
menurunkan berat badan khusunya pada DM tipe 2
Komplikasi
Komplikasi jangka lama termasuk penyakit kardiovaskular (risiko ganda), kegagalan
kronis ginjal (penyebab utama dialysis), kerusakan retina yang dapat menyebabkan kebutaan,
serta kerusakan saraf yang dapat menyebabkan impotensi dan gangren dengan
risiko amputasi.
34
11.
DD 2 ( Diabetes Insipidus )
DIABETES INSIPIDUS
Diabetes insipidus adalah penyakit yang jarang di temukan. Diakibatkan oleh berbagai
penyebab yang dapat mengganggu mekanisme neurohypophyseal-renal reflex sehingga
mengakibatkan kegagalan dalam tubuh mengkonversi air.
Etiologi
1. Kegagalan pelepasan hormon ADH
2. Kerusakan nukleus supraoptik, paraventikular, dan filiformis hipotalamus yang
menisntesis ADH
3. Ganguan pengangkutan ADH
4. Kegagalan melepaskan vasopressin
Gejala Klinis
Keluhan dan gejala utama diabetes insipidus adalah poliuria dan polidipsia. Jumlah
cairan yang diminum maupun produksi urin per 24 jam sangat banyak, dapat mencapai 510
liter sehari. Berat jenis urin biasanya sangat rendah, berkisar antara 10011005 atau 50200
mOsmol/kg berat badan. Selain poliuria dan polidipsia, biasanya tidak terdapat gejalagejala
lain kecuali jika ada penyakit lain yang menyebabkan timbulnya gangguan pada mekanisme
neurohypophyseal-renal reflex. Selama pusat rasa haus pasien tetap utuh , konsentrasi zat zat
yang terlarut dalam cairan tubuh akan mendekati nilai normal bahayanya baru timbul jika
intake air tidak dapat mengimbangi pengeluaran urin yang ada, dengan akibat pasien akan
mengalami dehidrasi dan pengingkatan konsentrasi zat zat terlarut.
Patofisiologi
Vasopresin arginin merupakan suatu hormon antidiuretik yang dibuat di nucleus
supraoptik, paraventrikular, dan filiformis hipotalamus, bersama dengan pengikatnya yaitu
neurofisin II. Vasopresin kemudian diangkut dari badan-badan sel neuron tempat
pembuatannya, melalui akson menuju ke ujung-ujung saraf yang berada di kelenjar hipofisis
posterior, yang merupakan tempat penyimpanannya. Secara fisiologis, vasopressin dan
35
neurofisin yang tidak aktif akan disekresikan bila ada rangsang tertentu. Sekresi vasopresin
diatur oleh rangsang yang meningkat pada reseptor volume dan osmotic. Suatu peningkatan
osmolalitas cairan ekstraseluler atau penurunan volume intravaskuler akan merangsang
sekresi vasopresin. Vasopressin kemudian meningkatkan permeabilitas epitel duktus
pengumpul ginjal terhadap air melalui suatu mekanisme yang melibatkan pengaktifan
adenolisin dan peningkatan AMP siklik. Akibatnya, konsentrasi kemih meningkat dan
osmolalitas serum menurun. Osmolalitas serum biasanya dipertahankan konstan dengan batas
yang sempit antara 290 dan 296 mOsm/kg H2O.
Gangguan dari fisiologi vasopressin ini dapat menyebabkan pengumpulan air pada duktus
pengumpul ginjal karena berkurang permeabilitasnya, yang akan menyebabkan poliuria atau
banyak kencing.
Selain itu, peningkatan osmolalitas plasma kan merangsang pusat haus, dan sebaliknya
penurunan osmolalitas plasma akan menekan pusat haus. Ambang rangsang osmotic pusat
haus lebih tinggi dibandingkan ambang rangsang sekresi vasopresin. Sehingga apabila
osmolalitas plasma meningkat, maka tubuh terlebih dahulu akan mengatasinya dengan
mensekresi vasopresin yang apabila masih meningkat akan merangsang pusat haus, yang
akan berimplikasi orang tersebut minum banyak (polidipsia).
Secara patogenesis, diabetes insipidus dibagi menjadi 2 yaitu diabetes insipidus
sentral, dimana gangguannya pada vasopresin itu sendiri dan diabetes insipidus nefrogenik,
dimana gangguannya adalah karena tidak responsifnya tubulus ginjal terhadap vasopresin.
pengangkutan
ADH
akibat
kerusakan
pada
akson
traktus
suatu binding
protein yang abnormal uga dapat menggangu pelepasan ADH. Selain itu DIS di duga
akibat adanya antibodi terhadap ADH. Karena pada pengukuran kadar ADH dalam dalam
serum secara radio immunoassay, yang menjadi marker bagi ADH adalah neurofisin yang
secara fisiologis tidak berfungsi, maka kadar ADH yang normal atau meingkat belum
dapat memastikan bahwa fungsi ADH itu adalah normal atau meningkat. Termasuk dalam
klasifikasi DIS adalah diabetes insipidus yang diakibatkan kerusakan osmoreseptor yang
terdapat pada hipotalamus anterior yang disebut verney.s omoreseptor yang berada di luar
sawar darah otak.
Etiologi
Ada beberapa keadaan yang mengakibatkan diabetes insipidus sentral, termasuk di
dalamnya adalah tumor-tumor pada hipotalamus, tumor-tumor besar hipofisis dan
menghancurkan nucleus-nukleus hipotalamik, trauma kepala, cedera operasi pada
hipotalamus, oklusi pembuluh darah pada intraserebral, dan penyakit-penyakit
granulomatosa.
Gejala klinik
Keluhan dan gejala utama diabetes insipidus adalah poliuria dan polidipsia. Jumlah
produksi urin maupun cairan yang diminum per 24 jam sangat banyak. Selain poliuria dan
polidipsia, biasanya tidak terdapat gejala-gejala lain, kecuali bahaya baru yang timbul
akibat dehidrasi yang dan peningkatan konsentrasi zat-zat terlarut yang timbul akibat
gangguan rangsang haus
B. Diabetes Insipidus Nefrogenik (DIN)
DIN adalah diabetes insipidus yang tidak responsif terhadap ADH eksogen. Diabetes
insipidus yang tidak responsif terhadap ADH eksogen. Secara fisiologis dapat di sebabkan
oleh :
Etiologi
37
Diagnosis
Anamnesis
Pemeriksaan Penunjang
Jika kita mencurigai penyebab poliuria ini adalah Diabetes Insipidua, maka harus melakukan
pemeriksaan untuk menunjang diagnosis dan untuk membedakan apakah jenis Diabetes
38
Insipidus yang dialami, karena penatalaksanaan dari dua jenis diabetes insipidus ini berbeda.
Ada beberapa pemeriksaan pada Diabetes Insipidus, antara lain:
1. Hickey Hare atau Carter-Robbins
Pemberian Cairan infus NaCl hipertonis diberikan intravena dan akan menunjukkan
bagaimana respon osmoreseptor dan daya pembuatan ADH. Caranya (Williams)
a. Infuse dengan dextrose dan air sampai terjadi dieresis 5 ml/menit (biasanya 8-10
ml/menit).
b. Infuse diganti dengan NaCl 2,5 % dengan jumlah 0,25 ml/menit/kgbb.
Dipertahankan selama 45 menit.
Pada orang normal akan menurunkan jumlah urin, sedangkan pada diabetes insipidus
urin akan menetap atau bertambah. Pemberian pitresin akan menyebabkan turunnya jumlah
urin pada pasien DIS dan menetapnya jumlah urin DIN. Pada orang normal , pembebanan
larutan garam akan menyebabkan terjadinya diuresis solute yang akan mengeluarkan efek
ADH. Interpretasi pengujian coba ini adalah all or none. Sehingga tidak dapat membedakan
defect partial atau komplit.
2. Fluid deprivation
Sebelum pengujian dimulai, pasien diminta untuk mengosongkan kandung
kencingnya kemudian ditimbang berat badannya, diperiksa volum dan jenis atau
osmolalitas urin oertama. Pada saat ini pasien diambil sampel plasma untuk diukur
osmolallitasnya.
Pasien diminta buang air kecil sesering mungkin paling sedikit setiap jam.
Pasien ditimbang setiap jam bila dieresis lebih dari 300ml/jam atau setiap 3 ja bila
3. Uji nikotin
Pasien diminta merokok dan menghisap dalam-dalam sebanyak 3 batang dalam
4. Uji Vasopressin
39
Apapun pemeriksaannya, prinsipnya adalah untuk mengetahui volume, berat jenis, atau
konsentrasi urin. Sedangkan untuk mengetahui jenisnya, dapat dengan memberikan
vasopresin sintetis, pada Diabetes Insipidus Sentral akan terjadi penurunan jumlah urin, dan
pada Diabetes Insipidus Nefrogenik tidak terjadi apa-apa.
PENATALAKSANAAN
Pengobatan pada Diabetes Insipidus harus disesuai dengan gejala yang ditimbulkannya. Pada
pasien DIS parsial dengan mekanisme rasa haus yang utuh tidak di perlukan terapi apa apa
selama tidak menggangu aktivitas sehari-hari. Pada pasien DIS parsial mekanisme haus yang
tanpa gejala nokturia dan poliuria yang mengganggu tidur dan aktivitas sehari-hari tidak
diperlukan terapi khusus.
Pada DIS yang komplit, biasanya diperlukan terapi hormone pengganti (hormonal
replacement) DDAVP (1-desamino-8-d-arginine vasopressin) yang merupakan pilihan utama.
Obat ini merupakan analog arginine vasopressin manusia sintetik, mempunyai lama kerja
yang panjang dan hanya mempunyai sedikit efek samping jrang menimbulkan alergi dan
hanya mempunyai sedikit pressor effect. Vasopressin tannate dalam minyak (campuran lysine
dan arginine vasopressin)memerlukan suntikan 3-4 hari. Lama kerja nya pendek. Selain
tearapi hormon dapat juga dilakukan adjuvant yang secara fisiologis mengatur keseimbangan
air dengan cara:
-
ADH endogen
- Meningkatkan efek ADH endogen yang masih ada pada tubulus ginjal.
itu, bisa juga digunakan terapi adjuvant yang mengatur keseimbangan air, seperti:
Klorpropamid
Meningkatkan efek ADH yangmasih ada terhadap tubulus ginjal dan mungkin pula
dapat meningkatkan penglepasan ADH dari hipofisis. Dengan demikian obat ini
tidak dapat dipakai pada diabetes inipidus sentral komplit atau diabetes insipidus
nefrogenik. Efek samping yang harus dipehatikan adalah timbulnya hipoglikemia.
Dapat dikombinasi dengan tiazid untuk mencapai efek ,aksimal. Tidak ada
sulfonylurea yang lebih efektif dan kurang toksik dibandingkan dengan
klorpropamid pengobatan diabetes insipidus.
40
Klofibrat
Seperti klopropamid, klofibrat juga meningkatkan penglepasan ADH endogen.
Kekurangan klofibrat dibandingkan dengan klorpropamid adalah harus diberikan 4
kali sehari, tetapi tidak menimbulkan hipoglikemia. Efek gangguan fungsi hati.
Dapat di kombinasi dengan tiazid dan klopropamid untuk dapat memperoleh efek
Komplikasi
Konsumsi cairan yang tidak memadai dapat menyebabkan komplikasi berikut :
a. Dehidrasi
Mulut kering
Tampilan cekung mata
Kulit kering
Membran mukosa kering
cekung
fontanalles Denyut jantung cepat
(soft spot) pada bayi
Demam
Tekanan
darah
Berat badan
rendah Kelemaha otot
Hipernatremia
(hipotensi)
b. Ketidakseimbangan elektrolit
Kelelahan
Kelesuan
Sakit kepala
Nyeri otot
Prognosis
Diabetes insipidus nefrogenik primer merupakan penyakit seumur hidup dengan prognosis
baik jika dehidrasi hipernatremik dapat dihindari. Konseling genetic harus diberikan pada
41
keluarganya. Prognosis bentuk penyakit sekunder tergantung pada sifat gangguan primer.
Sindrom ini dapat sembuh sesudah koreksi lesi obstruktif.
42
KESIMPULAN
Pada kasus di skenario ini kami mengambil Diabetes Melitus dan Diabetes Insipidus sebagai
diffential diagnosis berdasarkan dengan data tambahan yang kami dapatkan dan juga diskusi
mandiri yang kami laksanakan.
43
DAFTAR PUSTAKA
-
Mubin, Halim . Panduang Praktis Ilmu Penyakit Dalam Diagnosis dan Terapi. Edisi 2.
2009
Perhimpunan Ahli Penyakit Dalam Indonesia. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
EGC ; 2011
Soegondo, S, Soewondo, Pradana. Subekti, Imam, editors. Penatalaksanaan Diabetes
44